Anda di halaman 1dari 39

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP PERAWAT

DALAM PELAKSANAAN PATIENT SAFETY DI RUANG INAP

BEDAH DI RSUD H.A.SULTHAN DAENG RADJA

BULUKUMBA

PROPOSAL

OLEH:
INDRIANI
NIM: A.18.10.026

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keselamatn pasien telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah

sakit. Keselamatan pasien sudah menjadi hal yang sangat memperhatikan bagi

setiap rumah sakit dalam mencapai suatu akreditasi atau pengakuan dan

pencapain kualitas pelayanan dan kesehatan bagi pasiennya. Faktor keselamatan

kesehatan pasien juga dapat menjadi tolak ukur menentukan kualitas dari rumah

sakit itu sendiri, ada 6 hal yang akan menjadi sasaran keselamatan pasien di

rumah sakit yaitu, ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi efektif,

peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian lokasi tepat

prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan

kesehatan dan pengurangan resiko pasien jatuh. (Pemengkes,2017)

Keselamatan pasien merupakan proses yang di jalankan oleh organisasi

yang bertujuan membuat layanan pada pasien menjadi lebih aman.proses tersebut

mencakup pengkajian resiko identifikasi dan pengelolaan resiko pasien, pelaporan

dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari suatu keadaan atau kejadian,

menindak lanjuti sjuatu kejadian,dan menerapkan solusi yang tepat untuk

mengurangi resiko tersebut terjadi kembali (Cenderasuci, 2020)

Patient safety merupakan suatu system dimana rumah sakit membuat pasien

menjadi lebih aman, system ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan

oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil. Keselamatan pasien merupakan proses yang di

jalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien menjadi
lebih aman. Proses tersebut mencakup pengkajian resiko, identifikasi dan

pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar

dari suatu keadaan atau kejadian, menindaklanjuti suatu kejadian, dan menetapkan

solusi yang tepat untuk mengurangi risiko tersebut terjadi kembali (Ernawati,

2020).

Keselamatan pasien merupakan inti dari mutu pelayanan kesehatan. Untuk


mencapainya, diperlukan komitmen yang kuat dari individu maupun tim.
Kombinasi dari berbagai elemen di rumah sakit, secara bersama-sama
menghasilkan sebuah situasi yang berisiko tinggi. Untuk dapat memahami risiko
yang ada dalam sebuah proses yang kompleks pada pelayanan medis/ kesehatan,
diperlukan informasi tentang berbagai kasus error dan nearmissed yang pernah
dan dapat terjadi. Dari situ kita dapat belajar untuk menutup kesenjangan yang
ada, mengurangi morbiditas dan mortalitas untuk mencapai mutu pelayanan yang
diharapkan (WHO Patient Safety Curiculum, 2011)

Sasaran keselamatan pasien dalam akreditasi yang dilakukan oleh komite

akreditasi rumah sakit mengacu pada JCI serta (Perkemkes) nomor 1691 tahun

2011 tentang patient safety di rumah sakit pada pasal 8 ayat 2 menyebutkan

bahwa sasaran keselamatan pasien terdiri enam poin tersebut adalah ketetapan

identifikasi pasien; peningkatan komunikasi efektif; peningkatan keamanan obat,

kepastian tepat lokasi, tepat pasien operasi pengurangan risiko infeksi terkait

pelayanan kesehatan; serta pengurangan risiko jatuh. (Permenkes,2011)

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelengarakan keselamatan

pasien, melalui pelayanan yang menerapkan standar keselamatan

pasien.pelaksanaan keselamatan pasien dilakukan berupa identifikasi pasien,

peningkatan komunikasi efektif,peningkatan keamanan obat yang perlu di

waspadai kepastian tepat lokasi,tempat prosedur,tempat pasien


operasi,pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan

resiko pasien jatuh.(Permenkes No, 11, 2017)

Keberagaman dan kerutinan pelayanan di rumah sakit apa bila tidak

dikelola dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya kejadian tidak diharapkan

(KTD) atau adverse event, yang mengancam kesselamatan pasien. (Depkes,2006).

Keselamatan pasien adalah sebuah transformasi budaya, dimana budaya

yang di harapkan adalah budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, budaya

lapor dan budaya belajar,dalam proses ini diperlukan upaya transformasional yang

menyangkut intervensi multi tingkat dan multi dimensional yang terfokus pada

misi dan strategi organisasi,leadership style, serta budaya organisasi keberhasilan

transformasi 70%-90 % ditentukan oleh peran leadership dan sisanya(0%-30%)

oleh peran managership. (Adib,2012).

pelayanan keperawatan dengan berfokus pada patient safety merupakan

salah satu pelayanan yang sangat penting dan berorientasi pada tujuan yang

berfokus pada penerapan asuhan keperawatan yang berkualitas, sehingga dapat

memberikan nsuatu pelayanan yang berkualitas kepada pasien yang menngunakan

jasa. Kemampuan memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara propesional

sesuai standar keperawatan sangan tergantung pada bagaimana kinerja perawat

rumah sakit dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di rumah sakit.

(Marianti dalam febri, 2021)

Keselamatan pasien membuat pasien pasien lebih aman yang meliputi

assement resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah


terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan. Patient safety rumah sakit

merupakan salah satu tempat yang memberikan pelayanan kesehatan pada pasien,

dengan berbagai macam jenis tenaga kesehatan disentaranya adalah perawat dan

dokter. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit bertanggung jawab dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam mengelolaan manajemen resiko

keselamatan pasien di rumah sakit.(Kemenkes,2011)

Hasil pengamatan singkat yang dilakukan oleh peneliti masih ada perawat

yang tidak memakai alat pelindung diri (APD) yaitu sarung tangaan dan masker

saat melakukan perawatan luka pada pasien. Saat ditanya kepada perawat

pelaksana, hal ini bisa di lakukan karena perawat lupa memakai alat pelindung

diri (APD ) atau masker.

Pasien ruang inap merupakan pasien pasca bedah yang sangat berisiko

terjadinya infeksi luar.berdasarkan uraian di atas,analiti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai factor-faktor yang mempengaruhi sikap perawat dalam

pelaksanaan patient safety

B. Rumusan masalah

Berdasarakan uraian latar belakang yang telah di paparkan dapat di rumuskan

masalah yaitu belum diketahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

perawat dalam pelaksanaan patient safety di Ruang rawat inap RUSD

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum, tujuan penelitian ini adalah pengetahuan factor- factor yang

mempengaruhi sikap perawat dalam pelaksanaan patient safety di ruang rawat

inap RSUDH.A Sultan Daeng Radja Bulukumba.

2. Tujuan khusus, adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah:


a. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan

patient safety di ruang rawat inap bedah RSUD H.A Sultan Daeng Radja

Bulukumba.

b. Mengetahui hubungan tingkat sikap perawat dengan pelaksana patient

safety di ruang rawat inap bedah RSUD H.A Sultan Daeng Radja

Bulukumba.

c. Mengetahui hubungan tingkat beban kerja perawat dengan pelaksanaan

patient safety di rruang rawat inap bedah RSUD H.A Sultan Daeng Radja

Bulukumba.

d. . Mengetahui hubungan pelaksanaan supervisi oleh kepala ruangan pada

perawat dengan pelaksanaan patient safety di ruang rawat inap bedah.

D. Manfaat peneliti

1. Bagi RSUD H.A Sultan Daeng radja, sebagai bahan masukan untuk

meningkatkan pelayanan keselamatan pasien khususnya pada perawat

ruangan rawat inap bedah.

2. Bagi perawat, sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan pelaksanaan

keselamatan pasien dalam upaya peningkatan pelayanan rumah sakit.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengalaman di bidang

pelaksanaan patient safety.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi untuk dikembangkan

pada penelitian selanjutnya


BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Patient safety

Pengertian patient safety. Menurut setiowati,2010 keselamatan paasien di

rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada pasien di

rumah sakit yang aman dan tidak merugikan pasien semua komponen pelayanan

kesehatan meliputi dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan patient safety. Adapun tujuan dari keselamatan pasien

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyaarakat

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

4. Terlaksana program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

kejadian tidak diharapkan.

Standar patient safety .standar keselamatan pasien meliputi hak pasien,

pendidikan bagi pasien dan keluarga, keselamatan paien dalam kesinambungan

pelayanan, penggunaan metode peningkatan keselamatan pasien,peran

kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien,pendidikan bagi staf tentang

keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf tentang

keselamatan pasien. (permenkes RI, 2011)

Hak pasien. Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan

kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas (Priyoto dan

Widyastuti, 2014). Menurutu Permenkes RI No. 11 Tahun 2017 pasal 6 ayat (1)
hak pasien merupakan hak pasien dan keluarga untuk mendapatkan informasi

tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk terjadinya insiden yang akan

mungkin terjadi.

Kriteria standar hak pasien menurut Permenkes RI No.11 Tahun 2017 pasal

6 ayat (2) adalah harus ada dokter yang akan menjadi penanggung jawab terhadap

pelayanan. Dokter penanggung jawab wajib membuat rencana pelayanan dan

memberikan penjelasan yang benar dan jelas kepada pasien dan keluarganya

tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatannya, serta kemungkinan terjadinya

insiden pada pasien. Pendidikan bagi pasien dan keluarga. Pendidikan bagi

pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang diperlukan oleh pasien dan keluarga

selama proses asuhan ( Priyoto dan Tri Widyastuti, 2014). Menurut Simamora

(2018), rumah , sakit harus mendidik pasien dan keluarganya mengenai kewajiban

dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria standar pendidikan bagi pasien dan keluarga menurut Permenkes RI

No.11 Tahun 2017 pasal 7 ayat (2) meliputi:

1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur.

2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.

3. Mengajukan pertanyaan untuk hal-hal yang tidak dimengerti oleh pasien.

4. Memahami konsekuensi dari pelayanan.

5. Mematuhi nasihat dokter dan melaksanakan tata tertib fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

6. Memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa terhadap sesame.

7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.


Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan. Permenkes RI No.11

Tahun 2017 pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa keselamatan pasien dalam

kesinambungan pelayanan merupakan upaya fasilitas pelayanan kesehatan di

bidang keselamatan pasien dalam keseninambungannya pelayanan dan

menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria dari standar keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

(Priyoto dan Tri Widyastuti, 2014) meliputi:

1. Adanya koordinasi terhadap pelayanan secara menyeluruh pada pasien.

2. Terdapat koordinasi pelayanan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan

pasiendan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada

seluruh tahap pelayanan antar unit dapat berjalan dengan baik.

3. Terdapat koordinasi pelayanan yang telah mencakup peningkatan dari

komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,

pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan , pelayanan kesehatan primer, dan

tindak lanjut lainnya.

4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga

dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman, dan efektif.

Penggunaan metode peningkatan kinerja. Penggunaan metode peningkatan

kinerja merupakan suatu kegiatan berupa mendesain proses baru atau

memperbaiki proses yang telah ada, mengawasi, dan mengevaluasi kinerja

melalui pengumpulan data, menganalisis insiden, dan melakukan perubahan

untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan dari pasien itu sendiri. Kriteria

dari standar penggunaan metode peningkatan kinerja meliputi:


1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan

yang baik.

2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data

kinerja.

3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi semua

kejadian dan secara proaktif melakukan evaluasi 1 proses kasus risiko tinggi

setiap tahunnya.

4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan

informasi hasil evaluasi dan analisis.

Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien. Standar dari

peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien ini merupakan

kegiatan pimpinan dalam:

1. Mendorong dan menjamin pelaksanaan keselamatan pasien dalam organisasi

melauli penerapan tujuh langkah menuju keselamatan pasien.

2. Menjamin berlangsungnya kegiatan identifikasi risiko keselamatan pasien dan

menekan atau mengurangi insiden secara proakif.

3. Menciptakan komunikasi dan koordinasi antar individu dan unit yang

berhubungan dengan dalam mengambil keputusan tentang keselamatan

pasien.

4. Mengalokasikan sumber daya yang layak untuk mengukur, mengkaji, dan

meningkatkan kinerja dari fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan

keselamatan pasiennya.
5. Mengukur dan mengkaji daya guna konstribusi setiap unsur dalam

meningkatkan kinerja dari fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan

pasien.

Ada beberapa gaya kepemimpinan keperawatan yang biasa diterapkan (Priyoto

dan Tri Widyastuti, 2014), diantaranya:

1. Gaya autokratik yaitu pemimpin yang berfokus pada pencapaian tugas dan

tujuan.

2. Gaya demokrasi yaitu pemimpin yang berfokus pada paham pendekatan yang

berpusat pada orang dimana mengizinkan staf lebih mengontrol dan

berpastisipasi secara individual dalam pembuatan keputusan.

3. Gaya Laissez-Faire yaitu pemimpin yang melepaskan semua kendali dan

melimpahkan pengambilan keputusan ke kelompok.

Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien. Permenkes RI No.11 Tahun

2017 pasal 11 ayat (1) menyatakan pendidikan bagi staf tentang keselamatan

pasien merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang bertujuan Universitas

Sumatera Utara 13 untuk meningkat untuk meningkatkan dan memelihara

kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan

pasien. Mendidik staf tentang keselamatan pasien merupakan aspek yang sangat

penting dalam kelangsungan rumah sakit dalam meberikan pelayanan yang

berkualitas terhadap para pasien (Priyoto dan Tri Widyastuti, 2014). Kriteria

standar pendidikan staf tentang keselamatan pasien bahwa setiap fasilitas

pelayanan harus melaksanakan:

1. Memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru

mengenai keselamatan pasien.


2. Mengintregasikan keselamatan pasien dalam setiap kegiatan pelatihan dan

memberikan pedoman yang jelas tentang pelaporan dan insiden.

3. Menyelanggarakan pelatihan mengenai kerjasama tim untuk mendukung

pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam melayani pasien.

Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Komunikasi ini merupakan kegiatan dari fasilitas pelayanan kesehatan dalam

rangka merencanakan dan merancang proses manajemen informasi keselamatan

pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi eksternal dan internal yang akurat.

Kemampuan berkomunikasi yang baik antara perawat dengan pasien akan

menjaga keselamatan pasien. Kriteria standar komunikasi ini memiliki:

1. Adanya anggaran dalam merencanakan dan merancang proses manajemen

untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal yang terkait dengan

keselamatan pasien.

2. Adanya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada.

Informasi yang tepat yang diberikan oleh pasien kepada perawat akan membantu

perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dengan tepat. Sebaliknya,

informasi yang benar yang diberikan perawat pada pasien akan membuat rasa

kepercayaan pasien terhadap perawat semakin tinggi (Priyoto dan Tri Widyastuti,

2014).

Sasaran patient safety. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Permenkes RI

No. 11 Tahun 2017 pasal 5 ayat (5) sasaran keselamatan pasien dapat tercapainya

hal-hal:

1. Mengidentifikasi pasien dengan benar.


2. Meningkatkan komunikasi yang efektif.

3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.

4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar.

5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.

6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.

Tujuh langkah menuju patient safety. Permenkes RI No.11 Tahun 2017 pasal 5

ayat (6) menyatakan untuk tercapainya keselamatan pasien ada tujuh langkah

menuju keselamatan pasien yang terdiri atas:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.

2. Memimpin dan mendukung staf.

3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.

4. Mengembangkan sistem pelaporan.

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

2. Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit. Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 pasal 1 ayat

(1) rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Fungsi rumah sakit. Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 pasal 5 rumah

sakit mempunyai fungsi sebagai berikut:


1. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan

medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia untuk

meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi di

bidnag kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Hak rumah sakit. Hak rumah sakit sudah diatur dalam UU RI No. 44 Tahun

2009 Pasal 30 ayat (1) yaitu:

1. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasi rumah sakit.

2. Menerima imbalan jasa pelayanan serta dapat menetukan remunerasi,

insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

3. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan

kesehatan.

4. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai ketentuan peraturan

perundangundangan.

5. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian terhadap rumah sakit.

6. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan.
7. Mempromosikan pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit.

8. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit

ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

Kewajiban rumah sakit. Kewajiban rumah sakit tertuang dalam UU RI No. 44

Tahun 2009 pasal 29 ayat (1) yaitu:

1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada

pasien dan masyarakat.

2. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan

efektif serta mengutamakan kepentingan dari pasien.

3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien.

4. Berperan aktif dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada bencana.

5. Menyediakan sarana pelayanan bagi masyarakat yang tidak mampu.

6. Melaksanakan fungsi sosial diantaranya memberikan fasilitas pelayanan

pasien yang tidak mampu, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka,

ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti

sosial bagi misi kemanusiaan.

7. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di

rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

8. Menyelenggarakan rekam medis.

9. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak.

10. Melaksanakan sistem rujukan.

11. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan

etika.
12. Memberikan informasi yang jelas, benar, dan jujur tentang hak dan kewajiban

pasien.

13. Menghormati dan melindungi hak pasien.

14. Melaksanakan etika rumah sakit.

15. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

16. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.

17. Membuat daftar tenaga medis.

18. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit.

19. Memberikan perlindungan dan bantuan hukum bagi semua petugas rumah

sakit dalam melaksanakan tugas.

20. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa

rokok.

3. Perawat

Pengertian perawat. Undang-undang RI No. 38 Tahun 2014 Pasal 1 ayat

(2) menyatakan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Menurut

Harlley Cit ANA yang dikutip oleh Iskandar (2013), mendefinisikan perawat

serupakan seeorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu,

dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan.

Peran perawat. Menurut Kozier Barbara yang dikutip oleh Iskandar

(2013) menyatakan peran perawat adalah seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu

sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
dan bersifat stabil. Peran perawat adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan

dari sesorang pada situasi tertentu. Perawat mempunyai peran sebagai berikut:

1. Pengasuh (care giver). Perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan

kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah

yang terjadi.

2. Pembela Klien (clien advocate). Perawat berperan sebagai pembela klien

berperan dalam membantu untuk mempertahankan keadaan lingkungan yang

aman bagi kliennya dan dapat mengambil tindakan untuk mencegah

terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan

yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu.

3. Konseling (counselor). Perawat berperan dalam memberikan bimbingan

penyuluhan individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman

kesehatan dengan pengalaman yang lalu.

4. Pendidik (educator). Peran perawat sebagai pendidik adalah membantu klien

untuk meningkatkan kesehatannya berupa memberikan pengetahuan yang

terkait dengan keperawatan dan tindakan medik.

5. Kolaborator (collaborator). Perawat harus bekerjasama dengan tim kesehatan

yang terdiri dari tenaga kesehatan seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan

lain-lain untuk mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan

oleh pasien.

6. Koordinator (coordinator). Perawat sebagai koordinator dapat memanfaatkan

semua sumber-sembuer dan potensi yang ada, baik materi maupun

kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang

terlewatkan maupun tumpang tindih.


7. Agen Pembaruan (change agent). Perawat sebagai pembaruan dapat

mengadakan inovasi dalam meningkatkan keterampilan klien atau keluarga

agar menjadi lebih sehat.

8. Konsultan (consultant). Perawat sebagai tempat bertanya dan sumber

informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.

Berdasakan hasil Lokakarya Nasional Keperawatan (1983) yang dkutip oleh

Iskandar (2013), perawat berperan sebagai berikut:

1. Pelaksana pelayanan keperawatan.

2. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan.

3. Pendidikan dalam keperawatan.

4. Peneliti dan pengembang keperawatan. Fungsi perawat.

Fungsi perawat dalam menjalankan perannya sebagai berikut (Aziz, 2008) :

1. Fungsi Independen. Perawat merupakan fungsi mandiri yang tidak

memerlukan atau bergantung kepada orang lain, perawat melaksanakan tugas

dan mengambil keputusan tindakan secara sendiri untuk memenuhi

kebutuhan klien.

2. Fungsi Dependen. Perawat berfungsi dalam melaksanakan kegiatannya atas

pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan

tugas yang diberikan, seperti tugas yang biasa dilakukan oleh perawat

spesialis kepada perawat umum.

3. Fungsi Interdependen. Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang

bersifat saling bergantung diantara tim satu dengan tim lainnya. Fungsi ini

terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam

pemberian pelayanan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.


Menurut PK. St Corolus, 1983 yang dikutip oleh Iskandar (2013), fungsi perawat

sebagai berikut:

1. Fungsi pokok perawat yaitu membantu individu, keluarga, dan masyarakat

baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang

kesehatan, penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya

dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan,

kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan bertujuan menolong

dirinya sendiri secepat mungkin.

2. Fungsi tambahan perawat yaitu membantu individu, keluarga, dan masyarakat

dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter.

3. Fungsi kolaboratif perawat yaitu sebagai anggota dari tim kesehatan, perawat

bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang

mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan

rehabilitasi.

Pelayanan Perawatan Rawat Inap Pelayanan keperawatan rawat inap

merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam upaya peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan

kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai

dengan wewenang, tanggung jawab, dan kode etik profesi keperawatan

(Nursalam, 2012). Sistem pelayanan perawat rawat inap terdiri dari :

1. Masukan yaitu perawat, pasien dan fasilitas perawatan.

2. Proses yaitu intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi

keramahan, sopan santun, kepeduliaan, penampilan dan sebagainya.


Kemudian fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan

keamanan.

3. Keluaran yaitu berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputikebutuhan

yang terpenuhi, aman nyaman, pasien puas, sesuai kaidah bio-

psikososiospiritual.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dengan Pelaksanaan Patient Safety

Menurut Nursalam yang dikutip oleh Cecep (2013), keselamatan pasien

merupakan suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan

(KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga

sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit. Menurut

Vincent yang dikutip dari Cecep (2013) beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap keselamatan pasien adalah pengetahuan, sikap, beban kerja, dan

supervisi.

Pengetahuan perawat tentang patient safety. Sunaryo (2015) menyatakan

pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi lewat proses sensoris,

khususnya mata dan telinga terhadap suatu objek. Ada 6 tingkatan pengetahuan

dalam aspek kognitif yaitu:

1. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu hal yang telah

dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami merupakan kemampuan manusia untuk menjelaskan objek yang

diketahui dengan benar.

3. Penerapan adalah kemampuan manusia untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi nyata.


4. Analisis yaitu kemampuan manusia untuk menguraikan objek kedalam

bagian-bagian yang lebih kecil dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis artinya kemampuan manusia untuk menghubungkan bagian-bagian

menjadi bentuk keseluruhan yang baru

6. Evaluasi merupakan kemampuan manusia untuk melakukan penilaian

terhadap objek tertentu.

Sunaryo (2015) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi

banyak faktor yaitu :

1. Pendidikan. Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin luas

pengetahuannya.

2. Informasi. Informasi merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan hingga

menyebarkan informasi dengan tujuan untuk mempengaruhi pengetahuan

masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

radio, surat kabar, televisi,, majalah, dan lainnya mempengaruhi terhadap

pembentukan opini dan kepercayaan orang.

3. Sosial dan ekonomi. Sosial dan Ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang. Status ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial

ekonomi ini memengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang beraada di sekitar

individu. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke

dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.


5. Pengalaman. Pengalaman meurpakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran dari pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan

yang telah diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa

lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan dapat

memberikan pengetahuan.

6. Usia. Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang daya tangkap dan pola

pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk

mendorong pelaksanaan program patient safety. Perawat harus mengetahui

pengertian patient safety, unsur-unsur yang ada dalam patient safety, tujuan

patient safety, upaya patient safety serta perlindungan diri selama bekerja.

Pelaksanaan patient safety merupakan suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman. Di dalam sistem tersebut meliputi penilaian

risiko seperti risiko jatuh, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden atau kejadian tidak

diharapkan, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Depkes RI, 2008).

Sikap perawat tentang patient safety. Menurut Notoatmodjo yang dikutip

oleh Sunaryo (2015) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Gerungan yang

dikutip Sunaryo (2015) sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan

seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya

perasaann tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat
respons atau berperilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya. Sunaryo (2015)

menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sikap adalah kecendrungan

individu untuk melakukan respons tertutup terhadap stimulus ataupun objek

tertentu di lingkungan sekitarnya. Ada 4 tingkatan sikap menurut Notoatmodjo

yang dikutip oleh Sunaryo (2015) yaitu:

1. Menerima, pada tingkatan ini individu ingin dan memperhatikan rangsangan

yang diberikan.

2. Merespons, pada tingkatan ini individu dapat memberikan jawaban jika

ditanya dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Mengharrgai, pada tingkatan ini individu mengajak orang lain untuk

mendiskusikan suatu masalah yang dihadapi.

4. Bertanggung jawab, pada tingkatan ini individu akan bertanggung jawab

terhadap risiko yang telah dipilihnya.

Perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menunjukkan sikap yang positif

dalam mendukung pelaksanaan patient safety sehingga dapat melaksanakan

tugasnya secara aman dan nyaman. Sikap positif yang dilakukan oleh perawat

akan menunjang perawat dalam meminimalisir risiko yang akan terjadi. Sikap

perawat terhadap pelaksanaan pastient safety ini dapat berupa mencuci tangan

saat akan bersentuhan dengan pasien, pemakaian sarung tangan dan masker agar

mencegah terjadinya kontak dengan pathogen (WHO, 2007)

Beban kerja perawat terhadap patient safety. Beban kerja adalah besaran

pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan

hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap pekerja dapat bekerja

secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di


sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara kapasitas kerja

beban kerja dan lingkungan kerja agar, sehingga diperoleh produktivitas kerja

yang optimal. (UU Kesehatan No 36 Tahun 2009).

Beban Kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan

tugas, lingkungan kerja yang dimana digunakan sebagai tempat kerja,

keterampilan, perilaku dan presepsi dari kerja itu sendiri. Beban kerja juga

diartikan sebagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya yang dilakukan untuk

melakukan pekerjaan (Tarwaka, 2004).

Tarwaka (2004) menyatakan bahwa beban kerja merupakan jumlah rata-rata

kegiatan kerja pada waktu tertentu, yang terdiri dari beban kerja fisik, beban

kerja psikologis serta waktu kerja.

1. Aspek fisik terdiri dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi), jumlah merawat

pasien dibandingkan jumlah perawat serta tugas tambahan lainnya.

2. Aspek psikologis, berhubungan antara perawat dengan sesama perawat.

3. Aspek waktu, mencakup jumlah waktu efektif melakukan pekerjaan setiap

harinya.

Menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan

dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu. Beban

kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebihan atau terlalu

sedikit kuantitatif, yang timbul sebagai akibat dari tugastugas yang terlalu banyak

atau sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu

tertentu, dan beban kerja berlebihan atau terlalu sedikit kualitatif, yaitu jika orang

merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak
menggunakan ketrampilan dan atau potensi dari tenaga kerja. Ada 4 jenis beban

kerja, yaitu :

1. Beban Berlebih Kuantitatif. Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat

terlalu banyak melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress

pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan

waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin

secara tepat dan tepat.

2. Beban Terlalu Sedikit Kuantitatif. Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga

dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan

yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa

bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil

dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan

berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga

kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

3. Beban Berlebih Kualitatif. Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian

besar pekerjaan yang selama ini dikerjakan secara manual oleh manusia atau

tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin atau robot, sehingga pekerjaan

manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi

majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif.

Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat

dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika

kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang

lebih tinggi daripada yang dimiliki.


4. Beban Berlebih Sedikit Kualitatif Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan

keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan

keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan

potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya

rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk

kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju”, dan merasa

tidak berdaya untuk memperlihatkan keterampilannya.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap beban kerja (Tarwaka, 2004) yaitu :

1. Faktor internal, yaitu pengaruh dari tubuh sendiri terdiri dari faktor biologis

seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, gizi, kesehatan diri, serta

faktor psikologis, seperti persepsi, motivasi, kepercayaan, kepuasan serta

keinginan.

2. Faktor eksternal, yakni semua faktor diluar biologis pekerja/perawat, yaitu:

kegiatan di institusi tempat kerja, tugas pokok dan fungsi di kantor, serta

kondisi lingkungan kantor.

Menurut Lang dalam Carayon (2008), mengatakan bahwa beban kerja

keperawatan berat atau tinggi dapat mempengaruhi patient safety. Seperti,

banyak tugas keperawatan yang perlu dilakukan oleh sekelompok perawat

selama shift tertentu. Beban kerja keperawatan dipengaruhi juga oleh jumlah

perawat, jumlah pasien, kondisi pasien dan sistem kerja perawat.

Supervisi Kepala Ruangan tentang Patient Safety. Dikutip dari Suarli

dan Yanyan Bahtiar mengungkapkan bahwa supervisi adalah melakukan

pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang

dilakukan oleh bawahan dan kemudian bila ditemukan suatu masalah dapat
segera diberikan bantuan yang bersifat langsung untuk mengatasinya. Manfaat

dari supervisi ini adalah:

1. Meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja berhubungan

dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang ada pada bawahan,

semakin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang harmonis antara atasan

dan bawahannya.

2. Meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja berkaitan dengan

semakin berkurang kesalahan yang dilakukan oleh bawahan sehingga

pemakaian sumber daya yang sia-sia dapat dicegah.

Unsur pokok yang terdapat dalam supervisi adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan. Supervisi ditanggung jawabi oleh atasan (supervisor) yang

memiliki kelebihan dalam organisasi, tetapi keberhasilan dari supervisi

diutamakan pada kelebihan dalam hal pengetahuan dan keterampilan.

2. Sasaran. Sasaran dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh

bawahan.

3. Frekuensi. Supervisi dilakukan secara berkala, jika supervisi hanya dilakukan

sekali hal itu merupakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi atau

pekerjaan selalu berkembang. Biasanya frekuensi dalam melakukan supervisi

tergantung dari tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan dan sifat

penyesuaian yang akan dilakukan.

4. Tujuan. Tujuan dari supervisi adalah memerikan bantuan kepada bawahan

secara langsung sehingga bawahan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan

baik.

5. Teknik. Teknik pokok dalam supervisi mencakup 4 hal yaitu,


a. Menetapkan masalah dan prioritasnya.

b. Menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya.

c. Melaksanakan jalan keluar.

d. Menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

Prinsip pokok dalam supervisi :

1. Tujuan utama dari supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja dari

bawahan. Supervise dilakukan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan

pada bawahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan secara langsung melalui

pengamatan terhadap bawahan, apabila ditemukan masalah akan segera

diberikan bantuan oleh atasannya.

2. Sifat supervisi adalah edukatif dan suportif, bukan otoriter.

3. Supervisi dilakukan secara teratur dan berkala.

4. Supervisi dilaksanakan sebaik mungkin agar terciptanya kerja sama antara

atasan dan bawahan.

5. Supervisi dilaksanakan secara fleksibel selalu sesuai perkembangan zaman.

B. Landasan Teori

Pendekatan sistem dalam analisis risiko keselamtan pasien pertama kali

dikembangkan oleh Prof James Reason pada 1990 yang kemudian terus

dikembangkan dan terakhir dipublikasi pada 2001. Model tersebut

menganalogikan sistem pelayanan kesehatan dan terjadinya insiden sebagai

rangkaian potongan keju yang berlubang. Setiap potongan keju mencerminkan

sistem pertahanan dalam organisasi, hanya jika lsubang-lubang dalam semua

potongan keju membentuk satu garis dengan potensi insiden (hazard), maka

sebuah hazard akan menjadi insiden keselamatan pasien. Sebuah hazard akan
menimbulkan dampak dari insiden ketika berbagai lapisan dalam sistem baik

kondisi laten organisasi maupun tindakan individu yang tidak aman bersinergi dan

membentuk suatu kejadian insiden kesalamatan pasien.

C. Kerangka Teori

Peran perawat Sasaran keselamatan pasien


1. Care provider
2. manager 1. Ketepatan dalam identifikasi
3. pendidik dalam pasien
keperawatan 2. Peningkattan komunikasi yang
4. peneliti dan pengembang efektif
ilmu keperawatan 3. Peningkatan keamanan obat
(Asmadi,2008) yang perlu di waspadai
4. Kepastian tepat-lokasi ,tepat-

Factor yang mempengaruhi


penerapan patient safety:

A. prestasi
B. penghargaan

c. Sikap perawat

sikap perawat merupakan kesiapan perawat dalam


melakukan tindakan melalui pengalaman yang
telah didapatkan sehingga dapat memberikan
pengaruh dinamis atau terarah terhadap respon
pasien(sunaryo’ 2013).

d. lingkungan kerja
e. kebijakan dan administrasi
f. supervise dan pengawasan
g. keamanan

: Diteliti : Tidak Diteliti


D. KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Pelaksanaan patien
safety Sikap perawat

1. Pengetahuan perawat
2. Beban kerja perawat
3. Supervise kepala

B. Variabel penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Variabel

dari penelitian terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.

1. Variabel independen.

Variabel independen dari penelitian ini yaitu pengetahuan perawat, sikap

perawat, beban kerja perawat, dan supervisi kepala ruangan.

Variabel dependen.Variabel dependen dari penelitian ini adalah

pelaksanaan patient safety.

C. Definisi operasional. Definisi operasional dari variabel diatas adalah :


1. Pengetahuan perawat tentang patient safety adalah segala sesuatu

yang diketahui atau dipahami oleh perawat mengenai patient

safety.

2. Sikap perawat tentang patient safety adalah kecendrungan perawat

untuk menunjukkan sikap positif dalam menanggapi suatu kondisi

atau keadaan untuk mendukung pelaksanaan patient safety

sehingga dalam melaksanakan tugasnya secara aman dan nyaman.

3. Beban kerja perawat adalah besarnya jumlah pekerjaan yang

dilakukan oleh perawat yang harus dikerjakan dalam waktu

tertentu.

4. Supervisi kepala ruangan adalah pengamatan yang dilakukan

secara langsung dan berkala oleh kepala ruangan terhadap

Universitas Sumatera Utara 35 pekerjaan yang dilakukan oleh

perawat untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja

perawat.

5. Pelaksanaan Patient Safety adalah suatu sistem yang membuat

asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman sehingga

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan

akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil oleh perawat.

D. Hipotesis Penelitian

Ho = tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat, sikap perawat, beban kerja

perawat, dan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan patient safety pada
perawat rawat inap bedah di RSUD H.A Sultan Daeng Radja Bulukumba tahun

2022.

Ha = ada hubungan antara pengetahuan perawat, sikap perawat, beban kerja

perawat, dan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan patient safety pada

perawat rawat inap bedah di RSUD H.A Sultan Daeng Radja Bulukumba tahun

2021
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif survei analitik dengan

pendekatan cross sectional. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat hubungan

antara pengetahuan perawat, sikap perawat, beban kerja perawat, supervisi

kepala ruangan dengan pelaksanaan patient safety di ruangan rawat inap bedah,

dimana penilitian ini hanya dilakukan pada waktu yang bersamaan.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian di RSUD Sulthan Daeng Radja

Bulukumba yang beralamat di Jalan Serikaya no.17 Caile, Ujung Bulu Kab.

Bulukumba, Sulawesi SLokasi penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap

Bedah.

Waktu penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2022 sampai dengan

bulan Mei 2022.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat bagian unit rawat inap

bedah di RSUD Sulthan Daeng Radja Bulukumba tahun 2022 yang berjumlah

26 perawat, yaitu ruangan melati.

Sampel. Merupakan bagian dari jumlah dan kerakteristik yang dimiliki

populasi tersebut.bila populasi besar,dan peneliti ini tidak munkin mempelajari

semua yang ada pada populasi,misalnya karena keterbatasan dana,tenaga dan


waktu maka penelitian dapat menggunakan sampel yang di ambil dari

populasi(sugiono, 2017)

Rumus pengambilan sampel:

ƛ2 . N . P .Q
n=
d 2 ( N−1 ) + ƛ2 . P .Q
2
1 .26.0,5 .0,5
n= 2 2
0,05 ( 26−1 ) +1 .0,5 .0,5

26. 0,25
n=
0,0625+ 0,25

6,5
n=
0,3125

n=20

Keterangan:

n = besar sampel

P = 0,5

N = besar populasi

Q =0,5

d = tingkat kesalahan (0,05)

ƛ2 = dengan dk = 1 (nilai 1)

Jadi sampel yang digunakan pada penelitian ini 20 perawat di ruang melati

D. Instrumen penelitian
Pada penelitian ini, instrument utamanya adalah si peneliti sendiri sehingga

peneliti harus divalidasi untuk mengetahui kesiapan peneliti untuk terjun di lapangan

(sugiyono,2020). Pada penelitian ini dibantu dengan alat perekam untuk merekam

informasi dari partisipan,pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk

membantu peneliti mengajukan pertanyaan,buku catatan dan alat tulis untuk mencatat

situasi seperti ekspresi noverbal yang di perhatikan oleh partisipan saat wawancara, dan

kamera untuk merekam proses observasi.

E. Alur Penelitian
sss
Pengambilan sampel

Wawancara

Evaluasi Akhir

Hasil observasi

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Gambar 4.2. Alur Penelitian

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data

ringkasan berdasarkan suatu kelompok data dengan menggunakan rumus tertentu

sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan (Setiadi 2013).

a. Editing

Editing merupakan pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah diserahkan

oleh para pengumpulan data.

b. Coding

Coding adalah menklafisikan jawaban-jawaban dari para responden

kedalam bentuk angka/bilangan.

c. Processing

Processing adalah suatu proses untuk memproses data agar data yang

sudah dimasukkan dianalisis.

d. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan apakah terjadi kesalahan atau tidak.

e. Mengeluarkan informasi

Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

G. Etika Penelitian

1. Prinsip kejujuran

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menanamkan asas kejujuran

pada penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan plagiarisme

dalam proses penulisan dan peneliti menyampaikan informasi yang sebenarnya

kepada responden serta memberikan hasil data yang sebenarnya dalam penelitian.

2. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah hak kebebasan dari responden untuk menentukan

pilihannya terkait ketersediaan untuk turut serta dalam pelaksanaan penelitian.

Responden harus memperoleh informasi secara lengkap terkait pelaksanaan

penelitian yang akan dilaksanakan serta peneliti menggunakan inform consent

untuk menunjukkan bahwa data yang diperoleh hanya digunakan untuk

pengembangan ilmu (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini, peneliti telah

memberikan informasi terkait manfaat, tujuan, dan proses dalam penelitian

sehingga responden berhak untuk memilih bersedia mengikuti proses penelitian

atau menolak ikut serta.

3. Prinsip kerahasiaan

Prinsip kerasahasiaan digunakan dengan tidak menyebarluaskan informasi

dari responden dan hanya peneliti yang mengetahuinya. Dalam penelitian ini,

peneliti menjaga identitas dan data dari responden yang bersedia berpartisipasi

dalam penelitian serta hanya menggunakan data responden hanya untuk

pengembangan ilmu

4. Prinsip keadilan

Pada prinsip keadilan, peneliti bersikap adil baik sebelum, selama, dan

setelah responden ikut serta dalam penelitian tanpa ada sebuah diskriminasi

(Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini, peneliti bersikap adil dengan tidak

membedakan responden dan memberikan informasi yang sama pada seluruh

responden

5. Prinsip Kemanfaatan

Penelitian yang dilaksanakan harus dengan tidak adanya penderitaan bagi

responden serta dihindarkan dari dari keadaan yang tidak menguntungkan. Selain
itu, peneliti diharuskan memikirkan keuntungan dan risiko yang didapatkan.

Dalam penelitian ini, tidak terdapat penderitaan atau kerugian yang ditimbulkan

karena responden cukup mengisi lembar kuesioner dan lembar ceklist.

H. Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei tahun 2022.

Bulan
Keterangan Januari Februari Maret April Mei juni
Pengajuan
judul dan
ACC judul
Bimbingan
penyusun
proposal
Ujian
proposal
Revisi

Penelitian
Bimbingan
hasil
Ujian hasil

Anda mungkin juga menyukai