Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN MANAJEMEN RUANG RAWAT

DAN PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE (EBNP)


PATIENT SAFETY : FALL PREVENTION PADA PASIEN RISIKO JATUH DALAM
MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN DI RUANG SADEWA 2
RSD K.M.R.T WONGSONEGORO
Disusun untuk menyelesaikan tugas Praktik Klinik Manajemen Keperawatan

Disusun Oleh :
KELOMPOK 11

Nur Hidayah P1337420922007


Annisa Muliani Tangdilintin P1337420922090
Maria Ani Warikar P1337420922008
Riska Dwi Ananda Pratiwi P133 7420922015
Ridzka Ayyanun Zabitha P1337420922022

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa
“Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat” (Kemenkes RI, 2009). RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
mempunyai tanggung jawab horizontal dan vertikal sesuai dengan peran dan fungsinya.
Tanggung jawab tersebut menjadi tugas bersama seluruh civitas organisasi dengan Visi
“Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan Nasional Yang Unggul” (Wibowo, 2014).
Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian yang tak dapat
dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, dimana hal tersebut menjadi
salah satu indikator keberhasilan pelayanan dan citra rumah sakit dikarenakan langsung
berhubungan dengan pasien dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA), dengan demikian
pemberi pelayanan keperawatan memerlukan proses bimbingan, monitoring dan evaluasi
untuk mempertahankan performa pelayanan (Sadono, 2019).
Evaluasi kinerja para perawat yang diberikan program manrura dilakukan setiap
empat bulan oleh tim independen dengan teknik “Redowsko”(Regulasi, Dokumen,
Wawancara, Simulasi, Konfirmasi, dan Observasi). Berdasarkan hal tersebut diatas
diharapkan pelayanan yang diberikan oleh Perawat Pelaksana (PP), Perawat Penanggung
Jawab Asuhan (PPJA), bersama dengan Profesional Pemberi Asuhan (PPA), dilakukan
secara terarah dan terintegrasi, untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien
(Sadono, 2019).
Standar manajemen keperawatan dalam hal ini peran kepala ruang dituntut aktif
untuk memberikan dan arahan kepada perawat semua level yang bertanggung jawab
terhadap pelayanan pasien. Pelayanan keperawatan memerlukan dukungan logistik,
dengan berbagai macam barang kebutuhan ruang yang harus dikelola dengan baik, hal
tersebut menjadi bagian dari tanggung jawabnya kepala ruang, yang secara teknis
dilakukan oleh para staf di bawah tanggung jawabnya. Tujuan dari standar ini adalah agar
kepala ruang dapat mengoptimalkan logistik yang disediakan rumah sakit sehingga dapat
memanfaatkan barang yang ada secara efektif dan efisien, tepat waktu dan jumlah,
mengelola dalam kondisi yang tepat, dan perencanaan biaya yang tepat sehingga dapat
memberikan kontribusi yang baik untuk rumah sakit. Logistik yang dimaksud adalah
pengelolaan obat, Bahan Berbahaya dan Beracun / B3, peralatan medis, non medis, linen,
bahan habis pakai, pengelolaan sampah dan benda tajam serta dikelola dengan prinsip 5R
(Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin).
Manajemen perubahan digunakan untuk merencanakan dan menindaklanjuti
akibat yang terjadi dari perubahan dalam organisasi sebagai upaya untuk menjalankan tata
kelola organisasi yang dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman. Organisasi yang
mau dan mampu melakukan perubahan akan bertahan dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin keselamatan
pasien maka setiap ruangan perlu mempunyai program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien agar bisa menjadi budaya. Pelaksanaan program tersebut memerlukan koordinasi
dan komunikasi yang baik antara kepala ruang dan staf (Anne, L.G. 2015).
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) merupakan sistem pelayanan di rumah
sakit yang dapat memberikan rasa aman kepada pasien dalam memberikan asuhan
kesehatan. keselamatan pasien terdiri dari 6 sasaran, dari keenam sasaran keselamatan
pasien tersebut kejadian jatuh masih menjadi hal yang mengkhawatirkan pada seluruh
pasien rawat inap di rumah sakit. Pasien jatuh merupakan insiden di rumah sakit yang
paling mengkhawatirkan dan berdampak pada cidera pasien bahkan kematian dan menjadi
adverse event kedua terbanyak dalam perawatan kesehatan setelah kesalahan pengobatan
(Chu, L.W., Chi, I., and Chiu, A. 2016).
Faktor yang berkontribusi terhadap keselamatan pasien antara lain faktor standar
operasional prosedur (SOP), faktor pasien yang memiliki risiko jatuh yang tinggi karena
usia, penyakit dan obat, sarana dan prasarana seperti tidak ada informasi bahaya jatuh
(Cahyono, 2010). Pasien yang sedang menjalani rawat inap membutuhkan peran petugas
kesehatan untuk mencegah risiko jatuh.
Rumah sakit wajib melakukan penanganan pasien resiko jatuh dan untuk
memanajemen resiko pasien jatuh tersebut yang dapat dilakukan yaitu pengkajian saat
pertama kali pasien masuk maupun pengkajian ulang yang dilakukan secara berkala atau
periodik jika terjadi perubahan fungsi fisiologis pada pasien, termasuk pemberian obat
serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasi
tersebut. Pengkajian resiko jatuh ini dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar atau
pada saat melakukan registrasi, yaitu dengan menggunakan skala jatuh (Budiono dkk.,
2014).
Risk Assessment pasien jatuh merupakan elemen pertama pada program
pengurangan risiko jatuh, suatu metode penilaian risiko untuk pasien jatuh yang dilakukan
oleh perawat. Risk Assessment pasien jatuh bertujuan memberikan perhatian khusus pada
pasien yang berisiko untuk jatuh. Risk Assesment jatuh pada pasien dilakukan pada saat
pasien pertama kali masuk rumah sakit (Assessment awal) dan ketika pasien mengalami
perubahan status klinik akibat dari perawatan maupun pengobatan selama di rumah sakit
(Setyawan & Supriyanto, 2019).
Upaya pencegahan risiko pasien jatuh untuk mengurangi angka insiden jatuh pada
pasien di rawat inap. Pencegahan risiko pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko
jatuh, penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta melaksanakan langkah–
langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi di rawat inap berupa proses
identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta memberikan tanda identitas
khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning, memberikan penanda risiko,
merendahkan tempat tidur pasien, pemasangan pengaman tempat tidur pasien serta
informasi tertulis kepada pasien atau keluarga pasien. Meskipun upaya pencegahan risiko
pasien jatuh sudah dilakukan akan tetapi masih ada beberapa rumah sakit yang mengalami
insiden pasien jatuh khususnya di rawat inap (Anggraeni1, Hakim & Widjiati, 2016).

B. Tujuan
1. Umum
Menganalisis manajemen patient safety : fall prevention terhadap pasien dengan resiko jatuh
2. Khusus
1. Mengetahui kesenjangan dalam penerapaan manajemen patient safety : fall
prevention terhadap pasien dengan resiko jatuh
2. Menganalisis pengaruh pemahaman perawat mengenai patient safety : fall
prevention dengan pasien dengan resiko jatuh terhadap pemberian asuhan perawatan
terhadap pasien dengan resiko jatuh

C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak - pihak
terkait
berikut ini:
1. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kenyamanan serta
kepuasan pada pasien terhadap pelayanan keperawatan dengan tidak aanya angka keja
2. Bagi perawat atau rumah sakit
Apabila penelitian ini berpengaruh terhadap pencegahan risiko jatuh, maka
intervensi ini dapat diterapkan untuk terapi komplementer di rumah sakit.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan ilmiah sumber literatur
yang berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
BAB II
PENGKAJIAN MANAJEMEN RUANG RAWAT

A. Manajemen Mutu Pelayanan Pasien (MMPP)


1. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Ruang 5 -
Endrotenoyo
Ruang Sadewa 2 menggunakan metode MAKP TIM dalam melakukan metode
pemberian Asuhan Keperawatan. Tanggung jawab pasien dibagi menjadi 2 TIM yang
dibagi berdasarkan dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Metode tim merupakan
suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional
memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Model tim didasarkan pada
keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan
rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan
keperawatan meningkat.
Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya yakni
memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanakaan
proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Sedangkan kelemahannya yakni
komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu
sibuk.
2. Struktur Organisasi Bidang Keperawatan Sadewa 2

KEPALA RUANG
.

KATIM 1
.

3. Alur Komunikasi Tanggungjawab Pengelolaan Pasien Sadewa 2


Sama seperti ruangan pada umumnya, perawat di Sadewa 2 juga melakukan
alur komunikasi untuk pertanggungjawaban pengelolaan pasien dengan hand over
untuk mengoper asuhan keperawatan dari satu shift ke shift berikutnya, lalu pre
conference untuk mendiskusikan asuhan keperawatan yang akan dilakukan serta post
conference untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang akan dilakukan. Hand over
yang diterapkan pada Sadewa 2menggunakan format SOAP (Subjektif, Objektif,
Assesment, Planning) untuk mengetahui rencana asuhan apa yang dioperkan pada
shift berikutnya.
4. Alur Pelayanan Pasien Ruang Sadewa 2
Sadewa 2 merupakan ruangan bagi pasien bedah dan interna yang sudah.
Pasien biasanya berasal dari UGD ataupun poli bedah, untuk melakukan persiapan pre
operative dan post operatif.

5. Monitoring Dan Evaluasi Metode Penugasan


Monitoring dan evaluasi metode penugasan pada Sadewa 2 adalah supervisi.
Supervisi yang dilakukan untuk melihat interaksi perawat pada pasien. Supervisi
dilakukan sebulan lima kali pada lima orang perawat yang dipilih dengan acak.

A. Manajemen Logistik (Bahan Habis Pakai Dan Alat Permanen)


1. Alat Permanen
a) Jenis Alat Permanen
No. Jenis Alat Permanen Jumlah

1 Lemari pendingin obat 1

2 Trolley Emergency 1

3 Trolley Obat 1

4 Trolley Tindakan 3

5 Spigmomanometer Digital 2

7 Oxymeter 1

8 Termometer Gun 1

9 Termometer Digital 1

10 Stetoskop 2

11 AC 8
12 Kipas Angin 2

14 CCTV 4

15 Komputer 3

16 Telepon 1

17 Handphone 1

18 Dispenser 2

19 Tempat sampah Infeksius 1

20 Tempat sampah biologis 4

21 Lemari pakaian pasien 1

22 Tempat Tidur Pasien 26

23 Kursi Pasien 26

24 Kursi Perawat 10

25 APAR 1

26 Papan Tulis 2

27 Helm Petugas Red Code 4

b) Manajemen Pengelolaan Alat Permanen


RSUD. K.R.M.T Wongsonegoro terutama Sadewa 2 memiliki petugas
tersendiri untuk mengelola alat permanen. Dari fungsi, pemeliharaan, hingga
pengelolaan alat yang rusak.
2. Bahan Habis Pakai
a) Bahan Habis Pakai
No. Jenis Alat Permanen Jumlah

1 Tissue Paper 1 box

2 Hand Sanitizer 3
3 Masker 1 box

4 Sabun Cair 1

5 Handscoone 1 box

6 Spuit Order di bagian farmasi


sesuai kebutuhan

b) Manajemen Bahan Habis Pakai


Untuk pengelolaan bahan habis pakai Sadewa 2ada berbagai macam cara.
Untuk benda tajam seperti ampule atau spuit dibuang didalam safety box ,
sementara untuk obat biasanya diretur kembali ke farmasi.
B. Manajemen Perubahan
Sadewa 2 merupakan ruang yang menerima adanya perubahan tergantung pada
kondisi yang ada di ruangan.
C. Manajemen SDM
Sadewa 2 memiliki 18 orang perawat yang terdiri dari 1 Kepala Ruang, 2 perawat
penanggung jawab (PPJA), dan 9 Perawat Associate (PA).
D. Manajemen Mutu dan Keselamatan Pasien
1. Indikator Mutu Rawat Inap (Bulan Desember)
No. Indikator Sasaran Hasil

1 Pemberi pelayanan di Rawat Inap 100% 100%

2 Dokter penanggungjawab pasien rawat 100% 100%


inap

4 Jam visit dokter spesialis 100% 100%

5 Kejadian infeksi nosokomial ≤ 1,5% 0%

6 Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang 100% 0%


berakibat kecacatan/kematian

7 Kematian pasien >48 jam ≤ 0,25% 0%


8 Pulang paksa ≤ 5% 0%

9 Kepuasan pelanggan rawat inap ≥ 90% 100%

Sumber : Capaian Indikator Mutu RSUD. K.R.M.T Wongsonegoro

2. Insiden dan Indikator Keselamatan Pasien


a. Insiden Keselamatan Pasien
1) Total Insiden Keselamatan Pasien (26 September- 7 Oktober )
No Jenis Insiden Jumlah

1 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) 0

2 Kejadian Potensi Cedera (KPC) 0

3 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) 0

4 Kejadian Tidak Cedera (KTC) 0

5 Sentinel 0

2) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)


No. Insiden KTD Jumlah Tindakan

1 Pasien lari 0 Edukasi petugas dalam


pelaksanaan SPO pengawasan
pasien lari

2 Pasien memecah kaca 0 Edukasi petugas dalam


pelaksanaan SPO pengawasan
pasien agresif

3 Gigi lepas saat 0 Edukasi petugas dalam


tindakan ECT pelaksanaan SPO persiapan
pasien ECT

4 Lecet karena restrain 0 Edukasi petugas dalam


pelaksanaan SPO monitoring
pasien restrain

5 Jatuh dan terjadi 0 Edukasi petugas dalam


injury pelaksanaan SPO pengawasan
pasien resiko jatuh

6 Striktur karena 0 Tutorial peningkatan kompetensi


tindakan pemasangan petugas dalam memasang cateter
cateter

7 Mendapat perilaku 0 Edukasi petugas dalam


kekerasan dari pasien pelaksanaan SPO pengawasan
lain pasien agresif

8 Pasien fraktur karena 0 Edukasi petugas dalam


percobaan lari pelaksanaan SPO pengawasan
pasien lari

3) Kejadian Potensi Cedera (KPC)


No. Insiden KPC Jumlah Tindakan

1 Resep tidak tertempel 0 Edukasi petugas dalam


stiker menempelkan stiker identitas
pasien dalam resep

2 Salah menempel 0 Edukasi petugas dalam


stiker obat menempelkan stiker identitas
pasien dalam resep

4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC)


No. Insiden KNC Jumlah Tindakan
1 Pasien mencoba 0 a. Edukasi petugas dalam
bunuh diri pengawasan pasien yang
beresiko bunuh diri
b. Menyingkirkan alat-alat yang
berpotensi dapat digunakan
pasien untuk mencoba bunuh
diri

5) Kejadian Tidak Cedera (KTC)


Tidak ditemukan KTC di bulan oktober
6) Sentinel
Tidak ditemukan kejadian Sentinel di bulan oktober

b. Indikator Keselamatan Pasien


1) Ketepatan Identifikasi Pasien
Pasien yang berada di Sadewa 2 menggunakan gelang pasien berwarna
pink. Di dalam gelang tersebut tertulis Nama, No. RM dan Tempat, Tanggal
Lahir. Setiap ingin melakukan tindakan, pasien selalu ditanya Nama dan
kemudian dicocokan dengan gelas identitas.
Jika gelang pasien hilang, untuk mencegah salah dalam pemberian
obat, di dalam Rekam Medis dan dalam Catatan Pemberian Obat (CPO) sudah
terdapat foto dari masing-masing pasien.
2) Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Dalam Sadewa 2, komukasi dilakukan dengan 3 cara, yaitu secara
langsung, melalui telepon atau melalui WA. Setiap perawat ataupun petugas
yang berada di Sadewa 2 sudah menerapkan komunikasi efektif dengan Baca,
Tulis dan Konfirmasi. Perawat di Sadewa 2juga tidak lupa untuk memintakan
TTD Dokter ketika Dokter Visite.
3) Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai
Dalam Sadewa 2sudah terdapat Trolley Emergensi yang berisikan
obat-obatan HAM yang terkunci dan diletakkan di ruang perawat. Selain itu,
dalam pemberian obat ke pasien, diberikan dengan cara One Day Doses.
4) Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Dalam Sadewa 2 ada pasien yang akan menjalani operasi. Perawat
ruang sadewa 2 memastikan melakukan asuhan perawatan pre operatif dan
menyiapkan pasien untuk operasi dengan doble cross check kepastian tempat
lokasi operasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.
5) Pengurangan Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Dalam Sadewa 2 terdapat tempat untuk cuci tangan handwash yang
dilengkapi dengan sabun cair dan air mengalir. Selain tiu terdapat banyak
cairan berbasis Alkohol yang digunakan untuk melakukan handrub. Setiap
perawat yang ingin melakukan kegiatan seperti memasang infus, melepas
infus sudah menggunakan APD berupa handscoone.
6) Mengurangi Resiko Pasien Jatuh
Dalam Sadewa 2, setiap pasien yang masuk dikaji terlebih dahulu
dengan menggunakan Morse Fall Scale (MFS) untuk mengetahui resiko jatuh
pasien. Jika pasien memiliki resiko jatuh tinggi, maka gelang pasien akan
dipasangkan stiker berwarna kuning dan merendahkan tempat tidur pasien.
Kamar Mandi pasien di Sadewa 2 juga sudah dilengkapi dengan pegangan. Di
Ruang sadewa yang merupakan tempat pasien interna, pasien didominasi oleh
pasien penderita ulkus diabetikum dan pasien stroke serta pasien dengan
indikasi risiko jatuh yang tinggi.

B. TEMUAN MASALAH KESENJANGAN (ANALISIS SWOT)


Srenghts - S: Weaknesses – W
1. Perawatan dan pemantauan 24/7 1. Ketidaksadaran akan ke
2. Sistem pelaporan yang dikembangkan keperawatan secara berlanjut da
dengan baik mencegah jatuh selain mengi
3. Model pemberian perawatan yang pasien termasuk pada resiko jatuh
komprehensif dengan memadukan metode 2. Resistensi terhadap pembelaj
tim dan perawat fungsional mengenai penanganan sesuai evid
4. Menghubungkan teori dan praktik peningkatan patient safety : fall p
3. Kebijakan yang tidak fleksibel
4. Pencegahan dalam penangan
tidak didukung dengan me
teknologi dari manajemen rum
dengan pemasangan soft
mengidentifikasi dan menjadi
untuk mengecek dan melakukan
lanjut kepada pasien denga resiko

Opportunities – O : Strategi SO : Strategi WO :


1.Kebijakan identifikasi pasien Perawatan yang dilakukan secara Menumbuhkan semangat dal
risiko jatuh yang diformalkan komperhensif yang berlandaskan evidence perubahan dengan keterbukaa
2. Keterbukaan untuk berubah based practice nursing dengan pemantauan keperawatan berbasis evidence
dan mau menerima 24/7 dan didokumentasikan dengan nursing terkait dengan fall preve
pembelajaran terkait evidence pengembangan yang baik dan senantiasa dengan risiko juatuh yang
based practice untuk mengupdate mengenai asuhan identifikasi mengenai pasien re
keperawatan terbaru belandaskan evidence dengan intervensi dan pengimple
based practice nursing keperawatan yang tepat

Treat – T : Strategi – ST : Strategi WT :


1. Biaya tambahan Dengan memahami asuhan perawatan Melakukan evaluasi dalam asu
2.Kegagalan memenuhi secara komperhensif yang berlandaskan dengan kepala ruangan dalam
pertimbangan etika dan evidence based practice nursing dengan keperawatan berlandaskan eviden
keselamatan pemantauan 24/7, maka perawat dapat nursing, monitoring dan mem
melakukan modifikasi dalam asuhan asuhan secara komperhensifden
keperwatan sebagai bentuk peran otonomi evidence based practice nursing
perawat dalam menerapkan asuhan diskusi untuk mengupdate ilmu d
keperawatan dengan menghubungkan teori penerapannya, sehingga peran
dan praktik serta penerapan sesuai memodifikasi asuhan kepe
evidence based practice nurse memenuhi kebutuhan pasien de
tinggi dapat terpenuhi secara ko
dengan kemampuan management

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Pasien Resiko Jatuh
Resiko adalah kesempatan dari sesuatu yang memiliki dampak pada sesuatu
(Anggraeni1, Hakim & Widjiati, 2016).Resiko juga dapat diartikan sebagai
kejadian yang memiliki dampak negatif dan merugikan yang dapat mencegah
terciptanya manfaat atau mengkikis manfaat yang telah ada.Resiko dapat
disimpulkan sebagai kejadian yang belum terjadi dan memiliki dampak negatif
dalam berbagai hal. Menurut Vaughan dan Elliott, Resiko adalah potensi kerugian,
kemungkinan kerugian, ketidakpastian, penyimpangan kenyataan dari hasil yang
diharapkan, dan probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan
(Budiono, 2017).
a. Dampak dan probabilitas resiko

Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) (2015), dalam


menentukan derajat resiko diukur berdasakan dampak dan probabilitasnya
(frekuensi) berikut ini jenis-jenis dampak dan probailitas resiko menurut
tingkatnya:

Tingkat Probabilitas
Dampak
Resiko (frekuensi)

Tidak Tidak terdapat luka Sangat jarang (>5


signifikan tahun)

Minor Cidera ringan missal luka lecet (dapat Jarang/unlikely


diatasi dengan pertolongan pertama) (>2-5 tahun/kali)

Moderat Cidera ringan missal luka robek, Mungkin/


memperpanjang perawatan pasien, possible (1-2
menyebabkan berkurangnya fungsi tahun/kali)
motorik/sensorik/psikologi/intelektual

Mayor Cidera luas/berat missal cacat, Sering/likely


lumpuh, kehilangan fungsi (beberapa
motoric/sensorik/psikologi/intelektual kali/tahun)

Katastropik Kematian tanpa berhubungan dengan Sangat


perjalanan penyakit yang diderita sering/almost
pasien certain (tiap
minggu/bulan)

Sumber: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2015)


b. Pasien Jatuh
Jatuh merupakan kajadian yang mengakibatkanseseorang berbaring secara
tidak sengaja di tanah atau lantai (permukaan yang lebih rendah) (Depkes RI,
2015).Jatuh adalah suatu peristiwa yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
telah melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau
duduk di lantai (tempat yang lebih rendah) atau dan tanpa kehilangan kesadaran
maupun luka (Depkes RI, 2018).Jatuh memiliki definisi sebagai kejadian jatuh
yang disengaja maupun tidak, yang mengakibatkan luka pada pasien tersebut,
sehingga pasien terbaring dilantai (terbaring diatas permukaan lainatau orang lain
atau objek lain) (George, 2017)
Pasien dikatakan jatuh jika mengalami luka, apabila pasien jatuh dan berhasil
berdiri atau kembali ketempat semula tanpa mengalami luka berarti tidak
dikatakan pasien jatuh (Kurniadi, 2013). Berdasar Internasional Classification of
Diseases 9 Clinical Modifications (ICD9- CM) tahun 2016, jatuh dikategorikan
menjadi: menabrak benda yang bergerak disebabkan keramaian yang dapat
menyebabkan jatuh dengan tidak sengaja, jatuh pada atau dari tangga atau
eskalator, jatuh dalam tingkat yang sama dari tabrakan, tekanan, atau saling
dorong dengan orang lain, bahkan jatuh dapat diartikan sebagai jatuh dari atau
keluar gedung atau bangunan lainya. Jatuh yang menyebabkan luka terdiri dari
lima poin skala (ICSI, 2012):
1. Tidak terindikasi pasien terdapat luka akibat jatuh.
2. Terdapat indikasi Minor seperti bruises atau lecet akibat jatuh.
3. Terdapat indikasi Sedang dengan line displacement, fraktur, letrasi yang
membutuhkan perawatan lebih lanjut.
4. Indikasi Berat luka jatuh yang mengancam jiwa dan membutuhkan operasi
atau pemindahan ke dalam ICU.
5. Meninggal akibat luka yang disebabkan oleh pasien jatuh. Pengurangan pasien
resiko jatuh merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI (Setyawan & Supriyanto, 2019).
c. Tipe-tipe pasien jatuh
Menurut Palomar Health Fall Prevention and Managemet, jatuh dibedakan
menjadi (Anne, 2015):
1. Physiologic Falls
Jatuh disebabkan satu atau lebih faktor intrinsik fisik, yang terdiri dari dua
kategori, (1) dapat dicegah (dimensia, kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan, efek obat, delirium, postural hipertensi), (2) tidak dapat dicegah
(stroke, Transient Ischaemic Attack, Myocardial Infarction, disritmia, dan
seizure).
2. Accidential Falls
Merupakan kejadian yang diakibatkan bukan karena faktor fisik, akan tetapi
akibat dari bahaya lingkungan atau kesalahan penilaian strategi dan desain
untuk memastikan lingkungan aman bagi pasien (misalkan terpeleset akibat
lantai licin karena air). Pasien beresiko jatuh karena mengunakan tiang infus
yang digunakan untuk pegangan.
3. Unanticipated Falls
Pasien jatuh yang berhubungan dengan kondisi fisik (karena kondisi yang tidak
diprediksi).Tindakan pencegahan pada tipe ini dapat dilakukan setelah kejadian
terjadi menggunakan RCA (Root Cause Analysis) (misalkan pingsan dan
fraktur patologis).Kondisi tersebut dapat berulang kembali dengan penyebab
yang sama, oleh karena itu perlu perhatian khusus dari perawat dalam
mencegahnyasupaya tidak terjadi yang kedua kalinya.
4. Intentional Falls
Kondisi jatuh yang diakibatkan secara sengaja karena tujuan tertentu (misalkan
untuk mendapatkan perhatian dari orang lain).
d. Faktor penyebab pasien jatuh
Faktor resiko jatuh dibagi menjadi faktor intrinsik (Patient-related risk
factors) dan faktor ektrinsik (Healthcare factors related to falls) seperti yang
dijelaskan berikut (Barak & Robert, 2017):
1. Faktor Intrinsik (Patient-Related Risk Factors)
Faktor resiko yang berasal dari dalam tubuh pasien biasanya berasal dari
penyakit yang menyertai pasien seperti:
a. Gangguan sensori dan gangguan neurologi
Gangguan yang diakibatkan karena menurunnya kemampuan dalam
menilai dan mengantisipasi akan terjadinya suatu bahaya yang ada
disekitarnya. Kondisi ini sering terjadi pada golongan lansia yang
diakibatkan menurunnya kemampuan penglihatan dan kekuatan otot.
b. Gangguan kognitif
Beberapa penyakit yang memiliki hubungan dengan kejadian jatuh
diantaranya adalah dimensia, delirium, dan penyakit
parkinson.Penurunan kognitif dapat memperbesar kemungkinan untuk
mengakibatkan pasien jatuh dibandingkan tanpa penyakit tersebut.

c. Gaya berjalan dan Gangguan keseimbangan


Kejadian jatuh sering disebabkan karena gangguan berjalan dan
keseimbangan terutama pada lansia karena proses degeneratif. Proses
degeneratif menyebabkan penurunan kekuatan otot, gangguan
keseimbangan, dan penurunan kelenturan sendi. Riwayat berjalan
jongkok, mengunakan tongkat, dan penyakit stroke dapat
meningkatkan resiko terjadinya jatuh.
d. Gangguan urinaria
Kondisi yang menyebabkan pasien sering BAK atau BAB
meningkatkan resiko jatuh pada pasien, misalkan sesudah pemberian
pencahar atau diuretik.
e. Pengobatan Kondisi pasien sesudah pemberian obat-obatan penenang
juga dapat meningkatkan resiko jatuh pada pasien.
2. Faktor Ektrinsik (Healthcare Factors Related to Falls)
Faktor ini sebagian besar terjadi karena kondisi bahaya dari lingkungan
atau tempat atau ruangan di mana pasien dirawat, seperti:
a. Kondisi lingkungan pasien
Pencahayaan kurang terang, lantai basah, tempat tidur tinggi, closet
jongkok, obat-obatan, dan alat-alat bantu berjalan meningkatkan
kejadian resiko jatuh pada pasien.
b. Nurse call
Nurse call yang berada di tempat tidur maupun kamar mandi pasien
berguna untuk mendapatkan bantuan dari perawat secara cepat.
c. Tenaga profesional kesehatan dan sistem pelayanan
Tenaga profesional kesehatan dan sistem pelayananyang dapat
membahayakan pasien juga berperandalam kejadian pasien jatuh.

e. Dampak pasien jatuh.


Banyak dampak yang disebabkan karena insiden dari jatuh. Contoh
dampak pasien jatuh sebagai berikut:
1. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis dapat berupa luka lecet, luka memar, luka sobek, cidera
kepala, fraktur, bahkan sampai kematian.
2. Dampak Psikologis
Dampak secara psikologis dapat mengakibatkan rasa ketakutan, cemas,
distress, depresi, sehingga mengurangi aktivitas fisik pasien.
3. Dampak finansial Pasien yang mengalami jatuh maka Length of Stay (LOS)
semakin lama, dan biaya perawatan di rumah sakit juga semakin meningkat.
f. Pengkajian pasien dengan resiko jatuh
Pengkajian pasien dengan resiko jatuh dapat dilakukan dengan
multifactorial assessment dalam jangka waktu pasien dirawat. Tindakan yang
dilaksanakan dalam pengkajian multifaktor adalah dengan mengkaji masalah
kognitif pasien, masalah urinaria pasien, riwayat jatuh, akibat dari jatuh,
mengawasi sandal yang dipakai pasien (licin atau hilang), masalah kesehatan
yang dapat meningkatkan resiko jatuh, pengobatan yang sedang dijalani,
masalah keseimbangan, masalah pergerakan pasien, sindrome sincope, dan
gangguan pengelihatan yang diderita oleh pasien. Pengkajian lingkungan juga
perlu dilakukan, pasien dirawat memiliki bagian penting dalam resiko dari
insiden pasien jatuh.Terdapat berbagai jenis alat pengkajian resiko jatuh yang
telah dibuat, salah satunya dengan Morse Fall Scale (MFS) yang dipakai dalam
mengidentifikasi resiko pasien jatuh orang dewasa di RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro

Morse Fall Score (MFS) adalah metode cepat dan simpel untuk
melakukan pengkajian pasien yang memiliki kemungkinan jatuh atau resiko
jatuh dan digunakan untuk melakukan penilaian kepada pasien umur ≥ 16 tahun.
MFS memiliki 6 variabel yaitu:
1. Riwayat jatuh
Bila terdapat riwayat jatuh saat ini atau sebelum 3 bulan berikan skor 25,
bila tidak beri skor 0.
2. Diagnosa sekunder
Bila pasien memiliki lebih dari 1 diagnosa medis maka beri skor 15, bila
tidak beri skor 0.
3. Alat bantu
Bila pasien bed rest atau butuh bantuan perawat untuk berpindah beri skor
0, bila pasien membutuhkan tongkat, cane, atau alat penompang untuk
berjalan berikan skor 15, dan bila pasien berjalan berpegangan pada
perabotan yang ada seperti meja atau kursi berikan skor 30.
4. Terpasang infus
Bila terpasang infus beri skor 20, dan bila tidak beri skor 0.
5. Gaya berjalan
Bila pasien memiliki gangguan gaya berjalan seperti kesulitan bangun,
kepala menunduk, atau berjalan tidak seimbang beri skor 20, bila gaya
berjalan pasien lemah tanpa kehilangan keseimbangan beri skor 10, dan bila
pasien berjalan dengan normal beri skor 0.
6. Status mental
Bila pasien memiliki over-estimasi terhadap kemampuan tubuhnya beri
skor 15, dan bila pasien menyadari kemampuan fisik dan tidak memaksakan
beri skor 0.
Hasil interpretasi dari MFS dikatagorikan menjadi; tidak beresiko (No
Risk) dengan skor MFS sebesar 0-24, pasien beresiko rendah (Low Risk) dengan
skor MFS sebesar 25-44, sedangkan pasien beresiko tinggi jatuh (High Risk)
memiliki skor MFS ≥ 45. Setiap skor MFS memiliki tindakan yang berbeda,
pada pasien tanpa resiko jatuh tindakan yang dilakukan adalah cukup
melaksanakan tindakan keperawatan dasar, pada pasien dengan resiko rendah
jatuh dilakukan tindakan implementasi standar pencegahan pasien jatuh, dan
untuk pasien dengan resiko tinggi jatuh perlu dilakukan implementasi yang
lebih intens dalam pencegahan pasien jatuh. Berikut adalah tabel MFS dan Hasil
interprestasi dari MFS:

Faktor Resiko Skala Skor


1. Riwayat Jatuh; Tidak 0
Dalam waktu 3 bulan Ya 25
2. Diagnosa Sekunder Tidak 0
Ya 15
3. Alat Bantu Bed rest/bantuan perawat 0
Tongkat/kruk/tripoid 15
Kursi/perabot 30
4. IV/Heparin/Pengencer Tidak 0
darah
Ya 20
5. Gaya Berjalan Normal/bedrest/kursi roda 0
Lemah 10
Terganggu 25
6. Status Mental Menyadari kemampuan 0
Lupa keterbatasan/pelupa 15

Penatalaksanaan hasil interpretasi Morse Fall Score (MFS)


Level Resiko MFS Tata Laksana
Skor

Tidak Ada 0-24 Good Basic Nursing Care

Resiko Rendah 25-44 Tindakan Intervensi Pencegahan Standar

Resiko Tinggi ≥45 Tindakan Intervensi Pencegahan Resiko


Jatuh Tinggi

g. Intervensi pencegahan pasien jatuh/fall prevention


Tindakan intervensi pencegahan jatuh yaitu melakukan perubahan
fisiologis pasien seperti perubahan aktivitas tolileting pada pasien dewasa tua
dengan gangguan kognitif atau inkontenesia urin, perubahan lingkungan
seperti menaikan batas tempat tidur, menurunkan kasur, melapisi lantai dengan
matras, dan restrain pasien secara terbatas berdasarkan keperluan, dilanjutkan
pendidikan dan pelatihan staf kesehatan dalam program pencegahan pasie
jatuh (Chu, Chi, Chiu, 2016).
Intervensi dalam mencegah terjadinya pasien jatuh dimulai dengan
melakukan asesmen resiko jatuh Morse Fall Scale (MFS).Hasil dari penilaian
MFS dilanjutkan dengan prosedur intervensi sesuai dengan tinggi rendahnya
skor MFS yang muncul. Menurut Ziolkowski dari Departement of Helath and
Human Service St. Joseph Health Petaluna Valley, Intervensi pencegahan
pasien resiko jatuh dapat dibagi menjadi (Corbeil, Simoneau, Rancourt, 2017):

1. Intervensi Resiko Rendah


a. Intervensi lanjutan akan dilakukan pada semua pasien rawat inap.
b. Orientasi pasien/keluarga dengan lingkungan dan kegiatan rutin.
c. Tempatkan lampu panggilan (alarm pemberitahuan) dalam jangkauan
dan mengingatkan pasien untuk meminta bantuan.
d. Pastikan tempat tidur pasien dalam posisi rendah dan terkunci.
e. Bed alarm diaktifkan pada semua pasien saat pasien tidur (selain unit
kelahiran anak) kecuali pasien menolak.
f. Dekatkan barang-barang pasien dalam jangkauan.
g. Menyediakan alas kaki anti selip yang dibutuhkan pasien untuk
berjalan.
h. Minimalkan pasien berjalan atau bahaya tergelincir.
i. Kunjungi pasien lebih sering (setiap jam) dan nilai keamanan dan
kenyamanan pasien.
j. Pertimbangkan pencahayaan tambahan.
2. Intervensi Resiko Tinggi atau Sedang
a. Identifikasi secara visual pasien dengan memasang gelang kuning
pada pergelangan tangan.
b. Pertimbangkan penempatan ruangan pasien pada area dengan
visibilitas tinggi atau dekat dengan ruang jaga perawat.
c. Monitor pasien dan ruangan untuk keamanan kira-kira setiap satu jam.
Tempatkan lampu panggilan dan secara terus-menerus menempatan
barang pribadi dalam jangkauan pasien.
d. Rintis Fall Risk Care Plan; Sebuah rencana perawatan yang
dikembangkan dengan intervensi tepat sesuai kebutuhan pasien.
e. Aktifkan alarm bed sepanjang waktu saat pasien di tempat tidur.
Pastikan bed terhubung dengan sistem lampu panggilan juga pasang
alarm pada kursi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
f. Awasi pasien secara langsung (dengan observasi visual) saat menuju
kamar mandi atau kamar kecil.
g. Bantu pasien dengan atau pengawasan semua transfer dan ambulatory
mengunakan gait belt dan alat bantu jalan lainya.
h. Jika pasien menunjukan sikap impulsif, memiliki resiko jatuh sedang
atau tinggi atau riwayat jatuh, mungkin dibutuhkan tempat tidur
khusus dengan tambahan tikar atau matras pada sisi tempat tidurnya
untuk mencegah bahaya sekunder dari jatuh.
i. Sediakan dan review (ulangi) edukasi pencegahan jatuh kepada pasien
dan keluarga.
Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan resiko sedang atau tinggi jatuh
dengan luka memerlukan tindakan pencegahan yang lebih intersif untuk menjaga
keselamatan dan keamanan pasien, tindakan intervensi tersebut adalah (American
Hospital Association, 2016):
1. Meningkatkan intensitas dan kualitas observasi Pasien dengan resiko tinggi
cidera membutuhkan lebih banyak frekuensi observasi dari pada pasien dengan
tingkat yang lebih rendah. Dalam meningkatkan observasi pasien gagasan yang
perlu diubah adalah dengan meningkatkan obeservasi secara langsung kepada
pasien seperti:
a. Dorong dan beri semangat kepada anggota keluarga untuk mendampingi
pasien kapanpun sebisanya.
b. Tempatkan pasien dengan resiko tinggi jatuh berdekatan dengan ruangan
perawat dan pada kondisi yang lebih terlihat oleh staf rumah sakit, idealnya
dalam satu garis pandang.
c. Datang keruangan pasien dengan lebih sering setiap 1-2 jam dalam satu
hari.
d. Kembangkan atau sarankan pengunaan jadwal toileting kepada pasien.

2. Buat adaptasi lingkungan dan sediakan alat pribadi untuk mengurangi resiko
jatuh dengan luka Adaptasi lingkungan dapat disediakan untuk melindungi
pasien dari jatuh dan mengurangi resiko cidera, dan harus sejajar dengan level
resiko pasien jatuh. Untuk beberapa pasien intervensi khusus atau intensif
mungkin diperlukan. Beberapa hal yang dapat meminimalkan pasien jatuh
seperti:
a. Sediakan tempat anti selip atau sandal anti selip, tambahkan tikar empuk di
sebelah tempat tidur pasien saat pasien istirahat.
b. Tempatkan perangkat alat bantu seperti alat bantu jalan atau transfer bar di
sisi bagian keluar tempat tidur.
c. Gunakan lampu malam untuk memastikan ruangan dapat terlihat setiap
saat.
d. Gunakan alarm kasur atau kursi untuk memperingatkan staf secara cepat
bila pasien bergerak.
e. Biarkan kasur pada seting paling rendah.
f. Ciptakan ruangan resiko tinggi jatuh khusus dengan modifikasi ruangan
seperti perabotan dengan ujung bulat tidak lancip dan kamar mandi dengan
toilet duduk yang ditinggikan, dan pasang pengangan tangan di sekitar
kamar mandi.
3. Tetapkan intervensi untuk mengurangi efek samping dari pengobatan . Banyak
obat yang dapat meningkatkan resiko jatuh dan resiko cidera karena jatuh,
biasanya terjadi karena poli-farmasi, khususnya pada pasien usia lanjut, dan
menimbulkan banyak efek samping, termasuk jatuh dan jatuh dengan cidera.
Intervensi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan safer management
medication sebagai berikut :
a. Kaji ulang obat yang digunakan pasien dengan resiko tinggi jatuh dan
hilangkan atau ganti obat yang dapat meningkatkan resiko terjadinya jatuh.
b. Pertimbangkan pengunaan kriteria Beers untuk mengidentifikasi ketidak
tepatan pengobatan pada lansia.
c. Tanyakan kepada farmasis tentang rekomendasi alternatif obat lain.
Sesuaikan intervensi untuk pasien dengan resiko tinggi cedera serius atau luka
parah karena jatuh dalam perbaika rencana Dalam rangka menyesuaikan tindakan
pencegahan resiko tinggi jatuh, pengkajian resiko harus dilakukan secara rutin dan
dapat diandalkan.Jika resiko tidak dikaji lalu kesempatan untuk pengimplementasikan
pencegahan tidak dilakukan, maka hal tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya
pasien jatuh bahkan pasien jaruh dengan cidera.Pengkajian harus dilakukan pada saat
pasien pertama kali masuk, setiap kali pasien memiliki perubahan status, dan
setidaknya setiap hari (jika tidak dilakukan setiap shift).Hasil dari pengkajian lengkap
harus menghasilakan intervensi yang disesuaikan dengan beberapa arahan yang
diperlukan.
2. Kepatuhan Perawat
Kepatuhan seorang perawat merupakan bagaimana perilaku perawat sesuai
ketentuan yang sudah diberikan atasan atau instansi terkait (Niven, 2012).Kepatuhan
perawat adalah perilaku perawat terhadap suatu tindakan, prosedur atau peraturan
yang harus ditaati (Arifianto, 2015).Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perawat
adalah suatu perilaku tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam mengikuti aturan
atau perintah yang telah disusun oleh pihak pimpinan (atasan) atau pihak institusi
rumah sakit dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
di suatu intitusi atau rumah sakit.Kepatuhan perawat juga memiliki peranan penting
dalam keefektifan suatu aturan dalam tempat layanan kesehatan.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dibagi menjadi tiga, yaitu faktor
pendorong (predisposing) yang merupakan faktor yang mendorong perawat dalam
melakukan kepatuahan bersumber dari internal maupun eksternal (agama yang
dianut, faktor lingkungan atau geografi, faktor individu). Faktor penguat
(reinforcing), merupakan dukungan dari berbagai sumbe runtuk memperkuat
kepatuhan (rekan seprofesi maupun lintas profesi dalam penerapan suatu
prosedur).Faktor pemungkin (enabling), merupakan sarana-prasarana yang
berpengaruh terhadap kepatuhan perawat(Notoatmodjo, 2013).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan antara lain pendidikan,
akomodasi, modifikasi lingkungan sosial, meningkatkan interaksi profesional
kesehatan dengan klien, dan pengetahuan(Niven, 2012).

b. Variabel tingkat kepatuhan

Variabel tingkat kepatuhan dibagi menjadi variabel karakteristik personal


(meliputiusia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosial ekonomi, dan pendidikan).
Variabel terapi (program pengobatan dan efek samping).Variabel psikososial
(intelegensi, keyakinan agama dan budaya) (Brunner& Suddarth, 2012).
c. Kriteria kepatuhan

Kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga, meliputi patuh (tindakan yang taat
dalam menjalankan perintah dan dilakukan secara benar).Kurang patuh (tindakan
melaksanakan perintah hanya sebagian dari yang ditetapkan).Tidak patuh (tindakan
yang tidak melaksanakan perintah atau aturan) (DepkesRI, 2016).

B. Telaah Jurnal Berdasarkan Masalah Yang Ditemukan

Judul Tahun Kesimpulan

Gap between risk factors 2022 Secara total, 68.527 kuesioner yang valid
and prevention strategies? A kembali (95,0%). Di unit medis dan bedah,
nationwide survey of fall perawat paling mungkin melaporkan penilaian
prevention among medical keseimbangan, mobilitas dan kekuatan (81,6%)
and dan hipotensi ortostatik (76,4%) pada pasien
surgical patients jatuh dan paling tidak melaporkan penilaian
kontinensia (61,3%) dan kaki dan alas kaki
(55,8%). ). Memastikan penggunaan alas kaki
yang tepat (79,3%) dan mengelola sinkop,
pusing, dan vertigo (73,8%) adalah intervensi
multipel yang paling umum, sedangkan
mengelola potensiasi postural (48,8%) dan
gangguan kognitif (48,4%) adalah yang paling
jarang dilakukan. Sembilan faktor risiko jatuh
dengan intervensi multifaktorial yang jelas cocok
diidentifikasi di unit medis dan bedah (68,2% -
97,1%).
Pedoman praktik terbaik mewakili pendekatan
yang paling dikenal saat ini untuk mencegah
jatuh di rumah sakit dan perlu memasukkan
intervensi multifaktorial standar yang membahas
faktor risiko spesifik untuk setiap pasien
(Mathew, 2021). Yang penting, setiap pasien
memerlukan serangkaian intervensi yang
berbeda. Selain menggunakan pendekatan
multifaktorial untuk pencegahan jatuh, ada
kebutuhan untuk menyesuaikan intervensi
pencegahan di tingkat unit (misalnya unit
pernapasan, unit diologi mobil, unit ortopedi dan
unit pasca bedah saraf) berdasarkan masalah
kesehatan umum dan keadaan

Impact of Fall Prevention on 2016 Desain dan Metode: Sebuah studi kualitatif,
Nurses and Care of Fall Risk menggunakan Grounded Dimensional Analysis
Patients (GDA) dilakukan untuk mengeksplorasi
pengalaman perawat dengan pencegahan jatuh di
rumah sakit dan dampak dari pengalaman
tersebut pada bagaimana perawat memberikan
perawatan jatuh pasien berisiko. Dua puluh tujuh
perawat terdaftar dan asisten perawat
bersertifikat berpartisipasi dalam wawancara
mendalam. Pengkodean terbuka, aksial dan
selektif digunakan untuk menganalisis data.
Sebuah model konseptual yang menggambarkan
dampak dari pesan intens dari administrasi
keperawatan untuk mencegah pasien jatuh pada
perawat, tindakan perawat mengambil untuk
mengatasi pesan dan konsekuensi untuk perawat,
pasien dewasa yang lebih tua dan organisasi
dikembangkan.

Hasil: Pesan intens dari administrasi rumah sakit


untuk mencapai nol jatuh mengakibatkan
perawat mengembangkan rasa takut jatuh,
melindungi diri dan unit, dan membatasi pasien
risiko jatuh sebagai cara untuk menghentikan
pesan dan memenuhi tujuan rumah sakit.

Nurse Caring Behavior 2021 Methods: The research method used in the study
Analysis with Fall Risk is cross sectional. Thepopulation is all patient
Patient Safety in Surgical patients at risk of falling. The sample size is 67
Care of Mokoyurli Hospital respondents using purposive sampling technique.
Buol District Independent variable of research is Caring
Behavior. The dependent variable is the Patient
safety risk of falling
Results: The results showed that p = 0,000 with
α=0.05, which means that there is a relationship
between Caring Behavior of Nurses andPatient
Safety in Falling Risk in Mokoyurli Regional
General Hospital Treatment Room in Buol
District.
Conclusion: Nurse Caring Behavior with Patient
Safety The Risk of Falling has a significant
relationship, because caring behavior give
direct caring and responsif in each patient
condition

Implementation and 2020 Dalam studi ini, strategi skrining risiko jatuh
Evaluation of a Fall Risk yang ditargetkan akan diterapkan pada praktik
Screening Strategy Among GP. Strategi skrining risiko jatuh akan dievaluasi
Frail Older Adults for the pada tingkat praktik dokter umum dan pada
Primary Care Setting: A tingkat pasien lanjut usia yang lemah dengan
Study Protocol menggunakan dua desain pre-posttest. Strategi
penyaringan risiko jatuh yang ditargetkan terdiri
dari dua bagian. Pada bagian pertama, praktik
GP menerima alat berikut untuk menyaring
risiko jatuh dan menawarkan intervensi
pencegahan jatuh:
Pada bagian kedua, terapis fisio- dan olahraga di
daerah sekitarnya direkrut untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini sehingga setiap praktik
dokter umum yang berpartisipasi memiliki akses
ke layanan fisioterapis bersertifikat atau terapis
olahraga untuk intervensi pencegahan jatuh.
Fisio- dan terapis olahraga yang tidak
bersertifikat untuk memberikan intervensi
evidence-based falls prevention.

BAB IV
RENCANA PENYELESAIAN MASALAH

A. PELAKSANAAN KEGIATAN

Tabel Plan Of Action (POA)

No Alternatif solusi Tujuan Tanggal Pelak


(What) (Why) (When)
1. Edukasi penyegaran materi Patient Dapat diterapkannya proses 4 Oktober 2022
Safety: Fall Prevention keperawatan dalam asuhan
keperawatan, Meningkatkan mutu
pemberian asuhan keperawatan dalam
mengoptimalkan penerapan Patient
Safety: Fall Prevention
2. Edukasi risiko jatuh pada pasien dan Terpenuhinya Kepuasan pasien dan 5 Oktober 2022
keluarga pasien keluarga terhadap asuhan keperawatan
dan pemenuhan edukasi pasien dan
keluarga mengenai ancaman resiko
jatuh meliputi, penyebab, akibat dan
cara penanganan yang dapat dilakukan
dan dimaksimalkan secara mandiri .

B. FAKTOR PENDUKUNG
Pada pelaksanaan penerapan EBP ada beberapa faktor pendukung antara lain:
1. Keterbukaan para perwat dalam menierima hal baru dan bermanfaat dalam penerapan
EBP dalam mengoptimalkan kualitas asuhan keperwatan terhadap pasien
2. Keluarga klien dapat memahami bagaimana tahapan pelaksanaan EBP sehingga dapat
dilakukan dengan tepat.
3. Pelaksanaan EBP dapat dilakukan secara mandiri oleh keluarga klien.

C. FAKTOR PENGHAMBAT
Klien mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi karena kondisi pasien yang lemah.
D. EVALUASI KEGIATAN
- Perawat mampu memahami materi dan terlihat antusias dalam merencakan hal-hal
yang dapat diadaptasi dalam mengoptimalkan asuhan keperawatan yang berhubungan
dengan Patient Safety: Fall Prevention
- Klien dan keluarga klien tampak paham setelah dilakukannya edukasi.

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. TOPIK

Edukasi pencegahan risiko jatuh

B. SUBTOPIK

Memberi edukasi terhadap keluarga pasien untuk mencegah risiko jatuh

C. TUJUAN UMUM
Laporan ini bertujuan untuk Menganalisis pengaruh edukasi pencegahan risiko jatuh
kepada keluarga

D. TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui pengaruh risiko jatuh sebelum diedukasi


2. Mengetahui pengaruh risiko jatuh setelah diedukasi
3. Menganalisis pengaruh edukasi risiko jatuh terhadap praktik keluarga dalam
mencegah jatuh pada pasien

E. WAKTU

05 Oktober 2022, pukul 10.00 WIB

F. TEMPAT

Ruang Sadewa 2 di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro

G. SETTING

Dalam mengatasi permasalahan risiko jatuh klien, maka akan dilakukan desain inovatif
berupa studi kasus, dimana klien akan diberikan edukasi pencegahan risiko jatuh, kemudan
akan dilihat kembali apakah keluarga klien paham akan risiko jatuh.

H. MEDIA/ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Leaflet

I. Prosedur Pelaksanaan

1. Tahap Awal

Memilih pasien utnuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi yaitu; klien
dengan risiko jatuh tinggi

2. Tahap Pelaksanaan

a) Pra Intervensi

1) Memberikan informed consent pada responden


2) Melakukan kontrak waktu

3) Memberikan kesempatan bertanya

4) Menanyakan apa itu risiko jatuh

b) Tahap Intervensi

1) Posisikan pasien dengan nyaman

2) Lakukan edukasi secara perlahan kepada pasien dan keluarga

c) Post Intervensi

1) Menanyakan kembali ap aitu pencegahan risiko jatuh

BAB V
RENCANA PENYELESAIAN MASALAH

Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan
secara mandiri. Kegiatan itu dilaksanakan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan
dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu
mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif. Kualitas pelayanan kesehatan sebenarnya
menunjukkan pada penampilan dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan output yaitu
hasil akhir dari kegiatan tindakan dokter, perawat, dan tim kesehatan lain yang bekerjasama
dalam memenuhi kebutuhan pasien, sehingga baik atau buruknya output sangat dipengaruhi
oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment).

Upaya pencegahan risiko pasien jatuh untuk mengurangi angka insiden jatuh
pada pasien di rawat inap. Pencegahan risiko pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal
risiko jatuh, penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta
melaksanakan langkah–langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi
di rawat inap berupa proses identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta
memberikan tanda identitas khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning,
memberikan penanda risiko, merendahkan tempat tidur pasien, pemasangan
pengaman tempat tidur pasien serta informasi tertulis kepada pasien atau keluarga
pasien . Meskipun upaya pencegahan risiko pasien jatuh sudah dilakukan akan tetapi
masih ada beberapa rumah sakit yang mengalami insiden pasien jatuh khususnya di
rawat inap (Setyawan & Supriyanto, 2019).
Risk Assessment pasien jatuh merupakan elemen pertama pada program
pengurangan risiko jatuh, suatu metode penilaian risiko untuk pasien jatuh yang
dilakukan oleh perawat. Risk Assessment pasien jatuh bertujuan memberikan
perhatian khusus pada pasien yang berisiko untuk jatuh. Risk Assesment jatuh pada
pasien dilakukan pada saat pasien pertama kali masuk rumah sakit (Assessment awal)
dan ketika pasien mengalami perubahan status klinik akibat dari perawatan maupun
pengobatan selama di rumah sakit (Anggraeni1, Hakim & Widjiati, 2016).

Patient safety : Fall Prevention pada pasien dengan resiko jatuh yang tinggi, setiap pasien
memiliki faktor resiko secaara individual sesuai dengan keadaan pasien.. Penjagaan terhadap
resiko jatuh merupakaan hal yang sulit dan kompleks ( joint commission , 2013). Pedoman
praktik terbaik mewakili yang terbaik saat inipendekatan yang diketahui untuk mencegah
jatuh di rumah sakit dan perluintervensi multifaktorial standar yang menangani risiko spesifik
faktor untuk setiap pasien (Mathew, 2021). Yang penting, setiap pasien memerlukan
serangkaian intervensi yang berbeda. Selain menggunakan pendekatan multifaktorial untuk
pencegahan jatuh, ada kebutuhan untuk menyesuaikan intervensi pencegahan di tingkat unit
(misalnya unit pernapasan, unit diologi mobil, unit ortopedi dan unit pasca bedah saraf)
berdasarkan masalah kesehatan umum dan keadaan khusus pasien.

Temuan dari penelitian memberikan bukti kuat bahwa perawatmengalami konsekuensi


negatif ketika tekanan kuat ditempatkan pada mereka untuk mencegah jatuh. Akibatnya,
banyak perawat menyesuaikan perawatan yang mereka berikan dengan membatasi mobilitas
pasien, a
strategi yang tidak konsisten dengan kemajuan pasien yang optimal. Pada lansia yang dirawat
di rumah sakit, jatuh adalah hasil interaksi antara faktor-faktor kompleks termasuk
kelemahan, multiple kondisi komorbiditas, penyakit akut, lingkungan asing, dan prosedur
medis / bedah. Perawat menjelaskan tiga strategi utama yang digunakan untuk mencegah
jatuh: (a) mengidentifikasi pasien yang berisiko; (b) tempatkan tempat tidur/kursi alarm pada
pasien; dan (c) lari ke alarm. Namun, inistrategi telah terbukti tidak efektif dalam mencegah
atau mengurangi jatuh. Mengidentifikasi pasien sebagai risiko jatuh tidak memberikan
intervensi untuk menargetkan faktor risiko yang mendasarinya. Membatasi ambulasi dan/atau
tirah baring yang dipaksakan telah lama diakui sebagai kontribusi untuk massa otot
penurunan berat badan, hipotensi postural, dan penurunan kerja maksimal kapasitas.

Berdasarkan penelitian dari jurnal “Gap between risk factors and prevention strategies? A
nationwide survey of fall prevention among medical and surgical patients” . Penerapan
kombinasi intervensi 'atau intervensi multifaktorial' di mana orang menerima beberapa
intervensi, tetapi kombinasi dari intervensi ini disesuaikan dengan individu, berdasarkan
penilaian individu yang dikelompokkan ke dalam sembilan kategori berikut
(1) modifikasi lingkungan, termasuk pemeliharaan permukaan lantai yang bersih dan kering,
penguncianrem tempat tidur dan pemasangan rel di kamar mandi dan koridor;
(2)manajemen obat, termasuk review obat dan pendidikan tentang penggunaan obat;
(3) manajemen keseimbangan, mobilitas dan kekuatan, termasuk penggunaan alat bantu
jalan, olahraga dan fisik pelatihan dan observasi dan supervisi;
(4) manajemen kognitif gangguan, termasuk manajemen delirium, terapi kognitif, observasi
dan pengawasan;
(5) manajemen kontinensia, termasuk bantuan toileting dan penggunaan kateter menetap; (6)
manajemen hipotensi postural, termasuk pemantauan tekanan darah postural,
tinjauan obat dan peninggian kepala tempat tidur;
(7) pengelolaan sinkop, pusing dan vertigo, termasuk penilaian dan pengelolaan pusing dan
vertigo dan minimalisasi pemicu asma;
(8) intervensi penglihatan, termasuk observasi dan pengawasan

Prosedur Studi Strategi penyaringan pencegahan jatuh pada pasien dengan resiko jatuh dalam
penelitian menyebutkan beberapa step yang harus dilakukan dan diperhatikan perawata dalam
pelakasanaannya yaitu
Langkah 1: Identifikasi Faktor Penting untuk
Strategi Skrining Risiko Jatuh. Sebelum memulai implementasi
Langkah 2: Penilaian Perawatan Saat Ini
Langkah 3: Penyediaan Alat untuk Menerapkan Risiko Jatuh Strategi Penyaringan
Langkah 4: Pelaksanaan Skrining Risiko Jatuh Strategi
Langkah 5: Evaluasi Pelaksanaan Kejatuhan Strategi Penyaringan Risiko

Orang tua sering tidak sadar memiliki risiko jatuh yang tinggi, dan mereka sering tidak
terbiasa dengan layanan pencegahan jatuh yang tersedia. Ketika penyedia perawatan primer
membantu pasien yang lebih tua untuk mendapatkan akses layanan pencegahan jatuh, ini
dapat menghasilkan hasil kesehatan yang lebih baik untuk pasien ini. Jatuh dan ketakutan
pasien untuk jatuh dapat dikurangi dan keseimbangan pasien, kekuatan, kepercayaan diri,
kualitas hidup, dan kemandirian dapat dipertahankan atau ditingkatkan.

BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN
Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, dimana hal tersebut menjadi salah satu indikator
keberhasilan pelayanan dan citra rumah sakit. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
dan menjamin keselamatan pasien maka setiap ruangan perlu mempunyai program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien agar bisa menjadi budaya.
Pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan berdasarkan Evidence based practice nursing
merupakan solusi agar dalam memberikan pelayanan keperawatan lebih maksimal dan dapat
dipertanggung jawabkan secra ilmiah. Serta meningkatkan kepuasan bagai pasien terhaap
pemenuhan perawatannya dalam hal ini merupakan patient safety : fall prevention.
B. SARAN & RENCANA TINDAK LANJUT
Pelaksanaan EBPN patient safety : fall prevention, sebagai budaya dalam menerapkan
sistem kinerja yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah untuk mencapai
pengoptimalan dalam pemberian asuhan keperawatan dan edukasi pencegahan pada
klien risiko jatuh sebaiknya dapat diterapkan dan digunakan sebagai bahan
pembelajaran bagi keluarga pasien dan pasien serta dapat melibatkan pasien dalam
peraawatan secara mandiri untuk mencapai outcome perawatan yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai