Disusun Oleh :
KELOMPOK 11
A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa
“Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat” (Kemenkes RI, 2009). RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
mempunyai tanggung jawab horizontal dan vertikal sesuai dengan peran dan fungsinya.
Tanggung jawab tersebut menjadi tugas bersama seluruh civitas organisasi dengan Visi
“Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan Nasional Yang Unggul” (Wibowo, 2014).
Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian yang tak dapat
dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, dimana hal tersebut menjadi
salah satu indikator keberhasilan pelayanan dan citra rumah sakit dikarenakan langsung
berhubungan dengan pasien dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA), dengan demikian
pemberi pelayanan keperawatan memerlukan proses bimbingan, monitoring dan evaluasi
untuk mempertahankan performa pelayanan (Sadono, 2019).
Evaluasi kinerja para perawat yang diberikan program manrura dilakukan setiap
empat bulan oleh tim independen dengan teknik “Redowsko”(Regulasi, Dokumen,
Wawancara, Simulasi, Konfirmasi, dan Observasi). Berdasarkan hal tersebut diatas
diharapkan pelayanan yang diberikan oleh Perawat Pelaksana (PP), Perawat Penanggung
Jawab Asuhan (PPJA), bersama dengan Profesional Pemberi Asuhan (PPA), dilakukan
secara terarah dan terintegrasi, untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien
(Sadono, 2019).
Standar manajemen keperawatan dalam hal ini peran kepala ruang dituntut aktif
untuk memberikan dan arahan kepada perawat semua level yang bertanggung jawab
terhadap pelayanan pasien. Pelayanan keperawatan memerlukan dukungan logistik,
dengan berbagai macam barang kebutuhan ruang yang harus dikelola dengan baik, hal
tersebut menjadi bagian dari tanggung jawabnya kepala ruang, yang secara teknis
dilakukan oleh para staf di bawah tanggung jawabnya. Tujuan dari standar ini adalah agar
kepala ruang dapat mengoptimalkan logistik yang disediakan rumah sakit sehingga dapat
memanfaatkan barang yang ada secara efektif dan efisien, tepat waktu dan jumlah,
mengelola dalam kondisi yang tepat, dan perencanaan biaya yang tepat sehingga dapat
memberikan kontribusi yang baik untuk rumah sakit. Logistik yang dimaksud adalah
pengelolaan obat, Bahan Berbahaya dan Beracun / B3, peralatan medis, non medis, linen,
bahan habis pakai, pengelolaan sampah dan benda tajam serta dikelola dengan prinsip 5R
(Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin).
Manajemen perubahan digunakan untuk merencanakan dan menindaklanjuti
akibat yang terjadi dari perubahan dalam organisasi sebagai upaya untuk menjalankan tata
kelola organisasi yang dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman. Organisasi yang
mau dan mampu melakukan perubahan akan bertahan dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin keselamatan
pasien maka setiap ruangan perlu mempunyai program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien agar bisa menjadi budaya. Pelaksanaan program tersebut memerlukan koordinasi
dan komunikasi yang baik antara kepala ruang dan staf (Anne, L.G. 2015).
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) merupakan sistem pelayanan di rumah
sakit yang dapat memberikan rasa aman kepada pasien dalam memberikan asuhan
kesehatan. keselamatan pasien terdiri dari 6 sasaran, dari keenam sasaran keselamatan
pasien tersebut kejadian jatuh masih menjadi hal yang mengkhawatirkan pada seluruh
pasien rawat inap di rumah sakit. Pasien jatuh merupakan insiden di rumah sakit yang
paling mengkhawatirkan dan berdampak pada cidera pasien bahkan kematian dan menjadi
adverse event kedua terbanyak dalam perawatan kesehatan setelah kesalahan pengobatan
(Chu, L.W., Chi, I., and Chiu, A. 2016).
Faktor yang berkontribusi terhadap keselamatan pasien antara lain faktor standar
operasional prosedur (SOP), faktor pasien yang memiliki risiko jatuh yang tinggi karena
usia, penyakit dan obat, sarana dan prasarana seperti tidak ada informasi bahaya jatuh
(Cahyono, 2010). Pasien yang sedang menjalani rawat inap membutuhkan peran petugas
kesehatan untuk mencegah risiko jatuh.
Rumah sakit wajib melakukan penanganan pasien resiko jatuh dan untuk
memanajemen resiko pasien jatuh tersebut yang dapat dilakukan yaitu pengkajian saat
pertama kali pasien masuk maupun pengkajian ulang yang dilakukan secara berkala atau
periodik jika terjadi perubahan fungsi fisiologis pada pasien, termasuk pemberian obat
serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasi
tersebut. Pengkajian resiko jatuh ini dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar atau
pada saat melakukan registrasi, yaitu dengan menggunakan skala jatuh (Budiono dkk.,
2014).
Risk Assessment pasien jatuh merupakan elemen pertama pada program
pengurangan risiko jatuh, suatu metode penilaian risiko untuk pasien jatuh yang dilakukan
oleh perawat. Risk Assessment pasien jatuh bertujuan memberikan perhatian khusus pada
pasien yang berisiko untuk jatuh. Risk Assesment jatuh pada pasien dilakukan pada saat
pasien pertama kali masuk rumah sakit (Assessment awal) dan ketika pasien mengalami
perubahan status klinik akibat dari perawatan maupun pengobatan selama di rumah sakit
(Setyawan & Supriyanto, 2019).
Upaya pencegahan risiko pasien jatuh untuk mengurangi angka insiden jatuh pada
pasien di rawat inap. Pencegahan risiko pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko
jatuh, penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta melaksanakan langkah–
langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi di rawat inap berupa proses
identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta memberikan tanda identitas
khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning, memberikan penanda risiko,
merendahkan tempat tidur pasien, pemasangan pengaman tempat tidur pasien serta
informasi tertulis kepada pasien atau keluarga pasien. Meskipun upaya pencegahan risiko
pasien jatuh sudah dilakukan akan tetapi masih ada beberapa rumah sakit yang mengalami
insiden pasien jatuh khususnya di rawat inap (Anggraeni1, Hakim & Widjiati, 2016).
B. Tujuan
1. Umum
Menganalisis manajemen patient safety : fall prevention terhadap pasien dengan resiko jatuh
2. Khusus
1. Mengetahui kesenjangan dalam penerapaan manajemen patient safety : fall
prevention terhadap pasien dengan resiko jatuh
2. Menganalisis pengaruh pemahaman perawat mengenai patient safety : fall
prevention dengan pasien dengan resiko jatuh terhadap pemberian asuhan perawatan
terhadap pasien dengan resiko jatuh
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak - pihak
terkait
berikut ini:
1. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kenyamanan serta
kepuasan pada pasien terhadap pelayanan keperawatan dengan tidak aanya angka keja
2. Bagi perawat atau rumah sakit
Apabila penelitian ini berpengaruh terhadap pencegahan risiko jatuh, maka
intervensi ini dapat diterapkan untuk terapi komplementer di rumah sakit.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan ilmiah sumber literatur
yang berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
BAB II
PENGKAJIAN MANAJEMEN RUANG RAWAT
KEPALA RUANG
.
KATIM 1
.
2 Trolley Emergency 1
3 Trolley Obat 1
4 Trolley Tindakan 3
5 Spigmomanometer Digital 2
7 Oxymeter 1
8 Termometer Gun 1
9 Termometer Digital 1
10 Stetoskop 2
11 AC 8
12 Kipas Angin 2
14 CCTV 4
15 Komputer 3
16 Telepon 1
17 Handphone 1
18 Dispenser 2
23 Kursi Pasien 26
24 Kursi Perawat 10
25 APAR 1
26 Papan Tulis 2
2 Hand Sanitizer 3
3 Masker 1 box
4 Sabun Cair 1
5 Handscoone 1 box
5 Sentinel 0
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Pasien Resiko Jatuh
Resiko adalah kesempatan dari sesuatu yang memiliki dampak pada sesuatu
(Anggraeni1, Hakim & Widjiati, 2016).Resiko juga dapat diartikan sebagai
kejadian yang memiliki dampak negatif dan merugikan yang dapat mencegah
terciptanya manfaat atau mengkikis manfaat yang telah ada.Resiko dapat
disimpulkan sebagai kejadian yang belum terjadi dan memiliki dampak negatif
dalam berbagai hal. Menurut Vaughan dan Elliott, Resiko adalah potensi kerugian,
kemungkinan kerugian, ketidakpastian, penyimpangan kenyataan dari hasil yang
diharapkan, dan probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan
(Budiono, 2017).
a. Dampak dan probabilitas resiko
Tingkat Probabilitas
Dampak
Resiko (frekuensi)
Morse Fall Score (MFS) adalah metode cepat dan simpel untuk
melakukan pengkajian pasien yang memiliki kemungkinan jatuh atau resiko
jatuh dan digunakan untuk melakukan penilaian kepada pasien umur ≥ 16 tahun.
MFS memiliki 6 variabel yaitu:
1. Riwayat jatuh
Bila terdapat riwayat jatuh saat ini atau sebelum 3 bulan berikan skor 25,
bila tidak beri skor 0.
2. Diagnosa sekunder
Bila pasien memiliki lebih dari 1 diagnosa medis maka beri skor 15, bila
tidak beri skor 0.
3. Alat bantu
Bila pasien bed rest atau butuh bantuan perawat untuk berpindah beri skor
0, bila pasien membutuhkan tongkat, cane, atau alat penompang untuk
berjalan berikan skor 15, dan bila pasien berjalan berpegangan pada
perabotan yang ada seperti meja atau kursi berikan skor 30.
4. Terpasang infus
Bila terpasang infus beri skor 20, dan bila tidak beri skor 0.
5. Gaya berjalan
Bila pasien memiliki gangguan gaya berjalan seperti kesulitan bangun,
kepala menunduk, atau berjalan tidak seimbang beri skor 20, bila gaya
berjalan pasien lemah tanpa kehilangan keseimbangan beri skor 10, dan bila
pasien berjalan dengan normal beri skor 0.
6. Status mental
Bila pasien memiliki over-estimasi terhadap kemampuan tubuhnya beri
skor 15, dan bila pasien menyadari kemampuan fisik dan tidak memaksakan
beri skor 0.
Hasil interpretasi dari MFS dikatagorikan menjadi; tidak beresiko (No
Risk) dengan skor MFS sebesar 0-24, pasien beresiko rendah (Low Risk) dengan
skor MFS sebesar 25-44, sedangkan pasien beresiko tinggi jatuh (High Risk)
memiliki skor MFS ≥ 45. Setiap skor MFS memiliki tindakan yang berbeda,
pada pasien tanpa resiko jatuh tindakan yang dilakukan adalah cukup
melaksanakan tindakan keperawatan dasar, pada pasien dengan resiko rendah
jatuh dilakukan tindakan implementasi standar pencegahan pasien jatuh, dan
untuk pasien dengan resiko tinggi jatuh perlu dilakukan implementasi yang
lebih intens dalam pencegahan pasien jatuh. Berikut adalah tabel MFS dan Hasil
interprestasi dari MFS:
2. Buat adaptasi lingkungan dan sediakan alat pribadi untuk mengurangi resiko
jatuh dengan luka Adaptasi lingkungan dapat disediakan untuk melindungi
pasien dari jatuh dan mengurangi resiko cidera, dan harus sejajar dengan level
resiko pasien jatuh. Untuk beberapa pasien intervensi khusus atau intensif
mungkin diperlukan. Beberapa hal yang dapat meminimalkan pasien jatuh
seperti:
a. Sediakan tempat anti selip atau sandal anti selip, tambahkan tikar empuk di
sebelah tempat tidur pasien saat pasien istirahat.
b. Tempatkan perangkat alat bantu seperti alat bantu jalan atau transfer bar di
sisi bagian keluar tempat tidur.
c. Gunakan lampu malam untuk memastikan ruangan dapat terlihat setiap
saat.
d. Gunakan alarm kasur atau kursi untuk memperingatkan staf secara cepat
bila pasien bergerak.
e. Biarkan kasur pada seting paling rendah.
f. Ciptakan ruangan resiko tinggi jatuh khusus dengan modifikasi ruangan
seperti perabotan dengan ujung bulat tidak lancip dan kamar mandi dengan
toilet duduk yang ditinggikan, dan pasang pengangan tangan di sekitar
kamar mandi.
3. Tetapkan intervensi untuk mengurangi efek samping dari pengobatan . Banyak
obat yang dapat meningkatkan resiko jatuh dan resiko cidera karena jatuh,
biasanya terjadi karena poli-farmasi, khususnya pada pasien usia lanjut, dan
menimbulkan banyak efek samping, termasuk jatuh dan jatuh dengan cidera.
Intervensi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan safer management
medication sebagai berikut :
a. Kaji ulang obat yang digunakan pasien dengan resiko tinggi jatuh dan
hilangkan atau ganti obat yang dapat meningkatkan resiko terjadinya jatuh.
b. Pertimbangkan pengunaan kriteria Beers untuk mengidentifikasi ketidak
tepatan pengobatan pada lansia.
c. Tanyakan kepada farmasis tentang rekomendasi alternatif obat lain.
Sesuaikan intervensi untuk pasien dengan resiko tinggi cedera serius atau luka
parah karena jatuh dalam perbaika rencana Dalam rangka menyesuaikan tindakan
pencegahan resiko tinggi jatuh, pengkajian resiko harus dilakukan secara rutin dan
dapat diandalkan.Jika resiko tidak dikaji lalu kesempatan untuk pengimplementasikan
pencegahan tidak dilakukan, maka hal tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya
pasien jatuh bahkan pasien jaruh dengan cidera.Pengkajian harus dilakukan pada saat
pasien pertama kali masuk, setiap kali pasien memiliki perubahan status, dan
setidaknya setiap hari (jika tidak dilakukan setiap shift).Hasil dari pengkajian lengkap
harus menghasilakan intervensi yang disesuaikan dengan beberapa arahan yang
diperlukan.
2. Kepatuhan Perawat
Kepatuhan seorang perawat merupakan bagaimana perilaku perawat sesuai
ketentuan yang sudah diberikan atasan atau instansi terkait (Niven, 2012).Kepatuhan
perawat adalah perilaku perawat terhadap suatu tindakan, prosedur atau peraturan
yang harus ditaati (Arifianto, 2015).Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perawat
adalah suatu perilaku tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam mengikuti aturan
atau perintah yang telah disusun oleh pihak pimpinan (atasan) atau pihak institusi
rumah sakit dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
di suatu intitusi atau rumah sakit.Kepatuhan perawat juga memiliki peranan penting
dalam keefektifan suatu aturan dalam tempat layanan kesehatan.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dibagi menjadi tiga, yaitu faktor
pendorong (predisposing) yang merupakan faktor yang mendorong perawat dalam
melakukan kepatuahan bersumber dari internal maupun eksternal (agama yang
dianut, faktor lingkungan atau geografi, faktor individu). Faktor penguat
(reinforcing), merupakan dukungan dari berbagai sumbe runtuk memperkuat
kepatuhan (rekan seprofesi maupun lintas profesi dalam penerapan suatu
prosedur).Faktor pemungkin (enabling), merupakan sarana-prasarana yang
berpengaruh terhadap kepatuhan perawat(Notoatmodjo, 2013).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan antara lain pendidikan,
akomodasi, modifikasi lingkungan sosial, meningkatkan interaksi profesional
kesehatan dengan klien, dan pengetahuan(Niven, 2012).
Kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga, meliputi patuh (tindakan yang taat
dalam menjalankan perintah dan dilakukan secara benar).Kurang patuh (tindakan
melaksanakan perintah hanya sebagian dari yang ditetapkan).Tidak patuh (tindakan
yang tidak melaksanakan perintah atau aturan) (DepkesRI, 2016).
Gap between risk factors 2022 Secara total, 68.527 kuesioner yang valid
and prevention strategies? A kembali (95,0%). Di unit medis dan bedah,
nationwide survey of fall perawat paling mungkin melaporkan penilaian
prevention among medical keseimbangan, mobilitas dan kekuatan (81,6%)
and dan hipotensi ortostatik (76,4%) pada pasien
surgical patients jatuh dan paling tidak melaporkan penilaian
kontinensia (61,3%) dan kaki dan alas kaki
(55,8%). ). Memastikan penggunaan alas kaki
yang tepat (79,3%) dan mengelola sinkop,
pusing, dan vertigo (73,8%) adalah intervensi
multipel yang paling umum, sedangkan
mengelola potensiasi postural (48,8%) dan
gangguan kognitif (48,4%) adalah yang paling
jarang dilakukan. Sembilan faktor risiko jatuh
dengan intervensi multifaktorial yang jelas cocok
diidentifikasi di unit medis dan bedah (68,2% -
97,1%).
Pedoman praktik terbaik mewakili pendekatan
yang paling dikenal saat ini untuk mencegah
jatuh di rumah sakit dan perlu memasukkan
intervensi multifaktorial standar yang membahas
faktor risiko spesifik untuk setiap pasien
(Mathew, 2021). Yang penting, setiap pasien
memerlukan serangkaian intervensi yang
berbeda. Selain menggunakan pendekatan
multifaktorial untuk pencegahan jatuh, ada
kebutuhan untuk menyesuaikan intervensi
pencegahan di tingkat unit (misalnya unit
pernapasan, unit diologi mobil, unit ortopedi dan
unit pasca bedah saraf) berdasarkan masalah
kesehatan umum dan keadaan
Impact of Fall Prevention on 2016 Desain dan Metode: Sebuah studi kualitatif,
Nurses and Care of Fall Risk menggunakan Grounded Dimensional Analysis
Patients (GDA) dilakukan untuk mengeksplorasi
pengalaman perawat dengan pencegahan jatuh di
rumah sakit dan dampak dari pengalaman
tersebut pada bagaimana perawat memberikan
perawatan jatuh pasien berisiko. Dua puluh tujuh
perawat terdaftar dan asisten perawat
bersertifikat berpartisipasi dalam wawancara
mendalam. Pengkodean terbuka, aksial dan
selektif digunakan untuk menganalisis data.
Sebuah model konseptual yang menggambarkan
dampak dari pesan intens dari administrasi
keperawatan untuk mencegah pasien jatuh pada
perawat, tindakan perawat mengambil untuk
mengatasi pesan dan konsekuensi untuk perawat,
pasien dewasa yang lebih tua dan organisasi
dikembangkan.
Nurse Caring Behavior 2021 Methods: The research method used in the study
Analysis with Fall Risk is cross sectional. Thepopulation is all patient
Patient Safety in Surgical patients at risk of falling. The sample size is 67
Care of Mokoyurli Hospital respondents using purposive sampling technique.
Buol District Independent variable of research is Caring
Behavior. The dependent variable is the Patient
safety risk of falling
Results: The results showed that p = 0,000 with
α=0.05, which means that there is a relationship
between Caring Behavior of Nurses andPatient
Safety in Falling Risk in Mokoyurli Regional
General Hospital Treatment Room in Buol
District.
Conclusion: Nurse Caring Behavior with Patient
Safety The Risk of Falling has a significant
relationship, because caring behavior give
direct caring and responsif in each patient
condition
Implementation and 2020 Dalam studi ini, strategi skrining risiko jatuh
Evaluation of a Fall Risk yang ditargetkan akan diterapkan pada praktik
Screening Strategy Among GP. Strategi skrining risiko jatuh akan dievaluasi
Frail Older Adults for the pada tingkat praktik dokter umum dan pada
Primary Care Setting: A tingkat pasien lanjut usia yang lemah dengan
Study Protocol menggunakan dua desain pre-posttest. Strategi
penyaringan risiko jatuh yang ditargetkan terdiri
dari dua bagian. Pada bagian pertama, praktik
GP menerima alat berikut untuk menyaring
risiko jatuh dan menawarkan intervensi
pencegahan jatuh:
Pada bagian kedua, terapis fisio- dan olahraga di
daerah sekitarnya direkrut untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini sehingga setiap praktik
dokter umum yang berpartisipasi memiliki akses
ke layanan fisioterapis bersertifikat atau terapis
olahraga untuk intervensi pencegahan jatuh.
Fisio- dan terapis olahraga yang tidak
bersertifikat untuk memberikan intervensi
evidence-based falls prevention.
BAB IV
RENCANA PENYELESAIAN MASALAH
A. PELAKSANAAN KEGIATAN
B. FAKTOR PENDUKUNG
Pada pelaksanaan penerapan EBP ada beberapa faktor pendukung antara lain:
1. Keterbukaan para perwat dalam menierima hal baru dan bermanfaat dalam penerapan
EBP dalam mengoptimalkan kualitas asuhan keperwatan terhadap pasien
2. Keluarga klien dapat memahami bagaimana tahapan pelaksanaan EBP sehingga dapat
dilakukan dengan tepat.
3. Pelaksanaan EBP dapat dilakukan secara mandiri oleh keluarga klien.
C. FAKTOR PENGHAMBAT
Klien mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi karena kondisi pasien yang lemah.
D. EVALUASI KEGIATAN
- Perawat mampu memahami materi dan terlihat antusias dalam merencakan hal-hal
yang dapat diadaptasi dalam mengoptimalkan asuhan keperawatan yang berhubungan
dengan Patient Safety: Fall Prevention
- Klien dan keluarga klien tampak paham setelah dilakukannya edukasi.
A. TOPIK
B. SUBTOPIK
C. TUJUAN UMUM
Laporan ini bertujuan untuk Menganalisis pengaruh edukasi pencegahan risiko jatuh
kepada keluarga
D. TUJUAN KHUSUS
E. WAKTU
F. TEMPAT
G. SETTING
Dalam mengatasi permasalahan risiko jatuh klien, maka akan dilakukan desain inovatif
berupa studi kasus, dimana klien akan diberikan edukasi pencegahan risiko jatuh, kemudan
akan dilihat kembali apakah keluarga klien paham akan risiko jatuh.
1. Leaflet
I. Prosedur Pelaksanaan
1. Tahap Awal
Memilih pasien utnuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi yaitu; klien
dengan risiko jatuh tinggi
2. Tahap Pelaksanaan
a) Pra Intervensi
b) Tahap Intervensi
c) Post Intervensi
BAB V
RENCANA PENYELESAIAN MASALAH
Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan
secara mandiri. Kegiatan itu dilaksanakan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan
dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu
mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif. Kualitas pelayanan kesehatan sebenarnya
menunjukkan pada penampilan dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan output yaitu
hasil akhir dari kegiatan tindakan dokter, perawat, dan tim kesehatan lain yang bekerjasama
dalam memenuhi kebutuhan pasien, sehingga baik atau buruknya output sangat dipengaruhi
oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment).
Upaya pencegahan risiko pasien jatuh untuk mengurangi angka insiden jatuh
pada pasien di rawat inap. Pencegahan risiko pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal
risiko jatuh, penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta
melaksanakan langkah–langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi
di rawat inap berupa proses identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta
memberikan tanda identitas khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning,
memberikan penanda risiko, merendahkan tempat tidur pasien, pemasangan
pengaman tempat tidur pasien serta informasi tertulis kepada pasien atau keluarga
pasien . Meskipun upaya pencegahan risiko pasien jatuh sudah dilakukan akan tetapi
masih ada beberapa rumah sakit yang mengalami insiden pasien jatuh khususnya di
rawat inap (Setyawan & Supriyanto, 2019).
Risk Assessment pasien jatuh merupakan elemen pertama pada program
pengurangan risiko jatuh, suatu metode penilaian risiko untuk pasien jatuh yang
dilakukan oleh perawat. Risk Assessment pasien jatuh bertujuan memberikan
perhatian khusus pada pasien yang berisiko untuk jatuh. Risk Assesment jatuh pada
pasien dilakukan pada saat pasien pertama kali masuk rumah sakit (Assessment awal)
dan ketika pasien mengalami perubahan status klinik akibat dari perawatan maupun
pengobatan selama di rumah sakit (Anggraeni1, Hakim & Widjiati, 2016).
Patient safety : Fall Prevention pada pasien dengan resiko jatuh yang tinggi, setiap pasien
memiliki faktor resiko secaara individual sesuai dengan keadaan pasien.. Penjagaan terhadap
resiko jatuh merupakaan hal yang sulit dan kompleks ( joint commission , 2013). Pedoman
praktik terbaik mewakili yang terbaik saat inipendekatan yang diketahui untuk mencegah
jatuh di rumah sakit dan perluintervensi multifaktorial standar yang menangani risiko spesifik
faktor untuk setiap pasien (Mathew, 2021). Yang penting, setiap pasien memerlukan
serangkaian intervensi yang berbeda. Selain menggunakan pendekatan multifaktorial untuk
pencegahan jatuh, ada kebutuhan untuk menyesuaikan intervensi pencegahan di tingkat unit
(misalnya unit pernapasan, unit diologi mobil, unit ortopedi dan unit pasca bedah saraf)
berdasarkan masalah kesehatan umum dan keadaan khusus pasien.
Berdasarkan penelitian dari jurnal “Gap between risk factors and prevention strategies? A
nationwide survey of fall prevention among medical and surgical patients” . Penerapan
kombinasi intervensi 'atau intervensi multifaktorial' di mana orang menerima beberapa
intervensi, tetapi kombinasi dari intervensi ini disesuaikan dengan individu, berdasarkan
penilaian individu yang dikelompokkan ke dalam sembilan kategori berikut
(1) modifikasi lingkungan, termasuk pemeliharaan permukaan lantai yang bersih dan kering,
penguncianrem tempat tidur dan pemasangan rel di kamar mandi dan koridor;
(2)manajemen obat, termasuk review obat dan pendidikan tentang penggunaan obat;
(3) manajemen keseimbangan, mobilitas dan kekuatan, termasuk penggunaan alat bantu
jalan, olahraga dan fisik pelatihan dan observasi dan supervisi;
(4) manajemen kognitif gangguan, termasuk manajemen delirium, terapi kognitif, observasi
dan pengawasan;
(5) manajemen kontinensia, termasuk bantuan toileting dan penggunaan kateter menetap; (6)
manajemen hipotensi postural, termasuk pemantauan tekanan darah postural,
tinjauan obat dan peninggian kepala tempat tidur;
(7) pengelolaan sinkop, pusing dan vertigo, termasuk penilaian dan pengelolaan pusing dan
vertigo dan minimalisasi pemicu asma;
(8) intervensi penglihatan, termasuk observasi dan pengawasan
Prosedur Studi Strategi penyaringan pencegahan jatuh pada pasien dengan resiko jatuh dalam
penelitian menyebutkan beberapa step yang harus dilakukan dan diperhatikan perawata dalam
pelakasanaannya yaitu
Langkah 1: Identifikasi Faktor Penting untuk
Strategi Skrining Risiko Jatuh. Sebelum memulai implementasi
Langkah 2: Penilaian Perawatan Saat Ini
Langkah 3: Penyediaan Alat untuk Menerapkan Risiko Jatuh Strategi Penyaringan
Langkah 4: Pelaksanaan Skrining Risiko Jatuh Strategi
Langkah 5: Evaluasi Pelaksanaan Kejatuhan Strategi Penyaringan Risiko
Orang tua sering tidak sadar memiliki risiko jatuh yang tinggi, dan mereka sering tidak
terbiasa dengan layanan pencegahan jatuh yang tersedia. Ketika penyedia perawatan primer
membantu pasien yang lebih tua untuk mendapatkan akses layanan pencegahan jatuh, ini
dapat menghasilkan hasil kesehatan yang lebih baik untuk pasien ini. Jatuh dan ketakutan
pasien untuk jatuh dapat dikurangi dan keseimbangan pasien, kekuatan, kepercayaan diri,
kualitas hidup, dan kemandirian dapat dipertahankan atau ditingkatkan.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, dimana hal tersebut menjadi salah satu indikator
keberhasilan pelayanan dan citra rumah sakit. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
dan menjamin keselamatan pasien maka setiap ruangan perlu mempunyai program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien agar bisa menjadi budaya.
Pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan berdasarkan Evidence based practice nursing
merupakan solusi agar dalam memberikan pelayanan keperawatan lebih maksimal dan dapat
dipertanggung jawabkan secra ilmiah. Serta meningkatkan kepuasan bagai pasien terhaap
pemenuhan perawatannya dalam hal ini merupakan patient safety : fall prevention.
B. SARAN & RENCANA TINDAK LANJUT
Pelaksanaan EBPN patient safety : fall prevention, sebagai budaya dalam menerapkan
sistem kinerja yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah untuk mencapai
pengoptimalan dalam pemberian asuhan keperawatan dan edukasi pencegahan pada
klien risiko jatuh sebaiknya dapat diterapkan dan digunakan sebagai bahan
pembelajaran bagi keluarga pasien dan pasien serta dapat melibatkan pasien dalam
peraawatan secara mandiri untuk mencapai outcome perawatan yang optimal.