Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber
daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Rumah sakit merupakan institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat (KemenkumHam RI, 2012). Salah satunya adalah
pelayanan keperawatan.

Pelayanan keperawatan yang berkualitas merupakan hal yang sangat diharapkan oleh
pasien. Kualitas pelayanan keperawatan dapat diartikan sebagai sebagai sejah mana
pelayanan yang diberikan oleh perawat baik yang dipersepsikan oleh perawat atau
pasien sebagai tingkat kepuasan pasien (Aron, 2015). Banyak ahli menjelaskan
tentang berbagai indikator untuk menilai kualitas asuhan keperawatan. Salah satuna
menurut Oerdem yang menyajikan 6 (enam) kategori untuk menentukan kualitas
pelayanan keperawatan berdasarkan perseps perawat, yait kepuasan pasien, promosi
kesehatan, pencegahan komplikasi, kesejahteraan dan perawatan diri, adaptasi
fungsional, serta organisasi pelayanan kesehatan (Manuela et al., 2016).

Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan


dalam pelayanan kepada pasien “Safety is a Fundamental Principle of Patient Care
and a Critical Component of Quality Management” (World Alliance For Patient
Safety, Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di rumah
Sakit di Berbagai Negara menunjukan 3-16% angka terebut bukanlah angka yang
kecil. Enam sasaran keselamatan pasien adalah salah satunya pencegahan pasien
resiko jatuh. Keselamatan pasien akan banyak menggunakan prinsip dan metode
menejemen resiko yaitu pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai, dan
menyusun prioritas resiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan
dampaknya.

1
2

Permasalahan pasien jatuh telah menjadi perhatian penting bagi pemerintah dalam
pelayanan pasien di RS melalui Peraturan Menteri Kesehatan
No.1691/MENKES/PER/VIII/2021 tentang keselamatan Pasien Rumah Sakit, Bab 4
pasal 8 bahwa setiap RS wajib mengyupayakan pemenuhan sasaran keselamatan
pasien.

Dalam akreditasi international Joint CommissionInternational (JCI), upaya


penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian
perhatian khusus. Hal ini iseperti disebutkan dalam section 1, chapter 1 yaitu
International Patient Safety Goals (IPSG), khususnya Sasaran 6 yaitu Reduce the Risk
of Patient Harm Patient Harm Resulting from Falls. Maksud dan tujuan sasaran ke 6
akreditasi JCI ini adalah rumah sakit perlu mengevaluasi mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera yang terjadi karena
jatuh.

Berdasarkan penelitian Barnet 2008 menyebutkan bahwa beberapa jenis kelalaian


yang berhubungan dengan pengkajian pasien berisiko jatuh meliputi: tidak adanya
standar prosedur untuk pengkajian, ketidakmampuan perawat untuk mengidentifikasi
pasien terhadap peningkatan risiko cedera akibat jatuh, tidak mampu mengelola
pengkajian, terlambat mengelola pengkajian, tidak adanya waktu yang konsisten
untuk menilai kembali perubahan kondisi pasien, gagal mengenali keterbatasan dari
alat skrining risiko jatuh dan gagal mengkaji kembali kondisi pasien selama dirawat di
rumah sakit.

Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya besar dirumah sakit
(40-60%) dan pelayaanan keperawatan yang diberikan merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan dan memiliki peran yang besar untuk mewujudkan keselamatan
pasien. MenurutNursing Care Centre National Patient Safety Goals (The Joint
Commission, 2015) pada NPSG 09.02.01 tindakan yang dilakukan perawat dalam
pencegahan jatuh yaitu: kaji risiko jatuh pasien, lakukan intervensi risiko jatuh
berdasarkan faktor risiko yang Sudah dikaji, edukasi staf dalam program pengurangan
risiko jatuh yang telah ditetapkan organisasi, edukasi pasien atau keluarga, evaluasi
3

keefektifan dari semua aktifitas pencegahan risiko jatuh termasuk pengkajian,


intervensi dan edukasi
Organisasi nasional keselamatan pasien di Inggris (Nasional Patient Safety
Agency/NPSA) melaporkan bahwa lebih dari 200.000 kejadian jatuh pasien yang
dirawat inap selama 12 bulan (September 2005 hingga Agustus 2006) yang
dilaporkan oleh 98% rumah sakit yang mempunyai pelayanan rawat inap. Dua puluh
enam kejadian jatuh yang dilaporkan ke NPSA berakibat pada kematian dan sebagian
besar kematian tersebut sebelumnya pasien mengalami cedera patah tulang panggul.
Kejadian pasien jatuh di rumah sakit sebanyak 250.000/tahun dan lebih dari 1000
kasus menyebabkan patah tulang (Heathcare Quality Improvement Partnership/HQIP,
2012). Kejadian jatuh di rumah sakit Swiss yang berakibat cedera ringan sebanyak
30,1% dari insiden pasien jatuh 5,1% menyebabkan cedera berat serta
memperpanjang lama perawatan (Schwendimann et al, 2008 dalam HQIP, 2012).

Jatuh tidak hanya berdampak pada peningkatan masalah kesehatan atau kompliksi
penyakit, tetapi juga berdampak pada aspek ekonomi dan kehidupan sosial. Sebagai
salah satu penyebab Hospitalisasi dan factor primer penyebab kematian pada pasien,
menurut davis 1995 yang dikutip dari Tideiksaar 2002 halaman 3, jatuh seharusnya
diidentifikasi sebagai masalah kesehatan yang harus mendapatkan perhatian lebih dan
ditanggulangi dengan sebaik mungkin. Kesadaran akan hal tersebutlah yang
mendasari pelaksanaan program patient safety. Dalam upaya mencegah terjadinya
kejadian yang tidak diharapkan pada pasien yang di rawat perlu di tumbuh
kembangkan kepemimpinan dan budaya rumah sakit yang mencakup
keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan. Dalam sarana pelayanan
kesehatan rumah sakit dalam hal ini, terdapat berbagai pasien dengan berbagai
keadaan dan berbagai macam kasus penyakit. Tiap-tiap pasien adalah suatu
pribadi yang unik dengan berbagai kelainan dan kekhasan masing-masing.

Berdarkan penelitian Purba dan Novieastari pada tahun 2013 jumlah laporan insiden
di Indonesia berdasarkan jenis Rumah sakit yaitu Rumah sakit umum 96,67% dan
Rumah sakit khusus 3,33%. Jumlah insiden berdasarkan pelapor yaitu perawat 90%,
pasien 6,67%, keluarga atau pendamping 3,33%. Laporan insiden berdasarkan
akibatnya yaitu tidak ada cedera 55,17%, cedera reversible 27,59%, kematian 10,34%,
4

cedera ireversibel 6,9%. Pasien yang berisiko jatuh pada tahun 2012 bulan Januari
sampai Agustus di Rumah Sakit Borromeus di Bandung berjumlah 2593 pasien.
Jumlah pasien yang jatuh sebelum ada pencegahan pasien jatuh sebanyak 7 orang
pada tahun 2010, 5 orang pada tahun 2011 dan 4 orang pada tahun 2014.

Salah satu tindakan intervensi pencegahan jatuh pada pasien Risiko Tinggi atau
Sedang menurut Pearson & Andrew (2011) adalah dengan mengaktifkan alarm bed
sepanjang waktu saat pasien di tempat tidur. Pastikan bed terhubung dengan sistem
lampu panggilan juga pasang alarm pada kursi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Dalam penelitian ini dipilih alaram berbasis sensor gerak yang dinamakan Alaram
CAREGA guna memudahkan perawat memonitor pasien dengan resiko jatuh dengan
cara alaram berbunyi bila pasien bergerak menurunkan pagar pengaman pada tempat
tidur. Alaram CAREGA dipilih sebagai alat pengaman tambahan sebab sesuai dengan
kondisi pasien, mudah daplikasikan pada tempat tidur pasien yang sudah tersedia,
ekonomis dan cocok digunakan oleh perawat untuk memonitor pasien yang
menurunkan pagar pengaman tempat tidur kemudian berpindah yang dapat
menyebabkan resiko jatuh.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Salatiga merupakan salah satu rumah sakit
umum di daerah Kota Salatiga, dan telah mendapatkan akreditasi Paripurna Bintang
Lima dari KARS dan juga melaksanakan pencegahan resiko jatuh pasien.
Berdasarkan penelitian Purba dan Noviestari tahun 2013 bahwa kejadian pasien jatuh
lebih sering terjadi di Rumah Sakit Umum. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga
dikelola oleh Pemerintah Kota Salatiga yang mempunyai resiko untuk terjadinya
pasien jatuh, karena banyaknya bangsal perawatan khususnya rawat inap, banyaknya
pasien geriatric dan anak-anak dengan beragam penyakit dan kondisi, serta
merupakan rumah sakit rujukan untuk daerah Kota Salatiga dan sekitarnya, maka
Ruang Flamboyan I tertarik untuk melakukan penelitian tentang keselamatan pasien
yang berdasar dengan inovasi yang berjudul Efektifitas Penggunaan Alaram CAREJA
pada Pasien Resiko Jatuh di Ruang Flamboyan I RSUD Kota Salatiga Tahun 2021.
5

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dianggap perlu diadakan
penelitian yabg berjudul “Efektifitas Penggunaan Alaram CAREJA pada Pasien
Resiko Jatuh di Ruang Flamboyan I RSID Kota Salatiga Tahun 2021” dengan
rumusan masalah “Bagaimana keefektifan pencegahan resiko jatuh dengan
menggunakan alaram CAREJA pada pasien resiko tinggi?”

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penggunaan alat
CAREJA terhadap pencegahan resiko jatuh pada pasien yang dilakukan di
Ruang Flamboyan I RSUD Kota Salatiga
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektivitas intervensi penggunaan alat CAREJA yang
dilakukan di Ruang Flamboyan I RSUD Kota Salatiga
b. Mengetahui edukasi pencegahan resiko jatuh pada pasien di RSUD Kota
Salatiga

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan inovasi yang
dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam intervensi
pencegahan resiko jatuh pasien khususnya di RSUD Kota Salatiga
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk penelitian
selanjutnya dengan metode observasi

E. DEFINISI OPERASIONAL
1. Efektifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan hasil spesifik
(Komaruddin, 1984:79). Efektif dalam penelitian ini adalah ketika pasien
resiko tinggi jatuh tidak menurunkan pagar pengaman tempat tidur.
2. Alarm secara umum dapat didefinisikan sebagai bunyi peringatan atau
pemberitahuan saat sistem mendeteksi adanya gangguan.
3. CAREJA merupakan singkatan dari kata cegah resiko jatuh. Jatuh adalah
suatu kajadian dengan hasil seorang berbaring secara tidak sengaja di tanah
6

atau lantai atau permukaan yang lebih rendah (WHO 2004 dalam Miake-Lye
et al, 2013).

Anda mungkin juga menyukai