Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Rumah sakit merupakan institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(KemenkumHam RI, 2012). Salah satunya adalah pelayanan keperawatan.

Pelayanan keperawatan yang berkualitas merupakan hal yang sangat


diharapkan oleh pasien. Kualitas pelayanan keperawatan dapat diartikan
sebagai sebagai sejah mana pelayanan yang diberikan oleh perawat baik yang
dipersepsikan oleh perawat atau pasien sebagai tingkat kepuasan pasien
(Aron, 2015).

Banyak ahli menjelaskan tentang berbagai indikator untuk menilai kualitas


asuhan keperawatan. Salah satuna menurut Oerdem yang menyajikan 6
(enam) kategori untuk menentukan kualitas pelayanan keperawatan
berdasarkan perseps perawat, yait kepuasan pasien, promosi kesehatan,
pencegahan komplikasi, kesejahteraan dan perawatan diri, adaptasi
fungsional, serta organisasi pelayanan kesehatan (Manuela et al., 2016).

Rumah sakit memberikan paradigma yang baik kepada masyarakat tentang


kualitas pelayanan yang diberikan, baik pada rumah sakit pemerintah maupun
ruma sakit swasta (Montagu et a., 2011). Begitu juga dengan rumah sakit di
Salatiga berupaya untuk memperleh kepercayaan masyakat dengan
mengemukakan pelayanan yang efisien dan berkualitas. Rumah sakit mum
daerah merupakan bagian dari industri jasa pelayanan yang ada, sayannya
citra rumah sakit daerah sebagai rumah sakit yan bersih, nyaman, dan aman
dimata masyarakat kurang baik dibandingkan dengan pelayanan keseatan di
rumah sakit swasta (Supartiningsih, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Yousapronpaiboon tahun 2013 di Thailand
menunjukan bahwa terdapat perbedaan kualias pelayanan antara rumah sakit
swasta dan rumah sakit pemerintah. Kualitas pelayanan yang dirasakan oleh
pasien lebih baik rumah sakit swasta dibanding dengan rumah sakit daerah.
Hal serupa juga ditemukan oleh Irfan dan Ijaz tahun 2011 di Pakistan, dimana
kualtas pelayanan yang lebih baik dirasakan di rumah sakit swasta
dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah. Salah satu faktor yang
mepengarui kualitas pelayanan keprawatan adalah budaya kerja perawat itu
sendiri.

Budaya keja tentunya tidak terlepas dari udaya organisasi, sebab budaya kerja
diturunkan dari budaya organisasi yang merupakan pola dari asumsi dasar
yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh satu kelompok tertentu
dngan maksud agar orgaisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-
masalh yan timbulakbat adaptasi eksternal maupun internalyang suda berjalan
Riani, 2011). Penerapan nilai-nlai budaya kerja dilingkungan kerja diakukan
untuk pengembangan jatidiri karyawan, apratur termasuk juga perawat dalam
memberikan pelayanan yang paripurna dirumah sakit.

Indikator budaya kerja bersifat baik dan kurang baik. Indikator budaya keja
yang bersifat baik antara lain, perilaku ramah tamah, gotong royong, perilaku
bkerja keras, serta optimis. Sedangan indkator yang bersifat kurang baik
antara lain, tidak disipling, tidak jujur, tidak tegas,dan tidak pecaya diri
(Tillot, 2013). Keidakmampuan menanamkan budaya kerja yang baik akan
dipengaruhi kemampuan untuk mempertahankan kualitas perawatan
kesehatan dan akan bedampak buruk erhadap kepuasan pasien serta
produktfitas diatara staf (Tillot, 2013). Sebuah organisasi dengan budaya yang
kurang baik beresiko tinggi gagal dalam perannya dengan megabaikan
harapan para pasien dan pihak-pihak yan bergantung pada layanan yang
diberikanya.

Faktor lain yang juga dapat untuk memengaruhi kualitas pelayanan yang
terkait dengan budaya kerja adalah, dengan banyaknya penunggu atau
pembesuk pasien. Pengunjung pasien adalah orang yang datang ke rumah
sakit untuk melakukan kegiatan yang dapa dilakukan tanpa harus menginap di
rumah sakit, sedangkan penunggu pasien adalah oang yangdatang kerumah
sakit dengaan tujuan untuk menunggui keluarga atau kerabatnya yang sedang
dirawat di rumah sakit, dengan cara menginap di rumah sakit yang
bersangkutan Irma Nurjanah, 2011).

Hal tersebut banyak dijumpai pada rumah sakit umum milik pemerintah,
walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pada rumah sakit swasta, yang
keadaanya relatif lebih baik. Perilaku dan kebiasaan para pembesuk dan
penunggu pasien yang sering terlihat di rumah sakit di Indonesia masih
menunjukan pola kegiatan bersama. Hal ini dikarenakan sebagian pendapat
yang mengatakan bahwa dijaman yang semakin maju dan milenial ini orang
cenderung mengabaikan dan meninggalkan kegiatan berama, orang lebih
bersifat indvidual dalam segala aspek kehidupan. Banyaknya pengunjng dan
penunggu pasien di rumah sakit ada beberapa faktor pendukung, salah satunya
adalah kebudayaan masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat agraris
yang bercirikan kebersamaan dan kerja kelompok. Ciri ini didasari oleh
adanya kedekatan hubungan baik secara kekerabatan maupun kesukubangsaan
Irma Nurjanah, 2011).
Dewasa ini pembatasan pengunjung dan penungu pasien di rumah sakit sangat
dperlukan demi tercapainya budaya kerja yang jah lebih baik, meingkakan
pelayanan keperawatan, keamanan bagi pasien, mencegah terjadiya infeksi
nosokomial, dan mencegah terjadinya penyebaran virus yang dapat ditularkan
baik dari pasien kepenunjun dan keluarga pasien atau dari pengujung dan
keluarka pasien kepada pasien. Beberapa hasil penelitian tentang penungu
pasien di rumah sakit yaitu penelitian yag dilaukan oleh (Nurjanah 2011),
tentang periaku penunggu pasien di Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara
diperoleh hasil perilaku menungui pasien dalam jumlah yang lebih dari satu
orang timbul dari adanya budaya yang melatarbelakangi kehidupan berama
dan berkelompok.

Di RSUD Kota Salatiga yang dikelola oleh Pemerintah Kota Salatiga juga
menghadapi tunutan dari beberapa lapisan masyarakat untuk diadakannya jam
kunjung atau jam besuk, mesikipun dalam preraturan direktur terkait
pencegahan penularan wabah virus yang sedang terjadi Indonesia belum
diberlakukannya jam kunjung pasien. Dan masih banyak dijumpai penungu
pasien lebih dari satu penungu. Tidak hanya itu saja bahkan sering kelolosan
pasien dijenguk oleh pihak keluarga.

Sesuai dengan adanya surat edaran Nomor: 445/1456/402.1 tahun 2020


tentang upaya pencegahan Covid 19. Dalam rangka upaya pencegahan covid
19 serta demi kenyamanan dan ketertiban civitas RSUD Kota Salatiga, belum
diberlakukannya jam besuk. Serta belum adanya surat edaran baru untuk
sudah diadakanya jam besuk oleh direktur RSUD Kota Salatiga, dan adanya
komplain dari keluarga pasien bahwa sering banyaknya penunggu dan
pembesuk pasien yang dapat masuk kedalam ruangan rawat inap sehinga
menyebabkan ruangan menjadi kotor dan tidak nyaman. Serta menggangu
pelayanan keperawatan sehingga tidak berjalan optimal, serta menjadi budaya
kerja yang kurang baik.
Kasus penunggu pasien yang lebih dari satu orang, dan adanya pasien yang
dibesuk oleh pihak keluarga dapat ditanggulagi dengan adaya kartu tunggu
pasien yang diberikan saat pasien tesebut mendaftar untuk mencari kamar
rawat inap (TPPRI). Selain untuk mengoptimalkan pelayanan keperawatan
diruangan, kartu penunggu pasien dapat membantu menghindari komplain
dari pasien yang lain, menjadikan budaya kerja yang lebih baik, juga dapat
menghindari ketidak tertiban pengunjung pasien masuk kedalam kamar
perawatan.

Berdasarka dengan uraian diatas maka Ruang Flamboyan I tertarik untuk


mengangkat judul “Efektivitas Pemberian Kartu Tunggu Pasien Terhadap
Peningkatan Pelayanan Keperawatan di RSUD Kota Salatiga”

B. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada efektivitas dan perbedaan peningkatan budaya kerja, peningkatan
pelayanan keperawatan dan kepuasan pasien di RSUD Kota Salatiga

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas kartu tunggu terhadap peningkatan pelayanan
keperawatan di RSUD Kota Salatiga
2. Tujuan Khusus
a. Tidak ada pasien yang dibesuk selama rawat inap di ruangan
b. Selama pasien rawat inap tidak ada yang di tunggu lebih dari satu orang,
kecuali pasien dengan kondisi tertentu yang boleh ditunggu maksimal 2
orang dengan seizing dokter yang merawat dan penunggu pasien telah
lolos screening
c. Menjaga ketertiban dan menciptakan suasana kondusif untuk kesembuhan
pasien
D. MANFAAT
1. Hasil dari pemaparan ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak
management rumah sakit, khususnya wadir pelayanan dalam
mengevaluasi budaya kerja, dan inovasi kartu tunggu yang diberikan oleh
petugas saat pasien mencari kamar rawat inap.
2. Memberikan konstribusi terhadap peningkatan pelayanan yang ada di
RSUD Kota Salatiga.
3. Dapat menjadi bahan yang digunakan dalam menganalisis dan
memecahkan permasalahan tentang penunggu dan pengunjung pasien di
RSUD Kota Salatiga
4. Meningkatnya ketertiban penunggu pasien selama mendampingi pasien
saat rawat inap

Anda mungkin juga menyukai