Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan perawat dalam upaya pelayanan kesehatan merupakan faktor

penentu citra dan mutu rumah sakit, disamping itu tuntutan masyarakat terhadap

pelayanan perawat yang bermutu semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya kesadaran akan hak dan kewajiban dari masyarakat. Pelayanan

kesehatan di Indonesia, khususnya pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini

sedang mendapat perhatian dari masyarakat (Mandagi, 2015). Pelayanan

keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan

kepada pasien yang tiba- tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi

gawat dan terancam nyawanya bila tidak mendapat pertolongan secara cepat

dan tepat (Musliha, 2010 dalam Kaloa, 2017).

Dewasa ini rumah sakit dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas

dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Pelayanan kesehatan ini

meliputi pelayanan di unit rawat jalan, unit rawat inap, unit gawat darurat,

maupun di unit perawatan intensif (ICU) (Paryanti, 2007). Pelayanan di IGD

tersebut harus dituntut untuk selalu efektif dalam melayani siapapun pasien yang

datang. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit krusial dari suatu

rumah sakit yang berfungsi sebagai pintu utama dalam penanganan kasus

kegawatdaruratan (Ardiyani, 2015).

1
Menurut World Health Organization (WHO), 2014 Keselamatan pasien

merupakan masalah keseahatan masyarakat global yang serius. Di Eropa

mengalami pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis

menunjukkan 50-72,3%. Di kumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di

berbagai Negara, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 % (Lambogia,

2016).

Pada tahun 2017 data kunjungan pasien ke IGD di seluruh Indonesia

mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU dengan jumlah

kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan jumlah RSU

1.033 dari 1.319 rumah sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian

memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat

(Kepmenkes, 2017).

Adapun kepuasan pasien atas pelayanan keperawatan yang diberikan

tidak lepas dari kesiapan dan kemampuan perawat yang melayaninya termasuk

kesiapan untuk memenuhi kebutuhan pasien, menerima pasien, menjaga privasi

pasien, menjawab beberapa pertanyaan tentang kesehatan pasien dengan sopan

dan bijaksana sehingga hal yang diharapkan pasien dapat tercapai (Margaretha,

2010). Tingginya tingkat pelayanan yang baik, maka akan menimbulkan rasa

puas dan sikap yang tertib dari masyarakat. Hal ini dikarenakan kepuasan

merupakan suatu perasaan senang atau kekecewaan seseorang yang berasal dari

perbandingan antara kesannya terhadap kinerja yang ada disuatu tempat

pelayanan. Namum sebanyak apapun pelayanan publik yang ada, tentu masih

ada beberapa tempat dan pelayanan yang tidak terlalu memberikan pelayanan
2
yang ekstra dan memuaskan, sehingga masih banyak masyarakat yang masih

mearasa kecewa, sehingga dijumpai banyak permasalahan yang berkaitan

dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat (Rizky, 2016).

Sehubungan hal tersebut IGD sebagai ujung tombak pelayanan di rumah

sakit dituntut untuk selalu siap melayani pasien, kesiapan itu meliputi

peningkatan pelayanan dan sumber daya manusia baik pelayanan medis,

pelayanan keperawatan dan non keperawatan. Di IGD hampir setiap saat ada

kasus kegawatan yang harus segera mendapat pelayanan dan disinilah perawat

yang selalu kontak pertama dengan pasien selama 24 jam. Penggunaan SIMRS

dapat meningkatkan efisiensi dalam memberikan pelayanan kesehatan. Selain

itu, penggunaan SIMRS juga dapat meningkatkan efektifitas, akurasi, dan

mencegah kesalahan dalam proses memasukkan data (Hadi, 2015).

Perawat harus memiliki dasar pengetahuan dan kompetensi mengenai

protokol pelaksanaan dan implementasi untuk mencegah terjadinya komplikasi

(Suprapto 2015 dalam Kaloa, 2017). Oleh karenanya perawat IGD disamping

mendapat bekal ilmu pengetahuan keperawatan juga perlu untuk lebih

meningkatkan ketrampilan yang spesifik seperti tambahan pengetahuan

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD). Juga melalui pelatihan yang

harus dilakukan oleh perawat IGD diantaranya basic life support, dan Advance

Cardiac Life Support (ACLS) agar dapat melakukan resusitasi semua sistem.

Selain itu juga dijelaskan bahwa mutu pelayanan rumah sakit sangat di

pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber

daya manusia.(Depkes RI 2006 dalam Kambuaya, 2016). Salah satu cara rumah
3
sakit meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan mengadakan atau memberikan

pelatihan keterampilan dan pendidikan kelanjutan yang berhubungan dengan

kompetensi dari perawat itu sendiri (Duminggu, 2015)

Pengalaman kerja perawat juga berpengaruh terhadap pelayanan

keperawatan di ruang IGD rumah sakit. Hal ini didukung oleh teori Robin

(2007) yang mengatakan bahwa tidak ada alasan yang meyakinkan bahwa

orang- orang yang telah lebih lama berada dalam suatu pekerjaan akan lebih

produktif dan bermotivasi tinggi ketimbang mereka yang senioritasnya yang

lebih rendah (Maatilu, 2014 dalam Kaloa, 2017).

Instalasi gawat darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat

darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan

hidup klien yang didasarkan atas SOP pelayanan kegawat daruratan. Respons

time perawat merupakan gabungan dari waktu tanggap atau waktu respon

perawat saat pasien tiba didepan pintu rumah sakit, sampai mendapatkan

tanggapan atau respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu

pelayanan yaitu waktu yang diperlukan pasien sampai selesai (Haryantun, 2008

dalam Pisu, 2015). Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada

pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan

kemampuan perawat sehingga dapat menjamin suatu pananganan gawat darurat

dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat terutama triage

pasien(Kepmenkes, 2009).

Selain itu pelaksanaan triage juga merupakan bagian dari SOP pelayanan

kegawat daruratan. Triage diartikan sebagai proses memilah pasien menurut


4
tingkat keparahannya . Fenomena yang terjadi di beberapa IGD rumah sakit

ternyata tidak semua kasus pasien yang datang merupakan kasus dengan kondisi

gawat darurat yang mengancam jiwa, namun ada beberapa kasus yang termasuk

pasien dengan kategori false emergency. Salah satu cara untuk pasien false

emergency adalah dengan melaksanakan triage di IGD tersebut (Ainiyah, 2015).

B. Kajian Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Kabupaten Kolaka Timur

didapatkan bahwa jumlah pasien rawat inap tahun 2014 berjumlah 195 orang,

tahun 2015 berjumlah 339 orang, tahun 2016 berjumlah 900 orang dan pada

tahun 2017 mencapai 1.119 pasien. Jumlah perawat IGD adalah 42 orang.

Data yang diperoleh di RSUD Kabupaten Kolaka Timur setelah peneliti

melakukan observasi awal untuk mendapatkan data awal mengenai response

time perawat. Dari 20 pasien yang masuk di IGD ketika ditangani oleh perawat

kemudian dijadikan sampel awal, diperoleh hasil response time perawat dari

waktu pasien tiba di pintu IGD hingga mendapat penanganan oleh perawat yang

bertugas di IGD yaitu rata – rata waktu yang dibutuhkan oleh perawat IGD yaitu

7 menit. Hal ini bila dibandingkan dengan Kepmenkes Tahun 2009 masih lebih

lama dari standar yang telah ditetapkan mengenai standar pelayanan minimal

rumah sakit di IGD yaitu ≤ 5 menit. Selain itu, hasil observasi dengan 5 orang

pasien mengatakan bahwa mereka membawa keluarga yang sesak napas namun

persediaan O2 tidak ada, hanya ditemui tabung oksigen yang kosong atau tidak

sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga mereka menunggu dalam waktu yang

lama untuk dicarikan oksigen terlebih dahulu. Selain itu pasien juga
5
mengeluhkan kekurangan kursi roda untuk memindahkan atau menjemput

pasien yang baru masuk atau pindah ruangan.

Berdasarkan studi awal peneliti di rumah sakit umum daerah Kabupaten

Kolaka Timur tidak didapatkan SOP GD paten yang menjadi rujukan dalam

memberi pelayanan kegawat daruratan. Hasil observasi ditemukan pasien masuk

ke IGD tidak melalui tahap triage score seperti yang tercantum dalam SOP

pelayanan pada umumnya. Pemeriksaan fisik pasien juga terlihat dilewatkan

oleh perawat. Pemberian tindakan kegawatdaruratan mayoritas diambil alih oleh

perawat yang telah dianggap senior di ruangan IGD yang tingkat pendidikannya

telah sampai pada perawat provesional. Dua orang keluarga pasien mengatakan

pemberian pelayanan tidak memprioritaskan pasien yang dalam keadaan gawat,

mereka mengatakan mengatar keluarga yang mengalami sesak napas tetapi

didahulukan pasien yang hanya mengalami luka di kaki.

Hasil wawancara dengan 6 orang perawat IGD didapatkan keterangan

bahwa hanya 2 orang yang pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan yang

sering dikenal dengan BTCLS, 4 orang mengatakan bahwa mereka merupakan

perawat dengan status tenaga sukarela yang baru masuk 1 tahun yang lalu. 5

orang diantara mereka adalah tamatan pendidikan diploma perawart. Menurut

kepala ruangan IGD dijelaskan bahwa 70% tenaga perawat IGD adalah tamatan

D3 dan mereka merupakan tamatan baru sehingga masih butuh pembimbingan

lebih lanjut dalam memberikan pelayanan yang profesional kepada pasien. Salah

seorang pasien menjelaskan ada perbedaan kenyamanan dan keramahan perawat

6
senior dengan perawat yang masih baru. Perawat senior lebih terlihat lebih sopan

dan mudah membangun komunikasi serta mendengarkan keluhan pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan

penelitian tentang “ faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan SOP pasien di

ruangan IGD rumah sakit umum daerah Kabupaten Kolaka Timur”.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan tingkat pendidikan perawat dengan pelaksanaan SOP

pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah Kabupaten Kolaka Timur?

2. Apakah ada hubungan pengalaman kerja perawat dengan pelaksanaan SOP

pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah Kabupaten Kolaka Timur?

3. Apakah ada hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan pelaksanaan SOP

pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah Kabupaten Kolaka Timur?

4. Apakah ada hubungan ketersediaan sarana prasarana dengan pelaksanaan SOP

pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah Kabupaten Kolaka Timur?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan SOP pasien di ruangan IGD

rumah sakit umum daerah Kabupaten Kolaka Timur.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan perawat dengan

pelaksanaan SOP pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah

Kabupaten Kolaka Timur


7
b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengalaman kerja perawat dengan

pelaksanaan SOP pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah

Kabupaten Kolaka Timur.

c. Untuk mengetahui hubungan tingkat pelatihan kegawatdaruratan dengan

pelaksanaan SOP pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah

Kabupaten Kolaka Timur.

d. Untuk mengetahui hubungan ketersediaan sarana prasarana dengan

pelaksanaan SOP pasien di ruangan IGD rumah sakit umum daerah

Kabupaten Kolaka Timur

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi instansi terkait

Sebagai bahan masukan dan informasi kepada instansi khususnya

pemerintah daerah setempat, kesehatan, pendidikan dan instansi terkait

lainnya serta para pengambil kebijakan (pemerintah) tentang faktor yang

berhubungan dengan pelaksanaan SOP IGD.

b. Bagi ilmu pengetahuan

Sebagai bahan referensi baru tentang keilmuan dalam hal faktoir

faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan SOP IGD

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat dijadikan masukan

untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

8
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi dalam

menyusun dan merencanakan tindakan kesehatan yang lebih berdayaguna

khususnya yang berkaitan dengan faktor lain yang berhubungan dengan

pelaksanaan SOP IGD.

b. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan kepada petugas kesehatan terutama perawat yang bertugas di

ruangan IGD agar lebih memberikan pelayanan yang maksimal.

c. Bagi responden atau Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat tentang alur pelayanan di ruangan IGD.

F. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Kaloa (2017) tentang hubungan karakteristik perawat dengan

kepatuhan terhadap standar operasional prosedur pemasangan infus di

Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.

2. Selain itu penelitian Angga (2016) tentang efektivitas pelayanan penanganan

pasien di instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Petala

Bumi Kota Pekanbaru.

3. Lebih lanjut penelitian Pisu (2015) tentang hubungan respons time perawat

dengan kepuasan pasien di instalasi gawat darurat rsup prof. Dr. R. D.

Kandou manado.
9
4. Kemudian penelitian Hadi (2015) tentang Pengembangan Alur Pasien dan

Berkas Rekam Medis sebagai Optimalisasi Sistem Informasi Rekam Medis

5. Penelitian Lombogia (2016) tentang hubungan perilaku dengan kemampuan

perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient safety) ruang akut

instalasi gawat darurat RSUP DR. Kandou Manado.

6. Lebih lanjut penelitian Warsito (2012) tentang hubungan karakteristik

perawat, motivasi, dan supervisi dengan kualitas dokumentasi proses asuhan

keperawatan.

7. Penenelitian Hartati (2007) tentang hubungan tingkat pengetahuan perawat

dengan ketrampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir / suction di

ruang ICU RSUD DR. Margono Soekarjo Purwokerto

8. Penelitian Kawatu (2014) tentang Hubungan Antara Pendidikan Dan

Pelatihan Serta Penghargaan Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM Kota Manado

10

Anda mungkin juga menyukai