Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan titik masuk yang sangat penting untuk
pelayanan kesehatan bagi pasien yang membutuhkan pelayanan (Suryoto, 2014).
Instalasi gawat darurat (IGD) adalah gambaran krusial antara layanan gawat
darurat medis dan rumah sakit. Instalasi gawat darurat menjadi pilihan akses rute
utama ke sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit (Christ et al., 2010).
Pelayanan pasien gawat darurat merupakan pelayanan yang membutuhkan
pelayanan segera artinya pelayanan tersebut harus cepat, tepat, dan cermat dalam
mencegah kematian atau kecatatan (Kartikawati, 2019). IGD memiliki tujuan
yaitu melakukan pelayanan kesehatan secara optimal bagi pasien secara cepat dan
tepat serta terpadu dengan penanganan kegawatdaruratan untuk mencegah
kematian dan kecacatan (to save life and limb) dengan waktu penanganan atau
respon time selama lima menit dan waktu definitf yang tidak lebih dari dua jam
(Basoki dkk, 2008).

Beberapa tahun terakhir instalasi gawat darurat di United Stated telah melihat
peningkatan volume kunjungan pasien sekitar 30 juta pasien per tahun
(Department o Health, 2012). Tahun 2007, data kunjungan pasien ke instalasi
gawat darurat (IGD) di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 pasien (13,3% dari
total seluruh kunjungan di RSU) dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan
IGD berasal dari rujukan dengan jumlah rumah sakit umum 1.03 unit dari 1.319
unit rumah sakit yang ada. Jumlah yang signifikan kemudian memerlukan
perhatian yang cukup besar dengan pelayanan gawat darurat (Keputusan Menteri
Kesehatan,2009). Kemeudian pada tahun 2011 – 2012 pelayanan kegawatdarurat
mengalami peningkatan dari 98,80% menjadi 100% dengan berbagai banyak
keluhan pasien (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Berdasarkan data
yang didapat dari rekam medis di RSUD dr doesilo kabupaten tegal pasien yang
dating ke IGD pada tahun 2017 sebanyak 19.800 pasien, kemudian pada tahun

1
2

2018 sebanyak 21.600 pasien, dan tahun 2019 sebanyak 28.800 pasien. Hasil ini
menunjukan adanya peningkatan kunjungan pasien di IGD. Hasil observasi
pengambilan data pada bulan desember 2019 ditemukan 6 dari 12 perawat
melakukan tindakan tidak sesuai dengan ketegoti triase, dalam 1 shif terdapat 5-6
pasien yang seharusnya bias ditangani di poli rawat jalan dimasukan ke ugd yang
akhirnya ada pasien yang membutuhkan penanganan yang segera tidak tertangani
dengan maksimal, dan pada bulan desember ada 2-3 perawat dengan triase
kategori kuning dengan luka bakar <25% tidak ditangani,perawat menangani
pasien dengan kategori hijau.

Penanganan gawat darurat di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit


mempunyai filosofi yaitu Time Saving Its Live Saving biasa diartikan waktu
adalah nyawa atau seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat
darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingat pada kondisi
pasien yang dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti
bernafas 2 – 3 menit pada manusia dapat mengakibatkan kematian yang fatal
(Sutawijaya, 2009). Ukuran keberhasilan adalah response time selama 5 menit
dan factor definite 2 jam (Basoeki dkk, 2008). Respons time juga dikategorikan
dengan prioritas 1 (P1) pasien gawat darurat dengan penanganan 0 menit,
Prioritas 2 (P2) pasien gawat dengan penanganan <30 menit, Prioritas 3 (P3)
pasien darurat dengan penanganan <60 menit. Hal ini dapat dicapai dengan
meningkatkan sarana dan prasarana sumber daya manusia dan manajemen IGD
rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes, 2009).

Response time atau waktu tanggap menjadi salah satu indikator mutu pelayanan,
dimana hal ini merupakan indikator proses untuk mencapai indikator hasil yaitu
kelangsungan hidup. Salah satu indikator keberhasilan penanganan
kegawatdaruratan yaitu kecepatan dalam memberikan pertolongan yang memadai
kepada penderita gawat darurat (Moewardi, 2003). Keberhasilan waktu tanggap
atau respon time sangat tergantung pada kecepatan yang tersedia dan kualitas
dalam memberikan pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah
3

kecacatan sejak di tempat kejadian sampai pertolongan rumah sakit (Gustia,


2018). Respon time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien dihitung
sejak pasien dating sampai dilakukan penanganan (Suhartati et al, 2011). Hasil
penelitian yang dilakukan Tumbuan tahun 2015 menyebutkan bahwa adanya
keterlambatan respon time perawat pada penanganan pasien gawat darurat di IGD
RSU Pancaran Kasih GMIM dan RSU Tk. III Robert Wolter Monginsidi Manado.
Respon time sangat berpengaruh terhadap implementasi keperawatan di setiap
instalasi gawat darurat rumah sakit. Hasil penelitian Apriani dan Febriani (2017)
di IGD RSI SITI KHADIJAH Palembang didapatkan hasil ada hubungan yang
signifikan antara kegawatdaruratan dengan respon time.

Hasil beberapa penelitian masih terdapat keterlambatan Respons Time (waktu


tanggap) di beberapa rumah sakit. Penelitian yang dilakukan oleh Maatilu (2014)
respon time pada penanganan pasien gawat darurat di IGD RSUP PROF> Dr.R.D
Kandou Manado didapatkan respon time perawat dalam penangannan kasus gawat
darurat rata-rata lambat (>5 menit). Penelitian yang dilakukan oleh Noor (2009)
respon time pada penangannna pasien di IGD RSUP persahabatan didapatkan
waktu tanggap 7,45 menit. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Achmad
(2012) di IGD RSUD Panenbatan senopati Bantul menunjukan bahwa perawat
mempunyai waktu tanggap cepat (<5 menit) sebanyak 12 orang (60%) dan waktu
tanggap lambat (>5 menit) sebanyak 8 orang (40%). Penelitian yang dilakukan
oleh Waode NurIsnah sabriyati (2012) di instalasi gawat darurat bedah dan
instalasi gawat darurat non bedah RSUP dr. wahidin sudirohusodo menunjukan
bahwa ketepatan waktu tanggap 8 menit dengan penanganan kasus IGD bedah
yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat. Pada IGD non-bedah yaitu 82,1%
tepat dan 17,9% tidak tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Tumbuan (2015) hasil
respon time perawat dalam menangani kasus gawat darurat di IGD RSU GIMM
kooloran Amurang kebanyakan (57,1%) lambat. Terdapat beberapa faktor yang
berhubungan dengan waktu tanggap perawat dalam melakukan tugasnya, faktor
tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
pengetahuan, pendidikan, lama kerja, umur,motivasi dan jenis kelamin. Faktor
4

eksternal adalah imbalan dan sarana prasarana (Ahmad, 2012). Tersedianya


sarana prasarana seperti ketersediaan stretcher yang terkadang menyebabkan
pasien harus menunggu lama (Sabriyati dkk, 2012).

Triase merupakan pengelompokan pasien berdasarkan berat cideranya yang harus


diprioritaskan ada tidaknya gangguan airway, breathing, circulation sesuai
dengan kondisi pasien, sarana, dan sumber daya manusia (Musliha, 2010). Sistem
triase merupakan salah satu penerapan sistem manajemen risiko di IGD sehingga
pasien yang datang ke rumah sakit mendapatkan pertolongan secara tepat dan
cepat sesuai dengan kebutuhan pasien dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia. Setiap pasien yang datang ke IGD dilakukan triase berdasarkan prioritas
kegawatannya (Kartikawati, 2019). Pengambilan keputusan triase berdasarkan
pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan
umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus (Oman, 2008). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yanty, Darwin dan Misrawati (2011) didapatkan
petugas kesehatan IGD mayoritas memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap
tindakan triase berdasarkan prioritas sebanyak 17 orang responden (53,1%) .
mayoritas petugas kesehatan IGD memiliki sikap yang positif terhadap tindakan
triase berdasarkan prioritas sebanyak 19 orang responden (59,4%) dan sebagian
besar petugas kesehatan IGD melakukan tindakan triase berdasarkan prioritas
sesuai prosedur sebanyak 18 orang responden (56,3%). Hasil penelitian Nonutu
dkk (2015) berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di IGD RSUP Dr. R. D.
Kandou Manado, didapatkan pelaksananan triase pada kunjungan pasien dengan
kategori jumlah pasien sama atau kurang dari jumlah perawat pelaksanan
sebanyak 77 responden (75,49%) tepat pelaksanaan triase dan 25 responden
(24,50%) tidak tepat, sedangkan pelaksanaan triase pada kunjungan pasien dengan
kategori jumlah pasien melebihi jumlah perawat pelaksana sebanyak 6 responden
(17,64%) tepat pelaksanaan triase dan 28 responden (82,35%) tidak dapat
pelaksanaan triase.
5

Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan


dan pemindahahn yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triase adalah kondisi
klien yang meliputi: Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan
kecacatan yang memerlukan penanganann dengan cepat dan tepat, Darurat adalah
suatu keadaaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganna yang
cepat dan tepat, Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway/ jalan nafas, Breathing/ pernafasan,
Circulation/ sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal/ cacat
(Wijaya, 2010). Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 kategori
yaitu Gawat darurat/ prioritas 1 (P1) keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera, Gawat tidak darurat/Prioritas 2 (P2)
keadaan yang mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
Darurat tidak gawat/Prioritas 3 (P3) keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
membutuhkan tindakan darurat, Tidak gawat tidak darurat/ prioritas 4(P4)
keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan darurat. Hasil
penelitian Mahyati(2015) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
kegawatdaruratan dengan waktu tanggap dimana pasien semakin tinggi tingkat
kegawatan pasien maka waktu tanggap akan semakin cepat. Triase merupakan
proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik(Brooker, 2008).

Prioritas kegawatan dibagi menjadi 4 kategori yaitu warna merah untuk pasien
yang mengalami kondisi gawat darurat, warna kuning untuk kondisi gawat dan
tidak darurat, warna hijau untuk kondisi tidak gawat dan tidak darurat, dan warna
hitam untuk death arrival (Sudrajat, 2014). Pengkategorian triase secara akurat
merupakan kunci dalam melakukan tindakan yang efisien di IGD. Akan tetapi,
jika penanganan pasien di IGD tidak dilakukan dengan menggunakan triase dapat
mengakibatkan penundaan pada pasien kritis sehingga berpotensi mematikan
pasien yang kritis. Ketidaktepatan penilaian triase akan memperpanjang waktu
penanganan yang seharusnya diterima oleh pasien sesuai dengan kondisi
6

klinisnya, sehingga berisiko menurunkan angka keselamatan pasien dan kualitas


layanan kesehatan (Khairini, 2018). Hasil penelitian Apriani dan Febriani tshun
2017 di IGD RSI Siti Khadijah menunjukan bahwa pelaksanaan triase sangat
mempengaruhi respon time, jika triase tidak dilakukan dengan tepat maka akan
memperlambat waktu tanggap atau respon time yang akan diterima pasien.

Fenomena yang terjadi di IGD yakni penerapan triase belum dilakukan dengan
maksimal sehingga banyak pasien yang tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat sesuai kondisinya. Respon time yang cepat dan tepat atau sesuai
standar yang ada akan membantu perawat dalam memberikan pelayanan yang
teapt sesuai dengan jenis keluhan yang dialami oleh pasien. Keterlambatan
penanganan di IGD dapat mengakibatkan kecacatan atau kematian. Studi yang
dilakukan oleh matillu membuktikan respon time perawat pada penangann pasien
gawat darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha penyelamatan pasien
dan terjadinya perburukan kondisi pasien (Mattilu, Mulyadi and Malara,2014).

Semua pasien yang datang ke IGD RSUD DR SOESILO ditriase oleh perawat
yang sudah ditentukan dalam jadwal dinas setiap kali bertugas. Pasien di triase di
ruang triase di depan pintu masuk IGD dan setelah ditentukan jenis triase pasien
lalu diarahkan kedalam ruang tindakan sesuai kegawatannya. Hasil wawancara
dengan kepala IGD dan perawat IGD jumlah kunjungan pasien untuk satu kali
dinas perhari nya mencapai lebuh dari 45pasien/shif,sehingga untuk satu harinya
jumlah pasien dating ke IGD kurang lebih 130 pasien. Dengan banyaknya
kunjungan pasien menyebabkan ketidak seimbangan perbandingan tenaga medis
dokter dan perawat yang dinas ( 1 dokter, 5 perawat) dengan jumlah pasien yang
masuk, sehingga berdampak pada respon time yang diberikan terhadap pasien.

Hasil pengamatan peneliti dari 10 orang perawat, 5 diantaranya menunjukan


respon time yang tidak sesuai dengan skala triase yang digunakan dalam
penerimaan pasien baru di IGD. Masih banyak pasien dengan kategori atau skala
2 mendapatkan respon time yang lebih dari seharusnya yaitu 10 menit. Penerapan
7

triase yang benar sangat penting dilakukan di IGD karena akan mempengaruhi
prioritas penentuan pasien. Penentuan pasien yang keliru akan meningkatkan
angka mordibitas dan mortalitas serta menurunkan mutu pelyanan.

Berdasarkan analisa diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul tentang


hubungan kategori triase dengan respon time perawat di RSUD dr. Soeselo Slawi
Kabupaten Tegal.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui “hubungan kategori triase dengan
response time di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo
Slawi Kabupaten Tegal”.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mengidentifikasi kategori triase di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soeselo Slawi Kabupaten Tegal.
1.2.2.2 Mengidentifikasi response time di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soeselo Slawi Kabupaten Tegal.
1.2.2.3 Mengetahui hubungan kategori triase dengan respon time di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo Slawi Kabupaten Tegal.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk
menentukan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan keperawatan kegawatan.

1.3.2 Bagi Profesi Keperawatan


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan bagi pendidikan
sarjana keperawatan mengenai pengaruh kategori triase dengan respon time
perawat.
8

1.3.3 Bagi Penelitian Selanjutnya


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi untuk penelitian
selanjutnya tentang hubungan kategori triase dengan respon time perawat.

Anda mungkin juga menyukai