Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan

diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses

khusus memilah pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan

jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk

menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan

suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan

serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan

perawatan di IGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).

Triase juga di terapkan dalam lingkup bencana atau musibah massal.

Tujuan triase pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber daya yang

minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada korban

massal dengan korban puluhan atau mungkin ratusan dimana penolong baik

jumlah, sarana, kemampuan dan prasarana belum mencukupi, maka di

anjurkan menggunakan teknik Simple Triage and Rapid Treatment (START).

Triase dapat diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokan pasien

berdasarkan berat cideranya yang harus di prioritaskan ada tidaknya

gangguan Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C) sesuai dengan

sarana, sumber daya manusia dan apa yang terjadi pada pasien, ruang triase

tersebut berada di dalam ruang IGD sehingga ruang IGD tersebut menjadi

sangat penting karena merupakan bagian utama penerimaan pasien di Rumah

1
Sakit (Siswo, 2015). Sistem triase yang sering di gunakan dan mudah dalam

mengaplikasinya adalah menggunakan START (Simple triage and rapid

treatment) yang pemilahanya menggunakan warna. Warna merah

menunjukan prioritas tertinggi yaitu korban yang terancam jiwa jika tidak

segera mendapatkan pertolongan pertama. Warna kuning menunjukan

prioritas tinggi yaitu moderate dan emergent. Warna hijau yaitu korban gawat

tetapi tidak darurat meskipun kondisi dalam keadaan gawat, ia tidak

memerlukan tindakan segera. Terakhir adalah warna hitam yaitu korban ada

tanda-tanda meninggal (Ramsi, IF. Dkk, 2014).

Menurut Hosnaniah (2014), triage merupakan salah satu ketrampilan

keperawatan yang harus dimiliki oleh perawat unit gawat darurat dan hal ini

membedakan antara perawat unit gawat darurat dengan perawat unit khusus

lainnya. Pengetahuan dan keterampilan perawat sangat dibutuhkan, terutama

dalam pengambilan keputusan klinis dimana keterampilan penting bagi

perawat dalam penilaian awal, perawat harus mampu memprioritaskan

perawatan pasien atas dasar pengambilan keputusan yang tepat, untuk

mendukung hal tersebut diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus

dalam hal pemisahan jenis dan kegawatan pasien dalam triase, sehingga

dalam penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah.

Pelaksanaan triage harus memperhatikan prinsip triage yaitu

memahami sistem instalasi gawat darurat menggunakan sumber daya untuk

mempertahankan standar pelayanan yang memadai. Triage mengutamakan

perawatan pasien berdasarkan gejala dan kegawatannya yang harus

2
dilaksanakan secara cepat dan tepat, petugas triage harus memahami tentang

klasifikasi triage.

Menurut world Health Organisation rumah sakit merupakan suatu

organisasi social dan kesehatan yang mempunyai fungsi sebagai pelayanan,

meliputi pelayanan paripurna (komperhensif) penyembuhan penyakit (kuratif)

dan juga sebagai pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Sebagai bentuk peningkatan kualitas pelayanan perawatan di Inggris di

lakukan evaluasi dengan pendekatan sistem dan prinsip pelayanan pasien. Hal

itu bertujuan agar pasien mendapatkan perawatan dengan kualitas yang tinggi

dan tepat waktu (Leading Practices in Emergency Department, 2010).

Ketepatan waktu dalam pelayanan kegawat daruratan menjadi

perhatian penting di negara-negara seluruh dunia. Hasil studi dari National

Health Service di Inggris, Australia, Amerika dan Kanada bahwa pelayanan

perawatan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien (Leading Practices in

Emergency Departement, 2010) . Data kunjungan

Tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)

di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 pasien (13,3% dari total seluruh

kunjungan di RSU) dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan IGD

berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum 1.033 unit dari 1.319

unit Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian

memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat

darurat (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009) .

3
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai rumah

sakit yang terakreditasi KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) dengan

pencapaian paripurna, dimana sudah mempunyai sistim triage PAC (Patient

Acuty Category). IGD Rumah Sakit dr.Zainoel Abidin Aceh didapatkan

bahwa tahun 2017 jumlah perawat di IGD sebanyak 56 orang dan dokter

sebanyak 20 orang, sedangkan jumlah petugas yang melakukan triage

sebanyak 34 orang perawat dan 16 orang dokter. Namun dalam pelaksanaan

triage oleh staf IGD belum ada evaluasi khusus tentang kesesuaian

pelaksanaan triage berdasarkan SOP (standar operasional prosedur) yang

berlaku. Triage sangat dibutuhkan oleh pasien yang pertama kali datang ke

IGD, triage dibutuhkan sebagai identifikasi awal terhadap tingkat kegawatan

pasien guna mendapatkan prioritas penanganan. manusia, menghormati

privasi dan kerahasiaan subjek penelitian, keadilan dan inklusivitas/

keterbukaan, memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.

Analisa data menggunakan analisa univariat untuk melihat distribusi

frekuensi dari setiap variable ( Zailani. Dkk, 2017).

Perawat triage dituntut mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang

memadai karena harus tampil dalam pengkajian serta harus mampu mengatasi

situasi yang komplek dan penuh tekanan sehingga memerlukan kematangan

professional untuk mentoleransi stress yang terjadi dalam mengambil

keputusan terkait dengan kondisi akut pasien dan menghadapi keluarga

pasien. Kemampuan perawat melakukan triase merupakan salah satu unsur

dalam keberhasilan pertolongan pada saat klien yang mengalami gawat

4
darurat. Menurut Permenkes No. HK.02.02/menkes/148/I/2010, tentang izin

praktek dan penyelenggaraan praktek perawat mengatakan bahwa perawat

IGD dapat melaksanakan praktek keperawatan mulai dari triase, primary

survey, secondary survey, tindakan definitif, dan transpotasi pasien. Seperti

yang disampaikan Margareths (2013) triase dilakukan oleh perawat yang

profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip triase, pengalaman

bekerja di bagian IGD, dan memiliki kualisifikasi menunjukkan kompetensi

kegawat daruratan, Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC, Lulus Trauma

Nurse Core Currikulum (TNCC) (Kepmenkes, 2010).

Keterampilan merupakan kemampuan seseorang menerapkan

pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

pengetahuan dan keterampilan perawat sangat dibutuhkan, terutama dalam

pengambilan keputusan klinis dimana keterampilan penting bagi perawat

dalam penilaian awal, perawat harus mampu memprioritaskan perawatan

pasien atas dasar pengambilan keputusan yang tepat, untuk mendukung hal

tersebut diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam hal

pemisahan jenis dan kegawatan pasien dalam triase, sehingga dalam

penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah. Pemisahan yang dimaksud

disebut triage (Oman, Koziol-Mclain, & Scheetz, 2012).

Kurrachman (2003) bahwa kemampuan seseorang menerapkan

pengetahuan kedalam bentuk tindakan, dimana perawat harus memiliki

keterampilan baik dalam komunikasi efektif, objektivitas dan kemampuan

membuat keputusan klinis secara cepat dan tepat agar perawatan setiap pasien

5
menjadi maksimal. Hal ini penting jika tingkat pengetahuan dan keterampilan

perawat tersebut baik, maka akan memberikan kepuasan kepada pasien.

Berkaitan dengan itu, pengetahuan dan keterampilan perawat sangat penting

didalamnya karena perawat merupakan ujung tombak utama dalam sebuah

pelayanan.

Jurnal penelitian yang disampaikan oleh Farokhnia dan Gorransson

pada tahun 2011 mengenai “Swedish emergency department triage and

interventions for improved patient flows: a national update” melaporkan

mengenai peningkatan penerapan kualitas triage pada emergency department

di Sweden dari tahun 2009 (73%) ke tahun 2010 (97%). Tetapi

pelaksanaan triage belum sepenuhnya dilakukan di ruang triage yang telah

disediakan karena masih ditemukan perawat tidak selalu berada di ruang

triage dan adanya faktor pasien yang tidak mau dilakukan triage. (Farokhnia

& Gorransson, 2011).

Penerapan triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara

cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup

mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus

disesuaikan dengan keahlian setempat. Sistem triage biasanya sering

ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana. Dengan

penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien. Jadi

Perawat harus mampu menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase.

Berdasarkan hasil pengambilan data yang di peroleh dari (IGD) dan

Rekam Medik (RSUD) Tgk. Chik Ditiro Sigli di dapatkan jumlah perawat

6
yang bertugas di IGD sebanyak 41 orang, yaitu keperawatan S1 4 orang, D.III

34 orang dan D.IV 3 orang. Jumlah bidan sebanyak 32, untuk bidan D.III 26

orang dan D.IV 6 orang.

Dari pengambilan data kasus awal tanggal 04 Mei 2019 pada pukul

08.00 – 12.30 WIB. didapatkan jumlah pasien yang masuk ke instalasi gawat

darurat (IGD) RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli sebanyak 8 orang yaitu triage

kuning sebanyak 3 orang dan merah 5 orang.

Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Penerapan pasien triase di IGD Studi Kasus di RSUD Tgk. Chik

Ditiro Sigli Tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab yang sangat besar di

rumah sakit, salah satu tugas atau peran perawat di IGD adalah melakukan

triase pasien yang akan masuk di IGD selain itu kecepatan waktu tanggap

dalam memberikan bantuan kepada penderita gawat darurat, maka peneliti

tertarik merumuskan masalah Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Triase di

Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli Tahun 2019 ?

1.3 Tujuan Penlitian

Untuk mengetahui Penerapan Triage di Ruang Instalasi Gawat Darurat

RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli Tahun 2019.

7
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

sebagai sumber pustaka dan literatur bagi pembaca dalam menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan tentang triage dan respon time serta

dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya tentang triage diruang

Instalasi gawat Darurat.

1.4.2 Bagi Peneliti Lain

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan literatur referensi bagi peneliti lain tentang triage dan

respon time di ruang Instalasi Gawat Darurat.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan kinerja perawat terutama di ruang Instalasi

Gawat Darurat sehingga terselenggara pelayanan cepat, responsif,tepat

dan mampu menyelamatkan pasien gawat darurat di RSUD Tgk. Chik

Ditiro.

Anda mungkin juga menyukai