Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Instalasi Gawat Darurat adalah unit pelayanan

Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pertama pada

pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara

terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin.

Sebagai ujung tombak dalam pelayanan keperawatan Rumah

Sakit,IGD harus melayani semua kasus yang masuk ke

Rumah Sakit dengan jam operasional selama 24

jam.Dengan kompleksitas kerja yang demikian,maka

perawat yang bertugas di IGD dituntut untuk memiliki

kemampuan lebih jika dibandingkan dengan perawat yang

melayani pasien di unit yang lain. Jumlah dan kasus

pasien yang datang ke unit gawat darurat tidak dapat

diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana

dapat terjadi kapan saja,dimana saja serta menimpa

siapa saja.Karena kondisinya yang tidak terjadwal dan

bersifat mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat

dan tepat maka diperlukan triage sebagai langkah awal

penanganan pasien di IGD dalam kondisi sehari-hari,

kejadian luar biasa maupun bencana (Syaer, 2011).

Tingginya angka kunjungan di IGD baik oleh pasien

dengan kondisi yang urgent maupun non-urgent,menjadi

penyebab utama keadaan overcrowded di IGD sehingga

terkadang pasien dengan kondisi yang gawat tidak dapat

1
tertangani tepat waktu dan untuk meminimalkan hal

tersebut,maka perlu dilakukan triage (Schuetzal,2013).

Tujuan dari triage yang utama adalah untuk

mengidentifikasi pasien dengan kondisi yang mengancam

jiwa atau darurat dan kemudian mengalokasikan pasien

ke area yang tepat dalam IGD (Opiro et al., 2017).

Banyaknya pasien yang datang di IGD membuat

perawat harus memilah pasien dengan cepat dan tepat

sesuai prioritas.Untuk mendukung hal tersebut

diperlukan pengetahuan,sikap dan keterampilan dalam

hal pemisahan jenis dan kegawatan pasien dalam

triage,sehingga dalam penanganan pasien bisa lebih

optimal dan terarah.pengetahuan dan pengalaman perawat

triase sebagai faktor penting dalam pembuatan

keputusan triase di sebagian besar rumah sakit secara

global.Perawat triase melakukan penilaian singkat,

terfokus dan menetapkan level triase pasien, yang

merupakan ukuran proksi dari berapa lama pasien dapat

dengan aman menunggu pemeriksaan dan manajemen medis.

Pemilahan pasien yang salah di ruang triase oleh

perawat triase akan berdampak buruk pada hasil pasien

yang dirawat di IGD dengan kondisi medis yang buruk

(Ebrahimi et al., 2016).

sikap perawat IGD dengan pelaksanaan triage

berdasarkan prioritas. Menurut Notoatmodjo (2014)

mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan individu

2
cenderung dipengaruhi oleh informasi dan pengetahuan

yang dimilikinya.Sikap yang positif terhadap suatu

informasi yang diterima seseorang dapat mempengaruhi

setiap tindakan yang akan dilakukannya.Seseorang yang

bersikap positif akan cenderung untuk memahami dengan

benar setiap informasi atau pengetahuan yang

ada,sebaliknya sikap yang negatif terkadang akan

memberikan pemahaman informasi yang salah.

Menurut WHO (World Health Organization),rumah

sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi

sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

pelayanan paripurna (komprehensif),penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)

kepada masyarakat. Berdasarkan undang-undang No. 44

Tahun 2009 tentang rumah sakit,yang dimaksudkan dengan

rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat

inap,rawat jalan, dan gawat darurat.

Di rumah sakit, didalam triage mengutamakan

perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat

triage menggunakan ABC keperawatan seperti jalan

nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit,

kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran

dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor

dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang

3
diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat.

Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien

gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi

terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki

kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah

jantung dan mereka menerima pengobatan pertama. Pasien

yang memiliki masalah yang sangat mengancamkehidupan

diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka

diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber

daya medis. (Bagus, 2007).

Ada beberapa warna triage kegawat daruratan di

IGD bisa menggunakan kategori warna dan patient acuity

sacle (PACS) yang terdiri dari 4 kategori yaitu

kategori merah atau P1 (gawat darurat) dengan respon

time 0-5 menit, kategori kuning atau P2 ( gawat tidak

darurat / darurat tidak gawat).dengan respon time 5-15

menit, Kategori hijau atau P3 (tidak gawat tidak

darurat) dengan respon time 30-45 menit, kategori

hitam atu p0 ( meninggal sebelum sampai di IGD / DOA

(death of arrival) dengan respon time 30-60 menit

(Depkes, 2009)

IGD Rsud Tanjung Kabupaten Lombok Utara memiliki

pelayanan 24 jam,serta memiliki pelayanan penanganan

berdasarkan triage,dan dokter yang bertugas di Igd

Rsud Tanjung Kabupaten Lombok Utara sebanyak 8 orang

dan 23 perawat, memiliki berbagai macam peralatan di

4
IGD dan obat - obatan,sedangkan perawat yang bertugas

di IGD baru mengikuti pelatihan BTCLS hanya 4 orang

dari 23 perawat di IGD rsud tanjung. Pendidikan prawat

yang bertugas di IGD S1 sebanyak 7 orang dan yang

pendidikan D3 sebanyak 14 dan D4 2 orang. Kemampuan

perawat terhadap Basic Life Support menjadi sangat

penting karena didalamnya diajarkan teknik-teknik

pertolongan pertama pada pasien dengan kasus

kegawatdaruratan seperti henti jantung.Cardiac arrest

dapat menyebabkan kematian otak dan kematian permanen

dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit, terjadinya

cardiac arrest bisa disebabkan oleh timbulnya Aritmia

yaitu Fibrilasi Ventrikel, Takhikardi Ventrikel,

aktifitas listrik tanpa nadi, dan Asistol (Kasron,

2012).

IGD mempunyai tujuan agar tercapai pelayanan

kesehatan yang optimal pada pasien secara cepat dan

tepat serta terpadu dalam penanganan tingkat

kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah resiko

kecacatan dan kematian (to save life andlimb) dengan

respon time selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam

(Syaer, 2011).

Seorang petugas IGD dalam melakukan triage harus mampu

bekerja berdasarkan standar ABCDE (Airway: jalan

nafas,breathing: pernapasan, circulation:

sirkulasi,Disability: ketidak mampuan,Exposure:

5
paparan) anamnesis singkat harus dapat menggali gejala

utama yang pasien rasakan sebelum dan sesaat mengalami

kondisi gawat darurat (setyohadi,2012)

Bila perawat di IGD tidak mempunyai pengetahuan

triage dan tidak mekakukan pelayanan dengan segera

akan berdampak pada pasien yang datang ke IGD,seperti

pasien akan mengeluhkan pelayanan yang di ruangan

IGD,serta bila perawat salah melakukan tindakan triage

akan berdampak kecacatan atau kematian pada pasien

tersebut.

Berdasarkan pendahuluan yang dilakukan oleh calon

peneliti di IGD Rsud Tanjung Kabupaten Lombok

Utara,pada tanggal 1 januari 2021 didapat data laporan

Januari-Mei tahun 2021 total pasien dari P1, P2, P3,P4

sebanyak 2.224 pasien yang berkunjung di ruang IGD dan

yang meninggal sebanyak 33 pasien.

Data pasien bulan Januari-mei tahun 2022 untuk

P1 423 pasien untuk P2 608 pasien.

IGD Rsud Tanjung Kabupaten Lombok Utara memiliki

tempat tindakan triage hanya memiliki 4 bed,dan

memiliki 1 tempat tidur untuk prioritas 1 dan 2 tempat

tidur untuk prioritas 2. Penanganan kegawatdaruratan

pelayanan kesehatan sebagai mana dimaksud pada ayat

(1) dari peraturan mentri kesehatan republik Indonesia

nomer 47 tahun 2018 tentang pelayanan

kegawatdaruratan,dikategorikan berdasarkan atas

6
kemampuan pelayanan,sumber daya manusia,sarana,

prasarana,obat dan alat kesehatan, IGD sebagai unit

pelayanan kesehatan memberikan pelayanan sesuai

standar pelayanan kesehatan.

Di IGD Rsud Tanjung Kabupaten Lombok Utara sudah

ada Standar Prosedur Operasional (SPO) triage dan

sudah terdapat garis triage tetapi sudah mulai pudar

(merah,kuning,hijau dan hitam) Menurut (Syaer,

2011).Respon perawat dalam pemilahan pasien mencegah

resiko kecacatan dan kematian (to save life andlimb)

dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif

≤ 2 jam. Berdasarkan latar belakang diatas maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang tingkat

pengetahuan tentang triage dengan sikap perawat pada

pasien triage prioritas 1 dan 2 di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit Tanjung Kabupaten Lombok Utara.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka

muncul perumusan masalah sebagai berikut : “adakah

hubungan tingkat pengetahuan tentang triage dengan

sikap perawat pada pasien triage proritas 1 dan 2 di

IGD Rsud Tanjung Kabupaten Lombok Utara.

7
C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan terkait tingkat pengetahuan perawat tentang

triage pada pasien proritas 1 dan 2 di IGD Rsud Tanjung

Kabupaten Lombok Utara.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat

tentang triage pada pasien proritas 1 dan 2 IGD RSUD

TANJUNG LOMBOK UTARA

b. Untuk mengidentifikasi sikap perawat pada pasien

triage proritas 1 dan 2 di IGD RSUD TANJUNG LOMBOK

UTARA

c. Untuk menganalisa hubungan terkait pengetahuan

dengan sikap perawat pada triage pasien proritas 1

dan 2 di IGD RSUD TANJUNG LOMBOK UTARA

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu

keperawatan dasar dan pengalaman dalam melakukan

penelitian selanjutnya.

2. Bagi praktisi

a. Bagi peneliti

Diharapkan dapat memberikan manfaat pada peneliti

dalam menambah pengalaman dan pengetahuan untuk

8
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama

pendidikan.

b. Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai sumbar informasi dan dokumentasi ilmiah

yang dapat bermanfaat dalam pengembangan studi.

c. Bagi Rsud tanjung kabupaten Lombok utara

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber

data dan informasi bagi rumah sakit dan dapat

digunakan sebagai motivasi bagi perawat dalam

meningkatkan kinerja pemberian pelayanan kesehatan

terkait dengan triage perawat dan penerapannya

khususnya pada pasien Prioritas 1 dan 2 diruang

Istalasi Gawat Darurat.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi atau data dasar bagi peneliti selanjutnya

mengenai.

9
10
11
Tabel 1.1 keaslian penelitian

NoNama dan Judul Variabel Sampel dan Desain Hasil


Tahun Penelitian sampling Penelitian
Penelitian penelitian
111.
Suhardi Pengetahuan Variable Sempel dalam penelitian ini Hasil penelitian ini
(2021) dan Sikap idependen: penelitian menggunakan menunjukkan adanya
Perawat Sikap perawat ini yaitu studi cross- hubungan signifikan
terhadap pengetahuan Sampel sectional tingkat pengetahuan
Tindakan Variable penelitian deskriptif perawat IGD terhadap
Triase di dependen: berjumlah 60 kuantitatif tindakan triase dengan
Instalasi Tindakan responden,te P-value = 0,030 dan
Gawat triage knik nilai OR =
Darurat pengambilan 0,99.Terdapat hubungan
sempel signifikan antara sikap
dengan perawat IGD terhadap
menggunakan tindakan triase dengan
sempling P-value = 0,002 dan
nilai OR = 9,8.

2.Ni Luh Dita Hubungan Variable Sempel yang yang digunakan Hasil penelitian
Andrayono Peran Dan idependen:per digunakan dalam menunjukkan mayoritas
(2019) Sikap an dan sikap dalam penelitian ini peran perawat baik
Perawat IGD perawat IGD penelitian yaitu dengan pelaksanaan
Dengan pengetahuan ini sejumlah deskriptif triage sebanyak 25
Pelaksanaan Variable 38 perawat, korelasional orang (65,8%)
Triage dependen: dengan dengan dmayoritas sikap
Berdasarkan pelaksanaan menggunakan rancangan cross positif dengan
Prioritas triage teknik total sectional pelaksanaan triage
sampling. sebanyak 23 orang
(60,5%) dan mayoritas
melaksanakan triage

12
Tabel 1.1 keaslian penelitian

sesuai SOP sebanyak 30


orang (78,9%). Hasi
penelitian dengan uji
chi-square p-value
<0,05.
3 Gita Nur Hubungan Variable Sampel yang Desain Hasil analisis
Ayni (2019) Antara independen: di gunakan penelitian ini deskriptif menenjukkan
Pengetahuan tingkat dalam menggunakan pengetahuan perawat
Dan Sikap pengetahuan peneitian metode tentang triage
Perawat Variable ini sebanyak penelitian mayoritas cukup (52,9%)
Tentang dependen: 17 perawat korelasi dengan dan sikap perawat
Triage sikap perawat dengan pendekatan mayoritas cukup baik
tentang teknik total cross section (47,1%). Hasil analisis
triage sampling statistik spaerman rank
diperoleh nilai
koefisien korelasi
spearman sebesar 0,753
dengan p-value (0,00) <
0,05, yang artinya Ho
ditolak dan Ha diterima
berarti ada hubungan
pengetahuan dengan
sikap perawat tentang
triage.

13
Tabel 1.1 keaslian penelitian

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP IGD

1. Pengertian

Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit

pelayanan pertama di rumah sakit yang memberikan

pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya

pasien dengan kondis gawat darurat. Keadaan klinis di

mana pasien membutuhkan pertolongan medis yang cepat u

tuk menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut

(Depkes RI,2009)

Banyaknya pasien yang datang di IGD membuat

perawat harus memilah pasien dengan cepat dan tepat

sesuai prioritas bukan bukan berdasarkan nomer

anterian. Tindakan perawat dalam melakukan perawatan

pasien harus bertindak cepat dan memila pasien sesuai

prioritas, sehingga mengutamakan pasien yang lebih

diprioritaskan dan memberikan waktu tunggu untuk pasien

dengan kebutuhan perawatan kurang mendesak (Krisanty,

2009)

Secara garis besar terjadi peningkatan jumlah

kunjungan pasien IGD diseluruh dunia dengan kondisi

bervariasi mulai dari yang mengancam nyawa hingga

kondisi ringan mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun dimana 50% diantaranya merupakan kunjungan dengan

kondisi non – urgent(Qureshi 2010).

57
2. Perawat IGD

Seorang petugas kesehatan IGD harus mampu bekerja

di IGD dalam menanggulangi semua kasus gawat darurat,

maka dari itu dengan adanya pelatihan kegawatdaruratan

diharapkan setiap petugas kesehatan IGD selalu

mengupayakan efisiensi dan efektifitas dalam

memberikan pelayanan. Petugas kesehatan IGD sedapat

mungkin berupaya menyelamatkan pasien sebanyak-

banyaknya dalam waktu sesingkatsingkatnya bila ada

kondisi pasien gawat darurat yang datang berobat ke

IGD. Pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas

kesehatan IGD sangat dibutuhkan dalam pengambilan

keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan dalam

melakukan pemilahan saat triage sehingga dalam

penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah

(Oman, 2008).

B. Konsep Triage

1. Pengertian triage

Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa

Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia

triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus

memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit

untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini

istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan

suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan

58
suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya

manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien

terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di

IGD setiap tahunnya. Sistem triage mulai dikembangkan

mulai pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah

kunjungan IGD yang melampaui kemampuan sumber daya

yang ada untuk melakukan penanganan segera (Oman,

2008).

Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan

saja supaya bertindak dengan cepat dan waktu yang

tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien.

Dimana triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE,

beratnya cedera, jumlah pasien yang datang, sarana

kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien

(Pusponegoro, 2010).

Di rumah sakit, didalam triage mengutamakan

perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat

triage menggunakan ABC keperawatan seperti jalan

nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit,

kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran

dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor

dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang

diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat.

Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien

gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi

terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki

59
kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah

jantung dan mereka menerima pengobatan pertama. Pasien

yang memiliki masalah yang sangat mengancamkehidupan

diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka

diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber

daya medis. (Bagus, 2007).

Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triage

diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah

penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan

mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman

jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :

1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan

menit.

2. Dapat mati dalam hitungan jam.

3. Trauma ringan.

4. Sudah meninggal

2. prioritas triage

Triage adalah proses khusus memilah pasien

berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk

menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik.

Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab

ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas

ABCDE. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna

merah untuk berat dan biru untuk sangat berat.

Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi

dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan

60
hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan

bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,

pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan

nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka

terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka

bakar) tingkat II dan III > 25%. Prioritas II

(medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa

atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam

jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan

bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang

besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III <

25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma

bola mata. Prioritas III (rendah) warna hijau.

Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak

perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat

terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka

ringan. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk

hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu

terapi suportif. Contoh henti jantung kritis,

trauma kepala berat (Carpenito, 2008).

3. Ketrampilan Dalam Penilaian triage

Menurut Oman (2008) penilaian triage terdiri

dari:

a. Primary survey priorotas (ABC) untuk menghasilkan

prioritas I dan seterusnya

61
b. Secondary survey pemeriksaan menyeluruh (Head to

Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III, 0

dan selanjutnya.

c. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya

perubahan perubahan pada (A, B, C) derajat

kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan

prioritas karena perubahan kondisi korban.

Penanganan pasien iGD perawat dalam pelaksanaan

triage harus sesuai dengan protap pelayanan triage

agar dalam penanganan pasien tidak terlalu lama.

4. Protap dalam triage

a. Pasien datang diterima petugas / paramedis IGD.

b. Diruang triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan

singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan

derajat kegawatannya. Oleh perawat.

c. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50

orang, maka triage dapat dilakukan di luar ruang

triage (di depan gedung IGD).

d. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan

memberi kode warna.

Menurut Rowles (2007) kode warga berdasarkan

kegawatan pasien adalah sebagai berikut:

1) Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera

mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup

bila ditolong segera. Misalnya:Tension

62
pneumothorax, distress pernafasan (RR > 30 x /

menit ), perdarahan internal.

2) Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan

defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera.

Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur

tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan

terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh.

3) Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal,

dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau

mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor,

memar dan lecet, luka bakar superfisial.

4) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan

dan akan meninggal meski mendapat pertolongan.

Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh

tubuh, kerusakan organ vital.

5) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan

dengan urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.

6) Penderita/korban kategori triage merah dapat

langsung diberikan pengobatan diruang tindakan iGD.

Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,

penderita / korban dapat dipindahkan ke ruang

operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.

7) Penderita dengan kategori triage kuning yang

memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat

dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran

63
setelah pasien dengan kategori triage merah selesai

ditangani.

8) Penderita dengan kategori triage hijau dapat

dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah

memungkinkan untuk dipulangkan, maka

penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.

9) Penderita kategori triage hitam dapat langsung

dipindahkan ke kamar jenazah. (Rowles, 2007)

5. Proses Triage

Dalam Keperawatan Proses triage mengikuti

langkah- langkah proses keperawatan yaitu tahap

pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan,

intervensi, dan evaluasi.

a. Pengkajian

Ketika komunikasi dilakukan, perawat melihat

keadaan pasien secara umum. Perawat mendengarkan

apa yang dikatakan pasien, dan mewaspadai isyarat

oral. Riwayat penyakit yang diberikan oleh pasien

sebagai informasi subjektif. Tujuan informasi dapat

dikumpulkan dengan mendengarkan nafas pasien,

kejelasan berbicara, dan kesesuaian wacana. Temuan

seperti mengi, takipnea, batuk produktif (kering),

bicara cadel, kebingungan, dan disorientasi adalah

contoh data objektif yang dapat langsung dinilai.

Informasi tambahan lain dapat diperoleh dengan

64
pengamatan langsung oleh pasien. Lakukan pengukuran

objektif seperti suhu, tekanan darah, berat badan,

gula darah, dan sirkulasi darah. Aturan praktis

yang baik untuk diingat adalah bahwa perawatan

apapun dapat dilakukan dengan mata, tangan, atau

hidung dengan arahan yang cukup dari perawat.

b. Diagnosa

Dalam triage diagnosa dinyatakan sebagai

ukuran yang mendesak. Apakah masalah termasuk ke

dalam kondisi Emergency (mengancam kehidupan,

anggota badan, atau kecacatan). Urgen (mengancam

kehidupan, anggota badan, atau kecacatan) atau

nonurgen. Diagnosa juga meliputi penentuan

kebutuhan pasien untuk perawatan seperti dukungan,

bimbingan, jaminan, pendidikan, pelatihan, dan

perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan

pasien untuk mencari perawatan.

c. Perencanaan

Dalam triage rencana harus bersifat

kolaboratif. Perawat harus dengan seksama

menyelidiki keadaan yang berlaku dengan pasien,

mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang penting,

dan mengembangkan rencana perawatan yang diterima

pasien. Hal ini sering membutuhkan proses

negosiasi, didukung dengan pendidikan pasien.

65
Adalah tugas perawat untuk bertindak berdasarkan

kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan pasien

dapat mengikuti. Kolaborasi juga mungkin perlu

dengan anggota tim kesehatan lain juga.

d.Impelmentasi

Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa

perawat tidak dapat melakukan apa-apa untuk pasien.

Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang

tersedia, misalnya dokter untuk menentukan tindakan

yang diinginkan. Untuk itu, perawat triage harus

mengidentifikasi sumber daya untuk mengangkut

pasien dengan tepat. Oleh karena itu perawat triage

juga memiliki peran penting dalam kesinambungan

perawatan pasien. Protokol triage atau protap

tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan

triage.

e. Evaluasi

Langkah terakhir dalam proses keperawatan

adalah evaluasi. Dalam konteks organisasi

keperawatan, evaluasi adalah ukuran dari apakah

tindakan yang diambil tersebut efektif atau tidak.

Jika pasien tidak membaik, perawat memiliki

tanggung jawab untuk menilai kembali pasien,

mengkonfirmasikan diagnosa urgen, merevisi rencana

perawatan jika diperlukan, merencanakan, dan

66
kemudian mengevaluasi kembali. Pertemuan ini bukan

yang terakhir, sampai perawat memiliki keyakinan

bahwa pasien akan kembali atau mencari perawatan

yang tepat jika kondisi mereka memburuk atau gagal

untuk meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai

catatan akhir, adalah penting bahwa perawat triage

harus bertindak hati-hati, Jika ada keraguan

tentang penilaian yang sudah dibuat, kolaborasi

dengan medis, perlu diingat perawat triage harus

selalu bersandar pada arah keselamatan pasien.

(Rutenberg, 2009).

6. Simple Triage and Rapid

Treatment Salah satu metode yang paling

sederhana dan umum digunakan adalah metode Simple

Triage and Rapid Treatment (START). Pelaksanaan

triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai

dengan warna prioritas. Tanda triage dapat

bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai

hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya

sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda

triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan

penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka

label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda,

waktu dan pasang yang baru (Hogan dan Burstein,

2007).

67
START, sebagai cara triage lapangan yang

berprinsip pada sederhana dan kecepatan, dapat

dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam

terlatih. Dalam memilah pasien, petugas melakukan

penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama

kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan

menggunakan berbagai alat berwarna, seperti

bendera, kain, atau isolasi. Pelaksanaan triage

metode START meliputi (Hogan dan Burstein, 2007):

a. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu

berjalan sendiri ke area yang telah ditentukan,

dan beri mereka label HIJAU.

b. Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa

periksa :

c. Pernapasan :

1. Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri

label MERAH.

2. Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka

jalan napas dan bersihkan jalan napas satu kali,

bila pernapasan spontan mulai maka beri label

MERAH, bila tidak beri HITAM.

3. Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai

waktu pengisian kapiler.

d. Waktu pengisian kapiler :

68
1) Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri MERAH,

hentikan perdarahan besar bila ada.

2) Bila kurang dari 2 detik maka nilai status

mentalnya.

3) Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial

penderita. Bila tidak ada maka ini berarti bahwa

tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi

jaringan sudah menurun.

e. Pemeriksaan status mental :

1) Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah

sederhana.

2) Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah

sederhana maka beri MERAH.

3) Bila mampu beri KUNING.

C. KONSEP PENGETAHUAN

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, rasa, dan

raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari

mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adalah hasil tahu dan hal ini terjadi

setelah manusia mengadakan penginderaan terhadap objek

69
tertentu. Pengetahuan merupakan jenjang yang paling

rendah dalam kemampuan kognitif meliputi: penginderaan

tentang hal - hal yang bersifat khusus atau universal,

dalam hal-hal tekanan utama pada pengenalan kembali,

fakta, prinsip, proses dan pola (Depdikbud, 1998).

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku

yang tidak di dasarkan oleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2007).

2. Tingkat pengetahuan

Adapun tingkat pengetahuan menurut Roger (1974),

di bagi menjadi 6 tingkatan yaitu sebagai berikut:

a. Tahu (Known)

Mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam

pengetahuan tingkat itu adalah mengingat kembali

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di

pelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami(Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.Orang yang telah paham terhadap suatu objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya,

terhadap objek yang dipelajari.

70
c. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

didalam suatu struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja, seperti menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menuju kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian

didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun farmasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada. Misalkan dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkas dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori

atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

71
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan

untuk melakukan justifikasi atau penelitian

terhadap suatu objek materi.Penilaian-penilaian

ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

ada.

3. Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip

dari (Notoatmodjo, 2014) adalah sebagai berikut:

a. Cara memperoleh kebenaran non ilmiah

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara memperoleh kebenaran non ilmiah,

yang pernah digunakan oleh manusia dalam

memperoleh pengetahuan adalah melalui cara

coba-coba atau dengan kata yang lebih

dikenal “trial and error”. Cara ini telah

dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban.Pada

waktu itu seseorang apabila menghadapi

persoalan atau masalah, upaya pemecahannya

dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-

coba ini dilakukan dengan menggunakan

beberapa kemungkinan dalam memecahkan

masalah, dan apabila kemungkinan tersebut

tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang

72
lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal

pula, maka dicoba lagi dengan kemungkinan

ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal

dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya,

sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode

trial (coba) and error (gagal atau salah)

atau metode coba sala (coba-coba).

Metode ini telah digunakan orang dalam

waktu yang cukup lama untuk memecahkan

berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun

metode ini masih sering digunakan, terutama

oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui

suatu cara tertentu yang tepat dalam

memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini

telah banyak jasanya, terutama dalam

meletakkan dasar-dasar menemukan taori-teori

dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.Hal

ini juga merupakan pencerminan dari upaya

memperoleh pengetahuan, walaupun pada taraf

yang masih primitive.Di samping itu,

pengalaman yang diperoleh melalui penggunaan

metode ini banyak membantu perkembangan

berpikir dan kebudayaan manusia kearah yang

lebih sempurna.

2) Secara kebetulan

73
Penemuan kebenaran secara kebetulan

terjadi karena tidak disengaja oleh orang

yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah

penemuan enzim urease oleh Summers pada

tahun 1926. Pada suatu hari Summers sedang

bekerja dengan ekstrak acetone, dan karena

terburu-buru ingi bermain tennis, maka

ekstrak acetone tersebut disimpan di dalam

kulkas. Keesokan harinya ketika ingin

meneruskan percobaannya, ternyata ektrak

acetone yang disimpan di dalam kulkas

tersebut timbul Kristal-kristal yang

kemudian disebut enzim urease.

Contoh lain dari cerita dari mulut ke

mulut adalah ditemukannya kina sebagai obat

penyembuhan penyakit malaria.Konon,

ditemukannya kina sebagai obat malaria

adalah secara kebetulan oleh seorang

penderita malaria yang sering mengembara.

Pada suatu hari ketika sedang mengembara di

hutan ia kehausan dan minum air parit yang

begitu jernih, tetap raanya pahit sekali.

Anehnya, sejak minum air yang pahit tersebut

penyakit malarianya tidak pernah kambuh.

Akhirnya ia melakukan penyelidikan ke

sepanjang parit itu dan ditemukannya pohon

74
kina yang tumbang terendam di dalam parit

tersebut. Akhirnya ia berkesimpulan bahwa

kulit kayu kina dapat dijadikan obat

malaria.

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari,

banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan

tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,

tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakukan tersebut baik atau

tidak.Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya

diwariskan turun-temurun dari generasi ke

generasi berikutnya.Misalnya, mengapa harus

ada upacara selapanan dan turun tanah pada

bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui

harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh

makan telur, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini bukan hanya

terjadi pada masyarakat tradisional saja,

melainkan juga terjadi pada masyarakat

modern.Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah

diterima dari sumbernya sebagai kebenaran

yang mutlak.Sumber pengetahuan tersebut

dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat

baik formal maupun informal.Para pemuka

75
agama, pemegang pemerintahan dan

sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan

tersebut diperoleh berdasarkan pada

pemegang otoritas, yakni orang yang

mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli ilmu

pengetahuan atau ilmuwan.

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik,

demikian bunyi pepatah. Pepatah ini

mengandung maksud bahwa pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu

pengalaman priadi pun dapat digunakan

sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa yang

lalu. Apabila dengan cara yang digunakan

tersebut orang dapat memecahkan masalah yang

dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain

yang sama, orang dapat pula menggunakan atau

merujuk cara tersebut. Tetapi bila ia gagal

menggunakan cara tersebut, ia tidak akan

76
mengulangi cara itu, dan berusaha untuk

mencari cara yang lain, sehingga berhasil

memecahkannya.

Seorang penduduk desa yang menderita

demam dapat sembuh karna minum air daun

papaya, akan mengulangi lagi cara itu pada

waktu ia atau anggota keluarganya menderita

demam. Bahkan orang tersebut mungkin akan

menyebarluaskan pengetahuannya kepada para

tetangganya. Sedangkan pengalaman orang lain

menunjukkan bahwa demam tersebut dapat

sembuh setelah minum obat puyer yang dibeli

di warung, atau dengan cara dikeroki. Semua

pengalaman pribadi tersebut dapat merupakan

sumber kebenaran pengetahuan.Namun perlu

diperhatikan disini bahwa tidak semua

pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang

untuk menarik kesimpulan dengan benar.

5) Secara akal sehat (Common Sense)

Akal sehat atau Common Sense kadang-

kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.

Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para

orang tua zaman dahulu agar anaknya mau

menuruti nasihat orang tuanya, atau agar

anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik

77
bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer

telinganya atau dicubit. Ternyata cara

menghukum anak ini sampai sekarang

berkembang menjadi teori atau kebenaran,

bahwa hukuman adalah merupakan metode

(meskipun bukan yang paling baik) bagi

pendidikan anak. Pemberian hadiah dan

hukuman (reward and punishment) merupakan

cara yang masih dianut oleh banyak orang

untuk mendisiplinkan anak dalam konteks

pendidikan.

b. Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh

pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis,

dan ilmiah.Cara ini disebut metode penelitian

ilmiah, atau lebih popular disebut metodologi

penelitian.Cara ini mula-mula dikembangkan oleh

Francis Bacon (1561-1626).Ia adalah seorang tokoh

yang mengembangkan metode berpikir induktif. Mula-

mula ia mengadakan pengamatan langsung terhadap

gejala-gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian

hasil pengamatannya tersebut dikumpulkan dan

diklarifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan

umun.Kemudian metode berpikir induktif yang

78
dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold

van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh

kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi

langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap

semua fakta yang sehubungan dengan objek yang

diamatinya.

4. Factor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

menurut Notoatmodjo (2010), antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan berpengaruh pada pengetahuan karena

makin tinggi pendidikan seseorang pengetahuan nya

juga semakin tinggi.

b. Pekerjaan

Pekerjaan berpengaruh pada pengetahuan, semakin

tinggi pengetahuan seseorang maka pekerjaannya juga

lebih tinggi jabatannya.

c. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh pada pengetahuan karena

seseorang yang tinggal dilingkungan yang

berpengetahuan maka akan mempengaruhi pengetahuan

orang tersebut.

d. Usia

79
Dua sikap tradisional selama hidup yaitu:

1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak

informasi yang dijumpai dan semakin banyak

hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuan.

2) Beberapa teori berpendapat bahwa ternyata IQ

seseorang akan menurun cukup berat sejalan

dengan bertambahnya usia. (Malcolm dan Steve,

1995).

e. Pengalaman

Pengalaman memberikan pengetahuan dan

keterampilan professional serta pengalaman

belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan

kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara

ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata

dalam bidang keperawatan (Jones dan Beck, 1996).

f. Jenis kelamin

Beberapa orang beranggapan bahwa pengetahuan

seseorang dipengaruhi oleh jenis kelaminnya. Dan

hal ini sudah tertanam sejak jaman penjajahan.

Namun hal itu di jaman sekarang ini sudah

terbantahan karena apapun jenis kelamin

seseorang, bila dia masih produktif,

berpendidikan, atau berpengalaman maka ia akan

80
cenderung mempunyai tingkat pengetahuan yang

tinggi. (Fuadbahsin, 2009)

5. Standar pengukuran tingkat pengetahuan

Pengetahuan seseorang diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat

kuantitatif yaitu : (Nursalam, 2013)

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai

=76-100%

b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau

nilai =>56-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau

nilai =<50%

D. KONSEP SIKAP

a.pengertian sikap

Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap

objek, orang atau peristiwa.Hal ini mencerminkan

perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap

mungkin dihasilkan dari perilaku tetapi sikap

tidak sama dengan perilaku. Sedangkan menurut

Secord dan Backman dalam Saifuddin Azwar (2012)

“Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal

perasaan (afeksi), pemikiran (kognitif), dan

81
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap

suatu aspek di lingkungan sekitarnya”.

Menurut Ahmadi dalam Aditama (2013) Orang

yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek

psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki

sikap yang favorable, sebaliknya orang yang

dikatakan memiliki sikap negative terhadap objek

psikologi bila tidak suka (dislike) atau sikapnya

unfavorable terhadap objek psikologi”. Sikap yang

menjadi suatu pernyataan evaluatif, penilaian

terhadap suatu objek selanjut nya yang

menentukan tindakan individu terhadap sesuatu.

Menurut Azwar S (2012) struktur sikap

dibedakan atas 3 komponen yang saling menunjang,

yaitu:

1. Komponen kognitif merupakan representasi apa

yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,

komponen kognitif berisi kepercayaan

stereotype yang dimiliki individu mengenai

sesuatu dapat disamarkan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut masalah isu atau

problem yang kontroversal.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang

menyangkut aspek emosional. Aspek emosional

inilah yang biasanya berakar paling dalam

sebagai komponen sikap dan merupakan aspek

82
yang paling bertahan terhadap pengaruh-

pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap

seseorang komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap

sesuatu.

3. Komponen konatif merupakan aspek

kecenderungan berperilaku tertentu sesuai

dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk

bertindak/ bereaksi terhadap sesuatu dengan

cara-cara tertentu dan berkaitan dengan

objek yang dihadapinya adalah logis untuk

mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah

dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

b) Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurutPurwanto dalam Rina

(2013) adalah:

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan

dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan itu dalam hubungan dengan

objeknya. Sifat ini yang membedakannya dengan

sifat motif-motif biogenis seperti lapar,

haus, kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap

dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada

83
orang-orang bila terdapat keadaan - keadaan

dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah

sikap orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa

mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu

objek dengan kata lain sikap itu terbentuk

dipelajari atau berubah senantiasa berkenan

dengan suatu objek tertentu yang dapat

dirumuskan dengan jelas.

4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu

tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-

hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-

segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan

sikap dan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

c) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2013) faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap terhadap objek sikap antara lain:

1. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar

pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap

akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman

pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

84
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada

umumnya, individu cenderung untuk memiliki

sikap yang konformis atau searah dengan sikap

orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini

antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan keinginan untuk menghindari

konflik dengan orang yang dianggap penting

tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan

telah menanamkan garis pengaruh sikap kita

terhadap berbagai masalah.Kebudayaan telah

mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karna

kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media massa Dalam pemberitaan surat kabar

maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan

secara objektif cenderung dipengaruhi oleh

sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh

terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga pndidikan dan lembaga agama Konsep

moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan

lembaga agama sangat menentukan sistem

kepercayaa tidaklah mengherankan jika pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

85
6. Faktor emosional Kadang kala, suatu bentuk

sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran

frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.

d) Fungsi Sikap

Daniel Katz dalam Rina (2013) membagi fungsi

sikap dalam 4 kategori sebagai berikut:

1. Fungsi utilitarian Melalui instrumen suka dan

tidak suka, sikap positif atau kepuasan dan

menolak yang memberikan hasil positif atau

kepuasan.

2. Fungsi ego defensive Orang cenderung

mengembangkan sikap tertentu untuk melindungi

egonya dari abrasi psikologi. Abrasi

psikologi bisa timbul dari lingkungan yang

kecanduan kerja. Untuk melarikan diri dari

lingkungan yang tidak menyenangkan ini, orang

tersebut membuat rasionalisasi dengan

mengembangkan sikap positif terhadap gaya

hidup yang santai.

3. Fungsi value expensive Mengekspresikan nilai-

nilai yang dianut fungsi itu memungkinkan

untuk menngkspresikan secara jelas citra

86
dirinya dan juga nilai-nilai inti yang

dianutnaya.

4. Fungsi knowledge-organization Karena

terbatasnya kapasitas otak manusia dalam

memproses informasi, maka orang cendrung

untuk bergantung pada pengetahuan yang

didapat dari pengalaman dan informasi dari

lingkungan.

Katz dalam Zaim Elmubarok (2008) menyebutkan

empat fungsi sikap yaitu :

1. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang

menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya

berusaha untuk memaksimalkan hal – hal yang

diinginkan dan menghindari hal – hal yang

tidak diinginkan. Dengan demikian, maka

individu akan membentuk sikaf positif terhadap

hal – hal yang dirasakan akan mendatangkan

keuntungan dan membentuk sikap negatif

terhadap hal – hal yang merugikan.

2. Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan

keinginan individu untuk menghindarkan diri

serta melindungi dari hal – hal yang mengancam

egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang

tidak mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi

sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan

87
melindunginya dari kepahitan kenyataan

tersebut.

3. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan individu

untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan

sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan

penilaian pribadi dan konsep dirinya.

4. Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan

individu untuk mengekspresikan rasa ingin

tahunya, mencari penalaran dan untuk

mengorganisasikan pengalamannya.

Berdasarkan beberapa uraian mengenai sikap

di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan

suatu kebiasaan atau tingkah laku dari seseorang

untuk dapat mengekspresikan sesuatu hal atau

perasaan melalui perbuatan baik yang sesuai

dengan norma yang berlaku, sikap juga merupakan

cerminan jiwa seseorang.

e) Pembentukkan sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya

interaksi sosial yang dialami oleh individu.

Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada

sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar

individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam

interaksi sosial, terjadi hubungan saling

mempengaruhi di antara individu yang satu dengan

88
yang lainnya. Menurut Saifuddin Azwar (2012)

“faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukkan

sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang

lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan,

media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama,

pengaruh faktor emosional.”

1. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi yang telah dan sedang kita

alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi

penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

Tanggapan akan menjadi salah satu dasar

terbentukknya sikap. Untuk dapat mempunyai

tanggapan dan penghayatan, seseorang harus

mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan

objek psikologis. Middlebrook dalam Azwar

(2012) mengatakan “ bahwa tidak adanya

pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan

suatu objek psikologis, cenderung akan

membentuk sikap negative terhadap objek

tersebut”.

2. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu

diantara komponen sosial yang ikut

mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita

89
anggap penting, seseoramg yang kita harapkan

persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan

pendapat kita, seseoramg yang tidak ingin kita

kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus

bagi kita (significant others) , akan banyak

mempengaruhi pembentukkan sikap kita terhadap

sesuatu.

3. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi pembentukkan pribadi

seseorang. Kebudayaan memberikan corak

pengalaman bagi individu dalam suatu

masyarakat. Kebudayaan lah yang menanamkan

garis pengaruh sikap individu terhadap

berbagai masalah.

4. Media Masa

Berbagai bentuk media massa seperti radio,

televisi, surat kabar, majalah, dan lain –

lain mempunyai pengaruh yang besar dalam

pembentukkan opini dan keprcayaan orang. Media

masa memberikan pesan – pesan yang sugestif

yang mengarahkan opini seseorang. Adanya

informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan pengetahuan baru bagi terbentukknya

sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat,

90
pesan – pesan sugestif akan memberikan dasar

afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai

suatu sistem mempunyai pengaruh dalam

pembentukkan sikap karena keduanya meletakkan

dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis

pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak

boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan

dari pusat keagamaan serta ajaran – ajarannya.

6. Pengaruh Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh

emosi, yang befungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat

merupakan sikap yang sementara dan segera

berlalu begitu frustasi telah hilang, akan

tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih

persisten dan bertahan lama.

f) Perubahan Sikap

Menurut Kelman dalam Azwar S (2012) ada tiga

proses yang berperan dalam proses perubahan sikap

yaitu :

1) Kesedihan (Compliance)

91
Terjadinya proses yang disebut kesedihan

adalah ketika individu bersedia menerima

pengaruh dari orang lain atau kelompok lain

dikarenakan ia berharap untuk memperoleh

reaksi positif, seperti pujian, dukungan,

simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal

– hal yang dianggap negatif. Tentu saja

perubahan perilaku yang terjadi dengan cara

seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan

biasanya hanya tampak selama pihak lain

diperkirakan masih menyadari akan perubahan

sikap yang ditunjukkan.

2) Identifikasi (Identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu

meniru perilaku tau sikap seseorang atau sikap

sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut

sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai

bentuk hubungan menyenangkan antara lain

dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya

proses identifikasi merupakan sarana atau cara

untuk memelihara hubungan yang diinginkan

dengan orang atau kelompok lain dan cara

menopang pengertiannya sendiri mengenai

hubungan tersebut.

92
3) Internalisasi (Internalization)

Internalisai terjadi apabila individu menerima

pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu

dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa

yang ia percaya dan sesuai dengan system nilai

yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan

hakekat sikap yang diterima itu sendiri

dianggap memuaskan oleh individu. Sikap

demikian itulah yang biasnya merupakan sikap

yang dipertahankan oleh individu dan biasanya

tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai

yang ada dalam diri individu yang bersangkutan

masih bertahan.

93
E.KERANGKA KONSEP

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu

hubungan atau kaitan antara satu penelitian terhadap

konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti

(Setiadi, 2007).

IGD

PERAWAT TRIAGE DI IGD 19 ORANG


Tingkat Pengetahuan perawat Sikap Prawat Pada Pasien
Tentang Triage p1 dan p2 Triage p1 dan p2

Tahu
Aplikasi Komponen afektif
Analisa
Komponen konatif
Situasi
Evaluasi
Baik, Buruk

Faktor yang
Baik ,cukup
mempengaruhi sikap:
,
1. Pengalaman pribadi
Faktor yang 2. Pengaruh orang
3. lain
mempengaruhi tingkat 4. Pengaruh
pengetahuan: kebudayaan
1. pendidikan 5. Media massa
2. Pekerjaan 6. Lembaga pndidikan
3. Umur 7. Faktor emosional
4. Lingkungan
5. Pengalaman
6. Jenis kelamin

Yang di teliti: : Tidak di teliti:

94
F.HIPOTESA PENELITIAN

Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian didalam rumusan masalah penelitian

telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pernyataan(sugiono, 2011).

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah

serta perumusan masalah, maka hipotesa dalam

penelitian ini adalah:

HA : Ada hubungan yang signifikian antara

Tingkat pengetahuan tentang triage dengan

sikap perawat pada pasien triage prioritas

1 dan prioritas 2 di ruang IGD RSUD Tanjung

kabupaten Lombok utara.

HO : Tidak Ada hubungan Tingkat

pengetahuan tentang triage dengan sikap

perawat pada pasien triage prioritas 1 dan

prioritas 2 di ruang IGD RSUD Tanjung

kabupaten Lombok utara.

95
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah

dengan menggunakan metode keilmuan. Pada bab ini akan

disajikan subyek penelitian, populasi, sampel dan teknik

pengambilan sampel, rancangan penelitian, teknik

pengolahan data, teknik pengumpulan data, identifikasi

variabel, definisi operasional, analisa data, etik, dan

kerangka kerja (Hidayat, 2017).

A. SUBYEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk

diteliti (Arikunto, 2011).Dalam penelitian ini yang

menjadi subyek atau sasaran penelitian adalah semua

perawat pelaksana di ruang IGD RSUD Tanjung Kabupaten

Lombok Utara.

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya

objek atau subjek yang akan dipelajari saja tetapi

seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek

atau objek tersebut, atau kumpulan orang, individu, atau

objek yang akan diteliti sifat-sifat atau

96
karakteristiknya (Hidayat, 2017).Oleh karena itu yang di

jadikan populasi dalam penelitian ini adalah semua

perawat pelaksana di ruang IGD RSUD Tanjung Kabupaten

Lombok Utara sebanyak 19 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti

atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Hidayat, 2017).Sampel dalam penelitian

ini adalah semua perawat pelaksana yang ada di ruang

IGD RSUD Tanjung Kabupaten Lombok Utara yaitu

sebanyak 19 orang.

3. Teknik sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses dalam

menyeleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari

populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan

mewakili dari keseluruhan populasi yang ada, secara

umum ada dua jenis pengambilan sample yakni

Probability sampling dan Nonprobability sampling

(Hidayat, 2017).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Nonprobability Sampling dengan

Teknik total Sampling, yaitu teknik pengumpulan smpel

dimana jumlah sempel sama dengan populasi (sugiyono

2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut

sugiono (2007) jumlah popolasi kurang dari 100 seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. Sampel

97
yang diambil dalam penelitian ini adalah semua perawat

pelaksana yang ada di ruang IGD RSUD Tanjung Kabupaten

Lombok Utara yaitu sebanyak 19 orang.

C. RANCANGAN PENELITIAN ATAU DESAIN PENELITIAN

Rancangan atau desain penelitian merupakan kerangka

acuan bagi peneliti untuk mengkaji hubungan antara

variabel dalam suatu penelitian (Ryanto, 2011).

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

Kriteria inklusi merupakan kriteria menentukan subjek

penelitian mewakili sample penelitian yang memenuhi

kriteria sample (Dr.Jenita Doli Tine Donsu, 2016).

Adapun kriteria inklusi

sampel penelitian ini adalah:

1) Perawat yang melakukan triage

2) Perawat di IGD

menarik kesimpulan dari analisa tersebut. Dari segi

waktu rancangan ini bersifat studi cross sectional

yaitu rancangan penelitian yang dilakukan pengukuran

atau pengamatan pada saat yang bersamaan(Hidayat,

2017).

D. TEHNIK PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Metode pengumpulan data merupakan cara yang

dilakukan dalam pengumpulan data penelitian. Cara

pengumpulan data tersebut meliputi wawancara

berstruktur, obesrvasi, angket, pengukuran, atau

98
melihat data statistik (data skunder) seperti

dokumentsi (Hidayat, 2017). Sedangkan Instrumen

penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya

lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap

dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah(Hidayat,

2017).

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan

yaitu berupa lembar kuesioner:

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan metode pengumpulan data

dengan cara membagi daftar pertanyaan/pernyataan

kepada responden (Ihyaul Ulum MD, 2011).

Cara menguji lembar kuesioner ini adalah Setiap

responden akan diberikan lembar kuesioner yang telah

disiapkan oleh peneliti untuk diisi. Angket

(Kuesioner) berupa pilihan ganda dengan memberikan

tanda silang (X) pada Pilihan jawaban yang telah

disediakan, Setiap pertanyaan hanya memerlukan satu

jawaban dari 10 pertanyaan. Setelah pertanyaan di

jawab semua oleh responden, peneliti akan melakukan

scoring terhadap kuesioner dengan keterangan sebagai

berikut:

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai =76-

100%

99
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai

=>56-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai

=<50%(Nursalam, 2013)

Sedangkan untuk kuesioner sikap dengan pemberian


niali 1-4,Selalu:4,Sering:3,Kadang - kadang:2,Tidak
pernah:1, baik jika skoring 55%-100%, buruk jika
<50%.
E. TEHNIK PENGOLAHAN DATA

Cara pengolahan data agar dapat disimpulkan atau

diinterprestasikan menjadi informasi. Dalam melakukan

analisa data terlebih dahulu data harus diolah. Dalam

penelitian ini proses pengolahan data menggunakan

langkah-langkah, diantaranya yaitu sebagai berikut

(Hidayat, 2017).

1. Editting (pengeditan)

Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan pada lembar

kuesioner antara lain kesesuaian jawaban, kelengkapan

pengisian serta konsistensi jawaban responden. Dalam

penyuntingan, tidak dilakukan penggantian atau

penafsiran atas jawaban responden tersebut.

2. Coding(mengkode data)

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting,

selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding yakni

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan.

100
3. Entry data (Memasukkan Data)

Setelah dilakukan pengkodean kemudian dilakukan

pemberian nilai sesuai dengan skor yang telah

ditentukan.

Kategori penentuan scoring untuk Pengetahuan perawat :

a) Pengetahuan baik : Skor 76-100%

b) Pengetahuan cukup : Skor 56-75%

c) Pengetahuan kurang : Skor <55%

Kategori penentuan scoring sikap perawat dengan

penilaian:

Favorable : Unfavorable :

a) Selalu :skor 4 a) Selalu :skor 1

b) Sering :skor 3 b) Sering :skor 2

c) Kadang-kadang :skor 2 c) Kadang-kadang:skor 3

d) Tidak pernah :skor 1 d) Tidak pernah :skor 4

Baik jika skornya 55%-100% buruk jika skornya <55%.

Kemudian jawaban dari responden yang dalam bentuk kode

(angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau

software computer dengan melalui Software Statistic

Program For Social Science (SPSS) Versi 21.

4. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau

responden selesai dimasukkan, perlu di cekkembali

untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

101
kode, ketidaklengkapan dan sebagainya kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoadmodjo, 2012)

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2012).

Pengumpulan data dilakukan peneliti menggunakan data

primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden.

Langkah-langkah pengumpulan data :

1. Tahap Persiapan :

a) Peneliti mendapat lembar persetujuan penelitian

dari Direktur RSUD tanjung kabupaten Lombok utara

terkait penelitian yang dilakukan.

b) Peneliti melakukan penjajakan sampel yang dijadikan

subyek dalam penelitian.

c) Mempersiapkan alat, adapun yang digunakan yaitu

Angket (Lembar kuesioner)

2. Tahap Orientasi

a) Mengucapkan salam

b) Memperkenalkan diri

c) Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

3. Tahap Pelaksanaan

a) Setelah responden bersedia dan menandatangani

lembar persetujuan menjadi responden,peneliti

102
kemudian membagikan angket kuesioner pada

responden, tujuannya untuk mengetahui tingkat

pengetahuan perawat dengan pengetahuan yaitu

perawat tahu.

b) Lembar kuesioner ini berisi data umum responden

meliputi nomor responden, jenis kelamin, umur,

pendidikan dan lama kerja di IGD dengan berisikan

20 pertanyaan dan berupa pilihan dengan memberi

tanda centang pada jawaban yang telah disediakan

dimana peneliti menggunakan format jawaban, Setiap

pernyataan hanya memerlukan satu jawaban.Setelah

pertanyaan di jawab semua oleh responden, peneliti

akan melakukan scoring terhadap kuesioner yang

telah diisi oleh responden.

c) Untuk mengumpulkan data sikap perawat pada pasien

triage ,peneliti akan memberikan questioner kepada

responden.

4. Tahap Terminasi

a) Setelah data terkumpul, maka data tersebut diolah

sesuai dengan variabelnya, yaitu kategori standar

pengukuran tingkat pengetahuan dengan skoring :

1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai

=76-100%

2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai

=>56-75%

103
3) Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai

=<50% (Nursalam, 2013).

b) Siakp Baik jika skornya 55%-100% sikap buruk jika

sekornya <55%.

c) Kemudian data tersebut ditabulasi dan dilakukan

analisa data. Data yang terkumpul kemudian

dianalisis menggunakan uji statistik korelasi

spearman rank.

G.IDENTIFIKASI VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

1.Identifikasi Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah suatu variable yang

digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran dimiliki

dan didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu

konsep pengertian tertentu atau variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2014).

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua macam

yaitu variabel independen dan variabel dependen.

a) Variabel independen (variabel bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable

dependen (terikat) (Hidayat, 2017).Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan variabel

independen berupa tingkat pengetahuan tentang

triage.

104
b.) Variabel dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karna variabel

bebas (Hidayat, 2017).Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan variabel dependen berupa

sikap perawat pada pasien triage.

2. Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan mendefinisikan

variabel secara oprasional berdasarkan karakteristik

yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap

suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2017). Batasan

operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Tingkat pengetahuan perawat

Hasil dari pemikiran perawat yang didasari dengan

mengetahui dan memahami terhadap suatu objek

tertentu.

b) sikap perawat pada saat pertama kali mendapatkan

informasi tentang kedatangan pasien gawat darurat

di depan IGD RSUD Tanjung Kabupate Lombok Utara

sampai diberikannya tindakan.

105
Tabel 1.2.Hubungan tingkat Pengetahuan dengan sikap perawat dalam pelaksanaan triage pada pasien

prioritas 1 dan 2 di IGD RSUD TANJUNG KABUPATEN LOMBOK UTARA

Variable Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skoring

Operasional Data

Independen Hasil dari Pengukuran Angket/ Ordinal  Skor 1= jika benar


(Tingkat pemikiran pengetahuan kuesioner  Skor 0= jika salah
pengetahuan perawat yang menggunakan  Tingkat
perawat didasari kriteria : pengetahuan baik
tentang dengan 1. Tahu (Know) bila skor atau
triage) mengetahui - Pengertian nilai =76-100%
dan memahami - Prinsip  Tingkat
terhadap triage pengetahuan cukup
suatu objek metode strat bila skor atau
tertentu - Penentuan nilai =>56-75%
prioritas  Tingkat
pengetahuan kurang
bila skor atau
nilai =<50%
(Nursalam, 2013)

Variable Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skoring

106
Operasional Data

(sikap Sikap yang Sikap dalam Angket/ Ordinal favorable


perawat paada dimiliki melakukan triage: kuesioner  Selalu:sekor 4
pasien perawat pada - Respon cepat  Serind:sekor 3
triage) saat pertama - Menentukan  Kadang-
kali tindakan kadang:sekor2
mendapatkan sesuai  Tidak
informasi kondisi pernah:sekor 1
tentang pasien  Baik jika
kedatangan - Melakukan skornya 55%-
pasien gawat sesuai 100%
darurat di prosedur  buruk jika
depan IGD - Tidak  sekornya <55%.
RSUD tanjung mendahulukan
kabupaten pasien sesuai Unfavorable
Lombok utara ras atau  Selalu:skor 1
sampai agama,  Sering
diberikannya jabatan :skor 2
tindakan.  Kadang -
kadang:skor 3
 Tidak
pernah :skor 4

107
108
H.ETIKA PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian, peneliti sebelumnya

meminta surat permohonan ijin kepada Direktur RSUD

Tanjung Kabupaten Lombok Utara untuk mendapatkan

persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan barulah

melakukan penelitian dengan menekankan kepada masalah

etika yang meliputi:

1. Informed Concent (Lembar Persetujuan)

Merupakan lembar persetujuan memuat penjelasan-

penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian,

dampak yang mungkin terjadi selama penelitian. Apabila

responden telah mengerti dan bersedia maka responden

diminta menandatangani surat persetujuan menjadi

responden. Namun apabia responden menolak, peneliti

tidak akan memaksa.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga keerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden penelitian, hanya untuk

memudahkan dalam mengenali identitas, peneliti memakai

nomor yang berbeda-beda untuk masing-masing responden.

3. Confidential (kerahasiaan)

Informasi yang diberikan oleh responden serta semua

data yang terkumpul akan disimpan, dijamin

kerahasiaannya dan hanya menjadi koleksi peneliti.

Informasi yang diberikan oleh responden tidak akan

disebarkan atau diberikan kepada orang lain tanpa

109
seijin responden. Penliti menjamin semua kerahasiaan

informasi yang diberikan oleh responden dan akan

dijaga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

110
I.KERANGKA KERJA

Populasi:Seluruh
Perawat Di IGD

Total
Sampling
sampel

Informed concent
Pengumpulan
data

Tingkat pengetahuan tentang triage Sikap perawat pada pasien triage


dengan menggunakan kuisioner dengan menggunakan kuisioner

Tabulasi
data
Analisa data:Menggunakan uji Spearmen
rank test

Hasil:Penyajian data

Laporan hasil

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Pengetahuan dan sikap

perawat dalam pelaksanaan triage pada pasien

prioritas 1 dan 2 di IGD RSUD TANJUNG KABUPATEN

LOMBOK UTARA.

111
J . ANALISA DATA

Analisa data merupakan cara mengolah data agar

dapat disimpulkan atau diinterpretasikan menjadi

informasi. Sebelum dilakukan analisa data terlebih

dulu dilakukan proses pengolahan data yang meliputi

editing, clanning, coding dan Entry data.

Dalam penelitian ini hasil kuesioner ditabulasi

kemudian dianalisis untuk dibuktikan apakah ada

hubungan tingkat pengetahuan tantang triage dengan

sikap perawat pada pasien triage prioritas 1 dan 2,

dengan menggunakan uji spearmen rank test yaitu alat

uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis

asosiatif dua variabel bila datanya berskala ordinal

(ranking) dengan taraf signifikansi 5% (0,05). Nilai

korelasi ini disimbolkan dengan(dibaca: rho). Karena

digunakan pada data beskala ordinal, untuk itu sebelum

dilakukan pengelolahan data, data kuantitatif yang

akan dianalisis perlu disusun dalam bentuk ranking.

Nilai korelasi Spearman berada diantara -1 <  <

1. Bila nilai = 0, berarti tidak ada korelasi atau

tidak ada hubungannya antara variabel independen dan

dependen. Nilai  = +1 berarti terdapat hubungan yang

positif antara variabel independen  dan dependen.

Nilai  = -1 berarti terdapat hubungan yang negatif

antara variabel independen  dan dependen. Dengan kata

lain, tanda “+” dan “-“ menunjukkan arah hubungan di

112
antara variabel yang sedang dioperasikan. Prinsipnya

adalah ingin menguji apakah ada hubungan antara kedua

variabel (Hidayat, 2017).Pengolahan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer

melalui Software Statistic Program For Social Science

(SPSS) Versi 21.

113
Daftar Pustaka

Agus,riyanto.2011. buku ajar metodologi penelitian.


Jakarta:EGC
Akhmad, Baequni Hadi. 2016. gambaran pengetahuan dan
penerapan triage oleh perawat di instalasi gawat
darurat rsud dr. soedirman kebumen, sekolah tinggi
ilmu kesehatan muhmmadiyah gombong
Angger, pawiyantan. dkk. 2016. Gambaran pengetahuan perawat
dalam melakukan triage di ugd rsud kota
surakarta.penelitian. Program Magister Keperawatan
Gawat Darurat Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya
Suhardi (2021) Pengetahuan dan Sikap Perawat
terhadap Tindakan Triase di Instalasi Gawat Darurat

Gita Nur Ayni (2019) Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap


Perawat Tentang Triage
Arikunto,suharsimi. 2011. Prosedur penelitian: suatu
pendekatan praktik. Edisi revisi VII. Jakarta: PT.
rimeka cipta.
Azhar, saifuddin, 2012. Sikap manusia: teori dan pengukuran.
Yogyakarta:liberty.
Bagus B. 2007. Pengaruh dan heterampilan perawat dalam
hubungan keputusan pasien dalam pelayanan di
magelang. Artikel skripsi.
Fuadbahsin. 2009. Teori pengetahuan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi.
http://fuadbahsin.woedpress.com/2009/12/25/tinjauan-
umum-pengetahuan/.(diakses 12 juni 1016)
http://fuadbahsin.woedpress.com/2009/12/25/tinjauan-umum-
pengetahuan/.(diakses.

114
Lippincott william and wilkins. A wolter kluwer bussines.
Hogan, B.E. and brusteni, B.L.2007 disaster
medicine. Second edition.
Ihyanul ulama, MD. 2011.Akutansi sektor publik edisi ketiga.
Universitas muhammadyah malang press. Malng
Kristanti,Handriani, (2009), Penyakit Akibat
Kelebihan&Kekurangan Vitamin, Mineral&Elektrolit,
Jakarta, Citra Pustaka
Musliha, 2010, Keperawatan Gawat Darurat, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Notoatmojo, soekidjo.1010. Metologi penelitian kesehatan.
Jakarta. Rineka cipta.
Nursalam. 2013. Konsep penerapan metode penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta: salemba medika
Oman, kathleen s.2008 panduan belajar keperawatan emergensi.
Jakarta: EGC.
Pusponegoro, D aryono. 2010. Buku panduan besic trauma and
cardiac lifesupport. Jakarta diklat ambulance AGD
118.
Ni Luh Dita Andrayono (2019) Hubungan Peran Dan Sikap
Perawat IGD Dengan Pelaksanaan Triage Berdasarkan
Prioritas
Rekam medik RSUD Tanjung kabupaten lombok utara. 2018
Rica Lestari Nasution, 2015. Sikap dan Keterampilan Perawat
dalam Penerapan Tindakan Triage di IGD RSUD Dr.
Pirngadi Medan universitas sumatra utara
Rowles c.j and moss,R. 2007 Nursing manajemen : staff nurse
job satisfaction and managenent style. WB saunder
company. Philadelpia
Rutenberg, carol. 2009. Telephone triage: timelly tips,
american academy of ambulatory clinical nursing
(AAACN). Daiakss tanggal 26 maret 2015 memalui
http://web.wbscohost.com/ehost/pdfviewe

115
Vita Maryah Ardiyani, dkk. Jurnal care.analisis peran
perawat triage terhadap waiting time dan length of
stay pada ruang triage di instalasi gawat darurat
rumah sakit dr saiful anwar malang. Volume 3, no.
1,2015; hal 39-50.

Yanty, Gurning.dkk. 2016. Hubungan tingkat pengetahuan dan


sikap petugas kesehatan igd terhadap tindakan triage
berdasarkan prioritas. penelitian. Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Riau
Hubungan Sikap Relawan Dengan Keterampilan Melakukan
Triase Metoda START Di Kota Bukittinggi Tahun
2019

116
LAMPIRAN

Terlampir 1

Kuesioner Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan

Triage Pada Pasien Proritas I Dan 2 DI IGD RSUD TANJUNG

KABUPATEN LOMBOK UTARA

I. IDENTITAS RESPONDEN

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan terakhir :

e. Lama menjadi relawan :

Petunjuk pengisian

1. Baca dengan teliti pertanyaan sebelum member jawaban


2. Jawab dengan jujur tanpa pengaruh orang lain
3. Berilah tanda silang (×) pada jawaban yang tersedia
sesuai dengan pendapat anda

117
II. PENGERTIAN

1. Manakah menurut anda, pertanyaan di bawah,


yang anda anggap benar mengenai triage
metode START ?

a. Triage adalah suatu peroses pembagian

korban bencana berdasarkan keadaan /

kondisi cedera atau penyakit

b. Triage adalah suatu peruses

penyeleksian korban bencana yang

ditandai dengan pemberian kartu merah,

kuning, hijau, dan hitam

c. Triage merupakan waktu tanggap darurat

untuk korban bencana

d. Triage adalah pemberian pertolongan

pertama pada korban bencana

2. Sebutkan 3 indikator yang dipakai dalam


metode START ?

a. Respirasi, perpusi, dan status mental


korban

b. Airway, perpusi, circulation

c. Kontrol, status mental korban

d. Respirsi, breatthing, perpusi

3. Ketika kita menemukan korban tidak bernafas,


apa yang kita lakukan ?

a. Membuka jalan nafas

b. Mengangkat korban

118
c. Membaeri lebel hitam

d. Mencari korban lain

4. Menilai pernafasan jika resfirasi lebih


besar dari 30 detik maka korban diberi label
?
a. Label hijau

b. Label kuning

c. Label merah

d. Label hitam

5. Pada suatu kejadian bencana,

dijumpai korban dengan keadaan

meninggal atau tanda-tanda

kehidupan trus menghilang, maka

korban diberikan label

berwarna?

a. Merah

b. Hitam

c. Kunig

d. Hijau

6. Apakah alat pelindung diri yang

harus dipersiapkan relawan

dalam melakukan penyelamatan

korban bencana ?

a. Handscoon biasa

b. Handscoon steril

c. Sarung tangan bangunan

119
d. Kacmata

7. Apakah yang harus dilakukan

ketika ada korban yang

berteriak meminta tolong dan

juga ada korban yang tidak

bersuara tapi bergerak,

terlihat sesak nafas dan

pendarahan berat, manakah yang

harus di tolong terlebih dahulu

a. Korban yang mentak tolong

b. Korban yang sesak nafas dan pendarahan


berat

c. Mintak tolong pada orang lain

d. Mencari ambulan

8. Waktu yang dibutuhkan untuk triage seriap


korban adalah ?

a. Kurang dari 30 detik

b. Kurang dari 60 detik

c. Lebih dari 60 detik

d. Kurang dari 50 detik

9. Sebutkan dari indikator dari label hijau


atau minor ?

a. Bisa berjalan, bisa mengikuti komando,


dan terdapat luka minor

120
b. Bisa bergerak tetapi tidak bersuara,
patah tulang, dan sesak nafas

c. Tidak bisa berdiri, terdapat luka


minor, dan susah bernafas

d. Bisa berdiri, terdapat luka praktur


terbuka, dan luka praktur tertutup ?

10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan triage


metode strat ?
a. Sistem triage yang mudah digunakan
dalam pemilahan menggunakan warna
merah, kuning, hijau, dan hitam

b. Sistem triage yang tidak tepat


melakukan pertolongan

c. Merupakan metode untuk pemilahan


korban bencana

d. Cara mudah melakukan pertolongan


pertama pada pasien cedera kepala

( M.Alfandi,stikes perintis padang 2019 )

121
122
Terlampir 2

Kuesioner Sikap Perawat Dalam Pelaksanaan Triage Pada Pasien

Proritas I Dan 2 Di IGD Rsud Tanjung Kabupaten Lombok Utara

Petunjuk pengisian Bapak/Ibu diharapkan :

1. Menjawab setiap pertanyaan yang tersedia dengan

memberikan tanda cheeklist (√) pada tempat yang

disediakan.

2. Semua pertanyaan harus dijawab.

3. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang mengerti dapat bertanya kepada

peneliti.

Lembar Kuesioner :Sikap Perawat dalam Penerapan

Tindakan Triage

Keterangan :SL: Selalu

SR : Sering

KK : Kadang - kadang

TP : Tidak pernah

No Pertanyaan SL SR KK TP

1 Saya berpedoman pada SOP triage dalam pengelompokan

pasien di Instalasi Gawat Darurat

2 Saya lebih mendahulukan pasien berdasarkan jabatan

dan administrasi yang ia gunakan tanpa

memperhatikan kondisi dan tingkat kegawatan pasien

yang dialami oleh pasien.

123
3 Saya melakukan pengelompokan/penanganan pasien

berdasarkan labeling kegawat daruratan

4 Saya melakukan pengkajian dan penanganan kepada

pasien tanpa menempatkan pasien di ruang triage/IGD

terlebih dahulu

5 Saya tidak membeda-bedakan pasien dalam memberikan

penanganan kegawatdaruratan di IGD

6 Saya melakukan proses triage tanpa mengikuti

langkah-langkah dalam penilaian triage terdiri dari:

primary survey, secondary survey dan monitoring

7 Saya memprioritaskan pasien berdasarkan: 1.

Label merah (Immadiate), 2. Label kuning

(delayed), 3. Label hijau (minor), 4. Label

hitam (expextant)

8 Terjadi keterlambatan dalam penanganan triage di

Instalasi Gawat Darurat

9 Saya menggunakan kode warna dalam pengelompokan

pasien dengan ketentuan: warna merah sebagai

prioritas I, warna kuning sebagai prioritas II,

warna hijau sebagai prioritas III, dan warna hitam

sebagai prioritas IV.

10 Saya tidak mampu melakukan triage dengan segera dan

waktu yang singkat yakni 2-5 menit.

11 Saya mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan

triage yang telah saya lakukan apakah efektif atau

124
tidak bagi keselamatan pasien.

12 Saya tidak melakukan prioritas labeling sesuai

dengan kondisi pasien

13 Saya dapat mengenali dengan segera ketika saya

melakukan kegagalan dalam penanganan pasien

gawatdarurat

14 Saya tidak menggunakan kode warna dalam

pengelompokan pasien dengan ketentuan: warna merah

sebagai prioritas I, warna kuning sebagai prioritas

II, warna hijau sebagai prioritas III, dan warna

hitam sebagai prioritas IV.

15 Saya mengetahui bahwa triage diartikan sebagai suatu

tindakan pengelompokan pasien berdasarkan beratnya

cedera dan ada tidaknya gangguan pada ABCDE

16 Saya tidak berpedoman pada SOP triage dalam

pengelompokan pasien di IGD

17 Saya tidak mampu melakukan triage dengan cepat dan

tepat

18 Saya tidak dapat mengingat bahwa melakukan

proses triage harus dengan mengikuti

langkah-langkah dalam penilaian triage terdiri

dari: 1. Primary survey, 2. Secondary survey,

3. Monitoring

19 Saya memahami bahwa triage harus

dilakukan dengan segera dan singkat dalam

125
waktu 2-5 menit

(Rica Lestari Nasution,universitas sumatra utara

2015)

126

Anda mungkin juga menyukai