Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan gawat darurat bertujuan menyelamatkan kehidupan

penderita, hingga sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan

pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan. Penyebab tingginya

angka kematian dan kecatatan akibat kegawatdaruratan salah satunya adalah

kurangnya pengetahuan perawat terhadap penanganan awal pasien gawat

darurat. Pengetahuan perawat dalam penanganan awal pasien memegang

peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pertolongan

penderita gawat darurat yang justru meninggal dunia atau mengalami

kecatatan akibat kesalahan pemberian pertolongan awal.

Seiring dengan meningkatnya pelayanan yang harus diberikan kepada

seorang pasien yang mengalami keadaan gawat darurat, maka perawat

yang bekerja di instalasi gawat darurat dituntut untuk memiliki

pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu

kepada pasiennya dimana perawat harus berada selama 24 jam per hari

dan 7 hari dalam seminggu di instalasi gawat darurat (Oman :2011). Menurut

WHO (2011) perawat di dunia berjumlah 19,3 juta . Di Indonesia jumlah

perawat 220.575 orang, rasio perawat per 100.000 penduduk

kabupaten/kota di Prov. maluku berkisar 60,5 – 463,4. Berdasarkan target

1
indikator Indonesia Sehat rasio 117,5 perawat per 100.000 penduduk, tingkat

provinsi dan 73% kab/kota telah memenuhi target. (Kemenkes, 2013).

Jumlah perawat yang ada di ruangan IGD berjumlah berjumlah 30 orang,

yang terdiri dari 1 Kepala ruangan dan 29 perawat pelaksana, pendidikan

terakhir dari perawat di IGD Profesi Nurse 6 orang, S. Kep 8 orang dan 16

orang D3 Kep, Perawat yang bekerja di IGD semuanya telah mengikuti

pelatihan BTCLS. Perawat di bagi dalam 3 shift yaitu pagi 13 orang, sore 5

orang dan malam 5 orang sedangkan perawat yang mengambil libur ada 8

orang.

Peran serta pengetahuan perawat sangat penting karena sebagai ujung

tombak di instalasi gawat darurat (IGD) dan merupakan tenaga kesehatan

yang pertama kali berhadapan dengan pasien yang Sangat menentukan

keberhasilan dalam penanganan pasien selanjutnya. Pelayanan kegawat

daruratan yang berkualitas di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, bahkan

sebagai salah satu faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit

di masyarakat. Peningkatan pelayanan kegawat daruratan tidak lepas dari

peningkatan kualitas tenaga kesehatan, sarana dan prasarana yang ada di

instalasi gawat darurat di rumah sakit.

Menurut pendapat penenliti, upaya penanganan awal pasien gawat

darurat pada dasarnya mencangkup suatu rangkaian kegiatan yang harus

dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau

2
kecacatan yang mungkin terjadi. Salah satu indikator keberhasilan

penanganan medik pasien gawat darurat adalah kecepatan memberikan

pertolongan pada awal pasien baik dalam keadaan rutin sehari-hari maupun

bencana. Peneliti tidak memungkinkan penelitian lain, jurnal maupun

literatur lain yang memberikan kesimpulan bahwa pengetahuan perawat

tidak ada kaitannya dengan penanganan awal pasien gawat darurat.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti lain seperti jurnal

sity munawaroh, Vitrise Maatilu, Mulyadi, Reginus T. Malara dari beberapa

rumah sakit swasta yang ada di Ponorogo ada beberapa rumah sakit yang

bisa dijadilakan lahan penelitian yaitu di RSU Darmayu, RSUA Dr. Sutomo,

RSUA Diponegoro, RSU Muslimat, dengan alasan yang pertama keempat

rumah sakit tersebut berada pada titik strategis jika pasien mengalami

kecelakaan dibeberapa daerah rawan kecelakaan sehinga banyak pasien

kecelakaan yang dibawa ke rumah sakit tersebut dari hasil penelitian

membuktikan terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan

penanganan awalpasien kegawat daruratan. mengambil patokan empat

rumah sakit tersebut maka penulis mengambil sampel penelitian di IGD RSU

Bayangkara Ambon dengan jumlah perawat UGD 30 orang. Dari 30

responden, responden didapatkan hasil pengetahuan berdasarkan umur

sebesar 25% dan responden pengetahuan perawat berdasarkan pengalaman

kerja sebesar 50%, sedangkan untuk pengetahuan perawat berdasarkan

jenjang Pendidikan sebesar 25%.

3
Sebagai pemberi perawatan, perawat membantu klien mendapatkan

kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan yang lebih dari sekedar

sembuh dari penyakit tertentu namun berfokus pada kebutuhan kesehatan

klien secara holistic. Beberapa faktor turut berkontribusi dalam mendukung

kemampuan perawat tersebut, seperti pengetahuan dan pengalaman kerja.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melaksanakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu,dimana

pengindraan terjadi melalui panca indera yaitu indera

penglihatan,pendengaran,penciuman,rasa dan raba (Notoatmojo,2007).

Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan

jenis tugas sesuai dengan kemampuannya (Syukur, 2011:74).Dari pendapat

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengalaman kerja adalah waktu

yang digunakan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, banyaknya

pengalaman kerja mengakibatkan tingkat keahlian dan keterampilan yang

dimiliki makin tinggi. Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan Pengetahuan Perawat

dengan Penanganan Awal Pasien Instalasi Gawat darurat Di RSU

Bhayangkara Ambon”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut “bagaimanakah hubungan pengetahuan

4
perawat dengan penanganan awal pada pasien instalasin gawat darurat RSU

Bayangkara Ambon”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan penanganan awal

pada pasien instalasi gawat darurat RSU Bayangkara Ambon.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam penanganan awal

pasien di instalasi gawat darurat

b. Menganalisa hubungan pengetahuan perawat dengan penanganan

awal pasien gawat darurat

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi

Sebagai masukan bagi Institusi Keperawatan dalam mengembangkan

ilmu sebagai bahan kajian untuk penelitian berikutnya supaya lebih

baik.

b. Bagi Peneliti

5
Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan peneliti tentang

hubungan pengetahuan perawat dengan penanganan awal pasien di

instalasi gawat darurat.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi RSU

Dapat di gunakan sebagai acuan untuk meningkatkan Pengetahuan

tentang hubungan perawat IGD dengan penanganan awal pasien

instalasi gawat darurat.

b. Bagi Perawat

Dapat digunakan untuk meningkatkan program penyelamatan pada

pasien instalasi gawat darurat RSU Bayangkara Ambon.

c. Bagi Peneliti Yang Akan Datang

Dapat digunakan sebagai bahan dan sumber untuk pengembangan

penilitian selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan umum tentang Instalasi gawat darurat

1. Pengertian

Instalasi gawat darurat (IGD) adalah salah satu bagian di rumah

sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita

sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan

hidupnya.Instalasi gawat darurat (IGD) mempunyai tugas

menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan perawatan

sementara serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang

dating dengan gawat darurat medis. IGD memiliki peran sebagai

gerbang utama masuknya penderita Gawat darurat (Ali,2014).

Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan

pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah

kematian dan kecacatan. Pelayanan ini bersifat penting (Emergency)

sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari secara terus

menerus

Instalasi gawat darurat (IGD) merupakan unit rumah sakit yang

memberikan perawatan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin

oleh seorang dokter jaga dan seorang tenaga dokter ahli dan

7
pengalaman dalam menangani PGD (Pasien Gawat Darurat), yang

kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter

spesialis tertentu (Hidayati, 2014). Instalasi gawat darurat

menyiapkan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan

cidera yang dapat mengancam jiwa dan kelangsungan

hidupnya.Adapun tugas dari Instalasi Gawat darurat adalah

menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan

serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang adtang

dengan kondisi gawat darurat (Depkes RI, 2006). Petugas kesehatan di

instalasi gawat darurat di rumah sakit terdiri dari dokter ahli, dokter

umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan penanganan

kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang

bekerja di Instalasi Gawat darurat..

2. Fungsi Instalasi Gawat Darurat.

Fungsi Instalasi Gawat Darurat adalah untuk menerima,

menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang

bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak

gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk

penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan

bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang

terjadi di tiap daerah. Ruang IGD, selain sebagai area klinis, IGD juga

memerlukan fasilitas yang dapat menunjang beberapa fungsi-fungsi

8
penting sebagai berikut: kegiatan ajar mengajar, penelitian/riset,

administrasi, dan kenyamanan staff.

3. Kriteria Instalasi Gawat Darurat

Adapun beberapa kriteria dalam Unit Gawat Darurat (UGD) menurut

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (RI) tahun 1992 yaitu:

a. Instalasi gawat darurat harus buka 24 jam.  

b. Instalasi gawat darurat juga harus melayani penderita-penderita

“False Emergency” tetapi tidak boleh mengganggu/ mengurangi

mutu pelayanan penderita gawat darurat.

c. Instalasi gawat darurat sebaiknya hanya melakukan “Primary

Care” sedangkan “Definitive Care” dilakukan ditempat lain dengan

cara kerja yang baik.

d. Instalasi gawat darurat harus meningkatkan mutu personalia

maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita

gawat darurat.

e. Instalasi gawat darurat harus melakukan riset guna meningkatkan

mutu/kualitas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya.

4. Kegiatan di Instalasi Gawat Darurat

Kegiatan yang menjadi tanggung jawab IGD, secara umum dapat

dibedakan atas tiga macam yaitu (Flynn, 1962): 

a. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat bertujuan

menyelamatkan untuk kehidupan penderita, namun sering

9
dimanfaatkan hanya untuk memperoleh mendapatkan

pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat

jalan.

b. Menyelenggarakan pelayanan penyeringan untuk kasus-kasus

yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Merujuk

kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh

pelayanan rawat inap intensif.

c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat, serta

menampung serta menjawab semua pertanyaan semua anggota

masyarakat tentang segala sesuatu yang ada hubungannya

dengan keadaan medis darurat (Emergency Medical Uestions).

5. Standar Pelayanan Unit Gawat Darurat

a. Standar 1: Falsafah dan Tujuan

Instalasi gawat darurat dapat memberikan pelayanan gawat

darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan

mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.

1) Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat

selama 24 jam terus menerus.

2) Ada unit atau Instalasi gawat darurat yang terpisah secara

fungsional dari unit-unit pelayanan lainnya.

10
3) Ada kebijakan dan prosedur tentang pasien yang tidak

tergolong akut dan gawat yang datang berobat di unit/unit

gawat darurat.

4) Adanya evaluasi tentang fungsi unit/ Unit Gawat Darurat

disesuaikan dengankebutuhan masyarakat

5) Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi

unit/ Unit Gawat Darurat dan kesehatan masyrakat harus

diselenggarakan.

b. Standar 2: Administrasi dan Pengelolaan

Instalasi gawat darurat harus diatur, dipimpin dan di integrasikan

denganbagian lain dan unit rumah sakit lainnya.

1) Unit/ Instalasi gawat darurat dilengkapi dengan bagan

organisasi disertai uraian tugas, pembagian kewenangan

dan mekanisme hubungan kerja dengan unit kerja lain

didalam rumah sakit

2) Ada jadwal jaga harian bagi dokter, perawat, konsulen dan

petugas pendukung lain yang bertugas di unit/unit gawat

darurat

3) Ada petunjuk dan informasi yang disediakan bagi

masyarakat untuk menjamin adanya kemudahan, kelancaran

dan ketertiban dalam memberikan pelayanan di unit/unit

gawat darurat.

11
c. Standar 3: Staf dan Pimpinan

Unit gawat darurat dipimpin oleh dokter yang telah mendapat

pelatihan gawat darurat, dibantu oleh tenaga medis, para medis

perawatan, para medis non perawatan dan tenaga non medis

yang terampil.

1) Ditetapkan dokter sebagai kepala unit/ Instalasi gawat

darurat yang bertanggung jawab atas pelayanan di IGD.

2) Ditetapkan perawat sebagai penanggung jawab pelayanan

keperawatan di unit/ Instalasi gawat darurat

3) Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia sesuai

dengan kebutuhan pasien

4) Semua dokter dan tenaga keperawatan mampu melakukan

teknik pertolongan hidup dasar (Basic Life Support).

5) Informasi tentang pelayanan yang diperlukan sudah

dikomunikasikan kepada staf yang berkepentingan sebelum

pasien sampai.

d. Standar 4: Fasilitas dan Peralatan

Fasilitas yang disediakan harus menjamin efektivitas bagi

pelayanan pasien gawat darurat dalam waktu 24 jam terus

menerus.

1) Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk

mencapai lokasi Unit/ Instalasi Gawat Daurat di rumah sakit,

12
dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke IGD dari

arah dalam RS

2) Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai

dengan kondisi penyakitnya

3) Pengadaan dan penyediaan peralatan, obat, bahan, cairan

infus dilakukan sesuai dengan standar pada Buku Pedoman

Pelayanan Gawat Darurat

4) Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran

hubungan antara Instalasi gawat darurat dengan unit lain di

dalam dan di luar runah sakit yang terkait, rumah sakit dan

sarana kesehatan lainnya, pelayanan ambulance, unit

pemadam kebakaran dan konsulen SMF di IGD

5) Ada ketentuan tentang pemeriksaan, pemeliharaan dan

perbaikan peralatan secara berkala

e. Standar 5: Kebijakan dan Prosedur

Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit

yang selalu ditinjau dan disempurnakan (bila perlu) dan mudah

dilihat oleh seluruh petugas.

1) Ditetapkan kebijakan tentang TRIASE

2) Ditetapkan kebijakan tentang pasien yang perlu dirujuk ke

rumah sakit lain.

13
B. Tinjauan umum tentang pengetahuan perawat

1. Perawat

a. Pengertian perawat

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang propfesional

mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan

pelayanan kesehatan khususnya pelayanan atau asuhan

keperawatan yang komperehensip dengan membantu pasien

memenuhi kebutuhan dasar yang holistic.Keperawatan sebagai

suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan

kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual

yang komperehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat

baik sakit maupun sehat yang mencangkupseluruh siklus

kehidupan manusia (Nursalam, 2013), pelayanan keperawatan

disini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan

emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai

manusia. Perawat sebagai tenaga keperawatan yang professional

harus memiliki kemampuan intelektual, teknikal, interpersonal,

bekerja berdasarkan standar praktik, memperhatikan kaidah etik

dan moral (Wicaksono dan Prawesti,2012).

14
Karakter keperawatan sebagai profesi menurut Gillies

(19996) dalam (Nursalam 2013) yaitu memiliki ilmu pengetahuan

tentang tubuh manusia yang sistimatis dan khusus,

mengembangkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia

secara konstan melalui peneltian, melaksanakan Pendidikan

melalui Pendidikan tinggi, menerapkan ilmu pengetahuan tentang

tubuh manusia dalam pelayanan, berfungsi secara otonomi dalam

merumuskan kebijakan dan pengendalian praktik

professional,memberikan pelayanan untuk kesejahteraan

masyarakat diatas kepentingan pribadi, berpegang teguh pada

tradisi leluhur dan etika profesi serta memberikan kesempatan

untuk pertumbuhan profesional dan mendokumentasikan proses

keperawatan.

b. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat

Menurut Kusnanto (2914) fungsi perawat adalah :

1) Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan

masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensi untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

2) Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu,

keluarga kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis

keperawatan.

15
3) Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan

termasuk pelayanan pasien.

4) Mengepaluasi hasil asuhan keperawatan.

5) Mendokumentasikan hasil keperawatan

6) Mendefenisikan hal-hal yang yang perlu diteliti atau

dipelajari serta direncanakan studi kasus guna

meningkatkan pengetahuan dan pengembangan

keterampilan dan praktik keperawatan.

7) Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kepada

pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat

8) Bekerjasama dengan disiplin ilmu terkait terkait dengan

memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien,

kelompok, keluarga dan masyarakat.

9) Mengelolah perawatan pasien dan berperan sebagai ketua

tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

c. Peran Perawat

Doheny (dalam Kusnanto, 2004) mengidentifikasi beberapa

elemen peran perawat sebagai perawat professional sebagai

berikut :

16
1) Care Giver (pemberi asuhan keperawatan)

Sebagai pelaku pemberi asuhan keperawatan,

perawat dapat memberikan perawatan langsung kepeda

klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi: pengkajian dalam upaya mengumpulkan data

dan informasi yang benar, menegakan diagnosis

keperawatan berdasarkan hasil analisis data,

merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya

mengatasi masalah yang muncul dan membuat

langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan

keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan

melukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap

tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2) Client advocate (pembela untuk melindungi klien)

Sebagai advokat klien perawat berfungsi sebagai

penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam

upaya pemenuhan kebutuhan klien, pembela kepentingan

klien dan membantu memahami semua informasi dan

upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan

17
dengan pendekatan tradisional maupun professional.

Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak

sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap

pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang

harus dijalani oleh klien.

3) Counsellor (pemberi pertimbangan)

Memberikan konselin/bimbingan kepada klien,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan

sesuai prioritas.Konseling diberikan kepada

individu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman

kesehatan dengan pengalaman yang lalu, pemecahan

masalah difokuskan pada masalah keperawatan,

mengubah perilaku hidup kea rah perilaku hidup sehat.

4) Educator (sebagai pendidik klien)

Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien

meningkatkan kesehatannya melalui pemberian

pengetahuan yang terkait keperawatan dan tindakan

medis yang diterima sehingga klien/keluarga dapat

menerima tanggungjawab terhadap hal-hal yang

diketahuinya.

18
5) Collaborator (anggota tim kesehatan)

Perawat juga bekerjasama dengan tim kesehatan

lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun

pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi

kebutuhan kesehatan klien.

6) Change agent (pembaharu)

Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi

dalam cara berfikir, bersikap, bertingkah laku dan

meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi

sehat. Elemen ini mencangkup perencanaan, kerjasama,

perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan

klien dan cara memberikan perawatan kepada klien.

7) Consultant (konsultan)

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan

permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan

keperawatan yang diberika, dengan peran ini dapat

dikatakan perawat adalah sumber informasi yang

berkaitan dengan kondisi spesifik klien.

19
2. Pengetahuan Perawat

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental

(mental state) mengetahui adalah menyusun pendapat tentang

suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta

yang ada diluar akal. Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan nraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang

diketahui melalui proses pembelajaran.

b. Tingkat Pengetahuan

Klasifikasi perilaku kognitif dalam uraian hirarki.Perilaku yang

paling sederhana adalah mendapatkan pengetahuan, sedangkan

yang paling kompleks adalah evaluasi. Klasifikasi perilaku kognitif

ada enam tingkatan yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan

20
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang

telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi

real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan,

21
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek.Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan

tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan

di atas.

22
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1) Faktor internal meliputi :

a) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi

prosespertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah

yang lebih dewasa,lebih baik dan lebih matang pada diri

individu, kelompok atau masyarakat.Beberapa hasil penelitian

mengenai pengaruh pendidikan terhadapperkembangan

pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itumempertinggi

taraf intelegensi individu.

b) Persepsi

Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengantindakan yang akan diambil.

c) Motivasi

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga

penggerak yangberasal dari dalam diri seseorang untuk

melakukan sesuatu denganmengenyampingkan hal-hal yang

dianggap kurang bermanfaat. Dalammencapai tujuan dan

munculnya motivasi memerlukan rangsangan daridalam diri

individu (biasanya timbul dari perilaku yang dapat

memenuhkebutuhan sehingga menjadi puas) maupun dari

23
luar (merupakan pengaruhdari orang lain/lingkungan).

Motivasi murni adalah motivasi yang betulbetuldisadari akan

pentingnya suatu perilaku dan dirasakan suatukebutuhan.

d) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui,

dikerjakan), jugamerupakan kesadaran akan suatu hal yang

tertangkap oleh indra manusia.Pengetahuan yang diperoleh

dari pengalaman berdasarkan kenyataan yangpasti dan

pengalaman yang berulang-ulang dapat

menyebabkanterbentuknya pengetahuan. Pengalaman

masalalu dan aspirasinya untukmasa yang akan datang

menentukan perilaku masa kini.Faktor eksternal yang

mempengaruhi pengetahuan antara lain meliputilingkungan,

sosial ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan

sebagaifaktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan

perilaku individu. Sosialekonomi, penghasilan sering dilihat

untuk menilai hubungan antara tingkatpenghasilan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebudayaan

adalahperilaku normal, kebiasaan, nilai dan penggunaan

sumber-sumber didalam suatumasyarakat akan menghasilkan

suatu pola hidup. Informasi adalah penerangan,keterangan,

pemberitahuan yang dapat menimbulkan kesadaran

24
danmempengaruhi perilaku. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan denganwawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin di ukurdari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kitaketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut diatas.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara

lain meliputi lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan dan

informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi

pengembangan sifat dan perilaku individu.Sosial ekonomi,

penghasilan sering dilihat untuk menilai hubungan antara tingkat

penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Kebudayaan adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai dan

penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan

menghasilkan suatu pola hidup. Informasi adalah penerangan,

keterangan, pemberitahuan yang dapat menimbulkan kesadaran

dan mempengaruhi perilaku. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau

responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

25
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut

diatas.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat

1) Usia

Hasil kemampuan pengetahuan seseorang seringkali

dihubungkan dengan usia, sehingga semakin lama usia seseorang

maka pengetahuan dan pemahaman terhadap sebuah masalah

akan lebih baik. Dalam hal lain usia juga berpengaruh pada

produktivitas dalam bekerja. Tingkat pematangan seseorang yang

didapat dari bekerja seringkali berhubungan dengan penambahan

umur, disisi lain pertambahan usia seseorang akan mempengaruhi

kondisi fisik seseprang. Menurut Zaenal (2006), dalam

penelitiannya menyatakan usia dokter tidak berpengaruh pada

kelengkapan pengisian data rekam medis”.

2) Jenis kelamin

Menurut Siagian (2002), implikasi jenis kelamin para pekerja

merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara wajar

dengan demikian perlakuan terhadap merekapun dapat

disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota

organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan.

3) Pendidikan

26
Semakin tinggi Pendidikan seorang perawat, diharapkan bias

semakin paham dan mengerti tentang pekerjaannya.

4) Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat di peroleh dari Pendidikan atau

pengalaman yang berasal dari berbagai sumber, pengetahuan juga

merupakan hasil pengindraan manusia terhadap objek melalui

indra yang dimilikinya.

5) Pengalaman (masa kerja)

Pengalaman biasanya dikaitkan dengan waktu mulai

bekerja dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja

seseorang. Semakin lama masa kerja maka kecakapan akan lebih

baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

Seseorang akan mencapai kepuasan tertentu bila sudah mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

27
C. Tinjauan Umum Tentang Penanganan Awal Pasien IGD

1. Pengertian penanganan awal pasien di IGD

Penanganan awal adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang

dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka

menyelamatkan pasien dari kematian. Kecepatan yaitu pelayanan

yang cepat atau responsif. Perawatan merupakan interaksi secara

langsung baik antara individu dan seseorang mauoun dengan mesin

secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam kamus

besar Bahasa Indonesia pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan

orang lain sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan apa

yang dibutuhkan seseorang. Penanganan awal yang baik menentukan

keselamatan pasien sekaligus menentukan kepuasan pasien.

Penanganan merupakan target waktu pelayanan yang ditentukan oleh

unit penyelenggara pelayanan.

2. Fungsi penanganan awal pasien

a. Menyelamatkan nyawa pasien.

b. Meringankan penderitaan korban.

c. Mencegah cedera atau penyakit menjadi lebih parah.

d. Mempertahankan daya tahan korban.

e. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.

28
3. Hubungan pengetahuan perawat dengan penanganan awal pasien

Pengetahuan perawat merupakan suatu hal terpenting untuk

mengaplikasikan proses keperawatan pada saat perawat menangani

pasienya guna mencapai tujuan asuhan keperawatan. pengetahuan

perawat sangat berhubungan erat dengan penanganan awal pasien,

ketika perawat mempunyai pengetahuan yang memadai dalam

penanganan awal pasien gawat darurat maka menjaga kemungkinan

akan mengurangi tingkat kematian dan kecatatan pasien gawat

darurat. Karakteristik individu seorang perawat dapat mempengaruhi

pengetahuan hukum keperawatan.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada

penanganan awal pasien membutuhkan pengetahuan yang baik

karena minimnya pengetahuan tentang penangananan awal oasien

dapat berakibat fatal hingga menciptakan kecacatan bahkan terbawa

pada kematian. Pelayanan keperawatan baik kepada individu,

keluarga, atau komunitas, perawat sangat memerlukan pengetahuan

yang memadai sebagai tanggung jawab moral yang mendasar

terhadap pelaksanaan peraktek keperawatan, pengetahuan perawat

juga dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

pengetahuan sangatlah penting untuk dikuasai karena tidak mungkin

seseorang dapat memberikan tindakan yang cepat, tepat dan akurat

kalau tidak menguasai ilmunya. pengetahuan perawat akan berbeda-

29
beda tergantung pada jenjang pendidikan yang dimilikinya, karena

semakin tinggi pendidikan perawat makin semakin besar pula

kesempatan perawat untuk mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi keperawatan.

Pengetahuan perawat tentang penanganan pasien gawat

darurat sangatlah penting untuk dikuasai karena tidak mungkin

seseorang dapat memberikan tindakan yang cepat tepat dan akurat

kalau tidak menguasai ilmunya. Keterlambatan dalam semenit saja

sangat mempengaruhi prognosis seseorang karena kegagalan sistem

otak dan jantung selama 4-6 menit dapat menyebabkan kematian

biologis.

30
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pengetahuan Penanganan awal


perawat pasien IGD

Keterangan:

= variabel independent

= variabel dependen

B. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka dapat disusun rumusan

hipotesanya sebagai berikut:

H : tidak terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan

penanganan awal pasien di IGD RSU Bhayangkara Ambon.

Hi: terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan

penanganan awal pasien IGD RSU Bhayangkara Ambon.

31
C. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah defenisi yang membatasi ruang

lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau di teliti

(notoatmodjo, 2013)

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Jenis Nama variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Skala

variabel operasional Ukur

Variabel Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Kurang: Ordinal

independen perawat dalam < 75%

penelitian ini = baik

adalah 75% -

pengetahuan 100%

perawat dalam

melaksanakan

penanganan

awal pasien

IGD

Variable Penanganan Penanganan kuesioner Kurang: ordinal

Dependen awal pasien di awal dalam < 75%

32
IGD penelitian ini = baik

adalah 75% -

penanganan 100%

awal saat

pasien

berkunjung ke

instalasi gawat

darurat.

33
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan metode penelitian observasi analitik dan pendekatan

pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2013) penelitian

cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara factor-faktor resiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(point time approach)

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Semua perawat pelaksana harian di Instalasi gawat darurat RSU

Bhayangkara Ambon dengan jumlah keseluruhan perawat 30 orang.

2. Sampel dan Teknik pengambilan sampel

a. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu yang dianggap mewakili populasinya (Sugiyono,2012).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua

34
perawat pelaksana harian di Instalasi gawat darurat RSU

Bhayangkara Ambon.

b. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sample/

sampling jenuh adalah sensus artinya seluruh populasi yang

diteliti, Teknik ini dilakukan karena jumlah populasi. Jadi Teknik

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah seluruh perawat

pelaksana harian di IGD sebanyak 30 orang.

C. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat dan bahan yang digunakan

dalam melakukan suatu penelitian. Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner yang diambil dari penelitian sebelumnya

yakni oleh Devi S. O. Sigalingging (2012) dan telah diuji validitas dan

realibilitasnya dengan nilai alpha cronbach 0,835. Secara rinci dujelaskan

kuesioner penelitian ini sebagai berikut:

1. Kuesioner tentang pengetahuan perawat

Kuesioner ini digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan

perawat tentang penanganan awal pasien di IGD terdiri dari 10 item

pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal yakni dikatakan baik

jika skor 75%-100% dan dikatakan kurang jika skor <75%.

35
2. Kuesioner penanganan awal pasien

Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui penanganan awal

pasien di IGD yang terdiri dari 10 item pertanyaan dengan

menggunakan skala ordinal yakni dikatakan baik jika skor 75%-100%

dan dikatakan kurang jika skor <75%.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Gawat darurat RSU

Bhayangkara Ambon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan juli sampai dengan bulan

agustus 2018.

E. Prosedur Pengolahan Data

1. Editing (memeriksa data)

Dilakukan dengan melakukan koreksi atas kuesioner yang telah diisi

dan apabila ada yang belum lengkap responden diminta untuk

melengkapi.

2. Coding (member kode)

Dilakukan dengan memberikan kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat

36
dalam bentuk angka-angka atau huruf-huruf yang memberikan

petunjuk atau identitas pada suatu informasi.

3. Entry (pengumpulan data)

Dilakukan dengan memasukan data-data yang ada. Yang telah

diberikan kode

4. Tabulating (tabulasi)

Dilakukan dengan mengkoding dan mengelompokan data sesuai

dengan variable yang teliti.

F. Analisa Data

Analisi data yaitu menganalisis data untuk dapat membuktikan hipotesa,

analisis data dilakukan untuk menyederhanakan dan memudahkan

penafsiran melalui proses komputerisasi mendistribusi frekuensi dan

presentasi.

1. Analisis uvariat.

Digunakan untuk mendeskripsikan variabel. Hasil dari Analisa

univariat adalah distribusi dan presentasi dari tiap-tiap variabel

tersebut.

2. Analisis bivariat.

Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkan yaitu mempelajari hubungan antar variabel dengan

37
menggunakan uji chi square. Jika uji chi square tidak memenuhi syarat

maka digunakan uji Fisher exact.

G. Etika Penelitian

1. Lembar persetujuan

Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden dengan

tujuan agar subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta

dampak yang diteliti selama pengumpulan data.

2. Tanpa nama

Menjaga identitas subyek, peneliti kadang tidak mencantumkan nama

subyek pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh

subyek

3. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh

peneliti (nursalam,2009)

38
H. Alur Penelitian

Hipotesis Penelitian

Pengambilan data awal: instalasi rekam medis

RS Bhayangkara Ambon

Populasi: semua perawat IGD


RS Bhayangkara Ambon 30 orang

Accidental
(aksidental) sampling

Sampel 30 orang

Pengumpulan data
menggunakan lembaran
kuesioner

Variable independen Variable dependen :


: pengatahuan Penanganan awal pasien
perawat

Analisa data
Uji Chi- Scuare

Penyajian hasil

Gambar 4.1 Alur penelitian

39
BAB V

HASIL PENELITIAN

40
PEMBAHASAN

No. Nama Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Usia


1 S. I P D3 25
2 I.P P S1 24
3 H.B P D3 22
4 R,S L D3 30
5 V.J L S1 42
6 J.P P D3 40
7 W P D3 27
8 Y.B P D3 31
9 L P D3 41
10 R,S P D3 24
11 P P S1 30
12 A.M L S1 33
13 I.M L D3 31
14 L.R P D3 24
15 L.D P D3 40
16 B.M L D3 24
17 R.K L D3 25
18 M P S1 26
19 H.R L D3 30
20 R.L P D3 23
21 R.N P D3 27
22 A.B L S1 30
23 WP P S1 29
24 P.A P S1 28
25 R.A P D3 32
26 H.J P D3 31
27 A.W P D3 36
28 Z.U L D3 35
29 N.N P D3 25
30 A.G L D3 25
Sumber: Data yang diolah

41
No JK US PD X1 X12 X13 X14 X15 X16 X1 X18 X19 X20 Y1 Y12 Y13 Y1 Y15 Y16 Y1 Y18 Y19 Y20 Pengetahua Penanganan
. 1 7 1 4 7 n
1 2 9 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
2 1 14 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50 50
3 2 10 2 5 5 5 1 1 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 34 50
4 2 11 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
5 2 9 1 5 5 5 1 1 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 34 50
6 2 8 1 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
7 1 9 1 5 5 5 5 1 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 50
8 2 6 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
9 2 2 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
10 1 3 2 1 5 5 5 1 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 34 50
11 2 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 46 50
12 1 4 2 5 5 5 5 1 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
13 1 3 2 5 5 5 5 1 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
14 2 16 2 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
15 2 3 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
16 1 10 2 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
17 1 12 1 5 5 5 5 1 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
18 2 9 1 1 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 50
19 2 3 2 5 5 5 5 5 5 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 50
20 2 17 2 1 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 50
21 2 10 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
22 2 6 2 1 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 50
23 2 16 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 46 50
24 1 18 1 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50

1
No JK US PD X1 X12 X13 X14 X15 X16 X1 X18 X19 X20 Y1 Y12 Y13 Y1 Y15 Y16 Y1 Y18 Y19 Y20 Pengetahua Penanganan
. 1 7 1 4 7 n
25 1 9 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
26 2 1 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
27 2 3 1 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
28 2 4 2 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 42 50
29 2 9 2 5 5 5 5 1 1 5 5 5 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 46
30 2 4 2 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 38 50

2
1
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan Perawat *
30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Penanganan Awal

Pengetahuan Perawat * Penanganan Awal Crosstabulation

Count

Penanganan Awal

46.00 50.00 Total

Pengetahuan 34.00 0 3 3
Perawat
38.00 1 6 7

42.00 0 17 17

46.00 0 2 2

50.00 0 1 1

Total 1 29 30

Chi-Square Tests

1
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.399a 4 .493

Likelihood Ratio 3.027 4 .553

Linear-by-Linear
.659 1 .417
Association

N of Valid Cases 30

DASAR PENGAMBILAN KEPUITUSAN UJI CHI SQUARE

1. Jika nilai asymp, sig ,< 0,05, maka terdapat hubungan


yang signifikan antara baris dengan kolom
2. Jika nilai asymp, sig > 0,05, maka tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara baris dan kolom.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Terlihat nilai asymp, sig sebesar 0,493. Karena nilai asymp,


sig 0,493 > 0,05, maka tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan perawat dengan penanganan
awal pasien. Hal ini dapat diartikan bahwa pengetahuan
perawat tidak mempunyai korelasi dengan penanganan awal
pasien.

2
DAFTAR PUSTAKA

Ali,2014. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta:Rineka Cipta.

Depkes RI (2016). Petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di

rumah sakit

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (RI) tahun 2012

Diakses pada tanggal 18 bulan November tahun 2012.

Faktor Penyebab Kecelakaan. http://Surabaya.detik.com. Diakses

pada tanggal 25 bulan November tahun 2012.

Faudi. 2009. Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Rumah Sakit

Melalui Faktor Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku


Pelayanan.

Flynn, 2002. Sociology: Themes and Perspectives Sixth Edition.

Harper Collins Publisher, London.

3
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar Kebutuhan Dasar

Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika Hutabarat

Hidayat, 2011 Teknik Penyusunan Riset Sederhana 2012.

ponorogo. Unmuh Ponorogo.

Hendrawati. 2008 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kinerja Klinis

Diakses pada tanggal 18 bulan November tahun 2012.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta

Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta

Notoatmodjo. 2013. Pendidikan Ilmu Dan Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta

Nursalam, 2013, Nursalam dan Pariani. 2001. Pendekatan Praktis

Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2000. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian

Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian

Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oman, KathleenS., et al. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi,

Ter.Andry Hartono, EGC (2002), Jakarta.

Perawat. http://eprints.undip.ac.id.

Salemba Medika. Ita. 2008. Kinerja pelayanan perawat UGD dalam

Menghadapi pasien gawat Darurat. http://eprints.undip.ac.id.

4
Diakses pada tanggal 22 bulan November tahun 2012.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Syukur, 2011:74.. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat

di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan


dan Keteknisan Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan R

Jumadi, Gaffar. Pengantar Keperawatan Profesional. Terjemahan

oleh Yasmin Asih. 1999. Jakarta: EGC.

John A, Boswick. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care).

Terjemahan oleh Sukwan Handali. 1997. Jakarta: EGC.


Karmawan.2002 ,

Koziar, Barbera. 1997. Keperawatan Profesional. Jakarta:

ECG.

Zainal, Ali. 2002. Dasar-dasar Keperawatan. Jakarta: Widya Medika

Sity munawaroh, Vitrise Maatilu dkk . 2013 Hubungan pengetahuan

tentang peran perawat UGD dengan sikap dalam penanganan


awal pasien gawat darurat kecelakaan lalulintas di RSU Darmayu
diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai