Anda di halaman 1dari 38

Gawat Darurat

Keperawatan Gadar
(Emergency Nursing)
Visi FSTK ITSK RS Dr Soepraoen Malang
Menjadi Fakultas Terkemuka dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul

Misi FSTK ITSK RSDS Malang


1) Melaksanakan pendidikan yang terkemuka dalam mewujudkan Sumber Daya
Manusia Unggul,
2) Melaksanakan penelitian yang terkemuka dalam mewujudkan Sumber Daya
Manusia Unggul,
3) Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yang terkemuka dalam mewujudkan
Sumber Daya Manusia Unggul,
4) Menyediakan sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan teknologi informasi
untuk mewujudkan tridharma perguruan tinggi yang terkemuka dalam mewujudkan
Sumber Daya Manusia Unggul,
5) Melaksanakan kerjasama dalam negeri dan luar negeri untuk mewujudkan
tridharma perguruan tinggi yang terkemuka dalam mewujudkan Sumber Daya
Manusia Unggul,
6) Melaksanakan tata kelola fakultas yang baik untuk mewujudkan tridharma
perguruan tinggi yang terkemuka dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia
Unggul.
VISI PROGRAM STUDI
“Menjadi Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners yang
Terkemuka dalam merujudkan Sumber Daya Manusia Unggul di Bidang
Kegawatdaruratan Klinis dan Komunitas.
Visi tersebut tercapai di Tingkat Nasional pada Tahun 2025.

MISI PROGRAM STUDI


1. Menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesi yang terkemuka dalam
bidang keperawatan agar menghasilkan perawat profesional yang kompeten serta
handal khususnya di bidang kegawatdaruratan klinis dan komunitas.
2. Melaksanakan penelitian yang terkemuka dan berdaya saing dalam bidang
keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yang terkemuka dan berdaya
saing dalam bidang keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan klinis dan
komunitas
4. Menyediakan sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan teknologi informasi
untuk mewujudkan tridharma perguruan tinggi yang terkemuka dalam bidang
keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas
5. Melaksanakan kerjasama dalam negeri dan luar negeri untuk mewujudkan
tridharma perguruan tinggi yang terkemuka dalam bidang keperawatan dengan
keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas.
6. Melaksanakan tata kelola program studi yang baik untuk mewujudkan tridharma
perguruan tinggi yang terkemuka dalam bidang keperawatan dengan keunggulan
kegawatdaruratan klinis dan komunitas.

TUJUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


1. Menghasilkan lulusan akademik dan profesi yang terkemuka dalam bidang
keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas
2. Meningkatkan penelitian yang terkemuka dalam bidang keperawatan dengan
keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas
3. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat yang terkemuka dalam bidang
keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas
4. Meningkatkan sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan teknologi informasi
untuk mewujudkan tridharma perguruan tinggi yang terkemuka dalam bidang
keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas
5. Meningkatkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri untuk mewujudkan
tridharma perguruan tinggi yang terkemuka dalam bidang keperawatan dengan
keunggulan kegawatdaruratan klinis dan komunitas.
6. Meningkatkan tata kelola program studi yang baik untuk mewujudkan tridharma
perguruan tinggi yang terkemuka dalam bidang keperawatan dengan keunggulan
kegawatdaruratan klinis dan komunitas
TOPIK 1
FILOSOFI DAN KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pendahuluan
Perawatan darurat adalah pemberian perawatan khusus bagi pasien yang sakit atau cidera
darurat. Pasien seperti itu tidak stabil sehingga memerlukan perawatan intensif dan
kewaspadaan. Peran perawat sangat penting dan dibutuhkan oleh pasien maupun kluarga dalam
kesembuhan pasien. Peran perawat dalam perawatan darurat yaitu pemberi pelayanan
kesehatan, manager klinis, pendidik, peneliti, praktik kolaboratif. Dalam keperawatan gawat
darurat terdapat prinsip perawatan yang pada penggunaanya harus cepat dan tepat, yaitu
Emergent triage, Urgent triage, dan Nonurgent triage. Perawatan gawat darurat mengharuskan
perawat memeriksa pasien dengan cepat dan tepat dan memonitor peralatan yang digunakan.
Saat pasien dating makan perawat akan melakukan pengkajian untuk mengumpulkan data yang
akan digunakan untuk tahap lebih lanjut. Pengkajian yang di gunakan yaitu primary survey dan
secondary survey. Primary survey ini di mulai dengan mengkaji DRABC (Danger, Response,
Airway, Breathing, Circulation) dan untuk secondary survey pengkajian ini lebih dalam
mencangkup history, vital sign dan pysical examination.

B. Definisi
Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan keperawatan profesional diberikan pada
pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Dalam pelayanan keperawatan ini bersifat darurat
sehingga perawat harus memiliki kemampuan, ketrampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang
tinggi dan benar dalam menangani kedaruratan pasien (Saudin and Kristiyanto, 2016, p. 30).
Dalam pelayanan gawat darurat ini perawat mempunyai peran penting dalam memberikan
pertolongan dalam pasien. Peran dan fungsi perawat gawat darurat berdasarkan pada kondisi
pelayanan kegawatdaruratan, fungsi pertama adalah fungsi independen, yaitu perawat sebagai
pemberian asuhan. Fungsi kedua adalah fungsi dependen, fungsi yang didelegasikan
sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain yaitu fungsi dimana perawat saat melaksanakan
kegiatan perawatan di intruksikan oleh tenaga kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi dan analis
medis. Fungsi ketiga adalah fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerjasama saling membantu
dalam program kesehatan (Handayani and Sofyannur, 2018, p. 34). Peran perawat dalam
pelayanan gawat darurat yaitu (Sheehy, 2013, pp. 4–5):
1. Pemberi pelayanan kesehatan (direct care provider) pelayanan ini diberikan
langsung kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan karena sakit akut,
kritis, labil dan cedera. Seta memberikan pelayanan kesehatan langsung pada
keluarga, kelompok pasien dan masyarakat yang membutuhkan perawatan kritis
atau gawat darurat.
2. Manager klinis (leadership) perawat gawat darurat dapat berperan sebagai manager
klinik atau unit gawat darurat yang bekerja untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan gawat darurat.
3. Pendidik (educator) perawat gawat darurat berperan sebagai pemberi edukasi atau
pembimbing klinik bagi pasien maupun keluarga dalam upaya untuk meningkatkan
kesehatan serta untuk pencegahan cedera berulang maupun yang belum terjadi.
4. Peneliti (reseacher) perawat gawat darurat berperan sebagai peneliti di dalam
kesehatan terkait pelayanan gawat darurat juga berguna untuk meningkatkan
kualitas pelayanan gawat darurat.
5. Praktik kolaboratif (collaborative practice) berperan untuk membangun kerjasama
dan koalisi antar profesi dan melakukan praktik kolaboratif untuk mendapatkan
serta mengoprimalkan hasil pelayanan yang diberikan. Terdapat prinsip dalam
keperawatan gawat darurat, yaitu gawat darurat (Emergent triage), gawaat tidak
daruratt (Urgent triage), dan darurat tidak gawat (Nonurgent triage). Gawat darurat
yaitu ketika klien tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau dapat menjadi gawat
dan terancam nyawanya dan dapat menjadi cacat anggota tubuhnya ketika tidak
diberikan pertolongan dengan cepat. Gawat tidak darurat yaitu ketika klien berada
dalam keadaan gawat tetapi memerlukan tindakan darurat, misalnya penderita
kanker stadium lanjut. Darurat tidak gawat yaitu klien dengan musibah yang tiba-
tiba terjadi, tetapi tidak mengancam nyawa klien dan anggota tubuhnya (Krisanty,
2009, pp. 18–19).
Perawatan gawat darurat dilakukan untuk merawat klien dengan keadaan gawat
darurat atu mengancam nyawanya. Pasien dengan kondisi mengancam nyawa berfokus
pada tindakan resusitasi, sedangkan pada pasien menjelang ajal lebih berfokus pada
perawatan End of life. End of life care diberikan pada pasien yang kritis atau menjelang
ajal yitu mencangkup persiapan pasien dalam mengadapi kematian dengan tenang dan
damai. End of life care disini bertujuan agar pasien yang kritis atau menjelang ajal
merasa bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman tidak terbebani, merasa dihargai, dan
berada dalam kedamaian(Imaculata Ose, Ratnawati and Lestari, 2016, p. 172).
Biomekanika trauma adalah ilmu yang mempelajari tentang proses atau
mekanisme kejadian cidera pada suatu jenis kekerasan atau kecelakaan yang
menggunakan prinsip-prinsip mekanika baik saat sebelum, saat itu juga dan sebelum
kejadian. Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan, yaitu tumpul, kompresi, ledakan
dan tembus. Mekanisme cidera terdiri dari cidera langsung, misal kepala di pukul
dengan martil, kulit kepala dapat mengalami kerobek, tulang kepala dapat retak dan
patah, dapat mengakibatkan perdarahan pada otak. Cidera perlambatan, contohnya
adalah yang terjadi pada korban kecelakaan motor yang membentur pohon, setelah
badan menabrak dipohon, maka organ dalam akan tetap bergerak maju, jantung akan
terlepas dari ikatannya(aorta) sehingga dapat mengakibatkan ruptur aorta. Cidera
percepatan / akselerasi, misalnya bila pengendara mobil yang ditabrak dari belakang.
Tabrakan dari belakang biasanya akan terjadi kehilangan kesadaran sebelum tabrakan
dan sebagainya. Anamnesis yang berhubungan dengan fase ini meliputi : Tipe kejadian
trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau trauma / luka tembus.
Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan, ketinggian dari
tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada
penderita : mobil, pohon, pisau dan lain – lain (Sucipta and Suriasih, 2015, pp. 24–25).
C. Pengkajian Kegawat Daruratan
Pengkajian adalah tahap dalam keperawatan yang pertama dan bersifat berkelanjutan
dimana pada fase tersebut data subjektif dan objektif dikumpulkan untuk digunakan pada tahap
selanjutnya. Dalam keperawatan gawat darurat, pengkajian ditunjukan untuk mengidentifikasi
kondisi pasien saat datang dan adakah risiko yang membahayakan atau mengancam kehidupan
dari pasien. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan dengan Primary survey dan
Secondary survey (Sheehy, 2013, p. 9). Primary survey adalah penilaian yang cepat serta
sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengenali keadaan atau kondisi yang
mengancam kehidupan klien secepat mungkin. Primary survey ini menggunkan pendekatan
pengkajian inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi (Sheehy, 2013, pp. 9– 10). Primary survey
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah DRABC (Danger, Response, Airway,
Breathing, Circulation) yaitu sebagai berikut (Sheehy, 2013, p.10):
1. Danger
Periksa situasi bahaya yang mengancam klien, pastikan lingkungan aman bagi
klien dan perawat sebelum memberikan pertolongan. Pastikan saat memberikan
pertolongan pada klien lihat sekeliling usahakan situasi aman.
2. Response
Kaji respon pasien, apakah pasien berespon saat di tanya. Gunakan AVPU
(Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) untuk menentukan kesadaran klien.
3. Airway
Kaji keadaan jalan nafas pasien adakah sumbatan atau tidak. Jika ada sumbatan
dan pasien responsif berikan pertolongan untuk melancarkan jalan nafas, jika ada
sumbatan dan pasien tidak responsif lakukan head lift dan chin lift untuk melancarkan
jalan nafas.
4. Breathing
Cek pernafasan dan cek apakah ventilasinya adekuat pertimbangkan oksigen dan
assist ventilation.
5. Circulation
Kaji denyut nadi apakah nadi teraba dan tentukan nadi adekuat. Cek capillary
refil pertimbangkan defibrilasi, RJP, kontrol perdarahan, elevasi kaki (kecuali
pada cidera spinal).
Setelah primary survey selesai, lakukan secondary survey yang lebih terperini, yang
mencangkup pengkajian dari kepala ke kaki (head to toe). Bagian ini dari pemeriksaan untuk
mengidentifikasi semua cidera yang diderita oleh pasien. Lakukan pengkajian tanda-tanda vital
lengkap termasuk pernafasan, denyut nadi, tekanan darah, dan temperatur. Jika saat pengkajian
ada trauma dada dapatkan tekanan darah pada kedua lengan (Williams and Wilkins, 2008, p.
13). Secondary survey dilakukan dengan pengkajian history, vital sign dan pysical examination.
History, dilakukan menggunakan metode yang dinamakan SAMPLE, S (sign/symtoms yaitu
tanda dan gejala), A ( Allergies, alergi), M (Medications, pengobatan), P (Past medical history,
riwayat penyakit), L (Last oral intake, makanan yang dikonsumsi terakhir), E (Even prior to the
illness or injury, kejadian sebelum sakit). Poin tersebut dikembangkan menggunakan skala
OPQRS. O (onset), P ( Provocation), Q (Quality), R (Radiation), S (severity), T (Timing). Vital
sign, dilakuakan pengkajian lebih dalam , meliputi, pulse, respiration rate, blood pressure,
temperatur. Pysical examination, dilakukan dengan pemeriksaan fisik lengkap yaitu head to
toe.(Sheehy, 2013, pp. 10–11):

D. Kesimpulan
Perawatan darurat adalah pemberian perawatan khusus bagi pasien yang sakit
atau cidera darurat. Pasien seperti itu tidak stabil sehingga memerlukan perawatan
intensif dan kewaspadaan. Peran perawat sangat penting dan dibutuhkan oleh pasien
maupun kluarga dalam kesembuhan pasien. Peran perawat dalam perawatan darurat
yaitu pemberi pelayanan kesehatan, manager klinis, pendidik, peneliti, praktik
kolaboratif. Dalam keperawatan gawat darurat terdapat prinsip perawatan yang pada
penggunaanya harus cepat dan tepat, yaitu Emergent triage, Urgent triage, dan
Nonurgent triage. Perawatan gawat darurat mengharuskan perawat memeriksa
pasien dengan cepat dan tepat dan memonitor peralatan yang digunakan. Saat pasien
dating makan perawat akan melakukan pengkajian untuk mengumpulkan data yang
akan digunakan untuk tahap lebih lanjut. Pengkajian yang di gunakan yaitu primary
survey dan secondary survey. Primary survey ini di mulai dengan mengkaji DRABC
(Danger, Response, Airway, Breathing, Circulation) dan untuk secondary survey
pengkajian ini lebih dalam mencangkup history, vital sign dan pysical examination.
Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan keperawatan profesional diberikan
pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis.

E. Evaluasi
Tahapan yang terakhir adalah evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program
pelatihan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh
mana tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat
level evaluasi pelatihan, yakni:
1. Reaction (Reaksi)
Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka
dengan program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka?
2. Learning (Belajar)
Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari
prinsipprinsipketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari.
3. Behavior (Perilaku)
Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam
pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut.
4. Result (Hasil)
Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program
pelatihan.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kembali kemampuan peserta dalam memahami materi
pelatihan.
2. Membangun komitmen bersama pengimplementasian usaha pengurangan
risiko bencana di komunitas masyarakat.
Metode
Metode yang digunakan adalah Review materi oleh peserta.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 1 x 45 Menit = 45 Menit
Media dan Bahan
• Kertas kerja evaluasi materi, proses, pelaksanaan
• Plano, spidol, dan flipcart
Proses:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini.
2. Untuk menyegarkan suasana fasilitator bisa melakukan ice breaking.
3. Kemudian fasilitator memberikan kesempatan untuk tanya jawab.
4. Fasilitator menutup proses pelatihan dengan mengingatkan kembali peserta
akan tujuan dari pelatihan yang dilakukan.
TOPIK 2
TRIAGE

A. Definisi
Kata triage berasal dari bahasa Perancis trier yang berarti memisahkan,
memilah dan memilih. Penggagas awalnya adalah Dominique Jean Larrey,
seorang dokter bedah Perancis pada Pasukan Napoleon. Triage adalah usaha
pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan
trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penangnanan dan
sumber daya yang ada. Hal tersebut diharapkan dapat mempermudah untuk
memperoleh:
a. Pasien yang benar ke ...
b. Tempat yang benar pada ...
c. Waktu yang benar dengan ...
d. Tersedianya perawatan yang benar

B. Tujuan
Memberikan penanganan tepat pada korban dalam jumlah yang banyak,
menurunkan angka kematian dan kecacatan maupun resiko cedera bertambah
parah.

C. Prinsip Triage
Pada keadaan bencana massal, korban timbul dalam jumlah yang tidak sedikit
dengan risiko cedera dan tingkat survive yang beragam. Pertolongan harus
disesuaikan dengan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit. Hal tersebut
merupakan dasar dalam memilah korban untuk memberikan perioritas pertolongan.
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitif
6. Tag Warna
Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus
dilakukan sesegera mungkin.

D. Kategori :
Setelah melakukan penilaian, korban dikategorikan sesuasi dengan kondisinya dan
diberi tag warna berdasarkan model START, sebagai berikut:
1. MERAH (Immediate) Setiap korban dengan kondisi yang mengancam jiwa
dan dapat mematikan dalam hitungan menit, harus ditangani dengan segera.
2. KUNING (Delay) Setiap korban dengan kondisi cedera berat namun masih
stabil dan apabila tidak dilakukan penanganan segera tidak akan meningkatkan
risiko kematian korban sehingga penganannya dapat ditunda.
3. HIJAU (Walking Wounded) Korban dengan kondisi yang cukup ringan,
korban dapat berjalan, korban membutuhkan perawatan tetapi masih dapat
ditunda dengan pemeriksaan lanjutan.
4. HITAM (Dead and Dying) Korban meninggal atau dalam kondisi yang sangat
sulit untuk diberi pertolongan.
E. Sistem Triage
1. Non Disaster :
Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu atau
pasien yang membutuhkan pertolongan atau perawatan.
2. Disaster :
Menyediakan perawatan yang lebih efektif bagi pasien dalam jumlah
banyak.
F. Tipe Triage di Rumah Sakit
1. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa
sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol
2. Type 2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi
atau
dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan
utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama
3. Type 3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem katagori
c. Sesuai protocol
G. Model Triage
1. Single Triage
Digunakan untuk keadaan dimana pasien datang satu persatu, seperti misalnya
di Instalasi atau Unit Gawat Darurat sehari-hari atau pada MCI (mass casualty
incident) / bencana dimana fase akut telah terlewati (setelah 5 –10 hari). Jika beban
jumlah pasien terlalu banyak, atau permasalahan yang ada terlalu kompleks,
sistem ini akan kacau dan menimbulkan overload di IGD. Contoh triage ini
diantaranya adalah Emergency Severity Index (ESI), Canadian Triage and Acuity
Scale (CTAS), dan Australian Triage Scale (ATS).
2. Simple Triage
Pada keadaan di awal bencana massal (MCI), dimana sarana transportasi
belum ada, atau ada tapi terbatas, dan terutama sekali belum ada tim medis atau
paramedis yang kompeten. Pemilahan dan pemilihan pasien terutama ditujukan
untuk prioritas transportasi pasien dan kemudian tingkat keparahan penyakitnya.
Triage yang sering digunakan adalah triage tag/kartu triase (START).
H. Prinsip dalam pelaksanaan triase
Dalam melaksanakan triage hendaknya mampu memperhatikan beberapa hal
berikut:
a) Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit
yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di
departemen kegawatdaruratan.
b) Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam
proses interview.
c) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat
direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
d) Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji
secara akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk
pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur
diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat diterima untuk
suatu pengobatan.
e) Tercapainya kepuasan pasien
Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat
menetapkan hasil secara serempak dengan pasien Perawat membantu
dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan
keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan
kritis. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga atau temannya. “Time Saving is Life Saving (respon time
diusahakan sesingkat mungkin), The Right Patient, to The Right Place at
The Right Time, with The Right Care Provider. “
Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan:
1. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
2. Dapat mati dalam hitungan jam
3. Trauma ringan
4. Sudah meninggal
(Making the Right Decision A Triage Curriculum, 1995: page 2-3)

H. Kesimpulan
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
penangnanan dan sumber daya yang ada. Pada keadaan bencana massal, korban
timbul dalam jumlah yang tidak sedikit dengan risiko cedera dan tingkat survive yang
beragam. Pertolongan harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada, baik sumber
daya manusia maupun sumber daya lainnya seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit.
Triage dapat diaplikasokan dalam bentuk Singe triage Ataupun Simple Triage.

I. Evaluasi
Tahapan yang terakhir adalah evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program
pelatihan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh
mana tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat
level evaluasi pelatihan, yakni:
1. Reaction (Reaksi)
Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka
dengan program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka?
2. Learning (Belajar)
Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari
prinsipprinsipketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari.
3. Behavior (Perilaku)
Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam
pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut.
4. Result (Hasil)
Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program
pelatihan.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kembali kemampuan peserta dalam memahami materi
pelatihan.
2. Membangun komitmen bersama pengimplementasian usaha pengurangan
risiko bencana di komunitas masyarakat.
Metode
Metode yang digunakan adalah Review materi oleh peserta.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 1 x 45 Menit = 45 Menit
Media dan Bahan
• Kertas kerja evaluasi materi, proses, pelaksanaan
• Plano, spidol, dan flipcart
Proses:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini.
2. Untuk menyegarkan suasana fasilitator bisa melakukan ice breaking.
3. Kemudian fasilitator memberikan kesempatan untuk tanya jawab.
4. Fasilitator menutup proses pelatihan dengan mengingatkan kembali peserta
akan tujuan dari pelatihan yang dilakukan.
TOPIK 3
PENGKAJIAN KEGAWAT DARURATAN

A. Pendahuluan
Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit merupakan
kompetensi dasar mahasiswa yang bertujuan meningkatkan kemampuan
mahasiswa untuk melakukan pengkajian keperawatan gawat darurat pada berbagai
kasus. Diharapkan setelah Mahasiswa melakukan praktik klinik keperawatan gawat
darurat, Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pengkajian subyektif kegawatdaruratan
2. Melakukan pengkajian obyektif kegawatdaruratan

B. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
Sebelum Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan gawat darurat
di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit, Mahasiswa harus menyiapkan alat
alat diperlukan dan menggunakan alat proteksi diri (APD) untuk menjaga
keamanan baik Mahasiswa maupun pasien seperti cuci tangan, menggunakan
sarung tangan, celemek dan sebagainnya menurut kebutuhan. Adapun alat alat
yang perlu disiapkan seperti pada kegiatan praktek 1 diatas. Saat mahasiswa
mengkaji Mahasiswa harus memperkenalkan diri Mahasiswa pada pasien atau
keluarga yang mendampingi.

2. Pelaksanaan Pengkajian Keperawatan GawatDarurat


a. Data subyektif yang ditanyakan, meliputi:
1) Identitaspasien
Identitas pasien meliputi : nama, usia, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat. Mahasiswa bisa bertanya langsung pada pasien
apabila pasien sadar atau pada keluarga apabila pasien bayi atau
tidaksadar.
2) Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien saatini.
3) Riwayat penyakit/keluhan yang sekarang dirasakan atau yang
berhubungan dengan sakit yang dideritasekarang.
4) Usaha pengobatan yang telah dilakukan untuk
mengatasikeluhan.(Hidayati et al., 2018)

b. Dataobyektif
Lakukan pemeriksaan fisik maupun diagnostik untuk
mengumpulkan data Obyektif, meliputi:
1)Mahasiswa perhatikan/amati keadaan umum pasien:
Kaji kesadaran pasien, apakah pasien dalam kondisi sadar penuh
(composmentis), apatus, delirium, somnolen, stupor,koma.
2). Kaji jalan nafas (Airway):
Mahasiswa lakukan observasi pada gerakan dada,, apakah ada gerakan
dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan berarti jalan nafas
lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada walaupun
diberikan bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalannafas
3) Kaji fungsi paru(breathing):
Mahasiswa kaji/observasi kemapuan mengembang paru, adakah
pengembangan paru spontan atau tidak. Apabila tidak bisa mengembang
spontan maka dimungkinkan terjadi gangguan fungsi paru sehingga akan
dilakukan Tindakan
untuk bantuan nafas.
4). Kaji sirkulasi (Circulation):
Mahasiswa lakukan pengkajian denyut nadi dengan melakukan palpasi
pada nadi radialis, apabila tidak teraba gunakan nadi brachialis, apabila
tidak teraba gunakan nadi carotis. Apabila tidak teraba adanya denyutan
menunjukkan gangguan fungsi jantung.
5).Kaji Disability yaitu tingkat kesadaran pasien dengan
menggunakanGCS
6). Lakukan pengukuran tmahasiswa-tmahasiswa vital : tekanan darah,
nadi, suhu, jumlah pernafasan.
7). Lakukan pemeriksaan fisik (data focus) sesuai dengan
keluhanpasien.
8). Lakukan kolaborasi untuk pemeriksaan penunjang seperti : EKG, foto
rontgen dan pemeriksaan analisa gas darah.

3. Pelaporan
Setelah Mahasiswa menyelesaikan pembelajaran ini yang sesuai
dengan langkah-langkah diatas, maka Mahasiswa harus segera
melakukan dokumentasi dengan lengkap. Dokumen yang harus
diselesaikan meliputi laporan triage dan laporan pengkajian gawat
darurat serta tugas lainnya dan kemudian dilaporkan ke pembimbing
klinik baik institusi maupun rumahsakit.(Marchianti et al., 2017)

C. Kesimpulan
Pengkajian keperawatan kedaruratan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam menyelamatkan jiwa korban dari kematian dan kecacatan. Perawat
harus trampil dan tepat ketika melakukan pengkajian ini. Kelalaian dalam melakukan
tindakan ini akan menyebabkan keterlambatan dalam menentukan masalah dan
tindakan keperawatan kedaruratan. Pengkajian keperawatan kedaruratan meliputi
data subyektif yaitu keluhan dan riwayat pasien serta data obyektif yang meliputi
airway, breathing, circulation, pemeriksaan dari kepala ke kaki dan pemeriksaan
penunjang.

D. Evaluasi
Tahapan yang terakhir adalah evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program
pelatihan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh
mana tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat
level evaluasi pelatihan, yakni:
1. Reaction (Reaksi)
Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka
dengan program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka?
2. Learning (Belajar)
Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari
prinsipprinsipketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari.
3. Behavior (Perilaku)
Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam
pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut.
4. Result (Hasil)
Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program
pelatihan.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kembali kemampuan peserta dalam memahami materi
pelatihan.
2. Membangun komitmen bersama pengimplementasian usaha pengurangan
risiko bencana di komunitas masyarakat.
Metode
Metode yang digunakan adalah Review materi oleh peserta.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 1 x 45 Menit = 45 Menit
Media dan Bahan
• Kertas kerja evaluasi materi, proses, pelaksanaan
• Plano, spidol, dan flipcart
Proses:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini.
2. Untuk menyegarkan suasana fasilitator bisa melakukan ice breaking.
3. Kemudian fasilitator memberikan kesempatan untuk tanya jawab.
4. Fasilitator menutup proses pelatihan dengan mengingatkan kembali peserta
akan tujuan dari pelatihan yang dilakukan.
PANDUAN PENILAIAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

NILAI
ASPEK YANG DINILAI KET
1 2 3 4
PENGKAJIAN
Angka:
1. Data subyektif (spesifik, akurat,sesuai 4 = Sangat Baik
kondisi pasien) 3 =Baik
2. Data obyektif (dapat diukur & valid) 2 = Cukup
• Airway 1 = Kurang Baik
• Breathing Nilai 4 :
• Circulation data sangat lengkap dan
• Disability (tingkatkesadaran) valid.

• Tmahasiswavital Nilai 3 :
3. Pengkajian kepala – kaki data lengkap dan
• Kepala valid

• Mata Nilai 2 :
• Hidung data cukup lengkap &
• Mulut
valid

• Telinga Nilai 1 :
• Leher data tidak lengkap
• Dada
• Abdomen
• Pelvic
• Ektremitasatas
• Ekstremitasbawah
TOTAL

Pembimbing

= ( …………………………….)
TOPIK 4
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

A. Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi bersama dengan sistem respirasi berperan penting dalam proses
transportasi oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan mengangkut material sisa
metabolism keluar dari tubuh. Jantung merupkan organ yang mengatur sirkulasi
darah, sedangkan paru-paru atau pulmonal berfungsi sebagai sistem respirasi.
Jantung merupakan organ berotot dengan ukuran sebesar kepalan tangan terletak di
tengah rongga dada dan terdiri dari atrium kanan-kiri dan ventrikel kanan-kiri. Atrium
kanan-kiri berkontraksi bersamaan memompa darah ke ruang jantung yang lebih
rendah lokasinya yakni ventrikel. Selanjutnya darah dipompakan oleh ventrikel kanan
ke arteri pulmonalis, dilanjutkan ke paru-paru dan vena pulmonalis kemudian kembali
ke atrium kiri. Sirkulasi ini disebut sebagai sirkulasi pulmonal. Ventrikel kiri akan
memompakan darah melalui aorta ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung melalui
vena cava dan bermuara di atrium kanan. Sirkaluasi ini disebut sirkulasi
sistemik.(Hariyono et al., 2019)
Aktivitas jantung memompa darah disebut kontraksi, dan setiap kontraksi yang
efektif dirasakan sebagai denyut nadi (denyut nadi pada orang dewasa 60-100 x/menit,
60-140 x/menit pada anak-anak (usia 2-10 tahun), dan 85-200 x/menit pada bayi usina
kurang dari 1 tahun). Kontraksi otot jantung diatur oleh serangkaian peristiwa listrik
yang mengakibatkan jantung berdenyut teratur. Peristiwa listrik ini dicetuskan secara
spontan oleh sel otot jantung yang disebut pacemaker dan dihantarkan ke seluruh otot
jantung oleh serangkaian sel khusus yang disebut sistem konduksi (nodus sinusatrial,
nodus atrioventricular, dan serbut purkinje).

Sistem sirkulasi bertanggung jawab untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi melalui
aorta ke seluruh tubuh dan membuang hasil metabolisme. Jantung kanan menampung
darah kotor (rendah oksigen, kaya karbondioksida atau zat asam arang), yang
kemudian dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis. Jantung kiri berfungsi memopa
darah bersih (kaya oksigen) ke seluruh tubuh.

B. Pengertian Resusitasi Jantung Paru


Resusitasi jantung paru atau sering disingkat RJP merupakan tindakan gawat
darurat yang dilakukan untuk menolong pasien atau korban yang mengalami henti
jantung (cardiac arrets) dan atau henti napas. pemberian Tindakan resusitasi yang
benar dan tepat dapat meningkatkan 2 - 3 kali kesempatan untuk terselamatkan paska
serangan jantung. Tindakan resusitasi sangat penting karena tindakan ini dapat
menjaga aliran darah sistemik tetap aktif bersirkulasi. Tindakan resusitasi jantung paru
juga merupakan langkah kritis dalam rangkaian rantai keberhasilan (keselamatan)
american hearth association (AHA) 2015.
AHA (American hearth Association) Merumuskan algoritma dasar dalam
penanganan henti jantung yang diberi nama Chain Of Survival. Chain Of Survival
terdiri ats komponen:

a. Ketika menemukan korban tidak sadarkan diri segera minta bantuan dengan
menghubungi telepon gawat darurat (di Indonesia melalui pusat layanan gawat
darurat (PSC 119))
b. Lakukan tindakan resusitasi jantung paru sedini mungkin dengan cara memberikan
kompresi pada dada. Pemeberian kompresi dan ventilasi diberikan sebanyak 30 :
2 pada pasien dewasa baik dengan 1 atau 2 penolong. Sedangkan pada Anak
anak, kompresi dan ventilasi diberikan sebanyak 30 : 2 pada pasien dengan 1
penolong, dan berubah menjadi 15 : 2 jika penolong 2 orang tau lebih.
c. Berikan defibrilasi (automatic external defibrilation (AED)) sesegera mungkin.
Penggunaan AED dalam rangkaian rantai keselamatan dapat meningkatkan
kemungkinan terselamatkannya korban cardiac arrest. Penggunaan AED dapat
juga dilakukan oleh orang awam meskipun jika ada orang yang terlatih atau
petugas kesehatan lebih diutamakan.
d. Berikan perawatan medis dasar dan lanjutan.
e. Berikan perawatan lanjutan dan perawatan paska cardiac arrest.

C. Indikasi melakukan RJP


a. Henti Napas (Apneu)
Keadaan ini dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat
depresi pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di
dalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Hipoksia
adakan merangsang tubuh untuk melakukan mekanisme kompensasi dengan
cara meningkatkan frekuensi napas dari pada keadaan normal. Apabila
berlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot
pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2. Kadar CO2 yang tinggi
akan berpengaruh pada sistem saraf pusat (SSP) yakni dengan menekan pusat
napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas.
b. Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Hanti jantung adalah kondisi dimana listrik jantung tidak dapat
mengeluarkan impuls hal ini dapat terjadi apabila suplai oksigen dan nutrisi ke
jantung (otot jantung) berkurang. Otot jantung membutuhkan oksigen untuk
berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh.
Berhentinya proses pernapasan, maka mekanisme pertukaran oksigen dan
karbondioksida tidak dapat terjadi sehingga kadar oksigen dalam tubuh
menurun dan pada akhirnya akan terjadi menurunnya kontraksi jantung dan
akibatnya adalah henti jantung
(cardiac arrest).(Departemen & Dan, 2019)

D. Tindakan RJP yang berkualitas


AHA pada tahun 2015 menjelaskan bahwa untuk mendapatkan RJP yang
berkualitas harus memenuhi kritieria berikut:
a. Kecepatas kompresi tidak boleh kurang dari 100 x permenit dan tidak
boleh lebih dari 120 kali permenit.
b. Kedalaman kompresi tidak boleh kurang dari 5 cm dan tidak boleh lebih
dari 6 cm (2 - 2,5 inc)
c. Rekoil sempurna, pengembangan dada setelah kompresi harus kembali
secara sempurna.
d. Minimalkan interupsi

E. Indikasi penghentian RJP


Secara pasti tidak ada batasan waktu untuk penghentian tindakan RJP, akan
tetapi jika terdapat kriteria berikut RJP dapat dihentikan:
a. Penolong sudah lelah
b. Korban muncul tanda-tanda kematian
c. Korban sudah menunjukkan respon
d. Keluarga menolak untuk dilakukan tindakan RJP

F. Kesimpulan
Sistem sirkulasi bersama dengan sistem respirasi berperan penting dalam
proses transportasi oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan mengangkut material
sisa metabolism keluar dari tubuh. Jantung merupkan organ yang mengatur
sirkulasi darah, sedangkan paru-paru atau pulmonal berfungsi sebagai sistem
respirasi. Aktivitas jantung memompa darah disebut kontraksi, dan setiap kontraksi
yang efektif dirasakan sebagai denyut nadi (denyut nadi pada orang dewasa 60-100
x/menit, 60-140 x/menit pada anak-anak (usia 2-10 tahun), dan 85-200 x/menit pada
bayi usina kurang dari 1 tahun). Kontraksi otot jantung diatur oleh serangkaian
peristiwa listrik. Resusitasi jantung paru atau sering disingkat RJP merupakan
tindakan gawat darurat yang dilakukan untuk menolong pasien atau korban yang
mengalami henti jantung (cardiac arrets) dan atau henti napas. pemberian Tindakan
resusitasi yang benar dan tepat dapat meningkatkan 2 - 3 kali kesempatan untuk
terselamatkan paska serangan jantung. Resusutasi jantung paru terdiri atas
serangkai an Tindakan Kompresi dada dan pemberian ventilasi serta penggunaan
AED.
G. Evaluasi
Tahapan yang terakhir adalah evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program
pelatihan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh
mana tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat
level evaluasi pelatihan, yakni:
1. Reaction (Reaksi)
Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka
dengan program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka?
2. Learning (Belajar)
Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari
prinsipprinsipketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari.
3. Behavior (Perilaku)
Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam
pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut.
4. Result (Hasil)
Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program
pelatihan.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kembali kemampuan peserta dalam memahami materi
pelatihan.
2. Membangun komitmen bersama pengimplementasian usaha pengurangan
risiko bencana di komunitas masyarakat.
Metode
Metode yang digunakan adalah Review materi oleh peserta.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 1 x 45 Menit = 45 Menit
Media dan Bahan
• Kertas kerja evaluasi materi, proses, pelaksanaan
• Plano, spidol, dan flipcart
Proses:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini.
2. Untuk menyegarkan suasana fasilitator bisa melakukan ice breaking.
3. Kemudian fasilitator memberikan kesempatan untuk tanya jawab.
4. Fasilitator menutup proses pelatihan dengan mengingatkan kembali peserta
akan tujuan dari pelatihan yang dilakukan.
TOPIK 5
TREND DAN ISU TERKINI DALAM
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pendahuluan
Trend adalah hak yanag sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,
trend juga dapat didefenisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi
pada saat ini yang biasanya sedang populer dimasyarakat. Sedangkan Isu dapat
didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi
terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang. Isu adalah sesuatu yang sedang
dibicarakan oleh banyak orang namun masih belum jelas faktanya atau buktinya.
Trend dan isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang di bicarakan banyak
orang tentang praktek / mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta maupun
tidak. Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang
di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik
kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosofi
tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di
alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi
kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan
untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayanan bersifat darurat
sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan,
keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan
pertolongan kedaruratan kepeda pasien.

B. BLS dan ACLS


Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada
orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR bertujuan untuk
membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR sangat
dibutuhkan bagi orang tenggelam, terkena serangan jantung, sesak napas, karena
syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya. Namun yang perlu diperhatikan
khusus untuk korban pingsan karena kecelakaan, tidak boleh langsung dipindahkan
karena dikhawatirkan ada tulang yang patah. Biarkan di tempatnya sampai petugas
medis datang. Berbeda dengan korban orang tenggelam dan serangan jantung yang
harus segera dilakukan CPR.
Chain of survival merupakan suatu serial tindakan yang harus dilakukan pada
pasien yang mengalami henti jantung. Chain of survival terdiri dari lima unsur,yakni:
pengenalan dini henti jantung, pemberian CPR secara dini, pemberian defibrilator
sesegera mungkin, penatalaksanaan ALS (Advance Life Support), dan perawatan
pasca henti jantung.(Hariyono et al., 2019)

C. Trauma Dada
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks,hematopneumothoraks.Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada
thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.Di dalam
toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa
mengalami gangguan atau bahkan kerusakan. Dada merupakan rongga bertulang
yang terbentuk dari 12 pasang tulang rusuk yang berhubungan dengan tulang
belakang di posterior dan tulang dada di anterior. Saraf dan pembuluh darah
intercostals berjalan sepanjang permukaan inferior pada setiap tulang rusuk.
Permukaan dalam rongga dada dan paru dilapisi selaput tipis, disebut pleura. Ruang
antara dua lapisan pleura normalnya hampa (ruang potensial), bila ruangan ini berisi
udara akan menimbulkan pneumothorax, bila berisi darah akan menimbulkan
hemothorax. Pada orang dewasa, ruangan potensial ini dapat menampung 3 liter
cairan disetiap sisinya. Setiap paru menempati sebelah rongga dada. Di antara 2
rongga dada terletak mediastinum, yang berisi oleh jantung, aorta, vena kava superior
dan inferior, trakea, bronkus utama dan esophagus. Medulla spinalis dilindungi oleh
columna vertebralis. Diafragma memisahkan organ-organ thorax dari rongga
abdomen. Organ perut bagian atas seperti limpa, hati, ginjal, pancreas dan lambung
dilindungi tulang rusuk bagian bawah. Pengkajian komprehensif sangat diperlukan
dalam pengkajian dan penatalaksanaan kasus trauma dada. Keadaan hipoksia dapat
serta merta muncul pada kasus ini yang ditandai dengan :
1) Pengiriman oksigen ke jaringan yang tidak adekuat akibat sekunder dari
obstruksi jalan nafas
2) Hipovolemia akibat perdarahan
3) Ventilasi atau perfusi yang tidak sesuai akibat cedera parenkim paru
4) Perubahan tekanan pleura akibat tension pneumothorax
5) Kegagalan pompa jantung akibat cedera miokardium berat

D. Tension Pneumo thorax


Cedera ini terjadi bilamana terbentuk katup satu arah akibat trauma tumpul
maupun tajam. Udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dari rongga
pleura,selanjutnya akan menyebabkan peningkatan tekanan intratoracal sehingga
paru yang terkena kolaps dan mediastinum akan terdorong kesisi berlawanan.
Tekanan ini akan menyebabkan vena cava superior dan inferior kolaps sehingga
venous return (aliran balik vena) akan turun sampai hilang. Deviasi trachea dan
mediastinum menjauhi sisi yang mengalami tension pneumothorax, akan mengganggu
ventilasi paru lainnya, meskipun hal ini merupakan fenomena lanjut. Tanda-tanda klinis
tension pneumothorax termasuk dispneu,kecemasan , takipneu, suara nafas menurun,
pada perkusi terdengar hipersonor di sisi yang terkena hipotensidan distensi vena
leher. Deviasi trachea dijumpai pada fase lanjut (dan jarang) tapi bila tidak dijumpai
tidak berarti bukan tension pneumothorax.
Pada 108 penderita tension pneumothorax dan membutuhkan dekompresi
dengan jarum tidak dijumpai adanya deviasi trachea. Penurunan daya
pegas/compliance paru (ditandai dengan terasa berat saat meremas balon alat bag
valve) sudah harus dicurigai kemungkinan terjadinya tension
pneumothorax.Penatalaksanaan tension pneumothorax dapat dilakukan dengan
Langkah Langkah sebagai berikut:
1) Pastikan jalan nafas terbuka
2) Beri Oksigen konsentrasi tinggi
3) Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
4) Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
5) Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
Penderita harus dirujuk ke rumah sakit dengan cepat sehingga dapat dilakukan
dekompresi dada. Chest tube juga perlu disediakan sesampainya di rumah sakit.(Kep
et al., 2018)

E. Kesimpulan
. Trend adalah hak yanag sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,
trend juga dapat didefenisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi
pada saat ini yang biasanya sedang populer dimasyarakat. Sedangkan Isu dapat
didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi
terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang
Trend dan isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang di bicarakan banyak orang
tentang praktek / mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta maupun tidak.
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis.
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayanan bersifat darurat
sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan,
keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi

F. Evaluasi
Tahapan yang terakhir adalah evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program
pelatihan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh
mana tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat
level evaluasi pelatihan, yakni:
1. Reaction (Reaksi)
Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka
dengan program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka?
2. Learning (Belajar)
Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari
prinsipprinsipketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari.
3. Behavior (Perilaku)
Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam
pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut.
4. Result (Hasil)
Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program
pelatihan.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kembali kemampuan peserta dalam memahami materi
pelatihan.
2. Membangun komitmen bersama pengimplementasian usaha pengurangan
risiko bencana di komunitas masyarakat.
Metode
Metode yang digunakan adalah Review materi oleh peserta.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 1 x 45 Menit = 45 Menit
Media dan Bahan
• Kertas kerja evaluasi materi, proses, pelaksanaan
• Plano, spidol, dan flipcart
Proses:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini.
2. Untuk menyegarkan suasana fasilitator bisa melakukan ice breaking.
3. Kemudian fasilitator memberikan kesempatan untuk tanya jawab.
4. Fasilitator menutup proses pelatihan dengan mengingatkan kembali peserta
akan tujuan dari pelatihan yang dilakukan.
REFERENSI
Departemen, T. I. M., & Dan, K. M. B. (2019). Modul Kegawatan dan Manejemen Bencana.
Hariyono, Hidayatul, A., & Bahrudin. (2019). Keperawatan Gadar. 100.
Hidayati, A. N., Alfian, M. I. A. A., & Rosyid, A. N. (2018). Gawat Darurat Medis Dan Bedah.
In Rumah Sakit Universitas Airlangga (Vol. 8, Issue 1). adm@aup.unair.ac.id
Kep, M., Nurhayati, E., Kp, S., Kep, M., Sp, N., Mat, K., Sari, W., Kep, S., & Kep, M. (2018).
KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL NSA 525 Disusun oleh :
UNIVERSITAS ESA UNGGUL TAHUN 2018 HALAMAN PENGESAHAN.
Marchianti, A., Nurus Sakinah, E., & Diniyah, N. et al. (2017). Digital Repository Universitas
Jember Digital Repository Universitas Jember. Efektifitas Penyuluhan Gizi Pada
Kelompok 1000 HPK Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Kesadaran Gizi, 3(3),
69–70.

Anda mungkin juga menyukai