Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KOMPREHENSIF GANGGUAN SISTEM

PERKEMIHAN

OLEH :

Kelompok 12

Putu Metareni, SST ( 09)


Ni Nyoman Sri artini, SST (10)
I Nengah Suardika, SST (13)

KELAS C / PROGRAM STUDI PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Komprehensif Gangguan Sistem Perkemihan” tepat pada
waktunya. Makalah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha penulis
sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ns. IGA Ari Rasdini, S.Pd., S.Kep., M.Pd selaku dosen Penanggung
Jawab Mata Kuliah (PJMK) Matrikulasi Keperawatan Kritis.

2. Ibu Ns. IGA Ari Rasdini, S.Pd., S.Kep., M.Pd selaku dosen pembimbing
pada Mata Kuliah Matrikulasi Keperawatan Kritis.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan yang telah membantu. Kami menyadari makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif sehingga kami dapat
menyempurnakan makalah ini.

Denpasar, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A.Latar Belakang.....................................................................................................1

B.Rumusan Masalah................................................................................................1

C.Tujuan Penulisan..................................................................................................1

D.Manfaat Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3

A. Konsep Keperawatan Kritis..........................................................................3

B. Sistem Perkemihan.........................................................................................7

C. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................12

D. Contoh Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................43

A. Simpulan............................................................................................................43

B. Saran.................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem perkemihan merupakan system pengeluaran zat-zat metabolism


tubuh yang tidak berguna bagi tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh
karena dapat menjadi racun, proses eliminasi ini dapat dibagi menjadi eliminasi
urine dan eliminasi alvi.

Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah


pentingnya dalam tubuh manusia. System perkemihan terdiri dari ginjal, ureter,
vesica urinaria dan uretra yang menyelenggarakan serangkaian proses untuk
tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektroit, mempertahankan
keseimbangan asam basa tubuh, megeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan urine. Apabila terjadi gangguan pada system perkemihan
maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat serius dan kompleks.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, penulis ingin mengetahui


“Asuhan komprehensig gangguan system perkemihan?”

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui asuhan komprehensif gangguan system


perkemihan.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan komprehensif
gangguan system perkemihan, sehingga dapat menjadi bekal dan pedoman
dalam melakukan praktik keperawatan.
2. Bagi institusi
Makalah ini dapat dijadikan masukan atau pedoman dalam mata
kuliah matrikulasi Keperawatan Kritis untuk profesi ners dan dalam
pembuatan makalah selanjutnya sehingga dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan lebih baik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Keperawatan Kritis

1. Definisi

Kritis adalah keadaan krisis, gawat, genting (tentang suatu keadaan), keadaan

yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha. Kritis juga

didefinisikan sebagai penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati - hati terhadap

suatu kondisi dalam rangka mencari penyelesaian. Secara keilmuan, keperawatan

kritis berfokus pada penyakit yang kritis atau psikologis yang tidak stabil. Untuk

pasien kritis, pernyataan paling penting yang harus dipahami adalah “waktu

adalah vital”. AACN mendefinisikan keperawatan kritis adalah keahlian khusus di

dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara rinci dengan manusia (pasien) dan

bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah

perawat profesional yang resmi dan bertanggung jawab untuk memastikan pasien

dgn sakit kritis dan keluarga pasien mendapat kepedulian optimal.

AACN juga menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis

mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit

aktual atau potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik askep kritis

didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis, dan

lingkungan yang memberikan sumber - sumber adekuat untuk pemberian

perawatan. Pada umumnya, lingkungan yang mendukung rasio perbandingan

perawat pasien adalah 1:2 (tergantung kebutuhan pasien), satu perawat dapat
menjaga 3 pasien dan terkadang seorang pasien membutuhkan bantuan >1

perawat untuk dapat bertahan hidup.

Perawat harus mengaktualisasi diri secara fisik, emosional, dan spiritual untuk

memenuhi tantangan merawat pasien yang mengalami penyakit kritis. Pelayanan

askep kritis harus berkualitas tinggi dan komprehensif. Askep kritis juga

membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan situasi kritis dengan kecepatan

dan ketepatan dalam pengambilan keputusan dan bertindak, dimana kondisi tidak

dibutuhkan pada situasi keperawatan lain. Esensi asuhan keperawatan kritis tdk

berdasarkan pada lingkungan khusus atau alat khusus, tetapi proses pengambilan

keputusan yg didasarkan pada pemahaman yang sungguh2 terhadap fisiologis dan

psikologis.

2. Lingkup Keperawatan Kritis

a. The Critically Ill Patient  masalah yang aktual dan potensial mengancam

kehidupan pasien dan membutuhkan ovservasi dan intervensi mencegah

komplikasi. Pasien sakit kritis didefinisikan sebgai pasien yg beresiko tinggi

untuk masalah kesehatan aktual atau potensial mengancam jiwa. Semakin

sakit kritis pasien, semakin besar kemungkinan dia menjadi rentan, tidak

stabil, sehingga butuh asuhan keperawatan yang intens. Pasien membutuhkan

observasi dan intervensi secara intensif untuk mencegah terjadinya perburukan

dan komplikasi.

b. The Critically Care Nurse  membutuhkan perawat yang profesional untuk

perawatan ps kritis. Perawat dalam praktik keperawatan kritis dalam

pengaturan dimana pasien butuh pengkajian yang kompleks, terapi intensitas

tinggi dan intervensi berkesinambungan kewaspadaan keperawatan. Perawat


perawatan kritis mengandalkan pengetahuan khusus, keterampilan dan

pengalaman untuk memberikan perawatan kepada pasien dan keluarga untuk

mencapai lingkungan yang menyembuhkan, manusiawi dan peduli. Perawat

menjadi pelindung atau pembela pasien. AACN mendefinisikan advokasi

adalah menghormati dan mendukung nilai - nilai dasar, hak, keyakinan pasien

kritis. Perawat perawatan kritis memiliki keahlian (skill) yaitu skill kognitif

(cognitive skill), skill interpersonal (interpersonal skill) dan skill tehnik

(technical skill) sebagai pendukung praktik keperawatan kritis. Perawat

perawatan kritis mampu melaksanakan praktik regulasi asuhan keperawatan

kritis, di mana pasien memerlukan pengkajian yang kompleks, intervensi

keperawatan yang intensitas tinggi dan berkesinambungan serta kewaspadaan

keperawatan yang ketat.

c. The Critically Care Environment  ruang perawatan intensif adalah

lingkungan yang berpotensi memusuhi pasien yang rentan terhadap sakit

kritis. Selain stres fisik akibat penyakit, nyeri, obat penenang, intervensi, dan

ventilasi mekanik, ada stress psikologi dan psikososisla yg dirasakan oleh

pasien. Salah satu faktor tambahan adalah lingkungan ICU yg juga diduga

berkontribusi terhadap sindrom yang dikenal dengan ICU psikosis/delirium.

Sering melaporkan faktor stres lingkungan adalah kebisingan, cahaya,

pembatas mobilitas, dan isolasi sosial.

3. Pelayanan Intensive Khusus

a. Bedah jantung : CABG, MVR/DVR (Mitral/Double Valve Replacement),

VSD (Ventrikel Septal Defek), ASD (Atrial Septal Defek).


b. Isolasi pasien kritis: Avian Influenza, Flu Meksiko, MRSA (Methicyllin

Resistan Staphylococcus Aureus), ESBL (Ekstendet Beta Lactamasa), TB

Paru

4. Prinsip Keperawatan Kritis

Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang cepat dan

dapat menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi pasien kritis di RS

terdiri dari: unit gawat darurat (UGD), dimana pasien diatasi prtama kali; unit

perawatan intensif (ICU), bagian yang mengatasi keadaan kritis, sedangkan

bagian yang lebih memusatkan perhatian pada penyumbatan dan penyempitan

pbuluh darah koroner disebut dengan unit perawatan intensif koroner (ICCU).

Baik UGD, ICU, dan ICCU adalah unit perawatan kritis dimana perburukan

patofisiologis dapat terjadi secara cemat dan berakhir dengan kematian.


B. Sistem Perkemihan

1. Definisi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh

tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin

(Purnomo,2008).

2. Organ Sistem Perkemihan

Ginjal adalah organ yang berbentuk dua buncis yang terletak di bagian

posterior abdomen, satu buah pada setiap sisi kolumna vertebralis, di belakang

peritonium. Ginjal berada pada ketinggian vertebra torakal ke-12 sampai vertebra

lumbal ketiga. Ginjal kanan biasanya lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya

hati. Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 11 cm, lebar enam cm, dan tebal tiga

cm dan terbenam dalam dasar lemak, yang disebut lemak perirenal (Purnomo,

2008).

Fungsi ginjal menurut Purnomo, (2008) adalah pemegang peranan penting

dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana

keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam

tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum, kreatinin

dan amoniak, sekresi hormon : renin, erithropoetin, dihidroksikolekalsiferol.

Ureter merupakan dua saluran yang berfungsi membawa urine dari ginjal ke

kandung kemih. Setiap ureter memiliki panjang sekitar 25-30 cm, memiliki

dinding yang tebal dan saluran yang sempit, yang berlanjut dengan pelvis ginjal dan
terbuka ke dasar kandung kemih. Sebagian dari ureter ini terletak dalam rongga

abdomen dan sebagian lagi terletak dalam rongga panggul (Purnomo, 2008).

Kandung kemih adalah reservoir urin. Kandung kemih terletak di belakang

simfisis pubis di dalam rongga panggul dan dapat menahan lebih dari 500 ml urin,

tetapi akan timbul nyeri. Terisinya kandung kemih ini oleh urin dengan jumlah ±

250 ml akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada kandung kemih

sehingga akan menimbulkan keinginan untuk berkemih (Purnomo, 2008).

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal dari kandung kemih yang

berfungsi menyalurkan urin keluar. Uretra membentang dari orifisium uretra

internal dalam kandung kemih sampai ke orifisium uretra eksternal. Terdapat

sfingter internal dan eksternal pada uretra. Sfingter internal bersifat involunter dan

sfingter eksternal berada dibawah kontrol volunter. Pada pria, panjang uretranya

18-20 cm dan berfungsi sebagai saluran untuk sistem reproduksi dan sistem

perkemihan. Panjang uretra pada wanita ± 3-4 cm dan ia hanya berfungsi sebagai

sistem perkemihan. Uretra pada wanita berpangkal dari orifisium uretra internal

kandung kemih dan membentang ke arah bawah di belakang simfisis pubis,

tertanam di dalam dinding anterior vagina. Muara uretra terletak di sebelah atas

vagina yaitu antara klitoris dan vagina. Kondisi ini menyebabkan wanita lebih

sering terkena infeksi saluran kemih, bakteri akan lebih mudah masuk ke kandung

kemih karena urethra lebih dekat ke sumber bakteri seperti daerah anus ataupun

vagina (Potter dan Perry, 2000).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sistem eliminasi urin :


a. Diet dan Asupan (in take)
Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebakan
urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran
vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi.
Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal
ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan braktivitas.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun.
f. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan
untuk mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang
air kecil meningkat seiring dengan pertambahan usia.
g. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes
mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di
tempat tertentu.
i. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
j. Tonus Otot
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat
meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik dan
anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine
m. Jumlah air yang diminum
n. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah
Untuk menjaga tekanan osmotik, sehingga semakin banyak konsumsi garam
maka pengeluaran urin semakin banyak.
o. Konsentrasi hormon insulin
Ketika konsentrasi insulin rendah maka akan sering mengeluarkan urin.
p. Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika
4. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem eliminasi urin :
a. Retensi
Merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih dan keridakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi kandung
kemih adalah urin yang terdapat dalam kandung kemih melebihi 400 ml.
Normalnya adalah 250-400 ml.
b. Inkontinensi urin
Ketidakmamapuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urin. Ada dua jenis inkotinensia yaitu: inkotinensia stress dan
ikontinensia urgensi.
c. Enuresis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau orang jompo.
d. Urgency
e. Dysuria
f. Polyuria
g. Urinari suppresi
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan
klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada support
system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh. Dengan tidak
optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya
kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini
berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang
menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan
pada klien dengan gagal ginjal kronis.

a. Identitas

Tidak ada spesifikasi khusus untuk penyakit gagal ginjal kronis, namun laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup
sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari penyakit gagal ginjal
akut, sehingga tidak berdiri sendiri.

1) Keluhan Utama

Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada
anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi,
anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme
toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan
sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain
itu karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi),
maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga berisiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi.
3) Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit ginjal kronis dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, payah jantung,
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik,
BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu ada
beberapa penyakit yang langsung menyebabkan penyakit ginjal kronis yaitu
diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit ginjal
kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga
yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu sakit.

5) Riwayat Psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang
baik. Pada klien dengan penyakit ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan
menjalani proses dialisa.

Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu,
kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan,
sehingga klien mengalami kecemasan.

6) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Kondisi klien dengan penyakit ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering
didapatkan RR meningkat, hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
7) Sistem Pernapasan

Adanya bau urea pada napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis


respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola
napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi (Kussmaull).

8) Sistem Hematologi

Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya
terjadi tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT > 2 detik, palpitasi jantung,
chest pain, dyspneu, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam
tubuh karena tidak efektif dalam ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis darah
sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.

9) Sistem Neuromuskuler

Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan sirkulasi


serebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi
akan dialami klien dengan penyakit ginjal kronis.

10) Sistem Kardiovaskuler

Penyakit yang berhubungan langsung dengan penyakit ginjal kronis salah


satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium
dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung.

11) Sistem Endokrin

Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan penyakit ginjal kronis


akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi.
Selain itu, jika kondisi penyakit ginjal kronis berhubungan dengan penyakit
diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak
pada proses metabolisme.
12) Sistem Perkemihan

Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,


reabsorpsi, dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai anuria (tidak adanya urine
output).

13) Sistem Pencernaan

Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit. Sering


ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.

14) Sistem Muskuloskeletal

Dengan adanya kegagalan fungsi sekresi pada ginjal, maka berdampak pada
proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.

2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan gagal
ginjal kronis adalah:
a. Hipervolemia
b. Risiko perfusi renal tidak efektif
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
d. Intoleran aktivitas

3. Perencanaan asuhan keperawatan


Perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau mengurangi
masalah-masalah klien. Sebelum dibuat rencana tidakan, terlebih dahulu
memprioritaskan masalah. Prioritas masalah dibuat berdasarkan pada
ancaman/risiko ancaman hidup. Pencernaan dibuat dengan acuan standar
intervensi asuhan keperawatan (SIKI). Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur
kegiatan:
a. Observasi/monitoring
b. Terapi keperawatan
c. Pendidikan
d. Terapi kolaboratif

4. Implementasi asuhan keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Dalam tindakan pada pasien kritis perlu ada pengawasan yang terus menerus
terhadap kondisi klien termasuk perilaku. Monitor terhadap alat-alat yang
terpasang pada pasien juga harus dilakukan secara terus menrus karena pasien
kritis dapat mengalami perburukan kapan saja.Dokumentasi setiap tindakan yang
telah dilakukan sehingga meyakinkan bahwa setiap tindakan telah terlaksana
dengan benar.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus
menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2011). Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada
hirarki dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistik. Proses evaluasi
terdiri atas 3 jenis:
a. Evaluasi progres: dilakukan terus menerus, untuk menilai keberhasilan suatu
tindakan. Perbaikan masalah langsung dilakukan saat itu juga.
b. Evaluasi intermitten: memiliki batas waktu dan indikator, pelaporan dilakukan
di akhir shift merupakan kesimpulan dari evaluasi progres.
c. Evaluasi terminal: dilakukan pada saat pasien hendak dipindahkan ke ruang,
dirujuk, atau dipulangkan.
D. Contoh Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Kritis Pada Ny “S” Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan CKD Di Ruang ICU Dr. Ramelan

A. Pengkajian

Tgl/ Jam : 17 Juli 2013 Tanggal MRS : 17 Juli 2013


Ruangan : ICU Diagnosis Medis : Peritonitis
Nama/Inisial : Ny. S No.RM 12354
IDENTITAS

Jenis Kelamin : Perempuan Suku/ Bangsa : Indonesia


Umur : 68 tahun Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam Penanggung jawab : Tn. K
Pendidikan : SMA Hubungan : Anak
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya Alamat : Surabaya
Keluhan utama saat MRS : Pasien mengeluh sesak
RIWAYAT KESEHATAN

Keluhan utama saat pengkajian : Pasien mengatakan sudah merasa sesak sejak lima hari yang lalu

Riwayat penyakit saat ini : klien mengatakan sudah merasa sesak sejak lima hari yang lalu tepatnya
tanggal 11 Juli 2013, klien mengatakan sudah memeriksakan diri ke RS
dekat rumah tetapi sesaknya kambuh lagi dan dirasakan semakin parah,
klien mengatakan langsung diantar anaknya ke RUMKITAL Dr.Ramelan
Surabaya. Dilakukan tindakan pasang monitor dan masker dengan O2: 10
lpm, infus NS, pasang kateter foley, observasi dispneu, injeksi ranitidin 1
amp/iv, aspilet 2 tablet per oral + CPG 4 tablet per oral, thorax “Cito
Bed”, chalage left 200 cc, Injeksi D40% I fls + Injeksi Ca Glukonas 100
mg/iv. Dari hasil laboratorium dan EKG didapatkan diagnosa medis CKD
dengan asidosis metabolik.

Riwayat Allergi : Klien tidak ada riwayat alergi terhadap obat, makanan maupun pada
debu terbukti saat menjalani ceftriaxone skin test tidak ada kemerahan
atau ruam pada kulit daerah skin test.

Riwayat Pengobatan : Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah mengalami penyakit
seperti ini sebelumnya dan belum pernah diopname sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:
Klien mengatakan tidak mengetahui jika menderita DM, klien tidak pernah mengecek gula darahnya, klien
juga tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.

Jalan Nafas : √ Paten  Tidak Paten


Nafas : √ Spontan  Tidak
Spontan
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing √ Tidak Ada
 Muntahan  Darah  Oedema
Gerakan dinding dada: √ Simetris  Asimetris
RR : 30 x/mnt SPO2 : 99%
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal √ Normal
Pola Nafas : √ Teratur  Tidak Teratur
Jenis : Dispnoe √ Kusmaul  Cyene Stoke  Lain…
… Sesak Nafas : √ Ada Tidak Ada
Pernafasan Cuping hidung  Ada √ Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas :  Ada √ Tidak Ada
Deviasi Trakea : Ada √ Tidak Ada
Pernafasan : √ Pernafasan Dada  Pernafasan Perut
Batuk :  Ya √ Tidak ada
Sputum:  Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: Bau: … …
√ Tidak
Emfisema S/C : Ada √ Tidak Ada
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor √Tidak ada
√ Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi
Alat bantu nafas:  OTT  ETT  Trakeostomi  Ventilator, Keterangan: ... ... ...
Oksigenasi : 10 lt/mnt  Nasal kanul √ Simpel mask  Non RBT mask  RBT Mask Tidak
ada Penggunaan selang dada : Ada √ Tidak Ada
Drainase :
Trakeostomi : Ada √ Tidak Ada
Kondisi trakeostomi:
Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan pola napas


Nadi : √ Teraba  Tidak teraba  N: 89 x/mnt
Irama Jantung : Teratur
Tekanan Darah : 150/69 mmHg
Pucat : √ Ya Tidak
Sianosis :  Ya √ Tidak
CRT : √ < 2 detik > 2
detik
Akral : √ Hangat  Dingin  S: 36,3
C Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc √ Tidak
Turgor :  Elastis √ Lambat
Diaphoresis:  Ya √Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka
bakar JVP: -
CVP: -
Suara jantung: Normal, S1 S2 tunggal
IVFD : √ Ya  Tidak, Jenis cairan: RL/Ns 20 tpm
Lain-lain: GDA 129mg/dl

Masalah Keperawatan: Risiko Ketidakstabilan Glukosa Darah


Kesadaran: √ Composmentis  Delirium  Somnolen  Sopor  Apatis  Koma
GCS :  Eye 4  Verbal 5  Motorik 6
Pupil : √ Isokor  Unisokor  Pinpoint  Midriasis
Refleks Cahaya: √ Ada  Tidak Ada
Refleks Muntah:  Ada √ Tidak Ada
Refleks fisiologis: √ Patela (+/+)  Lain-lain … …
Refleks patologis :  Babinzky (-/-)  Kernig (-/-)  Lain-lain ... ...
Refleks pada bayi:  Refleks Rooting (+/-)  Refleks Moro (+/-)
(Khusus PICU/NICU)  Refleks Sucking (+/-) 
Bicara :  Lancar  Cepat  Lambat
Tidur malam : … … jam Tidur siang : … … jam
Ansietas :  Ada √ Tidak ada
Nyeri :  Ada √ Tidak ada

Lain-lain:
Masalah Keperawatan:

Nyeri pinggang:  Ada √ Tidak


BAK : √ Lancar  Inkontinensia 
Anuri Nyeri BAK :  Ada √ Tidak ada
Frekuensi BAK : - Warna: kuning keruh Darah :  Ada √ Tidak ada
Kateter : √ Ada  Tidak ada, Urine output: ±290 cc/24 jam
Lain-lain: Cek kimia klinik dengan hasil BUN: 137,24; kreatinin: 16,60; Na: 132,8 mmol/ L;
K: 8,00; Cl: 104 mmol/L, Cek darah lengkap (hematologi) dengan hasil leukosit: 12,9x 10 3;
hemoglobin: 7,4; Hct: 22; trombosit: 274 x 103.

Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan perfusi jaringan renal


Keluhan : √ Mual  Muntah  Sulit
menelan TB : 158 cm BB : 78 kg
Nafsu makan :  Baik  Menurun
Makan : Frekuensi 3x/hr Jumlah : 750 cc
Minum : Frekuensi ... ... gls /hr Jumlah..........cc/hr
NGT: Ya
Abdomen : DistensiSupel ........
Bising usus: 25 x/mnt
BAB :  Teratur √ Tidak
Frekuensi BAB : 2 x/hr Konsistensi: encer Warna: kekuningan darah (-)/lendir(-)
Stoma: -

Lain-lain: … …
Turgor kulit elastis, membran mukosa lembab

Masalah Keperawatan:
Deformitas :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Contusio :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Abrasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Penetrasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Laserasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Edema :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Luka Bakar :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...
Grade : ... Luas....%

Jika ada luka/ vulnus, kaji: -


Luas Luka : ... ...
Warna dasar luka: ... ...
Kedalaman : ... ...
Keterangan:
0; Mandiri
Aktivitas dan latihan :0 1 √2  3 4 1; Alat bantu
Makan/minum :0 1 √2 3 4
2; Dibantu orang lain
Mandi :0 1 √2 3 4 3; Dibantu orang lain
Toileting :0 1 √2 3 4 dan alat
4; Tergantung total
Berpakaian :  0  1 √ 2  3 4
Mobilisasi di tempat tidur :  0  1 √ 2  3 4
Berpindah : 0  1 √ 2  3 4
Ambulasi : 0  1 √ 2  3 4
Lain-lain: … …
Pasien tidak nyaman dengan keadaannya karena sakit yang dideritanya, badannya lemah, pasien tidak bisa
melakukan aktivitas apapun tanpa bantuan, hanya berbaring di tempat tidur, tempat tidur lembab
Masalah Keperawatan:
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : lemah
b. Kesadaran : Compos mentis E4 M6 V5
c. TTV :
- Tekanan darah : 150/ 69 mmHg
- Nadi : 89x/menit
- Respirasi : 30x/menit
- Suhu : 36,30 C
- Spo2 : 99%
d. Kepala : mesochepal, rambut hitam kotor, ada ketombe, rambut tidak
bercabang, rambut tipis, tidak ada kutu, rambut mudah rontok, kulit kepala.
e. Wajah : simetris, wajah terlihat gelisah, pucat, tidak moon face, tidak ada oedem
f. Mata : konjungtiva tidak anemis,seclera ikterik, ada respon cahaya ki/ka
g. Hidung : simetris, tidak ada pembesaran polip, bisa mencium bau dengan
normal, bisa membedakan bau (minyak kayu putih dan kulit jeruk)
h. Mulut : mukosa bibit lembab, tidak ada perdarahan gusi, gigi kekuningan, ada
gigi yang berlubang
i. Telinga : simetris, antara kanan dan kiri, produksi serumen tidak sampai
menggangu diameter lubang.
j. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,
k. Kulit : turgor kulit elastis
l. Dada :
1) Paru-paru :
Inspeksi : simetris, ada retraksi dinding dada, ekspansi dada kanan
kiri sama
Palpasi : vocal premitus teraba kanan kiri sama, tidak ada nyeri
tekan Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler
2) Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Papasi : ictus cordis teraba di intercosta ke 5 linea mid clavikula
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler, tidak terdapat bunyi tambahan S3 dan
S4
m. Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada bekas operasi, tidak ada lesi, tidak
ada jejas
Auskultasi : peristaltic usus 25x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
n. Genetalia : bersih, tidak ada flur albus, terpasang kateter
o. Ekstermitas :
 Atas : pergerakan pasif, tidak ada oedem, tangan kiri terpasang infuse
RL/Ns 20 Tpm, CRT <2 detik
 Bawah : kaki kanan dan kiri bergerak bebas tapi lemah, tidak ada oedem.
Tidak ada varises, tidak ada reflek patella
44444444
4444 4444
p. Anus : bersih, lembab, tidak ada pembesaran vena rectal

2. Data Penunjang
a. Terapi medis (tanggal 17 Juli 2013 )
1) Injeksi :
- Ceftriaxone 2x1gr
- Extra lasix 1amp/IV
2) Infus
- NS 100 cc + Nabic 100 mEq 10-12 tpm
- D5 + Insulin 10 IU 10 tpm

b. Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 16-17 Juli 2013)


No Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 16-07-13 BGA:
pH 6,986 7,35-7,45
PCO2 12,7 35-45
PO2 196 80-100
TCO2 6,7
HCO3- 3,1 22-26
Beb -22,0 -3-3
Beecf -23,9
% SO2 99 90-100%
Kimia Klinik:
GDA 129 mg/dl 76-110mg/dl
BUN 137,24 10-24 mg/dl
Creatinine Serum 16,60 0,5-1,5 mg/dl
Na 132,8 135-145 mmol/L
K 8,00 3,5-5 mmol/L
Cl 104 95-108 mmol/L
Hematologi
Leukosit 12,9x103 4 – 10 ribu sel/μL
Hemoglobin 7,4 11,5- 16 g/dL
Hct 22 35-45%
Trombosit 274x103 150 – 400 ribu/mm3

2 17-07-13 BGA:
pH 7,097 7,35-7,45
PCO2 19,6 35-45
PO2 194 80-100
TCO2 6,7
HCO3- 6,1 22-26
Beb -22,0 -3-3
Beecf -23,0
% SO2 99,3 90-100%

Tanggal 17 Juli 2013


Jam TD RR HR T GCS SPO2 Input (cc) Output Medikasi
mmHg (%) (cc) Obat
01 150/69 30 89 36,3 4-5-6 100 Infus NS Nabic 50
100 cc mEq 10-12
tpm
Infus D5 Insulin 10
500 cc I.U 10 tpm

Inj.
Ceftriaxon 1
gr/iv
02 140/69 27 80 36,5 4-5-6 100 -
03 132/64 27 86 36,5 4-5-6 98
04 117/74 26 85 36 4-5-6 99
05 116/70 26 83 36 4-5-6 100
06 125/66 26 98 36 4-5-6 98 lasix 1 amp/
iv, kalitake
07 127/72 26 92 36 4-5-6 99
B. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
Fokus

1. DS : Faktor yang menghambat Ketidakefektifan


Klien mengatakan sesak napas. fungsi nefron pola napas

DO :
Pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan sebagai penurunan fungsi nefron
berikut: di glomerulus
- TD: 150/69 mmHg
- HR: 89, pulsasi teraba lemah, irama reguler
- RR: 30x/menit, suara napas vesikuler, Kerusakan pada nefron di
- T: 36,3oC glomerulus
Pola napas Kussmaul
Pemeriksaan BGA didapatkan sebagai berikut:
- pH 6,986 Destruksi struktur ginjal
- PO2 196
- PCO2 12,7
- HCO - 3,1 Penurunan GFR
- BE -22

Kegagalan
ginjal
dalam
mempertahankan
metabolisme

Peningkatan toksik
uremik dalam darah

Sindrom Uremik

Respon
Asidosis
Metabolik

Sesak napas
Napas cepat dan
dalam
(Kussmaul)
2. DS : Faktor yang menghambat Ketidakefekt
Klien mengatakan susah BAK, jika bisa BAK fungsi nefron ifan Perfusi
keluarnya hanya sedikit. Jaringan
Renal
DO : penurunan fungsi nefron
 Oliguria: Up kateter ± 290 cc/24 jam di glomerulus
 Asidosis Metabolik dengan peningkatan
kalium,
penurunan pH dan Kerusakan pada nefron di
bicarbonat, Anemia, Peningkatan: glomerulus
BUN, serum kreatinin
 Pemeriksaan BGA didapatkan sebagai berikut:
- Hb 7,4 Destruksi struktur ginjal
- pH 6,986
- PO2 196
- PCO2 12,7 Penurunan GFR
- HCO - 3,1
- BE -22
Kegagalan
 Kimia Klinik:
- BUN 137,24 ginjal dalam
- Kreatinin Serum 16,60 keseimbangan cairan dan
- Na 132,8 elektrolit
- K 8,00
- Cl 104
Peningkatan toksik
uremik dalam darah

Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit

Kerusakan nefron

Penurunan pertukaran sel

Ginjal gagal
mengeluarkan sisa
metabolisme

oliguri
3 DS : Faktor yang menghambat Risiko
Klien mengatakan tidak ada keluhan. fungsi nefron Ketidakstab
DO : (DM yang tidak ilan glukosa
 Pemeriksaan tanda tanda vital. didapatkan terkontrol) darah
sebagai berikut:
TD: 150/69 mmHg
HR: 89, pulsasi teraba lemah, irama reguler penurunan fungsi nefron
RR: 30x/menit, suara napas vesikuler, di glomerulus
T: 36,3oC
Keadaan umum klien lemah.
Kerusakan pada nefron di
 GDA : 129 mg/dl (Hiperglikemia) glomerulus
Cek ulang:
 GDA : 34 mg/dl (hipoglikemi)
Destruksi struktur ginjal

Penurunan GFR
Kegagalan
ginjal
dalam
mempertahankan
metabolisme

Peningkatan toksik
uremik dalam darah

Sindrom

Uremik

Respon

endokrin

Gangguan metabolisme
glukosa dan lemak

GDA : 129 mg/dl


(Hiperglikemia)

Cek ulang:

GDA : 34 mg/dl
(hipoglikemi)

Ketidakstabilan glukosa
darah

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon asidosis metabolik.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nefron sehingga
tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme.
3. Risiko ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa darah
yang tidak adekuat dan kurangnya rencana penatalaksanaan.
D. Intervensi Keperawatan
N SDKI SLKI SIKI
O
1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Efektif intervensi Observasi :
Definisi : selama ... x...  Monitor pola napas
Inspirasi dan/atau menit, maka pola (frekuensi, kedalaman,
ekspirasi yang tidak napas membaik usaha napas)
memberikan ventilasi dengan kriteria  Monitor bunyi napas
adekuat. hasil : tambahan (mis. gurgling,
Penyebab :  Ventilasi mengi, wheezing, ronkhi
 Depresi pusat semenit (5) kering)
pernapasan  Monitor sputum (jumlah,
 Kapasitas vital
warna, aroma)
 Hambatan upaya (5)
Terapeutik :
napas (mis. nyeri saat
 Diameter  Pertahankan kepatenan
bernapas, kelemahan
thoraks anterior jalan napas dengan head-
otot pernapasan)
posterior (5) tilt dan chin-lift (jaw-thrust
 Deformitas dinding jika curiga trauma cervical)
 Tekanan
dada  Posisikan semi-Fowler atau
ekspirasi (5)
 Deformitas tulang Fowler
 Tekanan
dada  Berikan minum hangat
inspirasi (5)
 Lakukan fisioterapi dada,
 Gangguan
 Dispnea (5) jika perlu
neuromuscular
 Lakukan penghisapan
 Penggunaan
 Gangguan neurologis lendir kurang dari 15 detik
otot bantu
(mis.  Lakukan hiperoksigenasi
napas (5)
elektroensefalogram sebelum penghisapan
[EEG] positif, cedera  Pemanjangan
endotrakeal
kepala, gangguan fase ekspirasi
 Keluarkan sumbatan benda
kejang) (5) padat dengan forsep
McGill
 Imaturitas neurologis  Ortopnea (5)
 Berikan oksigen, jika perlu
 Penurunan energy  Pernapasan Edukasi :
pursed-tip (5)  Anjurkan asupan cairan
 Obesitas
 Pernapasan 2000ml/hari, jika tidak
 Posisi tubuh yang
cuping hidung kontraindikasi
menghambat ekspansi
(5)  Ajarkan teknik batuk
paru
efektif
 Frekuensi
 Sindrom hipoventilasi Kolaborasi :
napas (5)
 Kolaborasi pemberian
 Kerusakan inervasi
 Kedalaman bronkodilator, ekspektoran,
diafragma (kerusakan
napas (5) mukolitik, jika perlu
saraf C5 ke atas)
 Ekskursi dada
 Cedera pada medulla Pemantauan Respirasi
(5)
spinalis Observasi :
 Monitor frekuensi, irama,
 Efek agen
kedalaman dan upaya
farmakologis
napas
 Kecemasan  Monitor pola napas (seperti

Gejala dan Tanda : bradipnea, takipnea,

Mayor hiperventilasi, kussmaul,

Subjektif : cheyne-stokes, biot,

 Dispnea ataksik)
 Monitor kemampuan batuk
Objektif :
efektif
 Penggunaan otot
 Monitor adanya produksi
bantu pernapasan
sputum
 Fase ekspirasi  Monitor adanya sumbatan
jalan napas
memanjang  Paplasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Pola napas abnormal
 Auskultasi bunyi napas
(mis. takipnea,
 Monitor saturasi oksigen
bradipnea,
 Monitor nilai AGD
hiperventilasi,
 Monitor hasil X-ray
kusmaul, cneyne-
thoraks
stokes)
Terapeutik :
Gejalan dan Tanda  Atur interval pemantauan
Minor respirasi sesuai kondisi
Subjektif : pasien
 Ortopnea  Dokumentasikan hasil

Objektif : pemantauan

 Pernapasan pursed- Edukasi :

lip  Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
 Pernapasan cuping
 Informasikan hasil
hidung
pemantauan, jika perlu
 Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat

 Ventilasi semenit
menurun

 Kapasitas vital
menurun

 Tekanan ekspirasi
menurun

 Tekanan inspirasi
menurun

 Ekskursi dada
berubah

Kondisi Klinis Terkait


:
 Depresi sistem saraf
pusat

 Cedera kepala

 Trauma thoraks

 Gullian barre
syndrome

 Multiple sclerosis

 Myastenial gravis

 Stroke

 Kuadriplegia

 Intoksikasi alcohol
2 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan SIKI : Ketidakstabilan
glukosa darah tindakan kadar glukosa darah
Penyebab : keperawatan Intervensi utama
Hiperglikemia ...x...... jam Label : Manajemen
3. Disfungsi diharapkan nyeri Hiperglikemia
pancreas akut dapatObservasi
berkurang dengan  Identifikasi
4. Resistensi
criteria : kemungkinan
insulin
SLKI : penyebab
5. Gangguan
toleransi Ketidakstabilan hiperglikemia
glukosa darah kadar glukosa
 Identifikasi situasi
darah
6. Gangguan yang menyebabkan
Luaran utama
glukosa darah kebutuhan insulin
Label :
puasa meningkat
Kestabilan
hipoglikemia kadar glukosa  Monitor kadar
7. Penggunaan darah glukosa darah ,jika
insulin atau obat perlu
 Lelah
glikemik oral
 Monitor tanda dan
/lesu
8. Hiperinsulinemi gejala hiperglikemia
menurun
a (mis.
 Monitor intake dan
 Keluhan
insulinoma)
outpun cairan
lapar
9. Endokriopati
menurun  Monitor keton
(mis.
urine,kadar analisa
kerusakanadrena  Mulut
gas
l atau pituitari) kering
darah,elektrolit,tekan
menurun
10. Disfungsi hati an darah ortostatik
 Rasa haus dan frekuensi nadi
11. Disfungsi ginjal
menurun
kronis Terapeutik
 Perilaku  Berikan asupan
12. Efek agen
aneh cairan oral
farmakologis
menurun
 Konsultasi dengan
13. Tidakan
 Kesulitan medis jika tanda dan
pembedahan
bicara gejala hiperglikemia
neoplasma
menurun tetap ada atau
14. Gangguan memburuk
 Kadar
metabolic
glukosa Edukasi
bawaan (mis. dalam  Anjurkan monitor
gangguan darah kadar glukosa darah
penyimpanan membaik secara mandiri
lisosomal,
 Kadar  Ajarkan indikasi dan
galaktosemia,
glukosa pentingnya pengujian
gangguan
dalam keton urine, jika perlu
penyimpanan
urine
glikogen)  Ajarkan mengelola
membaik
diabetes
Gejala dan Tanda
 Jumlah
Mayor : Kolaborasi
urine
Subjektif :  Kolaborasi
membaik
Hipoglikemia pemberian insulin,

15. Mengantuk jika perlu

16. Pusing  Kolaborasi emberian


cairan IV, jika perlu
Hiperglikemia
17. Lelahatau lesu Kolaborasi pemberian
kalium ,jika perlu
Objektif :
Hipoglikemia
18. Gangguan
koordinasi

19. Kadar
glukosadalam
darah/uin redah

Hiperglikemia
20. Kadar glukosa
dalam
darah/urin tinggi
Gejala dan Tanda
Minor
Subjektif :
Hipoglikemia
21. Palpitasi

22. Mengeluh lapar

Hiperglikemia
23. Mulut kering

24. Haus meningkat

Objektif :
Hipoglikemia
25. Gemetar

26. Kesadaran
menurun

27. Perilaku aneh

28. Sulit bicara

29. Berkeringat

Hiperglikemia
30. Jumlah urin
meningkat

Kondisi Klinis Terkait


:
31. Diabetes
mellitus
32. Ketoasidosis
diabetic

33. Hipoglikemia

34. Hiperglikemia

35. Diabetes
gestasional

36. Penggunaan
kortikosteroid

37. Nutrisi parentera


total (TPN)

3 Resiko perfusi renal Setelah dilakukan Pencegahan syok


tidak efektif (D.0016) tindakan Observasi:
Definisi : keperawatan  Monitor status
Berisiko mengalami selama ..x..menit, kardiopulmonal
penurunan sirkulasi maka perfusi ( Frekuensi dan
darah ke ginjal renal meningkat kekuatan nadi ,
Faktor resiko : dengan kriteria frekuensi napas , TD,
 Kekurangan hasil: MAP)
Volume cairan  Jumlah
 Monitor status
urine
 Embolisme oksigenasi (oksimetri
meningkat
vaskuler nadi , AGD)
(5)
 Vaskulitis  Tekanan  Monitor status cairan
arteri rata- ( masukan dan
 Hipertensi haluaran , turgor kulit
rata

 Disfungsi ginjal membaik , CRT)


(5)
 Hiperglikemia  Kadar  Monitor tingkat
urea kesadran dan respon
 Keganasan
nitrogen pupil
 Pembedahan darah
 Periksa riwayat alergi
jantung membaik
(5) Terapeutik
 Bypass  Berikan oksigen
 Kadar
kardiopulmonal untuk
kreatinin

 Hipoksemia plasma mempertahankan


membaik saturasi oksigen
 Hipoksia (5) >94%

 Asidosis  Persiapkan intubasi


Metabolik dan ventilasi mekanis
, jika perlu
 Trauma
 Pasang jalur IV , jika
 Sindrom
perlu
kompratemen
abdomen  Pasang kateter urine
untuk menilai
 Luka bakar
produksi urine , jka

 Sepsis perlu

 Lakukan skin test


 Sindrom respon
untuk mencegah
inflamasi sistemik
reaksi alergi
 Lanjut usia
Edukasi
 Merokok  Jelaskan
penyebab/factor syok
 Penyalahgunaan
Zat  Jelaskan tanda dan
Kondisi klinis terkait : gejala awal syok
 Diabetes
 Anjurkan melapor
mellitus
jika
 Hipertensi menemukan/merasak
an tanda dan gejala
 Aterosklerosis
awal syok

 Syok  Anjurkan
memperbanyak
 Keganasan
asupan cairan oral
 Luka bakar
 Anjurkan
 Pembedahan menghindari allergen
jantung
Kolaborasi

 Penyakit  Kolaborasi
ginjal(mis, ginjal pemberian IV , jika
polikistik , stenosis perlu
artesi ginjal, gagal
 Kolaborasi
ginjal ,
pemberian transfuse
glumerulonefritis,
darah , jika perlu
nfritis intersisial,
nekrosis kortikal  Kolaborasi

bilateral) pemberian
antiinflamasi , jika
 Trauma perlu

E. Implementasi Keperawatan
Hari/Tgl No. Implementasi Evaluasi
Dx
18 Juli 2013 1, 2, 3 Monitor TTV DS: -
01.00 DO:
TD: 150/ 69 mmHg
Nadi: 89x/menit
RR: 30x/menit
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99%
2, 3 Monitor hasil DS: -
laboratorium DO:
GDA: 129mg/dL
Pemeriksaan
BGA
didapatkan
sebagai
berikut:
- Hb 7,4
- pH 6,986
- PO2 196
- PCO2 12,7
- HCO - 3,1
- BE -22
Kimia Klinik:
- BUN

137,24
- Kreatinin Serum 16,60
- Na

132,8
- K 8,00
- Cl 104
1, 2, 3 Kolaboratif pemberian: DS: -
Nabic 50 mEq 10-12 tpm DO:
Insulin 10 I.U 10 tpm Obat masuk melalui per IV,
Inj. Ceftriaxon 1 gr/IV alergi (-)
02.00 1, 2, 3 Monitor TTV DS: -
DO:
TD: 140/ 69 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 100%
1 Monitor RR dan status DS: -
O2 DO:
RR: 27x/menit
SpO2: 100%
2 Monitor warna urin DS: -
DO: warna
urine
kuning
keruh

03.00 1, 2, 3 Monitor TTV DS: -


DO:
TD: 132/ 64 mmHg
Nadi: 86x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 98%
06.00 1, 2, 3 Monitor TTV dan KU DS: pasien mengatakan
sesak berkurang
DO:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 117/ 74 mmHg
Nadi: 85x/menit
RR: 26x/menit
Suhu : 36 C
SpO2 : 99%
1 Monitor RR dan status DS: -
O2 DO:
RR: 26x/menit
SpO2: 99%
2 Monitor warna urin DS: -
DO: warna urine kuning
keruh
08.00 1, 2, 3 Monitor TTV DS: -
DO:
TD: 116/ 70 mmHg
Nadi: 83x/menit
RR: 26x/menit
Suhu : 36 C
SpO2 : 100%
09.00 1, 2, 3 Monitor TTV dan KU DS: pasien mengatakan
sesak berkurang
DO:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 125/ 66 mmHg
Nadi: 98x/menit
RR: 26x/menit
Suhu : 36 C
SpO2 : 98%
1 Monitor RR dan status DS: -
O2 DO:
RR: 27x/menit
SpO2: 100%
2 Monitor warna urin DS: -
DO: warna urine kuning
keruh
12.00 1, 2, 3 Monitor TTV DS: -
DO:
TD: 150/ 69 mmHg
Nadi: 89x/menit
RR: 30x/menit
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99%
1, 2, 3 Kolaboratif pemberian: DS: -
Ceftriaxone 2x1 (IV) DO:
Kalitake 3x1 Obat masuk melalui per IV,
alergi (-)
14.00 1, 2, 3 Monitor TTV dan KU DS: pasien mengatakan
sesak berkurang
DO:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 140/ 69 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 100%
1 Monitor RR dan status DS: -
O2 DO:
RR: 27x/menit
SpO2: 100%
2 Monitor warna urin DS: -
DO: warna urine kuning
keruh
17.00 1, 2, 3 Monitor TTV DS: -
DO:
TD: 150/ 69 mmHg
Nadi: 89x/menit
RR: 30x/menit
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99%
2, 3 Monitor hasil DS: -
laboratorium DO:
GDA: 34 mg/dL
1, 2, 3 Kolaboratif pemberian: DS: -
Nabic 50 mEq 10-12 tpm DO:
Insulin 10 I.U 10 tpm Obat masuk melalui per IV,
Inj. Ceftriaxon 1 gr/IV alergi (-)
18.00 1, 2, 3 Monitor TTV dan KU DS: pasien mengatakan
sesak berkurang
DO:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 140/ 69 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 100%
1 Monitor RR dan status DS: -
O2 DO:
RR: 27x/menit
SpO2: 100%
Terpasang O2 3lpm
2 Monitor warna urin DS: -
DO: warna urine kuning
keruh, Oliguria: ± 290 cc/24
jam

F. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl No. Dx Evaluasi TTD
18 Juli 2013 1 S: pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 140/ 69 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 100%
Terpasang O2 3lpm
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2 S: -
O:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 140/ 69 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 100%
Terpasang O2 3lpm
GDA: 34 mg/dL
Pemeriksaan BGA
didapatkan
sebagai berikut:
- Hb 7,4
- pH 6,986
- PO2 196
- PCO2 12,7
- HCO - 3,1
- BE -22
Kimia Klinik:
- BUN 137,24
- Kreatinin Serum 16,60
- Na 132,8
- K 8,00
- Cl 104
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
3 S: -
O:
KU: pasien nampak lemah,
kesadaran compos mentis.
TD: 140/ 69 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 27x/menit
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 100%
Terpasang O2 3lpm
GDA: 34 mg/dL
Pemeriksaan BGA
didapatkan
sebagai berikut:
- Hb 7,4
- pH 6,986
- PO2 196
- PCO2 12,7
- HCO - 3,1
- BE -22
Kimia Klinik:
- BUN 137,24
- Kreatinin Serum 16,60
- Na 132,8
- K 8,00
- Cl 104
Warna urine kuning keruh,
Oliguria: ± 290 cc/24 jam
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Kritis adalah keadaan krisis, gawat, genting (tentang suatu keadaan), keadaan
yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha. Kritis juga
didefinisikan sebagai penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati - hati
terhadap suatu kondisi dalam rangka mencari penyelesaian. Secara keilmuan,
keperawatan kritis berfokus pada penyakit yang kritis atau psikologis yang
tidak stabil. Untuk pasien kritis, pernyataan paling penting yang harus
dipahami adalah “waktu adalah vital”.
2. Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Organ
system perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra

B. Saran
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan hendaknya selalu
memperhatikan aspek-aspek terkait kondisi pasien itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki Purnomo. 2008. Patofisiologi Konsep Penyakit Klinis. Jakarta: EGC

Bauldoft, dkk.2011.Medical-Surgical Nursing Critical Thinking In Patient Care Fift


Edition.America: Pearson
Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria M.2016.Nursing Interventions Classification.Singapore: Elsevier
Singapore
Hidayat, A.A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika
Himpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta Pusat: Interna Publishing
Hudak C.M & Gallo, B.M. 2000. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC
Hutapea, Elda Lumera.2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Di Ruang
Perawatan Umum Lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto, Jakarta Pusat. Universitas Indonesia, diakses di lib.ui.ac.id,
pada 29 September 2018.
Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2010). Buku Ajar Fondamental Keperawatan
:Konsep, Proses & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7, EGC : Jakarta
Moorhead, Sue.2016.Nursing Outcomes Classification.Singapore: Elsevier Singapore
NANDA.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017.Jakarta:EGC
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta :
EGC.2000

PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Pranata, Andi Eka.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika
Price, Sylvia A.2002.Patosisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai