Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN KRITIS

“ Konsep Dasar Keperawatan Kritis “

Oleh:
Kelompok 1
 Anjely Hessa Yoneta
 Rinda Nabela Sari
 Tari Afrima Adha

Dosen Pengampu:
Ns. Novita Amri, M.Kep

Akademi Keperawatan
Bina Insani Sakti Sungai Penuh
2020/2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Keperawatan Kritis”.

Makalah ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Keperawatan Kritis”.Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan
pengarahan dari berbagai pihak, makalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat pengetahuan bagi kita semua. Amin.

Sungai Penuh, September 2020

Kelompok 1

i
Daftar isi
Kata Pengantar …………………………………………………….. i
Daftar Isi ………………………………………………………….. ii
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang …………………………………………………… 1
2. Tujuan Penulisan ……………………………………………........ 2
3. Rumusan Masalah ………………………………………………… 2
Bab II Pembahasan
1 Konsep Keperawatan Kritis ………………………………………….. 3
2 Pengkajian Komperehensif pada pasien kritis…………………………… 7
3 Aspek Legal etis pada tatanan keperawatan kritis ……………………… 9
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 16
3.2 Saran ……………………………………………………………. 16
Daftar Pustaka ……………………………………………………. 17

ii
Bab I
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit)
memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat
dan penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang
berada dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut
dan memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan
Ewens, 2009).Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris
merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan
kritis tanpa batas (critical care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus
dipenuhi di manapun pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit
(Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini dipersepsikan sama oleh tim pelayanan
kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang
dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif
oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau
terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).
Ilmu perawatan kritis adalah bidang keperawatan dengan suatu fokus pada
penyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Perawat kritis dapat ditemukan
bekerja pada lingkungan yang luas dan khusus, seperti departemen keadaan
darurat dan unit gawat darurat (Wikipedia, 2013)
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas masalah
yang mengancam jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang
bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-
keluarga mereka menerima kepedulian optimal (American Association of Critical-
Care Nurses).

1
2. Rumusan Masalah
a. Apa Konsep Keperawatan Kritis ?
b. Bagaimana pengkajian komprehensif pada pasien kritis ?
c. Apa aspek legal etis pada Keperawatan Kritis ?

3. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
a. Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang Konsep
Dasar Keperawatan Kritis .
- Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui Konsep Keperawatan Kritis
b. Mahasiswa mengetahui pengkajian komprehensif pada
pasien kritis
c. Mahasiswa mengetahui aspek legal etis pada Keperawatan
Kritis

2
Bab II

Pembahasan

1. Konsep Keperawatan Kritis

Pengertian keperawatan kritis


Ilmu perawatan kritis adalah bidang keperawatan dengan suatu fokus pada
penyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Perawat kritis dapat
ditemukan bekerja pada lingkungan yang luas dan khusus, seperti departemen
keadaan darurat dan unit gawat darurat (Wikipedia, 2013)
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas
masalah yang mengancam jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional yang
resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis
dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian optimal (American
Association of Critical-Care Nurses).
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secaracermat dan hati-hati terhadap
suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan
keluar.Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang
keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah
yang mengancam hidup.
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan
pasien yang berkualitas tinggi dan konperhensif.Untuk pasien yang kritis,
waktu adalah vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah
pasien dengan cepat.
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi pengkajian, analisa, perencanaan ,implementasi, dan evaluasi. The
American Asosiation of Critical care Nurses (AACN) menyusun standar
proses keperawatan sebagai asuhan keperawatan kritikal.

3
Konsep keperawatan kritis
1.    Tujuan
Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).
2.    Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan
mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi
kegagalan.Pengkajian meliputi proses pengumpulan data, validasi data,
menginterpretasikan data dan memformulasikan masalah atau diagnosa
keperawatan sesuai hasil analisa data. Pengkajian awal didalam keperawatan
itensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system
yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-kultural-spiritual, namun ketika klien
yang dirawat telah menggunakan alat-alat bantu mekanik seperti Alat Bantu
Napas (ABN), hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih
khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat
tersebut.
3.    Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan diinterpretasikan
kemudian dianalisa lalu ditetapkan masalah/diagnosa keperawatan
berdasarkan data yang menyimpang dari keadaan  fisiologis. Kriteria hasil
ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan yang
diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan
realistis.
Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala yang sulit
diketahui untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih luas.
 
4.    Perencanaan Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah
diprioritaskan. Prioritas maslah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko
ancaman hidup (contoh: bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan
pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan, lalu dapat
dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa keperawatan untuk
meningkatkan keamanan, kenyamanan (contoh: resiko infeksi, resiko

4
trauma/injury, gangguan rasa nyaman dan diagnosa keperawatan untuk
mencegah, komplikasi (contoh: resiko konstifasi, resiko gangguan integritas
kulit). Perencanaan tindakan mencakup 4(empat) umsur kegiatan yaitu
observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan
kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan
rencana dilihat dari keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan dan standar
operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan dengan
perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber-sumber, mengukur
kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.
Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan terhadap
status yang selalu berubah.
5.    Intervensi
Semua tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap
klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk mencapai tujuan.
Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur
terntentu, tindakan kolaboratif dan pendidikan kesehatan. Dalam tindakan
perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien termasuk evaluasi
prilaku.
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencegahan
krisis dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama sampai dapat
beradaptasi dengan tercapainya tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau
terjadi kematian.
6.    Evaluasi
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan merupakan
dasar pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan tindkan
keperawatan dan sekaligus dan merupakan alat untuk melakukan pengkajian
ulang dalam upaya melakukan modifikasi/revisi diagnosa dan tindakan.
Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan pemberian asuhan yang disebut
sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan untuk menilai
keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi dicatatan
perkembangan klien.

5
Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama untuk
mencapai keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-menerus
menilai kriteria hasil untuk mengetahui perubahan status pasien.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas
pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki kebutuhan dasar Maslow
dengan tidak meninggalkan prinsip holistic bio-psiko-sosio dan spritual.
Keperawatan kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan :
a. Data akan dikumpulkan secara terus – menerus pada semua pasien
yang sakit kritis dimanapun tempatnya.
b. Indentifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan
pada data yang dikumpulkan.
c. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan.
d. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut
prioritas dari identifikasimasalah atau kebutuhan.
e. Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus –
menurus.
7.    Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah catatan yang berisi data pelaksanaan tindakan
keperawatan atau respon klien terhadap tindakan keperawatan sebagai
petanggungjawaban dan pertanggunggugatan terhadap asuhan keperawatan
yang dilakukan perawat kepada pasien dari kebijakan.
Dokumentasi keperawatan merupakan dokumentasi legal dalam sistem
pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasikan yang baik, maka
informasi mengenai keadaan kesehatan klien  dapat diketahui secara
berkesinambungan.

6
2. Pengkajian Komprehensif pada Pasien Kritis
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, pengujian, analisa,
dan mengkomunikasikan data tentang pasien.
Tujuan dari data pengkajian adalah mengumpulkan data secara subjektif
maupun objektif dari pasien. Dalam melakukan pengkajian, ada tiga fase dasar
yang akan dilakukan, yaitu :
a. Pengkajian awal; pengkajian yang dibuat dengan cepat selama pertemuan
pertama dengan pasien, yang meliputi ABC (Airway, Breathing,
Circulation).
b. Pengkajian dasar; pengkajian lengkap pasiendimana semua sistem dikaji.
c. Pengkajian terus-menerus; suatu pengkajian ulang secara terusmenerus
yang dibutuhkan pada status perubahan pasien yang sakit kritis.

Pada pengkajian terdapat aspek aspek yang dapat dilakukan perawat yaitu
pengumpulan data, mengklasifikasi data, validasi data, dan perumusan masalah.
Pada pasien yang berada di unit intensive, pasien akan memiliki kondisi
yang mengancam jiwa dan juga pasien memiliki rasa nyeri serta ketidak
nyamanan. Nyeri merupakan gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan
pengalaman nyeri yang berbedabeda. Pengkajian nyeri yang sistematis
pada pasien penurunan kesadaran akan menurunkan lamanya hari rawat serta
mampu menurunkan angka infeksi nasokomial di ruang ICU. Pengkajian skala
nyeri untuk pasien kritis di ruang ICU salah satunya Critical Pain Observation
Tool (CPOT) dan Wong Bekker.
A. TUJUAN

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perawat dalam


melakukan pengkajian kepada pasien kritis
B. METODE

Metode yang digunakan dalam kajian menggunakan analisis data sekunder


yang dimana kajian bersumber dari jurnal dan buku.
HASIL
Menurut jurnal yang pertama yaitu Pengkajian Nyeri Pasien Kritis
Menggunakan Critical Pain Observation Tool menyatakan bahwa dengan

7
menggunakan uji Wilcoxon, terdapat perbedaan respon nyeri antara kondisi
positioning dengan respon nyeri dalam kondisi istirahat dengan menggunakan alat
ukur BPS dan CPOT. Yang dimana menunjukkan bahwa alat ukur CPOT dan
BPS keduanya terbukti andal dapat mengukur perbedaan skala nyeri pada kondisi
istirahat dan positioning.
Kemudian dari jurnal PENGKAJIAN NYERI CPOT DAN WONG
BEKKER PASIEN PENURUNAN KESADARAN menyatakan bahwa Instrumen
CPOT lebih efektif di bandingkan Wong Bekker. Pengkajian nyeri CPOT lebih
efektif karena didasarkan pada tanda-tanda perilaku seperti ekspresi wajah,
gerakan tubuh, keteraturan terhadap ventilator untuk pasien terintubasi, vokalisasi
nyeri untuk pasien yang tidak terintubasi dan ketegangan otot.
C. PEMBAHASAN

Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, pengujian, analisa,


dan mengkomunikasikan data tentang pasien. Dalam melakukan pengkajian, ada
tiga fase dasar yang akan dilakukan, yaitu:
a. Pengkajian awal; pengkajian yang dibuat dengan cepat selama pertemuan
pertama dengan pasien, yang meliputi ABC (Airway, Breathing,
Circulation).
b. Pengkajian dasar; pengkajian lengkap pasiendimana semua sistem dikaji.
c. Pengkajian terus-menerus; suatu pengkajian ulang secara terusmenerus
yang dibiutuhkan pada status perubahan pasien yang sakit kritis.

Pada hasil kajian, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
melakukan pengkajian, yaitu CPOT dan Wong Bekker. Critical pain observation
tools (CPOT) adalah alat yang dikembangkan menggunakan unsur-unsur rasa
nyeri yang ada pada beberapa alat ukur pengkajian nyeri. CPOT merupakan
instrumen untuk menilai nyeri pasien yang tidak dapat berkomunikasi secara
verbal.
Indikator intrumen CPOT terdapat ekspresi wajah, gerakan tubuh,
keteraturan terhadap ventilator untuk pasien yang terintubasi, vokalisasi nyeri
untuk pasien yang tidak terintubasi dan ketegangan otot. Sehingga nyeri dapat
terdeteksi dengan perilaku yang di sampaikan oleh pasien kepada pengkaji.

8
Wong Bekker merupakan pengkajian nyeri yang mudah dan cepat dalam
memprediksi. Wong Bekker bertujuan untuk menilai skala nyeri pasien, menilai
skala wajah, dan sebagai skala angka 0-10.
Penilaian skala nyeri merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengetahui berapa tingkat kesakitan dan nyeri yang sedang diderita oleh
seseorang yang mana hasilnya dapat membantu kita dalam membedakan timgkat
beratnya suatu penyakit sehingga dapat membantu menegakkan diagnosis yang
akurat, mengintervebsikan pengobatan yang tepat dan menilai efektivitas therapi
yang telah diberikan.
Skala nyeri pada umumnya terbagi tiga tingkatan yaitu berat, sedang dan
ringan. Hal tersebut dapat di interpretasikan setelah didapatkan hasil penilaian
nyeri dengan menggunakan metode-metode yang ada, kemudian didapatkan hasil,
sehingga skala nyeri dapat di tentukan.

3. Aspek Legal etis pada Tatanan Keperawatan Kritis


Konsep legal
1) Pengertian Legal

Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai


lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,
termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.
Keterkaitan dengan legal formal dalam memberikan pelayanan
keperawatan kritis Keterkaitan dengan kebijakan yang memberikan jaminan
hukum terhadap pelayanan keperawatan kritis, seperti: UU Kes, PERMENKES
dan peraturan lainnya
Maksud dan Tujuan :
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri

9
d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
2) Penerapan legal dalam area critical care

Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang


memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi
perawat yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) bila bekerja di dalam suatu institusi.
Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan,
namun memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga
kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga
berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat
dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur
oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang
kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam
arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi
masing-masing.
a. Fungsi Hukum dalm Praktik Perawat
 Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
 Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
 Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri
 Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
b. Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan pasal 15 dan 16
 Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.
 Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis
dokter

10
 Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban : Menghormati
hak pasien Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani Menyimpan rahasia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Memberikan
informasi Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan Melakukan
catatan perawatan dengan baik
c. Larangan
 Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam izin
dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi
d. Sanksi: sesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit
e. Hak dan Kewajiban Perawat

Aspek Legal Keperawatan juga meliputi Kewajiban dan hak Perawat :


1) Kewajiban:
 Setiap perawat wajib mempunyai:
- Sertifikat kompetensi
- Surat Tanda Registrasi
- Surat ijin Praktek (SIP)
- Memperbaharui sertifikat kompetensi
 Menghormati hak pasien
 Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
 Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan aturan undang-undang
keperawatan
 Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
 Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan perawat sesuai
dgn kondisi pasien baik secara tertulis.
 Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan
SOP yang berlaku
 Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam
melaksanakan praktik
 Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK
 Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dengan
kewenangan

11
 Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat
 Mentaati semua peraturan perundang-undangan
 Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dgn
anggota tim kesehatan lainnya.
2) Hak-Hak Perawat
 Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum.
 Hak mendapat upah yang layak.
 Hak bekerja di lingkungan yang baik
 Hak terhadap pengembangan profesional.
 Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan.

1) Konsep Etik

Pengertian Etik Etik adalah sistem nilai pribadi yang digunakan untuk
memutuskan apa yang benar atau apa yang paling tepat, memutuskan apa yang
konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi.
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah dan tindakan
apa yang akan dilakukan. Etika Keperawatan merefleksikan bagaimana
seharusnya perawat berprilaku, apa yang harus dilakukan perawat terhadap
kliennya dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis.
2) Maksud dan Tujuan Aspek Etik dalam Crritical Care

Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut (kozier, Erb.
1990):
a. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat,
pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya.
b. Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat
perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan
untuk membantu perawat yang tertuduh suatu permasalahan secara
tidak adil.

12
c. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan
dan untuk mengorientasikan lulusan keperawatan dalam memasuki
jajaran praktik keperawatan profesional.
d. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan
profesional
3) Penerapan pengetahuan etik di area critical care

Terdapat delapan asas etik dalam keperawatan yaitu


a. Autonomi (otonomy)

Yaitu menghormati keputusan pasien untuk menentukan nasibnya, dalam


hal ini setiap keputusan medis ataupun keperawatan harus memperoleh
persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat. Dengan mengikuti prinsip
autonomi berarti menghargai pasien untuk mengambil keputusan sendiri
berdasarkan keunikan individu secara holistik.
b. Non maleficence (tidak merugikan)

Yaitu keharusan untuk menghindari berbuat yang merugikan pasien, setiap


tindakan medis dan keperawatan tidak boleh memperburuk keadaan pasien.
Berarti tindakan yang dilakukan tidak menyebabkan bahaya bagi pasien, bahaya
disini dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan dan
bahaya yang tidak disengaja.
c. Beneficence ( kemurahan hati)

Yaitu keharusan untuk berbuat baik kepada pasien, setiap tindakan medis
dan keperawatan harus ditujukan untuk kebaikan pasien. Berarti melakukan yang
baik yaitu mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien dan
keluarga
d. Justice (perlakuan adil)

yaitu sikap dan tindakan medis dan keperawatan harus bersifat adil, dokter
dan perawat harus menggunakan rasa keadilan apabila akan melakukan tindakan
kepada pasien
e. Fidelity (setia, menepati janji )

13
Berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh
seseorang.Kesetiaan berkaitan dengan kewajiban untuk selalu setia pada
kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat . Setiap tenaga keperawatan
mempunyai tanggung jawab asuhan keperawatan kepada individu, pemberi kerja,
pemerintah dan masyarakat. Apabila terdapat konflik diantara berbagai
tanggungjawab, maka diperlukan penentuan prioritas sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada.
f. Veracity (kebenaran, kejujuran)

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu


kebenaran, tidak berbohong atau menipu orang lain. Kejujuran adalah landasan
untuk “informed concent” yang baik. Perawat harus dapat menyingkap semua
informasi yang diperlukan oleh pasien maupun keluarganya sebelum mereka
membuat keputusan.
g. Confidenciality ( kerahasiahan )

Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat terhadap semua


informasi tentang pasien/klien yang dirawatnya. Pasien/klien harus dapat
menerima bahwa informasi yang diberikan kepada tenaga profesional kesehatan
akan dihargai dan tidak disampaikan/ diberbagikan kepada pihak lain secara tidak
tepat. Perlu dipahami bahwa berbagi informasi tentang pasien/klien dengan
anggota kesehatan lain yang ikut merawat pasien tersebut bukan merupakan
pembeberan rahasia selama informasi tersebut relevan dengan kasus yang
ditangani
h. Accountability ( akuntabilitas )

Dalam menerapkan prinsip etik, apakah keputusan ini mencegah


konsekwensi bahaya, apakah tindakan ini bermanfaat, apakah keputusan ini adil,
karena dalam pelayanan kesehatan petugas dalam hal ini dokter dan perawat tidak
boleh membeda-bedakan pasien dari status sosialnya, tetapi melihat dari penting
atau tidaknya pemberian tindakan tersebut pada pasien. Hak-hak pasien haruslah
dihargai dan dilindungi, hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan,
kebebasan, privacy, self determination, perlakuan adil dan integritas diri. Dilema
moral masih mungkin terjadi apabila prinsip moral otonomi dihadapkan dengan

14
prinsip moral lainnya, atau apabila prinsip beneficence dihadapkan dengan non
maleficence, misalnya apabila keinginan pasien (otonomi) ternyata bertentangan
dengan dengan beneficence atau non maleficence, atau bisa saja apabila sesuatu
tindakan mengandung beneficence dan nonmaleficence terjadi secara bersamaan
sepeti “ Rule of Double Ef ect (RDE)” yaitu apabila suatu tindakan untuk
memberikan kenyamanan berdasarkan prinsip beneficence tetapi sekaligus
memiliki resiko terjadinya perburukan sehingga berlawanan dengan prinsip
nonmaleficence. Contoh: pemberian morphin sulfat untuk mengendalikan rasa
nyeri hebat yang terjadi pada pasien penderita cancer stadium akhir yang beresiko
akan memberikan efek depresan yang dapat menekan pusat pernafasan pasien .

15
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas masalah
yang mengancam jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang
bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-
keluarga mereka menerima kepedulian optimal (American Association of Critical-
Care Nurses).

Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa
keperawatan khusus pada mata kuliah keperawatan kritis.

16
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/243508922/Bab-II-Prespektif-Kep-
Kritis#scribd (Diakses tanggal 9/9/2015)

Laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis Edisi: 2. Jakarta: EGC

Morton, Patricia Gonce, dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan


Holistik. Jakarta: EGC

Tabrani. 2007. Agenda gawat darurat (Critical Care). P. T Alumni: Bandung

______. 2014. Critical Care Nursing.

Http://www.en.wikipedia.org/wiki/Critical_care_nursing (Diakses tanggal


9/9/2015

17

Anda mungkin juga menyukai