Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

REMEDIAL KEGAWATDARURATAN I

KOSEP KEGAWATDARURATAN DAN KEPERAWATAN KRITIS

PREHOSPITAL MANAGEMENT, UNIT KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DAN PERAWATAN INTENSIF

Oleh :

NIKE NOFFALIA

1410105010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ALIFAH PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat
darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien
baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak (Dep.Kes RI, 2005).
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian primer
dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam
hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer
meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
control servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol
perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure, enviromental control,
buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).
Pengkajian yang dilakukan secara terfokus dan berkesinambungan akan menghasilkan
data yang dibutuhkan untuk merawat pasien sebaik mungkin. Dalam melakukan pengkajian
dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik dan kemampuan
menyelesaikan maslah dengan baik dan benar. Perawat harus memastikan bahwa data yang
dihasilkan tersebut harus dicatat, dapat dijangkau, dan dikomunikasikan dengan petugas
kesehatan yang lain. Pengkajian yang tepat pada pasien akan memberikan dampak kepuasan
pada pasien yang dilayani (Kartikawati, 2012).
Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang
bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau
terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan
menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien
dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah
kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan
memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).

1.2   RUMUSAN MASALAH


1. Menjelaskan latar belakang perlunya pendidikan kegawatdaruratan ?
2. Menjelaskan tujuan perlunya pendidikan pembelajaran kegawatdaruratan ?
3. Menjelaskan konsep kegawatdaruratan ?
4. Menjelaskan pengertian Prehospital management, Unit Keperawatan Gawat Darurat dan
perawatan intensif ?

1.3   TUJUAN PENULISAN

Mahasiswa mampu memahami tentang konsep latar belakang dan tujuan


pentingnya pendidikan kegawatdaruratan dalam keperawatan dan melakukan klasifikasi pada
pasien serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan nantinya.

1.4   METODE PENULISAN

Penulisan  makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu


dengan cara mencari dan membaca literatur yang ada di perpustakaan, jurnal, media internet.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang KGD


Menurut Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang
di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik
kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi
tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami
pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan yang tepat,
serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat harus mengkaji
pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan
dokter gawat darurat. Dan harus mengimplementasi kan rencana pengobatan, mengevaluasi
efektivitas pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat
sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat
catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian. 
Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan
menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang
dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional mereka.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau
terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan
menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien
dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah
kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan
memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).
2.2 Tujuan KGD
Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai aspek
legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat yang
tujuannya antara lain:

a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gawat


darurat yang diberikan.

b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat darurat


yang diberikan dan tanggungjawab secara professional

c. Memelihara kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan

d. Menjamin adanya perlindungan hokum bagi perawat

e. Memotivasi pengembangan profesi

f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan

Tujuan kegawatdaruratan adalah:

a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat,
hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.

b. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh


penanganan yang lebih memadai.

c. Menanggulangi korban bencana.

2.3 Berpikir Kritis Dalam Keperawatan

Berpikir kritis dalam keperawatan menurut studi riset tahun 1997 & 1998 adalah
komponen esensial dalam tanggung gugat profesional dan asuhan keperawatan yang bermutu
seperti : kreatifitas, fleksibelitas, rasa ingin tahu, intuisi, pikiran terbuka (Rubenfeld, Barbara
K. 2006).
2.4 Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan

Terdapat 5 model berpikir yaitu : (Rubenfeld, Barbara K. 2006)

a. T : total recall (ingatan total)


b. H : habits (kebiasaan)
c. I : inquiry (penyelidikan)
d. N : new ideas and creativity (ide baru dan kreatifitas)
e. K : knowing how you think (mengetahui bagaimana anda berpikir)

2.5 Perspektif Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan 


Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan
yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan
praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk
memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. 
Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen.
Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu
apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan
transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa,
sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut
sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.

2.6 Prinsip Gawat Darurat 

a. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik). 

b. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi. 
c. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam
jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan). 

d. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.


Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan. 

e. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong. 

f. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada


kondisi yang membahayakan. 

g. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat. 

h. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan


dan terdapat alat transportasi yang memadai. 
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan
masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia,
maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai
dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan
upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung. 

2.7 Falsafah Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan 


a.       Bidang cakupan keperawatan gawat darurat: pre hospital, in hospital, post hospital.
b.      Resusitasi pemulihan bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya
fungsi jantung dan paru yang berorientasi pada otak.
c.       Pertolongan diberikan karena keadaan yang mengancam kehidupan. 
d.      Terapi kegawatan intensive: tindakan terbaik untuk klien sakit kritis karena tidak segera
di intervensi menimbulkan kerusakan organ yang akhirnya meninggal. 
e.       Mati klinis: henti nafas, sirkulasi terganggu, henti jantung, otak tidak berfungsi untuk
sementara (reversibel). Resusitasi jantung paru (RJP) tidak dilakukan bila: kematian
wajar, stadium terminal penyakit seperti kanker yang menyebar ke otak setelah 1/2-1
jam RJP gagal dipastikan fungsi otak berjalan. 
f.      Mati biologis: kematian tetap karena otak kerkurangan oksigen. mati biologis
merupakan proses nekrotisasi semua jaringan yang mulai dari neuron otak yang
nekrosis setelah satu jam tanpa sirkulasi oleh jantung, paru, hati, dan lain – lain. 
g.      Mati klinis 4-6 menit, kemudian mati biologis. 
h.      Fatwa IDI mati: jika fungsi pernafasan seperti jantung berhenti secara pasti (irreversibel
atau terbukti kematian batang otak).

2.8 Ruang Lingkup Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan 


a. ICU (Intensive Care Unit)
ICU adalah ruangan perawatan intensif dengan peralatan-peralatan khusus untuk
menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma atau kompikasi lain. Misalnya terdapat
sebuah kasus dalam sistem persyarafan dengan klien A cedera medula spinalis, cedera tulang
belakang, klien mengeluh nyeri, serta terbatasnya pergerakan klien dan punggung habis jatuh
dari tangga. Dengan klien B epilepsi mengalami fase kejang tonik dan klonik pada saat
serangan epilepsi dirumahnya.
Dua kasus diatas memiliki sebuah perbedaan yang jelas dengan melihat kasus
tersebut, yang meski dilakukan oleh seorang perawat adalah melihat kondisi si klien B maka
lebih diutamakan dibandingkan dengan klien A karena pada klien B kondisi gawat daruratnya
disebabkan oleh adanya penyakit epilepsi. Sedangkan untuk klien A dalam kondisi gawat
darurat juga akan tetapi ia masuk kedalam unit atau bagian gawat darurat (UGD) bukan
berarti tidak diperdulikan. 

b. UGD (Unit Gawat Darurat)


UGD merupakan unit atau bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan. Seperti pada kasus
diatas pada klien A, ia mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan cedera tulang
belakang dengan demikian yang meski dibawa ke UGD adalah yang klien A yang mengalami
kecelakaan tersebut. 

2.9 Proses Keperawatan Gawat Darurat 


a. Waktu yang terbatas

b. Kondisi klien yang memerlukan bantuan segera 

c. Kebutuhan pelayanan yang definitif di unit lain (OK, ICU) 

d. Informasi yang terbatas 

e. Peran dan sumber daya 

2.7 Sasaran Pelayanan Gawat Darurat 

 Ketepatan resusitasi efektif dan stabilisasi klien gawat dan yang mengalami
perlukaan 

2.8 Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat 

 Cemas

 Histeris 

 Mudah marah 

2.9 Pengkajian terhadap prioritas pelayanan 


Perubahan tanda vital yang signifikan (hipo/hipertensi, hipo/hipertermia, disritmia, distres
pernafasan).
a.       Perubahan/gangguan tingkat kesdaran (LOC)
b.       Nyeri dada terutama pada pasien berusia > 35 tahun 
c.        Nyeri yang hebat 
d.       Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan dengan penekanan langsung 
e.        Kondisi yang dapat memperburuk jika pengobatan ditangguhkan 
f.        Hilang penglihatans ecara tiba-tiba 
g.        Perilaku membahayakan, menyerang 
h.       Kondisi psikologis yang terganggu/perkosaan 

2.10 Triage 
Tujuan triage adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :

 Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien.

 Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.

 Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses


penanggulangan/pengobatan gawat darurat.

a. Sistem Triage dipengaruhi oleh: 


·         Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
·         Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien 
·         Denah bangunan fisik unit gawat darurat 
·         Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis 

b. Sistem Pelayanan Gawat Darurat 


Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan pasien dan keluarga.
Sistem pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus
memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.

c. Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat 


Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-
pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage dalam keperawatan
gawat derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit atau cidera dan
menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien dan
sumber-sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang
dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip
triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi: 
·         Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan 
·         Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
·         Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
·         Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
·         Keterampilan pengkajian yang tepat, dll

2.11. Konsep Prehospital Care Manajement

1. Pengertian

Prehospital care adalah pelayanan sebelum masuk rumah sakit. Prehospital care sering
kali menjadi aspek yang terabaikan dalam sistem pelayananan kesehatan rumah sakit.
Padahal berdasarkan laporan tahunan WHO (World Healh Organization), sekitar 100 juta
jiwa mengalami cedera serius dan 5 juta jiwa meninggal akibat kasus kecelakaan (kasus
kegawatdaruratan traumatis) di jalan raya. Pelayanan prehospitalyang baik akan
mengurangiangka kematian sampai 50%. Kegagalan pelayanan prehospital seringkali terjadi
karena koordinasi yang buruk antara rumah sakit sebagai penyedia utama pelayanan
kegawatdaruratan dengan masyarakat di lapangan. Prehospital dapat dilakukan oleh tim
safetydi unit kerja yang bekerjasama dengan tim medis. Banyaknya korban akibat kecelakaan
transportasi (lalu lintas) yang menimbulkan kondisi gawat darurat, membutuhkan pertolongan
secara cepat pada lokasi kejadian untuk mencegah morbiditasdan mortalitaskorban.
Pertolongan yang diberikan di lokasi kejadian merupakan bagian dari prehospital care.
Prehospital careini diberikan kepada korban sebelum korban kecelakaan lalu lintas sampai di
rumah sakit. Pemberian pertolongan prehospital care secara tepat dapat menurunkan resiko
kematian akibat trauma (Basri.2015).

Prehospital care sebagai bentuk pelayanan Emergency Medical Service (EMS).


Karena peranan prehospital caresebagai bagian dari EMS ini sangat penting dalam
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas korban kecelakaan lalu lintas. Pelayanan
prehospital caredi Indonesiaini telah dirancang secara terpadu melalui Progam Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang telah melibatkan elemen masyarakat
dan lintas sektoral, dimana salah satunya melibatkan polisi lalu lintas (Basri.2015).
Pemberian pertolongan pertama terhadap korban kecelakaan yaitu pemberian
pertolongan untuk yang pertama kalinya pada korban yang terkena kecelakaan. Bantuan yang
dilakukan oleh penolong pertama harus dilakukan dengan cepat dan tepat sebelum korban
dibawa ke rujukan. Pemberian pertolongan pada korban kecelakaan lalu lintas memerlukan
penanganan medis dasar, yaitu tindakan perawatan yang berdasarkan ilmu kedokteran yang
dapat dimiliki oleh masyarakat awam (Susilowati.2015).

Sikap penolong dalam memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan adalah :

a. Tenang, bertindak cekatan, tidak terpengaruh keluhan korban dan jangan


menganggap enteng luka korban.

b. Lihat pernapasan korban jika perlu berikan pernapasan buatan.

c. Hentikan perdarahan.

d. Perhatikan tanda-tanda syok.

e. Jangan terburu-buru untuk memindahkan korban sebelum mengetahui jenis dan


keparahanluka yang dialami korban (Susilowati. 2015).

Kewajiban penolong yang harus diperhatikan adalah :

a. Perhatikan keadaan sekitar tempat kejadian.

b. Perhatikan keadaan penderita

c. Merencanakan langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan saat memberikan


pertolongan.

d. Jika korban meninggal beritahu kepolisian atau bawa korban ke rumah sakit terdekat
(Susilowati. 2015).

2. Tujuan

Tujuan dari tindakan prehospital care yaitu :


a. Mencegah bertambahnya tingkat cidera padakorban

b. Mencarikan bantuan yang lebih ahli

c. Mempertahankan jalan napas dan denyut jantung korban

d. Menyelamatkan nyawa korban (Jakarta medikal senter 119. 2013).

3. Prinsip dasar pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)

a. Pastikan kondisi tempat kejadian aman sebelum memberikan pertolongan.

b. Gunakan cara pertolongan yang cepat, mudah dan efisien. Pergunakan sumberdaya
yang ada baik alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya.

c. Buat catatan tentang pertolongan yang telah dilakukan, identitas korban dan tempat
serta waktu kejadian(Susilowati. 2015).

4. Tekhnik P3K

Hal –hal yang diprioritaskan dalam memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan
adalah :

a. Cari keterangan penyebab terjadinya kecelakaan.

b. Amankan korban dari tempat berbahaya.

c. Perhatikan keadaan umum korban

d. Segera lakukan pertolongan yang lebih lanjut dengan sarana yang tersedia
(Susilowati. 2015).

Menurut JMS 119 (2013) cara yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan
pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dikenal sebagai
“Bantuan Hidup” (Life Support). Bantuan hidup yang dilakukan tanpa memakai cairan
intra-vena, obat-obatan ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup
Dasar (Basic Life Support).

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah serangkaian tindakan yang untuk


memudahkan disingkat sebagai DR. ABC (Danger, Response, Airway, Breathing,
Cirrculation). Menurut penelitian yang dilakukan AHA (American Heart
Association2015) urutan yang dianjurkan untuk penolong pada pasien kegawat daruratan
jantungadalah meggunakan CAB (Circulation-Airway-Breathing) sedangkan pada pasien
dengan kegawat daruratan trauma menggunakan ABC (Airway, Breathing,dan
Circulation ).

A. D untuk Danger

Saat seorang penolong tiba di tempat kejadian maka penilaian pertama yang harus
dilakukan adalah menilai potensi bahaya pada lokasi yang mungkin mengancam pasien,
penolong ataupun orang lain di sekitar tempat kejadian.

B. R untuk Response

Periksa kesadaran pasien.Respon pasien dinyatakan dengan derajat AVPU (Alert,


Verbal/Voice, Pain dan Unresponsif). Alert untuk sadar penuh tanpa rangsangan dari
luar, Verbal/Voice untuk merespon rangsangan suara dengan benar, Pain apabila ada
respon terhadap rangsangan nyeri berupa penekanan sternum dengan buku-buku jari
tangan dan Unresponsive apabila sama sekali tidak ada respon.

C. Bila ada respon, maka:

1) Tinggalkan pada posisi yang diperkirakan aman, atau amankan lokasi penderita dari
ancaman bahaya lain. Minimalkan untuk mengubah posisi pasien bila diperkirakan
ada cedera leher dan tulang belakang.

2) Aktifkan EMS dan berilah informasi penting yangdipelukan meliputi:

a) Tempat: lokasi, potensi bahaya pada lokasi, cuaca, kondisi kerumunan orang dan
potensi adanya bahan beracun berbahaya.
b) Pasien: umur, jenis kelamin, derajat respon, kemungkinan penyebab
kegawatdaruratan.

c) Pendamping atau kerumunan: urutan kejadian, alergi, riwayat penyakit dan


pengobatan, makanan/minuman yang di konsumsi dan gerakan ataupun
petunjuk dari bahasa tubuh tentang lokasi sakit.

d) Mekanisme cedera: trauma tajam, tumpul, panas, api, ataupun bahan kimia.

e) Deformitas atau cedera tampak: posisi yang tidak wajar, lebam, lepuh.

f) Tanda: sesuatu yang mudah dilihat, dicium dan didengar, seperti darah, muntah,
dan hangus serta ledakan.

3) Mencoba memberikan bantuan yang diperlukan seperti memindahkan ke tempat


yang lebih aman dan teduh.

4) Nilai ulang secara teratur.Bila tidak ada repon, maka:

a) Periksa nadi (karotis untuk dewasa dan brakhialis untuk bayi).

b) Bila ada denyut nadi, namun tidak ada nafas spontan berikan bantuan nafas 10
kali/menit.

c) Bila tidak ada denyut nadi atau ada keraguan maka mulailah kompresi dada:

1) Berlutut disamping pasien

2) Letakkan telapak salah satu tangan tepat di tengah dada penderita (untuk
bayi letakkan jari telunjuk dan jari tengah atau satukan dua ibu jari)

3) Letakkan telapak tangan lainnya diatas telapak tangan pertama (untuk anak-
anak cukup dengan satu telapak tangan)

4) Saling tautkan jari-jari tangan dan pastikan posisi tangan tidak menyamping
di atas iga. Jangan meletakkan kedua tangan di perut atas atau tepi bawah
tulang dada
5) Posisikan bahu penolong tegak lurus dada pasiendan dengan tumpuan pada
telapak tangan tekan dengan menggunakan berat badan penolong kearah
dada hingga dada tertekan sedalam 2 –2,4 inci atau 5 -6 cm

6) Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan


kontak antara telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan
kecepatan 100 hingga 120 kompresi/menit

7) Kompresi dilakukan sampai penolong kelelahan atau sampai penolong yang


lebih kompeten datang.

D. Kombinasi kompresi dada dengan nafas buatan

1) Setelah 30 kompresi, kembali buka jalan nafas dengan head-tiltdan chin-liftbila ada
trauma leher/cervical hanya boleh jawtrush

2) Tekan bagian lunak hidung hingga tertutup dengan menggunakan ibu jari dan
telunjuk telapak tangan yang menegadahkan dahi.

3) Pertahankan mulut tetap terbuka, tapi pertahankan chin-lift

4) Ambil nafas normal dan rapatkan bibir penolong menutupi seluruh bibir pasien,
pastikan seluruhnya tertutup dengan baik (untuk bayi mulut penolong menutupi bibir
dan hidung pasien)

5) Hembuskan dengan mantap melalui mulut pasien sambil memperhatikan naiknya


dinding dada, hembuskan dalam rentang waktu 1 detik

6) Pertahankan head-tiltdan chin-lift, jauhkan mulut penolong dan biarkan dada


kembali turun selagi udara keluar dari dada pasien

7) Ulangi sekali lagi, dan kembalikan posisi tangan di tengahdada penderita untuk
melakukan 30 kompresi dada
8) Lanjutkan dengan rasio kompresi dada dan bantuan nafas 30:2 (untuk neonates rasio
3:1)

9) Cek pulsasi karotis setelah 5 siklus, cek nadi 10 detik bila nadi ada lanjutkan dengan

E. Mempertahankan terbukanya jalan nafas dan lakukan evaluasi look, listendan feel (B
untuk Breathing)

F. Bila bernafas spontan

1) Baringkan penderita pada posisi recovery (posisi mirin mantap)

2) Aktifkan EMS (seperti pada poin 3A)

3) Nilai ulang spontanitas nafasBilatidak bernafas spontan: Kirim seseorang untuk


mengakifkan EMS atau bila sendirian, tinggalkan korban dan aktifkan EMS

G. Lanjutkan resusitasi sampai:

1) Bantuan yang lebih kompeten datang dan mengambil alih resusitasi

2) Pasien kembali bernafas dan muncul sirkulasi spontan

3) Penolong kelelahan

4) Pasien ternyata diketahui menderita penyakit stadium terminal


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan
yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan
praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk
memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. 
Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen.
Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu
apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan
transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa,
sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut
sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.
3.2 SARAN
Sebagai seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di suatu institusi Rumah
Sakit tentunya kita dapat mengetahui mengenai perspektif keperawatan kritis dan
kegawatdaruratan, dan ruang lingkup kritis dan kegawadaruratan. Penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca, karena manusia tidak ada yang sempurna, agar penulis dapat
belajar lagi dalam penulisan makalah yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari pembaca,
penulis ucakan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Hudak, Gallo.1996. Keperawatan Kritis.(4th ed).Jakarta: EGC.


Rubenfeld, Barbara K. 2006. Berfikir Kritis dalam Keperawatan.(2th ed). Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai