Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP


PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Strata 1 Keperawatan

Oleh

Ridia Yuliasti
1710105063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
2

TAHUN 2021
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama Lengkap : Ridia Yuliasti
NIM : 1710105063
Tempat/ Tanggal Lahir : Koto Gunung / 28 Juni 1998
Tahun Masuk : 2017
Program Studi : S1 Keperawatan
Nama Pembimbing Akademik : Ns. Amelia Susanti, M.Kep, Sp.Kep.J
Nama Pembimbing I : Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep
Nama Pembimbing II : Ns. Diana Arianti, M.Kep

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi


literature review saya yang berjudul :

Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Padang, Agustus 2021

Ridia Yuliasti

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Ridia Yuliasti
NIM : 1710105063
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2

Telah disetujui diseminarkan dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Seminar


skripsi Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah
Padang.

Padang, Agustus 2021

Pembimbing I Pembimbing II

( Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep ) ( Ns. Diana Arianti, M.Kep )

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang


Ketua,

( Ns. Asmawati, M.Kep )

ii
PERNYATAAN PENGUJI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Ridia Yuliasti


NIM : 1710105063
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul Proposal : Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan Penguji Skripsi pada Program


Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I
(Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep) (....................................)

Pembimbing II
(Ns. Diana Arianti, M.Kep) (....................................)

Penguji I
(Ns. Tomi Jepisa, M.Kep) (....................................)

Penguji II
(Ns. Rebbi Permata Sari, M.Kep) (....................................)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah


Ketua,

(Ns. Asmawati M.Kep)

iii
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah mengkaruniakan berkah dan
kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

Sesungguhnya ketekunan akan mendatangkan keberhasilan dan kebahagiaan sesungguhnya


sesudah kesulitan ada kemudahan maka apabila sudah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah sungguh-
sungguh (urusan yang lain) dan hanya kepada Tuhan Mu lah hendaknya kamu berharap

(Qs. Alam Nasrah ayat 6, 7, 8 )

Kupersembahkan karya kecil hasil perjuangan teruntuk ayahanda tercinta (Suandi ) dan ibunda
tersayang (Henda yani erita Spd. Sd), pengorbananmu yang membuatku kuat dan doamu yang
menghantarkanku pada keberhasilanku. Doamu yang tiada henti terucap setelah
sujudmu.Pengorbanan dan harapanmu takkan pernah ku sia-siakan...Tiada yang dapat ku
ungkapkan selain rasa syukur dan persembahanku pada keluarga tercinta…Ayahanda dan ibunda
Tiada yang dapat ku ucapkan selain rasa terima kasih atas ikhlasnya dalam membimbingku
sampai ke titik ini.Teruntuk keluarga ku tersayang,

Abangku ,Pratu M yiyil ardi adikku Wanhil juli andri dan semua keluarga besar ku, ku ucapkan
terimakasih dengan setulus hati atas semua semangat dan do’a-do’anya.

Terimakasih banyak, spesial untuk pembimbing dan penguji yang terbaik dan luar biasa, dan
dosen-dosen ku tercinta yang telah memberikan ilmunya dengan ikhlas selama aku kuliah di STIKes Alifah
Padang.

Terima kasih banyak untuk para sahabat Novia Melta sari S. Kep yang juga banyak memberikan
support dan pengalamannya dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih selalu ada menerima tangis dan
bahagiaku.

Ini bukan akhir namun ini adalah awal, semoga pencapaian ini merupakan awal yang baik untuk
kehidupan selanjutnya.

Ridia Yuliasti

1710105063

iv
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
Literature Review, Agustus 2021
Ridia Yuliasti

Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

xiv + 74 Halaman + 3 Tabel + 3 Gambar + 3 Lampiran

ABSTRAK

Peningkatan jumlah penderita DM menjadikan penyakit ini menjadi salah


satu penyebab utama kematian di dunia. World Health Organization (WHO)
tahun 2017, penyakit DM di kalangan orang dewasa di atas 18 tahun meningkat
dari 4,7% menjadi 8,5%. Data PERKENI tahun 2019, Indonesia merupakan
negara urutan ke-7 dari 10 negara dengan penyandang diabetes terbanyak di
dunia, yaitu sekitar 10,7 juta penduduk. Pasien yang lama menderita DM dengan
komplikasi akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidupnya. Salah satu
cara dalam menangani masalah DM adalah dengan self care yang dilakukan oleh
pasien DM. Literature review ini betujuan untuk melihat hubungan self care
dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan penelusuran
artikel ilmiah.
Jenis penelitian ini Literatur Review yang telah dilaksanakan pada bulan
Februari s/d Agustus 2021. Pencarian jurnal dilakukan pada elektronik base portal
garuda, google schoolar, pubmed, dan biomedical yang berjumlah 14 artikel.
Literatur yang digunakan adalah literatur yang dipublikasikan dari tahun 2017 s.d
tahun 2020.
Dari 14 artikel ditemukan kualitas hidup pasien DM tipe 2 yaitu kualitas
hidup rendah, sedang, dan tinggi. Self care yang ditemukan pada pasien DM tipe 2
yaitu baik dan kurang. ditemukan 10 artikel ada hubungan self care dengan
kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 dan 1 artikel tidak ada hubungan self
care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2.
Berdasarkan hasil review dari 14 artikel disimpulkan bahwa terdapat 10
artikel ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe
2 dan 1 artikel tidak ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes
mellitus tipe 2, maka diharapkan bidang keperawatan mampu meningkatkan
perawatan diri pasien yang mengalami diabetes dengan cara memberikan
informasi tentang kemandirian kepada pasien diabetes melitus untuk dapat
melakukan apa saja yang boleh dilakukan dan mencegah apa saja yang tidak boleh
dilakukan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran pasien untuk melakukan
perawatan diri.

Daftar Pustaka : 47 (2012 - 2020)


Kata Kunci : Self care, Kualitas Hidup, Diabetes Mellitus Tipe 2

v
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
Literature Review, August 2021
Ridia Yuliasti

Relationship of Self care with Quality of Life for Type 2 Diabetes Mellitus
Patients

xiv + 74 Pages + 3 Tables + 3 Pictures + 3 Attachments

ABSTRACT

The increasing number of people with DM makes this disease one of the
main causes of death in the world. World Health Organization (WHO) in 2017,
DM among adults over 18 years old increased from 4.7% to 8.5%. PERKENI
data in 2019, Indonesia is the 7th country out of 10 countries with the most
diabetes sufferers in the world, which is around 10.7 million people. Patients who
have long suffered from DM with complications will have an impact on
decreasing their quality of life. One way to deal with the problem of DM is with
self care carried out by DM patients. This literature review aims to see the
relationship between self care and the quality of life of patients with type 2
diabetes mellitus based on a search of scientific articles.
This type of research is a Literature Review which has been carried out
from February to August 2021. The search for journals is carried out on the
electronic base portal Garuda, Google Schoolar, Pubmed, and biomedical,
totaling 14 articles. The literature used is literature published from 2017 to 2020.
From 14 articles, it was found that the quality of life of type 2 DM patients
was low, moderate, and high quality of life. Self care found in type 2 DM patients
is good and poor. 10 articles found that there was a relationship between self
care and the quality of life of patients with type 2 diabetes mellitus and 1 article
had no relationship between self care and the quality of life of patients with type 2
diabetes mellitus.
Based on the results of a review of 14 articles, it was concluded that there
are 10 articles that have a relationship between self care and the quality of life of
patients with type 2 diabetes mellitus and 1 article has no relationship between
self care and the quality of life of patients with type 2 diabetes mellitus.
experience diabetes by providing information about independence to patients with
diabetes mellitus to be able to do what can be done and prevent what should not
be done, so as to increase patient awareness to perform self-care.

References : 47 (2012 - 2020)


Keywords : Self care, Quality of Life, Type 2 Diabetes Mellitus

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Ridia Yuliasti


NIM : 1710105063
Program Studi : Keperawatan
Tempat/Tanggal Lahir : Koto Gunung/ 28 Juli 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Ayah : Suandi
Ibu : Henda Yani Erita, S.Pd,Sd
Alamat : Tuik Koto Gunung Kampung Baru, Kecamatan Batang
Kapas Kabupaten Pesisir Selatan
Hp/ Email : 081363685758/ yuliastiridia@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 2004 – 2010 : SD 08 Koto Gunung Kab. Pesisir Selatan


Tahun 2010 – 2013 : MTsN Batang Kapas Kab. Pesisir Selatan
Tahun 2013 – 2016 : SMA Negeri 2 Batang Kapas Kab. Pesisir Selatan
Tahun 2017 – s/d Sekarang : Prodi Keperawatan STIKes Alifah Padang

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan (STIKes) Alifah Padang.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bimbingan, masukan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan

ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Ns. Diana Arianti, M.Kep selaku pembimbing II yang telah membimbing

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ns. Asmawati, M.Kep selaku Ketua STIKes Alifah Padang.

4. Ibu Ns. Ledia Restipa, M.Kep sebagai Ketua Program Studi Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang.

5. Bapak/Ibu dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Alifah

Padang.

6. Teristimewa untuk kedua orang tua saya yang telah banyak memberikan

dukungan moril maupun materil, dan doa yang tulus sehingga peneliti dapat

menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

viii
7. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu

peneliti mengharapkan bantuan pemikiran dan saran untuk kesempurnaan skripsi

ini. Akhirnya harapan peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Padang, Agustus 2021

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................ i


PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................... ii
PERNYATAAN PENGUJI ........................................................................... iii
KATA PERSEMBAHAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
E. Ruang Lingkup ........................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Diabetes Mellitus ..................................................................... 11
B. Kualitas Hidup ......................................................................... 32
C. Self care ................................................................................... 38
D. Kerangka Teori ........................................................................ 48
E. Kerangka Konsep ..................................................................... 49
F. Definisi Operasional ................................................................ 49
G. Hipotesis .................................................................................. 49

x
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Strategi Pencarian Literatur Review ..................... 50
B. Kriteria Literatur Review ......................................................... 50
C. Tahapan Literatur Review ........................................................ 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kajian Literature Review ............................................... 53
B. Pembahasan ............................................................................. 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus ............................................ 28


2.2 Definisi Operasional ..................................................................... 49
4.1 Hasil Studi Literature Review ....................................................... 53

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas


Hidup Penderita DM Tipe 2 .......................................................... 48
2.2 Kerangka Konsep hubungan self care dengan kualitas hidup
pasien Diabetes Mellitus tipe 2 ..................................................... 49
3.1 Tahapan Pencarian Literature Review .......................................... 52

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran
1. Ghant Chart
2. Tabel Sintesa Literature Review
3. Lembar Konsultasi

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kondisi kronis yang ditandai

dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala

utama yang khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar

( (Bilous & Donelly, 2014). Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit

kronis yang disebabkan karena kelainan hormon insulin, kerja insulin atau

keduanya, sehingga tubuh mengalami gangguan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak yang berdampak pada peningkatan kadar glukosa darah

(ADA, 2017).

Penyakit DM akan menjadi salah satu penyebab utama kematian di

dunia, karena jumlahnya yang mengalami peningkatan. Prevalensi global

penyakit DM menurut World Health Organization (WHO) tahun 2017,

penyakit DM di kalangan orang dewasa di atas 18 tahun meningkat dari 4,7%

menjadi 8,5%. Sekitar 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh

diabetes. WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi penyebab kematian

ketujuh di tahun 2030 (WHO, 2018).

Berdasarkan data PERKENI tahun 2019, Indonesia merupakan negara

urutan ke-7 dari 10 negara dengan penyandang diabetes terbanyak di dunia,

yaitu sekitar 10,7 juta penduduk (PERKENI, 2019). Data Riskesdas tahun

2018, menyebutkan proporsi penyandang DM pada penduduk usia > 15 tahun

di Indonesia berdasarkan pemeriksaan darah adalah 8,5% atau sekitar 20,4 juta

1
2

orang terkena DM. Berdasarkan diagnosis dokter, proporsi penyandang DM

pada penduduk usia ≥15 tahun juga mengalami peningkatan menjadi 2% pada

tahun 2018 dari yang sebelumnya sebesar 1,5% pada tahun 2013 (Riskesdas,

2018).

Merujuk kepada prevalensi nasional, prevalensi DM di Sumatera Barat

sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera Barat berada diurutan 14 dari 33 provinsi

yang ada di Indonesia. Berdasarkan umur, banyak dalam rentang usia 56-64

tahun dengan prevalensi sebesar 4,8% (Kemenkes, 2018). Menurut data Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2018, jumlah kasus DM di

Sumatera Barat tahun 2018 berjumlah 44.280 kasus, dengan jumlah kasus

tertinggi berada di wilayah Kota Padang berjumlah 12.231 kasus (Dinas

Kesehatan Provinsi Sumbar, 2018).

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Diabetes melitus tipe 1 atau penyakit DM yang bergantung insulin ini terjadi

pada 5-10% penderita DM, sedangkan DM tipe 2 ini bisa terjadi pada siapa

saja dan ± 90-95% penderita menderita DM tipe ini (Arifin, 2020).

Pada diabetes tipe 1, sel-sel β di pankreas mengalami kerusakan, sehingga

produksi insulin menurun. Akibatnya, sel-sel tubuh tidak dapat mengambil

gula dari darah dan kadar gula darah meningkat. Pada diabetes tipe 2, insulin

dapat diproduksi dengan normal, tetapi sel-sel tubuh kurang sensitif sehingga

tidak bisa menggunakannya secara optimal. Akibatnya, kadar gula darah juga

akan meningkat seperti pada diabetes tipe 1 (Sinaga, 2016).


3

Diabetes mellitus tipe 2 atau tipe Non-Independent Diabetes Mellitus

(NIDDM) adalah suatu kelainan metabolisme glukosa yang disebabkan oleh

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin dan dapat menyebabkan

berbagai komplikasi (Mulyani, 2016). Penderita DM tipe 2 apabila tidak

ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan mengakibatkan

komplikasi akut dan kronik. Adapun komplikasi akut adalah kadar glukosa

darah di bawah nilai normal (hipoglikemia), kadar gula darah meningkat

(hiperglikemia). Komplikasi kronis adalah komplikasi makrovaskuler

(jantung, stroke, dan gagal ginjal) dan microvaskuler (retinopati, nefropati,

dan neuropati) (Fatimah, 2015).

Pasien yang lama menderita DM dengan komplikasi akan berdampak

terhadap penurunan kualitas hidupnya. WHO mendefinisikan kualitas hidup

(Quality of Life) merupakan persepsi seseorang mengenai kehidupannya

dalam lingkup kebudayaan, sistem nilai kehidupan yang dianut, harapan dan

standar yang mereka anut. Kualitas hidup mempengaruhi kesehatan fisik,

keadaan psikologi, hubungan sosial, dan hubungan pasien dengan

lingkungannya (Pertiwi, 2013).

Kualitas hidup pasien DM merupakan konsep yang sangat luas, yang

mempengaruhi kesehatan fisik pasien DM meliputi aktivitas sehari-hari,

istirahat dan tidur. Aspek psikologis terlihat dari gambaran diri, body image,

dan penampilan. Aspek hubungan sosial terlihat dari dukungan sosial dan

aktivitas seksual. Aspek hubungannya dengan lingkungan pasien terlihat dari


4

lingkungan kesehatan, kesempatan untuk mendapatkan informasi dan

ketrampilan, kesempatan rekreasi dan waktu luang (Teli, 2016).

Pasien DM memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan dengan

orang yang tidak memiliki penyakit kronis. Adanya penyakit penyerta seperti

hipertensi, jantung dan ginjal juga dapat mempengaruhi pada kualitas hidup

pasien diabetes mellitus (Faridah, 2016). Kualitas hidup pasien DM tipe 2

berkorelasi erat dengan respon terhadap terapi, perkembangan penyakit dan

bahkan kematian akibat DM. Penurunan kualitas hidup dapat mempengaruhi

harapan hidup pasien DM tipe 2 dan secara signifikan dapat mempengaruhi

terhadap peningkatan angka kematian (Rahman, 2016).

Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang

pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat

kesejahteraan. Penyakit DM ini akan menyertai seumur hidup penderita

sehingga sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup penderita bila

tidak mendapatkan perawatan yang tepat (Minarni, 2018). Menurut

(Raudatussalamah & Fitri (2012) dan Chaidir (2017), berbagai faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup yaitu faktor demografi yang terdiri dari usia,

jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, perawatan diri, dan status

pernikahan. Faktor medis yang meliputi dari berapa lama menderita dan

komplikasi yang dialami. Faktor psikologis seperti cemas, dan faktor keluarga.

Upaya dan penanggulangan telah dilakukan pemerintah dalam

menangani masalah DM, namun masalah DM masih tinggi. Masalah-masalah


5

yang dialami oleh penderita DM dapat diminimalisir jika penderita DM

memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk mengontrol

penyakitnya, yaitu dengan cara melakukan self care. Self care merupakan

kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya menjaga

kesehatan, meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit,

mengatasi kecacatan dengan atau tanpa dukungan penyedia layanan kesehatan

(Putri, 2017).

Teori self care merupakan teori yang dikemukakan oleh Dorothea

Orem (1959). Menurut Orem self care dapat meningkatkan fungsi-fungsi

manusia dan perkembangan dalam kelompok sosial yang sejalan dengan

potensi manusia, tahu keterbatasan manusia, dan keinginan manusia untuk

menjadi normal. Penyimpangan pada self care biasanya dapat terlihat pada

saat terjadinya penyakit. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi struktur tubuh

tertentu dan fisiologisnya atau mekanisme psikologis tapi juga mempengaruhi

fungsi sebagai manusia. Jadi apabila self care yang dilakukan dengan baik

maka akan meningkatkan kualitas hidup pasien tesebut. Sebaliknya, self care

yang dilakukan dengan kurang baik maka akan memberikan dampak negatif

bagi kulitas hidup pasien DM. Self care yang dilakukan dengan sungguh-

sungguh, dapat berdampak baik bagi peningkatan kualitas hidup (Chaidir,

2017).

Self care yang dapat dilakukan pasien DM meliputi diet, pengaturan

pola makan, olahraga, pemantauan gula darah, dan obat (Mustifah, 2019).

Keberhasilan dalam self care dibutuhkan edukasi yang komprehensif,


6

pengembangan keterampilan dan motivasi. Selain edukasi, terapi diet juga

dapat membantu penyandang DM memperbaiki kebiasaan aktivitas sehari-hari

untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar

glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal,

memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat

badan yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara keseluruhan

melalui gizi yang optimal (PERKENI, 2019).

Keberhasilan dalam melakukan self care juga dibutuhkan latihan

jasmani secara teratur agar dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah (PERKENI, 2019). Penerapan pelaksanaan self care menjadi hal yang

penting sebab domain yang terdapat didalamnya sesuai dengan pilar-pilar

diabetes melitus yang harus dipatuhi oleh pasien (Minarni, 2018).

Manfaat self care pada pasien itu sendiri adalah upaya untuk

memperbaiki kondisi yang memungkin penyakit tidak mendapatkan dukungan

dari kebiasaan gaya hidup atau faktor lainnya. Sehingga pasien mampu

melakukan perawatan mandiri agar dapat merubah perilakunya sendiri

(Mustifah, 2019). Apabila self care tidak dilakukan seperti diet, pengaturan

pola makan, olahraga, pemantauan gula darah, dan obat, maka akan

meningkatkan terjadinya komplikasi, menambah angka kesakitan dan angka

morbiditas serta mortalitas akibat penyakit DM tersebut (Cita, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Rantung (2015) tentang hubungan self

care dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus (DM) di Persatuan


7

Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang Cimahi. Hasil penelitiannya

menemukan bahwa terdapat hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

DM (p = 0,023). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Minarni (2018) tentang

hubungan self care dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di

Wilayah Kerja Puskesmas Samaenre Kecamatan Sinjai Selatan Kabupaten

Sinjai. Hasil penelitian ditemukan 62,9% self care pasien tinggi, sebesar

82,9% kualitas hidup pasien baik. Hasil analisis terdapat hubungan self care

dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 (p = 0,019).

Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2020) tentang hubungan self

care dengan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus tipe 2. Hasil

penelitian ditemukan 55,9% self care pasien rendah, sebesar 41,2% kualitas

hidup pasien rendah. Hasil analisis ditemukan adanya hubungan self care

dengan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus tipe 2 (p = 0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2019) tentang hubungan self

care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di Poli Penyakit Dalam

RSUD Langsa. Hasil penelitian ditemukan 73,2% self care pasien mandiri dan

26,8% self care pasien tergantung. Sebesar 36,1% kualitas hidup pasien tinggi

dan 63,9% kualitas hidup pasien sedang. Hasil analisis terdapat hubungan self

care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus (p = 0,000).

Ketika penyandang DM mampu melakukan perawatan secara mandiri

atau self care maka kualitas hidupnya akan meningkat, sementara penyandang

DM yang kurang mampu melakukan perawatan diabetes, kualitas hidupnya

akan menurun. Peningkatan kualitas hidup pasien DM dapat dicapai dengan


8

cara mengoptimalkan kemampuan fisik, melalui pemberian pendidikan

kesehatan pada pasien agar dapat mengenali gejala saat terjadinya

hipoglikemik atau hiperglikemik (Hartati, 2019).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan telaah jurnal yang berjudul hubungan self care dengan kualitas

hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah adalah apakah ada

hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan penelusuran artikel ilmiah ?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah untuk mengetahui hubungan self care dengan

kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan penelusuran

artikel ilmiah.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui literasi kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.

b. Diketahui literasi self care pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan

penelusuran artikel ilmiah.


9

c. Diketahui literasi hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pentingnya self

care dalam meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2 dan dapat

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah khususnya

keperawatan medikal bedah serta memberikan pengalaman dalam

mengembangkan kemampuan ilmiah.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat melakukan penelitian lanjutan dengan metode lain dan

menjadikan literature ini sebagai bahan dasar untuk penelitian

selanjutnya tentang hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2.

c. Bagi STIKes Alifah Padang

Dapat memperkaya penegtahuan dengan memperbanyak membaca

referensi self care pada pasien DM tipe 2 dan dapat dijadikan sebagai

bahan acuan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2. Praktis
10

Dapat meningkatkan pengetahuan para perawat praktisi dan perawat

edukasi diabetes dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan secara

holistik, berkolaborasi dengan pasien dan tim kesehatan lainnya dalam

mengaplikasikan praktik asuhan keperawatan serta meningkatkan kualitas

hidup pasien DM tipe 2.

E. Ruang Lingkup

Literature review ini mengkaji tentang hubungan self care dengan

kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2. Metode yang digunakan adalah

literature review yang dilakukan melalui jurnal yang berbasis elektroik yaitu

database portal garuda, google schoolar, pubmed, dan biomedical. Artikel

yang digunakan untuk literature review mulai dari tahun 2015 sampai tahun

2020 dengan kata kunci self care, kualitas hidup, dan diabetes mellitus tipe 2.

Proses pengumpulan artikel dari bulan Februari s/d Agustus 2021. Literatur

yang digunakan adalah literatur yang dipublikasikan atau diterbitkan dari

tahun 2017 s/d tahun 2020, yang berjumlah sebanyak 10 artikel.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes mellitus adalah kondisi kronis yang terjadi ketika ada

peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat

menghasilkan atau cukup hormon insulin atau menggunakan insulin secara

efektif (IDF, 2020). Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi kerja insulin atau keduanya (PERKENI, 2019).

2. Faktor Penyebab

Menurut PERKENI (2019), faktor penyebab dari Diabetes Mellitus

dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu faktor yang dapat

dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi :

a. Faktor yang dapat dimodifikasi

1) Obesitas

Obesitas akan menyebabkan risisten insulin sehingga insulin tidak

dapat bekerja dengan baik dan kadar gula darah bisa naik. Gemuk

juga mempermudah munculnya hipertensi dan lemak darah yang

tinggi. Hal ini akan memicu gangguan ginjal, sakit jantung, dan

stroke. Orang gemuk yang menderita diabetes lebih mudah terkena

komplikasi.

11
12

2) Aktivitas Fisik

Aktivitas Fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan

pengeluaran tenaga/ energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik

merupakan suatu kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang.

Setiap orang yang melakukan aktivitas fisik, maka otot akan

meningkatkan pembakarn glukosa secara maksimal, dan

menyebabkan penurunan kadar gula darah.

3) Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu

lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal), jantung (penyakit jantung koroner), otak (menyebabkan

stroke), resistensi insulin bila tidak dideteksi secara dini dan

mendapat pengobatan yang memadai.

4) Dislipidemia

Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid

akibat interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Kejadian

serupa ditemukan juga pada subjek dengan DM atau sindrom

metabolik di mana konsentrasi kolesterol HDL sering ditemukan

rendah. Pada keadaan ini, penilaian risiko hendaknya

mengikutsertakan analisis berdasarkan konsentrasi kolesterol HDL

dan LDL. Pada pederita diabetes, dislipidemia ditandai dengan

peningkatan trigliserida puasa dan setelah makan, menurunnya


13

kadar HDL dan peningkatan kolestrol LDL yang didominasi oleh

partikel small dense LDL

5) Frekuensi Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat yang berlebih berhubungan dengan kemampuan tubuh

dalam memanfaatkan. Seperti kelebihan karbohidrat, maka tubuh

akan meningkatkan sekresi insulin untuk mengimbanginya Insulin

berupaya untuk menjaga agar kadar gula darah dalam tubuh tetap

dalam batas normal. Namun bila terjadi terus- menerus kelebihan

asupan karbohidrat, insulin tidak mampu lagi melaksanakan

tugasnya untuk menjaga kadar gula dalam keadaan normal.

6) Frekuensi Konsumsi Lemak

Tingginya asupan lemak berpengaruh dengan penyakit diabetes

melitus. Tingginya asupan lemak berkaitan dengan kegemukan.

Kegumakan bukan hanya salah satu faktor risko DM namun

menjadi faktor risiko komplikasi dari penyakit DM seperti penyakit

kardiovaskuler.

7) Frekuensi Konsumsi Serat

Asupan serat yang tinggi dapat meningkatkan kontrol glikemik,

menurunkan hiperinsulinemia dan menurunkan konsentrasi plasma

lipid pada pasien diabetes melitus tipe 2. Selain itu meningkatnya

asupan serat pada pasien diabetes dapat menurunkan glukosa darah

puasa dan HbA1c. Oleh karena itu konsumsi serat pada penderita

diabetes melitus menguntungkan dan perlu didorong menjadi salah


14

satu strategi menajemen penyakit. Serat larut air membentuk gel

dalam saluran pencernaan. Hal ini akan memperlambat pencernaan

sehingga saluran pencernaan tidak menyerap beberapa zat gizi

seperti pati dan gula sehingga dapat meningkatkan toleransi

glukosa.

8) Stres

Stres adalah perasaan yang dihasilkan ketika seseorang bereaksi

terhadap peristiwa tertentu. Ini adalah cara tubuh untuk bersiap

menghadapi situasi sulit dengan fokus, kekuatan, stamina, dan

kewaspadaan tinggi. Saat seseorang mengalami stres, tubuhnya

akan memproduksi hormon kortisol secara berlebihan.

b. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

1) Ras/ Etnik

Beberapa ras tertentu, seperti suku India di Amerika, Hispanik, dan

orang Amerika di Afrika, mempunyai risiko lebih besar terkena

diabetes tipe 2. Kebanyakan orang dari ras- ras tersebut dulunya

adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang

makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang

sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes dan tekanan

darah tinggi. Suku Amerika Hispanik, terutama di Meksiko, juga

mempunyai risiko tinggi terkena diabetes 2- 3 kali lebih sering

daripada non Hispanik, terutama wanitannya. Orang Asia di Cina,

Filipina, Jepang, India, Korea, dan Vietnam, serta yang tinggal di


15

kepulauan Pasifik (Hawaii, Samoa, dan Guaman) juga mempunyai

risiko lebih tinggi terkena diabetes.

2) Riwayat Keluarga dengan DM

Apabila ayah, ibu, kakak atau adik mengidap DM, kemungkinan

diri kita juga terkena diabetes lebih besar daripada yang menderita

diabetes adalah kakek, nenek atau saudara ibu dan saudara ayah

anda. Sekitar 50% diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang

menderita diabetes, dan lebih dari sepertiga pasien diabetes

mempunyai saudara yang mengidap diabetes.

3) Umur

Faktor risiko diabetes selanjutnya adalah faktor usia. Memasuki

usia lanjut semakin berisko terkena penyakit diabetes melitus. Pada

usia >45 tahun merupakan usia berbahaya untuk mendapatkan

serangan diabtes tipe 2, sehingga harus dilakukan pemeriksaan

DM. Dalam banyak hal, usia memang berpengaruh terhadap

serangan berbagai macam penyakit. Hal ini mungkin di alami

lansia, karena bertambahnya usia membuat kondisi tubuh

berkurang fungsi vitalitas.

4) Riwayat Lahir dengan BB Rendah

Berat lahir menjadi faktor risiko DM tipe 2 jika seseorang

mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi masuk ke

dalam kategori BBLR jika bayi tersebut lahir dengan berat badan

<2500 gram. Bayi dengan berat badan yang rendah, di masa


16

dewasanya akan mempunyai risiko terkena berbagai penyakit salah

satunya diabetes melitus. Karena seseorang yang mengalami

BBLR dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas sehingga

kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu.

Hal ini akan memungkinkan orang tersebut untuk menderita DM

Tipe 2.

3. Klasifikasi DM

Menurut PERKENI (2019), klasifikasi DM, yaitu :

a. DM Tipe 1 (Insulin Dependent)

Destruksi sel beta, umumnya berhubungan dengan pada defisiensi

insulin absolut

b. DM tipe 2 (Insulin Requirement)

DM tipe 2 merupakan kombinasi dari resistensi insulin dan kelainan

pada produksi insulin pada beta sel pankreas. Bervariasi, mulai yang

dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai

yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

c. Diabetes gestasional

Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan

dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes.

d. Diabetes tipe spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain

1) Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal, Maturity –

Onset Diabetes of the Young [MODY]).

2) Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreatitis)


17

3) Disebabkan oleh obat atau Zat kimia (misalnya penggunaan

glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi

organ).

4. Patofisiologi DM

Menurut PERKENI (2019), resistensi insulin pada sel otot dan hati,

serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi

kerusakan sentral dari DM tipe 2. Organ lain yang juga terlibat pada DM

tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal

(defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal

(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut

berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah

ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octet yang

memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas organ

penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu

dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep :

a. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan

patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.

b. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada

kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.

c. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau

memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi

pada penyandang gangguan toleransi glukosa.


18

Menurut PERKENI (2019), terdapat delapan organ lain yang

berperan dalam patogenesis penyandang DM tipe 2. Secara garis besar

patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven)

yaitu:

a. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat

berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah

sulfonilurea, meglitinid, agonis Glucagon-Like Peptide (GLP-1) dan

penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4).

b. Disfungsi sel alfa pankreas

Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam

hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada

sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma

akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati

(hepatic glucose production) dalam keadaan basal meningkat secara

bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat

sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi agonis

GLP-1, penghambat DPP-4 dan amilin.

c. Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak

bebas (Free Fatty Acid (FFA)) dalam plasma. Peningkatan FFA akan

merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi


19

insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi insulin.

Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai

lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiaZolidinedion.

d. Otot

Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi

tirosin, sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot,

penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat

yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiaZolidinedion.

e. Hepar

Pada penyandang DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan

memicu glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan

basal oleh hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang

bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses

glukoneogenesis.

f. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu

yang obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan

hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari

resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat

akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang

bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1, amilin dan bromokriptin.


20

g. Kolon/Mikrobiota

Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam

keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan

DM tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa

hanya sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang DM.

Probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk

menangani keadaan hiperglikemia.

h. Usus halus

Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar

dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai

efek inkretin ini diperankan oleh 2 hormon yaitu Glucagon-Like

Polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent insulinotrophic

polypeptide atau disebut juga Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP).

Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten

terhadap hormon GIP. Hormon inkretin juga segera dipecah oleh

keberadaan enZim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa

menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah DPP-4

inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam

penyerapan karbohidrat melalui kinerja enZim alfa glukosidase

yang akan memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan

kemudian diserap oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa

darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja

enZim alfa glukosidase adalah acarbosa.


21

i. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis

DM tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari.

Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali

melalui peran enZim sodium glucose co-transporter (SGLT-2) pada

bagian convulated tubulus proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi

melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga

akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada penyandang DM terjadi

peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan

reabsorbsi glukosa di dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan

peningkatan kadar glukosa darah. Obat yang menghambat kinerja

SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi kembali glukosa di tubulus

ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang

bekerja di jalur ini adalah penghambar SGLT-2. DapaglifoZin,

empaglifoZin dan canaglifoZin adalah contoh obatnya.

j. Lambung

Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi

kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan

percepatan pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa

di usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa

postprandial.
22

k. Sistem Imun

Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut

sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi

sistem imun bawaan/innate) yang berhubungan kuat dengan

patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan dengan komplikasi seperti

dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi sistemik derajat rendah

berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat peningkatan

kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM tipe 2 ditandai dengan

resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin, disertai

dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti

adiposa, hepar dan otot.

5. Manifestasi Klinik DM

Seseorang yang menderita DM dapat memiliki gejala antara lain

poliuria (sering kencing), polidipsia (sering merasa haus), dan polifagia

(sering merasa lapar), serta penurunan berat badan yang tidak diketahui

penyebabnya. Selain hal-hal tersebut, gejala penderita DM lain adalah

keluhkan lemah badan dan kurangnya energi, kesemutan di tangan atau

kaki, gatal, mudah terkena infeksi bakteri atau jamur, penyembuhan luka

yang lama, dan mata kabur. Namun, pada beberapa kasus, penderita DM

tidak menunjukkan adanya gejala (Febrinasari et. al, 2020).

6. Penatalaksanaan

Menurut PERKENI (2019), tujuan dari penatalaksanaan DM

adalah untuk meningkatkan tingkat daripada kualitas hidup pasien


23

penderita DM, mencegah terjadinya komplikasi pada penderita, dan juga

menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DM. Penatalaksanaan

diabetes mellitus dibagi secara umum menjadi 5 yaitu :

a. Edukasi

Diabetes Mellitus (DM) umumnya terjadi pada saat pola gaya

hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kuat. Keberhasilan

pengelolaan DM mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien,

keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien

dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif,

pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi merupakan bagian

integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi secara individual atau

pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti

perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama

dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan,

implementasi, dokumentasi, dan evaluasi. Edukasi terhadap pasien DM

merupakan pendidikan dan pelatihan yang diberikan terhadap pasien

guna menunjang perubahan perilaku, tingkat pemahaman pasien

sehingga tercipta kesehatan yang maksimal dan optimal dan kualitas

hidup pasien meningkat.

b. Terapi Nutrisi Medis (Diet)

Tujuan umum terapi gizi adalah membantu penyandang DM

memperbaiki kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan


24

kontrol metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa

darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal,

memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan

berat badan yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara

keseluruhan melalui gizi yang optimal. Standar dalam asupan nutrisi

makanan seimbang yang sesuai dengan kecukupan gizi baik adalah

sebagai berikut :

1) Protein : 10 – 20% total asupan energi

2) Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energy

3) Lemak : 20 – 25% kebutuhan kalori, tidak boleh melebihi

30% total asupan energi

4) Natrium : < 2300 mg perhari

5) Serat : 20 – 35 gram/hari

Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah

asupan makanan dan pola makan yang sama sebelum maupun sesudah

diagnosis, serta makanan yang tidak berbeda dengan teman sebaya

atau dengan makanan keluarga. Jumlah kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis kelamin, umur, aktivitas

fisik, stress metabolic, dan berat badan. Untuk penentuan status gizi,

dipakai penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus yang

dipakai dalam penghitungan adalah IMT = BB (kg)/ TB (m2).


25

c. Olahraga

Kegiatan jasmani sehari–hari dan latihan jasmani dilakukan

teratur sebanyak 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30-45 menit,

dengan total kurang lebih 150 menit perminggu. Latihan jasmani dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

yang dimaksud ialah jalan, bersepeda santai, jogging, berenang

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status

kesegaran jasmani. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar

glukosa darah sebelum melakukan kegiatan jasmani. Jika kadar

glukosa darah <100 mg/dl pasien dianjurkan untuk menkonsumsi

karbohidrat terlebih dahulu, jika kadar glukosa darah 90-250 mg/dL,

tidak diperlukan ekstra karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan

respons individual), dan jika >250 mg/dl dianjurkan untuk tidak

melakukan aktivitas jasmani.

d. Kontrol glikemik

Tujuan utama dalam pengelolaan pasien diabetes adalah

kemampuan mengelola penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes

dan keluarganya mampu mengukur kadar glukosa darahnya secara

cepat dan tepat karena pemberian insulin tergantung kepada kadar

glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan adanya

hubungan bermakna antara pemantauan mandiri dan kontrol glikemik.

Pengukuran kadarglukosa darah beberapa kali per hari harus dilakukan


26

untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta

untuk penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah preprandial, post

prandial dan tengah malam sangat diperlukan untuk penyesuaian dosis

insulin. Perhatian yang khusus terutama harus diberikan kepada anak

pra-sekolah dan sekolah tahap awal yang sering tidak dapat mengenali

episode hipoglikemia dialaminya. Pada keadaan seperti ini diperlukan

pemantauan kadar glukosa darah yang lebih sering.

e. Terapi

Terapi terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi insulin.

Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian

gula dalam tubuh penderita diabetes.

1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah

secara adekuat pada penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif

pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah glipizid, gliburid,

tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula

darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan

meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak

mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh

terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda

penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per oral

biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh

raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.


27

2) Insulin

Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan

obat hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah

pada pasien diabetes. Pada pasien dengan diabetes tipe-1, pankreas

tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin

pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui

suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak

dapat diberikan peroral. Ada lima jenis insulin dapat digunakan

pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada panjang

kerjanya. Ada insulin kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah,

kerja panjang, dan campuran.

7. Diagnosis DM

Menurut PERKENI (2019), diagnosis DM ditegakkan atas dasar

pemeriksaan kadar glukosa darah, yaitu :

Tabel 2.1
Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

Glukosa plasma
Glukosa darah
HbA1c (%) 2 jam setelah
puasa (mg/dL)
TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 > 200
Pre-Diabetes 5,7 - 6,4 100 - 125 140 - 199
Normal < 5,7 70 - 99 70 - 139

8. Komplikasi DM

Diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi makrovaskular

dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh

karena adanya resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular


28

lebih disebabkan oleh hiperglikemia kronik. Kerusakan vaskular ini

diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat proses glikosilasi dan

stres oksidatif pada sel endotel (Decroli, 2019). Komplikasi tersering dan

paling penting adalah neuropati perifer yang berupa hilangnya sensasi

distal dan berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus diabetik dan amputasi

(PERKENI, 2019).

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan suatu keadaan seseorang dengan kadar

glukosa darah di bawah nilai normal. Gejala hipoglikemia dapat

ditandai dengan gelisah, gemetar, mengeluarkan keringat dingin,

menggigil, muka pucat, jantung berdebar-debar dan rasa pening.

Jika tidak diberi pengobatan dapat menimbulkan resiko kejang dan

terjadi kerusakan otak permanen atau dalam kondisi yang parah

bisa menimbulkan kematian.

2) Ketosidosis Diabetik-Koma Diabetik

Komplikasi ini merupakan suatu keadaan tubuh sangat kekurangan

insulin dan sifatnya mendadak. Penyebab komplikasi ini umumnya

adalah infeksi. Walaupun demikian, komplikasi ini bisa disebabkan

karena lupa suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas dan stres.

Gejala yang sering muncul adalah polyuria, polidipsia dan nafsu

makan menurun akibat rasa mual.


29

3) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)

Komplikasi ini merupakan suatu keadaan tubuh tanpa penimbunan

lemak sehingga penderita tidak menunjukkan pernapasan yang

cepat dan dalam (kussmaul). Gejala dari KHNK adalah adanya

dehidrasi yang berat, hipotensi dan menimbulkan shock.

4) Koma Lakto Asidosis

Koma Lakto Asidosis merupakan suatu keadaan tubuh dengan

asam laknat tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Asam lakbat di

dalam darah akan meningkatkan (hiperlaktatemia) yang akhirnya

menimbulkan koma. Keadaan ini dapat terjadi karena infeksi,

gangguan faal hepar, ginjal, diabetes mellitus yang mendapat

pengobatan dengan phenformin.

b. Komplikasi kronis

1) Makrovaskular

a) Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit jantung koroner pada pasien diabetes dipercepat oleh

proses aterosklerosis dibandingkan dengan orang tanpa

diabetes. Hasil pemeriksaan patologi anatomi, proses

aterosklerosis pada pasien diabetes lebih berat dengan

melibatkan arteri di bagian distal dibandingkan nondiabetes

dan terjadi peningkatan frekuensi plak yang ruptur.

Pemeriksaan Computed tomography scan (CT-Scan)


30

menunjukkan deposisi kalsium yang lebih tinggi dibanding

orang normal tanpa diabetes.

b) Stroke

Berdasarkan hasil Framingham Study dan Finland Study pasien

diabetes sangat meningkat untuk terkena penyakit stroke

dibanding dengan orang normal. Penyakit diabetes merupakan

faktor risiko tunggal terkuat untuk menyebabkan diabetes (RR

pria 3,4 dan RR wanita 4,9). Diabetes dapat menyebabkan

timbulnya microatheroma pada pembuluh darah otak sehingga

menimbulkan stroke. Jenis penyakit pembuluh darah otak yang

paling sering dialami oleh pasien diabetes adalah stroke

iskemik.

c) Gagal jantung

Gagal jantung didapatkan sekitar 12% pada pasien diabetes

dibandingkan dengan tanpa diabetes, hal ini menunjukkan

hubungan yang kuat antara diabetes dan gagal jantung.

2) Mikrovaskular

a) Retinopatik

Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang

progresif yang merangsang neovaskularisasi yang

menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah

besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian

dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat


31

berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat

penurunan penglihatan mendadak. Hal tersebut pada penderita

DM bisa menyebabkan kebutaan.

b) Nefropati

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau >

200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6

bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi

patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat

glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product

yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan

kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide

sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan

intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi

kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati

dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi

chronic kidney disease.

c) Neuropati

Neuropati diabetik perifer merupakan penyakit neuropati yang

paling sering terjadi. Gejala dapat berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan

amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan

bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari.


32

B. Kualitas Hidup

1. Pengertian

WHO mendefisnikan kualitas hidup (QoL) sebagai persepsi atau

pandangan seseorang terhadap posisi dalam hidupnya dalam konteks

sistem nilai dan budaya dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan

hidupnya, harapan, standard dan fokusnya. Kualitas hidup merupakan

konsep yang sangat luas, yang mempengaruhi kesehatan fisik, keadaan

psikologi, hubungan sosial, dan hubungan pasien dengan lingkungannya

(Teli, 2016).

Kualitas hidup adalah perasaan individu mengenai kesehatan dan

kesejahteraannya yang meliputi fungsi fisik, fungsi psikologis dan fungsi

sosial. Komplikasi dari DM meningkatkan ketidakmampuan pasien secara

fisik, psikologis, dan sosial. Gangguan fungsi dan perubahan tersebut

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien DM terutama pada pasien DM

tipe 2 (Azila, 2016).

2. Aspek Kualitas Hidup

Aspek dilihat dari seluruh kualitas hidup dan kesehatan secara

umum (WHOQOL-BREF, 1997 dalam Azila, 2016) :

a. Kesehatan fisik

Kesehatan fisik meliputi aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada

obat dan perawatan medis, tingkat energi dan kelelahan, mobilitas,

nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas bekerja.


33

DM mempengaruhi kesehatan fisik penderita. Pengelolaan penyakit,

perawatan diri, dan menajemen sakit efektif untuk meningkatkan

kualitas hidup penderita.

b. Psikologis

Psikologis meliputi citra tubuh dan penampilan, perasaan negatif,

perasaan positif, harga diri, spiritualitas, serta berpikir, belajar, memori

dan konsentrasi.

c. Hubungan sosial

Hubungan sosial meliputi hubungan pribadi, kehidupan sosial dan

aktivitas seksual. Hubungan sosial berperan dalam kualitas hidup

penderita DM tipe 2 dalam praktik kehidupan dan manajemen diri.

d. Lingkungan

Lingkungan meliputi sumber keuangan; kebebasan, keamanan fisik

dan keamanan; perawatan kesehatan dan sosial (aksesibilitas dan

kualitas); lingkungan rumah; peluang untuk memperoleh informasi dan

keterampilan baru; partisipasi dan peluang untuk rekreasi / olahraga;

lingkungan fisik (polusi / suara / lalu lintas / iklim); dan transportasi.

Kualitas hidup pada penderita DM dapat ditingkatkan dengan

intervensi tertentu, termasuk pengenalan glukosa darah, perubahan

sistem pengiriman insulin, serta program pendidikan dan konseling

yang dirancang untuk memfasilitasi pengembangan keterampilan

mengatasi DM.
34

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Menurut Raudatussalamah & Fitri (2012) dan Chaidir (2017).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, yaitu :

a. Usia

Penderita DM usia di bawah 50 tahun mempunyai kualitas

hidup yang tinggi, dan Chung et al menemukan penderita DM tipe 2

dengan usia lebih muda memiliki kualitas hidup yang lebih rendah.

Pasien dengan diabetes tipe 2 awal melaporkan dampak negatif yang

lebih besar dari diabetes pada kualitas hidup mereka dengan masalah

khusus pada efek pada hubungan pribadi, kehidupan seks, kepercayaan

diri, motivasi untuk mencapai banyak hal, perasaan tentang masa

depan, kebebasan untuk makan dan kebebasan untuk minum,

dibandingkan mereka yang didiagnosis dengan diabetes pada usia yang

lebih tua (Nasekhah, 2016).

DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak jumlahnya

yaitu sekitar 90-95% dari seluruh penyandang DM dan banyak dialami

oleh dewasa diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada

DM tipe 2 cenderung meningkat pada lansia (40-65 tahun), riwayat

obesitas dan adanya faktor keturunan.

b. Jenis kelamin

Diabetes memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas

hidup. Wanita mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan pasien laki-laki secara bermakna. Pasien laki-


35

laki yang sudah pensiun menunjukkan kualitas hidup dan dukungan

sosial yang tinggi. Dinyatakan lagi bahwa ketika tingkat pendidikan

meningkat dan adanya dukungan sosial maka kualitas hidup

meningkat. Penderita berjenis kelamin perempuan mempunyai kualitas

hidup yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena perempuan

mengalami penurunan hormone estrogen pada masa menopause.

Hormon estrogen dan progesteron dapat mempengaruhi sel-sel untuk

merespon insulin (Nasekhah, 2016).

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek status sosial yang sangat

berhubungan dengan status kesehatan. Pendidikan berperan penting

dalam membentuk pengetahuan dan pola perilaku seseorang

(Mairiyani, 2015).

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup pasien DM karena pendidikan identik

dengan kemampuan daya serap terhadap informasi yang diterima dan

kemampuan mengembangkan koping yang konstruktif dalam

menghadapi stressor. Tingkat pendidikan pasien berperan terhadap

kemampuan pasien untuk menerima, memahami dan menerapkan

informasi yang diterima tentang pengelolaan DM (Rahman, 2016).

d. Sosial ekonomi

Kurangnya pendapatan dan status ekonomi yang rendah

memberikan pengaruh pada rendahnya kualitas hidup penderita DM.


36

Pendapatan yang kurang juga memberikan dampak negatif terhadap

kualitas hidup penderita DM (Nasekhah, 2016).

e. Perawatan diri

Penurunan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus sering

diikuti dengan ketidak sanggupan pasien tersebut dalam melakukan

perawatan diri secara mandiri yang biasanya disebut dengan self care.

Ketidaksanggupan pasien diabetes melitus dalam melakukan self care

dapat mempengaruhi kualitas hidup dari segi kesehatan fisik,

kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan

lingkungan (Chaidir, 2017).

f. Status pernikahan

Seseorang mempunyai pasangan memiliki kualitas hidup yang

tinggi. Hal tersebut disebabkan karena mendapatkan dukungan dari

suaminya. Pasangan hidup memiliki fungsi sebagai supporting dalam

berbagai hal misalnya emosi, problem solving, keuangan, maupun

pengasuhan. Suatu pernikahan akan memberikan keuntungan bagi

kesehatan seseorang karena akan mendapatkan perhatian dari

pasangannya. Pasien DM dengan status menikah akan mempunyai

harga diri yang lebih tinggi dan mempunyai sumber koping yang

adekuat dari pasangannya sehingga dapat lebih mengembangkan

koping yang adaptif terhadap stressor (Nasekhah, 2016).


37

g. Lama menderita

Terjadinya komplikasi jangka panjang yang terjadi pada DM

tipe 2 terjadi dalam 5 tahun pertama. Prevalensi neuropati meningkat

bersamaan dengan pertambahan usia dan lamanya penyakit, angka

prevalensi dapat meningkat 50% pada pasien yang sudah menderita

DM selama 25 tahun.

Semakin lama menderita diabetes melitus akan semakin

berpengaruh terhadap kualitas hidup. Seseorang yang baru menderita

diabetes mellitus selama 4 bulan mulai belajar mengatur diet dengan

baik dan melakukan perawatan diri. Perawatan diri yang baik akan

berpengaruh terhadap kemampuan mempertahankan kualitas hidup

menjadi lebih baik (Siwiutami, 2017).

Seseorang yang sedang mengalami penyakit kronis dalam

waktu yang lama akan mempengaruhi pengalaman dan pengetahuan

individu tersebut dalam pengobatan DM, dimana semakin lama

menderita DM maka akan semakin menurun karena timbul kebosanan

penderita dalam menjalani terapi tersebut (Roifah, 2015).

h. Kecemasan

Stuart dan Sundeen (2016) menyatakan bahwa ansietas adalah

perasaan tidak tenang yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau

ketakutan yang ketakutan yang disertai dengan ketidakpastian,

ketidakberdayaan, isolasi, dan ketidakamanan. Perasaan takut dan

tidak menentu dan dapat mendatangkan sinyal peringatan tentang


38

bahaya yang akan datang dan membuat individu untuk siap mengambil

tindakan menghadapi ancaman. Pengelolaan DM yang lama bahkan

seumur hidup dapat berakibat pada fluktuasi motivasi pasien DM yang

akan mengakibatkan masalah psikologi pada pasien seperti cemas

(Rahman, 2016).

i. Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki peran terhadap status kesehatan pasien

dengan penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus (DM). Penderita

yang mendapatkan dukungan keluarga cenderung lebih mudah

melakukan perubahan perilaku ke arah lebih sehat daripada penderita

yang kurang mendapat dukungan. Dukungan keluarga pada penderita

DM diharapkan turut membantu keberhasilan penatalaksanaan DM

sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi dan dan

meningkatkan kualitas hidup mereka (Sari, 2016).

C. Self care

1. Pengertian

Perawatan diri berasal dari istilah self care yang bermakna self

artinya diri dan care yang artinya peduli atau merawat. Perawatan diri

merupakan suatu aktivitas untuk merawat diri sendiri untuk mengurangi

stres, mengatur dan meningkatkan kesejahteraan mental (Faz, 2019). Self

care merupakan kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat dalam

upaya menjaga kesehatan, meningkatkan status kesehatan, mencegah


39

timbulnya penyakit, mengatasi kecacatan dengan atau tanpa dukungan

penyedia layanan kesehatan (Hartati, 2019).

Self care DM merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan

oleh penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari (Putri, 2017). Self

care merupakan usaha individu yang bertujuan untuk mempertahankan

dan meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan pasien (Djawa,

2018).

2. Manfaat Self care

Menurut Nusantoro dalam Pitaloka (2020), manfaat self care

adalah :

a. Membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk

meningkatkan kehidupan dan juga kesehatan.

b. Mempertahankan kualitas kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya

baik dalam kondisi sehat atau sakit.

c. Membantu individu dalam mempertahankan self care untuk dapat terus

melakukan keberlangsungan hidupnya secara lebih baik.

Manfaat self care pada pasien itu sendiri adalah upaya untuk

memperbaiki kondisi yang memungkin penyakit tidak mendapatkan

dukungan dari kebiasaan gaya hidup atau faktor lainnya. Sehingga pasien

mampu melakukan perawatan mandiri agar dapat merubah perilakunya

sendiri (Mustifah, 2019).


40

3. Domain Self care Diabetes Mellitus

Menurut WHO tahun 2009 dalam the Summary of Diabetes Self

care Activities (SDSCA) (Mustifah, 2019), domain self care yang dapat

dilakukan pasien DM meliputi :

a. Diet

Penatalaksanaan diet pada pasien DM memiliki beberapa

tujuan yaitu mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati

normal, mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas-batas

normal atau +10% dari berat badan ideal, mencegah komplikasi akut

dan kronik, serta meningkatkan kualitas hidup. Konsumsi makanan

untuk pasien DM harus diperhatikan, misalnya mengkonsumsi

makanan berkolestrol harus dibatasi karena akan hiperkolestrolemia

yang akan menyebabkan aterosklerosis. Standar komposisi makanan

untuk pasien DM yang dianjurkan adalah karbohidrat 45-65 %, protein

10-20 %, lemak 20-25 %, kolestrol <300 mg/hr, serat 25 g/hr, garam

dan pemanis dapat digunakan secukupnya (Putri, 2017).

Terapi nutrisi mengacu pada makanan sehat dengan gizi

seimbang, pemilihan jenis makanan, porsi makan yang ideal, dan

frekuensi makan. Tujuan dilakukannya terapi nutrisi adalah untuk

mempromosikan dan mendorong pola makan yang sehat menuju

keberhasilan dan pemeliharaan berat badan, kadar glukosa darah,

tekanan darah, dan lemak. Supaya tujuan pengaturan pola makan ini
41

berhasil dibutuhkan keseriusan dari pasien DM untuk melakukannya

secara konsisten badan, kadar glukosa darah, tekanan darah, dan

lemak. Supaya tujuan pengaturan pola makan ini berhasil dibutuhkan

keseriusan dari pasien DM untuk melakukannya secara konsisten

(ADA, 2017).

b. Pengaturan pola makan

Pengaturan pola makan yang mana pengaturan ini mempunyai

tujuan untuk mengontrol metabolik sehingga kadar gula darah dapat

dipertahankan dalam rentang normal (Cita, 2019). Makanan yang

terlalu banyak mengandung karbohidrat, terutama makanan siap saji

semakin mempercepat terjadinya DM. Makanan siap saji pada

hakikatnya mengandung banyak kalori tanpa zat gizi yang dibutuhkan

tubuh seperti vitamin, mineral, enzim, dan sebagainya yang sangat

tidak baik untuk kesehatan (Hartono, 2019).

c. Olahraga

Olahraga sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3 - 4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu

pilar penting dalam pengelolaan DM yang sering diabaikan. Prinsip

olahraga pada pasien DM, sama dengan prinsip latihan jasmani secara

umum (Hartono, 2019). Pasien DM seharusnya melakukan aktivitas

fisik selama 150 menit dengan kecepatan sedang hingga bersemangat

dengan intensitas latihan minimal 3 kali/minggu dengan jeda tidak

boleh lebih dari 2 hari berturut-turut (ADA, 2017).


42

Penatalaksanaan latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin

dengan cara menurunkan kadar glukosa. Manfaat lainnya adalah

memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak

darah yaitu menurunkan kadar kolestrol total dan trigliserida serta

meningkatkan kadar HDL-kolesterol (Putri, 2017).

d. Pemantauan gula darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal dengan

pemantauan kadar gula darah secara mandiri berfungsi sebagai deteksi

dini dan mencegah terjadinya hiperglikemi serta hipoglikemi. Dan

dalam jangka panjang akan mengurangi komplikasi diabetik jangka

panjang. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin.

Monitoring ini dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak

stabil, memiliki kecenderungan untuk mengalami ketosis berat,

hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan (Putri, 2017).

e. Obat

Manajemen pengobatan baik itu yang menggunakan Dari

tujuan itulah self care merupakan insulin atau yang menggunakan obat

oral hal ini bertujuan untuk menurunkan kadar gula darah yang tinggi

dan untuk mengurangi rasa sakit akibat penyakit DM tersebut (Cita,

2019).
43

f. Perawatan kaki

Perawatan kaki bertujuan untuk mencegah terjadinya kaki

diabetik atau ulkus diabetik (Cita, 2019). Hal-hal yang perlu

diperhatikan saat perawatan kaki adalah penderita DM harus

memeriksa kondisi kaki setiap hari, mencuci kaki dengan bersih dan

mengeringkannya menggunakan lap, memeriksa dan memotong kuku

kaki secara rutin, memilih alas kaki yang nyaman, serta mengecek

bagian sepatu yang akan digunakan (Putri, 2017).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self care

Menurut Menurut WHO tahun 2009 dalam Putri (2017), terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi self care, yaitu :

1. Usia

Umur mempunyai hubungan yang positif terhadap perilaku self

care DM. semakin meningkat usia maka akan terjadi peningkatan

dalam perilaku self care DM. Peningkatan usia menyebabkan

terjadinya peningkatan kedewasaan/ kematangan seseorang sehingga

penderita dapat berfikir secara rasional tentang manfaat yang akan

dicapai jika penderita melakukan perilaku self care DM secara adekuat

dalam kehidupan sehari-hari (Gaol, 2019).

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan terhadap aktivitas self care

DM. aktivitas self care DM harus dilakukan oleh penderita DM laki-

laki maupun perempuan. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa


44

penderita DM berjenis kelamin perempuan memiliki aktivitas self care

lebih baik dibandingkan dengan penderita DM berjenis kelamin pria.

Namun, terdapat pula penelitian yang menyatakan sebaliknya bahwa

pria memiliki aktivitas self care yang lebih baik dibandingkan

penderita DM wanita (Putri, 2017).

3. Pendidikan

Dalam mengelola penyakit DM, pengetahuan merupakan faktor

yang penting. Sebuah studi menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan

akan menghambat pengelolaan self care. Sementara penderita dengan

tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam

belajar merawat diri dengan DM. Namun banyak penelitian juga

mengungkapkan bahwa tidak terdapat korelasi antara tingkat

pengetahuan dengan aktivitas self care DM, yang berarti belum tentu

penderita dengan pendidikan tinggi akan patuh dalam melakukan

aktivitas self care DM (Putri, 2017).

4. Pendapatan

DM merupakan kondisi penyakit yang memerlukan biaya yang

cukup mahal sehingga akan berdampak terhadap kondisi ekonomi

keluarga terutama bagi masyarakat golongan ekonomi rendah.

Masyarakat golongan ekonomi rendah, mereka tidak dapat melakukan

pemeriksaan kesehatan secara kontinu disebabkan karena keterbatasan

biaya, sedangkan penderita DM harus melakukan kunjungan ke

pelayanan kesehatan minimal 1-2 minggu sekali untuk memantau


45

kondisi penyakitnya agar terhindar dari komplikasi potensial yang

dapat muncul akibat DM (Gaol, 2019).

5. Lama Menderita DM

Penderita DM yang lebih dari 11 tahun dapat mempelajari

perilaku self care DM berdasarkan pengalaman yang diperolehnya

selama menjalani penyakit tersebut sehingga penderita dapat lebih

memahami tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukannya untuk

mempertahankan status kesehatannya, salah satunya dengan cara

melakukan perilaku self care dalam kehidupannya sehari-hari dan

melakukan kegiatan tersebut secara konsisten dan penuh rasa tanggung

jawab. Durasi DM yang lebih lama pada umumnya memiliki

pemahaman yang adekuat tentang pentingnya perilaku self care

sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi mereka untuk mencari

informasi yang seluasluasnya tentang perawatan DM melalui berbagai

cara/media dan sumber informasi lainnya (Gaol, 2019).

6. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisi internal yang

membangkitkan seseorang untuk bertindak, mendorong untuk

mencapai tujuan tertentu, serta membuat seseorang tetap tertarik dalam

kegiatan tertentu. Motivasi dapat menimbulkan suatu perubahan energi

dalam diri seseorang dan pada akhirnya akan berhubungan langsung

dengan kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk bertindak dan melakukan

sesuatu untuk mencapai tujuan , kebutuhan, dan keinginan tertentu.


46

Motivasi pada penderita DM merupakan faktor penting yang mampu

memberikan dorongan kuat bagi klien DM untuk melakukan aktivitas

self care DM, sehingga gula darah dapat terkontrol secara optimal dan

kejadian komplikasi dapat dicegah. Penelitian menunjukkan bahwa

motivasi merupakan salah satu faktor utama self care pada DM (Putri,

2017).

7. Dukungan Sosial

Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat korelasi antara

self care DM dengan dukungan sosial. Semakin banyak dukungan

sosial yang didapatkan makan semakin banyak kegiatan self care yang

dilakukan (Putri, 2017).

8. Aspek Emosional

Masalah emosional pada penderita DM berupa stres, rasa

khawatir tentang penyakit dan masa depannya, bersikap sedih,

memikirkan komplikasi yg akan muncul, perasaan takut, tidak

semangat dengan program pengobatan, bosan dengan perawatan rutin

yang dijalani, serta khawatir terhadap perubahan kadar gula darah.

Aspek emosional yang dialami penderita DM merupakan hal yang

akan mempengaruhi aktivitas self care DM. Klien akan dengan mudah

melakukan perawatan mandiri dalam kehidupannya sehari-hari jika

klien menerima dan memahami segala kondisi yang terjadi akibat

penyakitnya. Oleh sebab itu diperlukan penyesuaian emosional yang

tinggi untuk mencapai keberhasilan program perawatan bagi penderita


47

DM sehingga klien dapat beradaptasi dengan kondisi penyakit dan

menerima perawatan rutin yang harus dijalaninya (Putri, 2017).

9. Keyakinan terhadap efektivitas penatalaksanaan DM

Terdapat kontribusi antara keyakinan terhadap efektifitas

penatalaksanaan DM terhadap self care. Semakin tinggi keyakinan

terhadap efektifitas penatalaksanaan DM maka aktivitas self care DM

semakin meningkat.

10. Komunikasi Petugas Kesehatan

Komunikasi merupakan poin penting dalam perawatan diri

penderita DM. Pemberian informasi dan pendidikan kesehatan tentang

self care yang diberikan akan berpengaruh terhadap tingkat self care

klien. Semakin tinggi frekuensi petugas kesehatan memberikan

informasi maka aktivitas self care semakin meningkat.


48

D. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori penelitian yaitu :

Self care :
Faktor-faktor yang
DM TIPE 2
mempengaruhi self care:
(PERKENI,
Usia
2019)
Jenis kelamin
Pendidikan
Pendapatan
Lama menderita
Motivasi
Dukungan sosial
Aspek emosional
Kualitas hidup:
Keyakinan terhadap
Pengertian
penatalaksanaan DM
Aspek kualitas hidup
Komunikasi petugas
Faktor-faktor yang
kesehatan
mempengaruhi kualitas
hidup
(Azila, 2016)

Gambar 2.1
Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Penderita DM Tipe 2
49

E. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Self care Kualitas Hidup Pasien DM


Tipe 2

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

F. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur

Kualias hidup Suatu persepsi pasien tentang kehidupan yang Telaah dan
pasien bertujuan untuk meningkatkan tujuan dan review
target hidupnya artikel ilmiah

Self care Kemampuan pasien DM tipe 2 dalam upaya Telaah dan


melakukan perawatan secara mandiri tanpa review
dukungan penyedia layanan kesehatan artikel ilmiah

G. Hipotesis

Ha : Ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus

tipe 2 berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.

Ho : Tidak ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes

mellitus tipe 2 berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Strategi Pencarian Literatur Review

Metode penelitian yang digunakan adalah literature review yang

merupakan uraian tentang teori, temuan dan artikel penelitian yang diperoleh

dari beberapa sumber pustaka (artikel, buku, slide, informasi dari internet, dll)

tentang topik yang dibahas untuk menjawab isu dan atau permasalahan yang

ada (Nursalam, 2020). Penulisan dalam literature ini menggunakan elektonik

base yaitu portal garuda, google schoolar, pubmed, dan biomedical. Kata

kunci yang digunakan dalam pencarian literature review ini antara lain “self

care, kualitas hidup, diabetes mellitus tipe 2.

Penelurusan sumber literature review menggunakan dilakukan dari

Februari s/d Agustus 2021. Literatur yang digunakan adalah literatur yang

dipublikasikan atau diterbitkan dari tahun 2017 s/d tahun 2020.

B. Kriteria Literatur Review

1. Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi dalam literature review yang digunakan adalah :

a. Diakses dari elektronic base yaitu portal garuda, google schoolar,

pubmed, dan biomedical.

b. Artikel yang berisi full text.

c. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

50
51

d. Artikel yang berisi tentang self care, kualitas hidup, diabetes mellitus

tipe 2.

e. Artikel terbitan tahun 2017 sampai dengan 2020.

2. Kriteria eksklusi

Adapun kriteria eksklusif dalam literature review yang digunakan adalah:

a. Artikel dalam bentuk abstrak atau tidak dapat diakses.

b. Artikel tidak sesuai dengan topik penelitian.


52

C. Tahapan Literatur Review

Pada bagian ini dijelaskan proses setiap tahapan yang akan dilakukan

dalam pencarian literature review, yang uraikan dalam bentuk skema 3.1

berikut :

Pencarian Literatur
Basic data: Portal Garuda, Google Schoolar, Pubmed, dan
Biomedical

Jumlah artikel yang di indentifikasi


(n=57)

Artikel yang disaring atas dasar judul,


abstrak dan kata kunci

Hasil pencarian yang akan Hasil pencarian yang tidak


diproses kembali n=21 diproses kembali n=36

Artikel yang disaring kembali atas dengan


melihat keseluruhan teks

Hasil pencarian yang akan Hasil pencarian yang tidak


diproses kembali n=10 diproses kembali n=11

Artikel yang relevan dengan penelitian n=10


Dengan daftar referensi (2017-2020)

Gambar 3.1
Tahapan Pencarian Literature Review
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kajian Literature Review

Pencarian literature review menggunakan basic data Google Schoolar

(n=35), Portal Garuda (n=15), Pubmed (n=5), dan Biomedical (n=2) dengan

jumlah artikel yang ditemukan sebanyak 57 artikel. Artikel tersebut kemudian

disaring atas dasar judul, abstrak, kata kunci hingga didapatkan 21 artikel

yang akan diproses kembali dan 36 artikel yang tidak diproses kembali.

Artikel tersebut disaring kembali berdasarkan keseluruhan teks yang ada

dalam artikel, hingga didapatkan 10 artikel yang akan diproses kembali dan 11

untuk artikel yang tidak diproses kembali. Setelah melalui beberapa tahap

penyaringan artikel, ditemukan 10 artikel yang relevan dengan topik penelitian

berdasarkan daftar referensi (2017-2020). Berdasarkan hasil literature review

dari 14 artikel didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1
Hasil Studi Literature Review

Metode (Desain
Peneliti/ studi, Sampel,
Sumber Judul
No Tahun Bahasa Variabel, Hasil/ Temuan
Artikel Penelitian
Terbit Instrumen,
Analisis)
1. Hartati Indonesia Google Hubungan Desain : Cross 1. Responden
(2019) Scholar self care sectional yang
JP2K, 2(2), dengan Variabel : Self melakukan
94–104. kualitas care dan self care
http://www hidup pasien kualitas hidup dengan
.stikescnd. diabetes Sampel : Pasien mandiri
ac.id/jurnal melitus di DM tipe 2 sebanyak
/index.php/ Poli Penyakit Instrumen : 73,2% dan
smart/articl Dalam Kuesioner sebanyak
e/downloa RSUD SDSCA dan 26.8%

53
54

d/30/19 Langsa The Diabetes responden


Quality of Life melakukan
Brief Clinical self care
Inventory dengan
Analisis : Uji tergantung
statistic dengan orang
parametrik lain.
product moment 2. Respondenya
ng memiliki
kualitas
hidup yang
sedang
sebanyak
63.9% dan
responden
yang
memiliki
kualitas
hidup yang
tinggi
sebanyak
sebanyak
36.1%
3. Terdapat
hubungan
self care
dengan
kualitas
hidup pasien
diabetes
melitus
(p=0,000)
2. Hastuti Indonesia Portal Hubungan Desain : 1. Responden
(2019) garuda self care Kuantitatif yang
Journal Of dengan dengan memiliki self
Midwifery kualitas rancangan cros- care baik
And hidup pasien sectional sebanyak
Nursing, diabetes Variabel : Self 56,7% dan
1(3),24-31. melitus di care dan responden
http://down Ruang kualitas hidup yang
load.garud Garuda Rsu Sampel : Pasien memiliki self
a.ristekdikt Anutapura DM tipe 2 care kurang
i.go.id/artic Palu Instrumen : baik
le.php? Kuesioner sebanyak
article SDSCA dan 43,3%
DQOL 2. Responden
Analisis : Uji yang
Chi-Square memiliki
kualitas
hidup baik
55

sebanyak
56,7% dan
responden
yang
memiliki
kualitas hidu
kurang baik
sebanyak
43,3%
3. Terdapat
hubungan
self care
dengan
kualitas
hidup pasien
diabetes
melitus
(p=0,003)
3. Minarni Indonesia Google Hubungan Desain : Survey 1. Responden
(2018) Scholar self care analitik dengan yang
Jurnal dengan rancangan cros- memiliki self
Ilmiah kualitas sectional care tinggi
Kesehatan hidup Variabel : Self sebanyak
Diagnosis, penderita care dan 62,9 % dan
12(6),655– diabetes kualitas hidup responden
660. melitus tipe Sampel : Pasien yang
http://ejour 2 di Wilayah DM tipe 2 memiliki self
nal.stikesn Kerja Instrumen : care rendah
h.ac.id/ind Puskesmas Kuesioner sebanyak
ex.php/jikd Samaenre SDSCA dan 37,1%
/article/do Kecamatan DQOL 2. Responden
wnload/86 Sinjai Analisis : Uji yang
7/726 Selatan Chi-Square memiliki
Kabupaten kualitas
Sinjai hidup baik
sebanyak
82,9% dan
responden
yang
memiliki
kualitas
hidup yang
buruk
sebanyak
37,1%
3. Terdapat
hubungan
self care
dengan
kualitas
56

hidup
penderita
diabetes
melitus tipe
2 (p=0,019)
4. Chaidir Indonesia Portal Hubungan Desain : 1. Responden
(2017) garuda self care Observasional yang
Journal dengan dengan memiliki self
Endurance, kualitas rancangan cross care yang
2(2),132–1 hidup pasien sectional. tinggi
44. diabetes Variabel : Self sebanyak
https://doi. mellitus di care dan 58.4% dan
org/https:// Wilayah kualitas hidup responden
doi.org/10. Kerja Sampel : Pasien yang
22216/jen. Puskesmas DM tipe 2 memiliki self
v2i2.1357 Tigo Baleh Instrumen : care rendah
Kota Kuesioner sebanyak
Bukittinggi SDSCA dan 41,6%
The Diabetes 2. Responden
Quality of Life yang
Brief memiliki
Clinical kualitas
Inventory hidup yang
Analisis : Uji buruk
statistik sebanyak
parametrik 52.8% dan
product moment responden
yang
memiliki
kualitas
hidup baik
sebanyak
47,2%

3. Terdapat
hubungan
atau korelasi
yang
berbanding
lurus antara
self care
dengan
kualitas
hidup pasien
diabetes
melitus
(p=0,001)
5. Arifin Indonesia Google Hubungan Desain : 1. Reponden
(2020) Scholar self care Analitik dengan yang
Jurnal dengan pendekatan memiliki self
57

Ilmiah kualitas cross sectional care rendah


Kesehatan hidup pada Variabel : Self sebanyak
Diagnosis, pasien care dan 55,9% dan
15(4),406– diabetes kualitas hidup responden
411. melitus tipe Sampel : Pasien yang yang
http://180. 2 di RSUD DM tipe 2 memiliki self
178.93.169 Sinjai Instrumen : care tinggi
/index.php/ Kuesioner sebanyak
jikd/article/ SDSCA dan 44,1%
download/ WHOQOL 2. Responden
397/374 Analisis : Uji yang
Chi-Square memiliki
kualitas
hidup tinggi
sebanyak
58,8% dan
responden
yang
memiliki
kualitas
hidup rendah
sebanyak
41,2%
3. Terdapat
hubungan
self care
dengan
kualitas
hidup pada
pasien
diabetes
melitus tipe
2 (p=0,005)
6. Luthfa Indonesia Portal Self Desain : 1. Sebesar
(2019) Garuda management Deskriptif 95,8% pasien
Jurnal menentukan korelasi dengan memiliki
Endurance kualitas desain cross kemampuan
: Kajian hidup pasien sectional self
Ilmiah diabetes Variabel : Self management
Problema mellitus di management dengan
Kesehatan, Puskesmas dan kualitas kategori baik
4(2),397- Bangetayu hidup 2. Sebesar
405. Semarang Sampel : Pasien 95,8% pasien
http://doi.o DM memiliki
rg/10.2221 Instrumen : kualitas
6/jen.v4i2. Kuesioner hidup baik
4026 diabetes self 3. Terdapat
management hubungan
questionnaire self
(DSMQ) dan management
58

quality of life dengan


WHOQOL- kualitas
BREEF hidup pasien
Analisis : Uji diabetes
spearman mellitus
(p=0,000).
7. Asnaniar Indonesia Portal Hubungan Desain : 1. Responden
(2019) garuda self care Kuantitatif yang
Jurnal management dengan memiliki self
Penelitian diabetes rancangan care
Kesehatan dengan penelitian management
Suara kualitas crosssectional diabetes
Forikes, hidup pasien Variabel : Self kurang
10(4),295- diabetes care sebanyak
298. mellitus tipe management 57,9% dan
http://forik di dan kualitas responden
es- Puskesmas hidup yang
ejournal.co Antang Kota Sampel : Pasien memiliki self
m/index.ph Makassar DM tipe 2 care
p/SF/articl Instrumen : management
e/downloa Kuesioner diabetes baik
d/sf10410/ SDSCA dan sebanyak
10410 DQOL 42,1%
Analisis : Uji 2. Responden
Chi-Square yang
memiliki
kualitas
hidup rendah
sebanyak
60,5% dan
responden
yang
memiliki
kualitas
hidup tinggi
sebanyak
39,5%
3. Terdapat
hubungan
self care
management
diabetes
dengan
kualitas
hidup pasien
diabetes
mellitus tipe
(p=0,000)
8. Babazadeh Inggris Pubmed Perilaku self Desain : Cross- 1. Sebesar
(2017) Diabetes & care dan sectional study 52,5%
59

metabolis kualitas Variabel : Self- kualitas


m journal, hidup pada Care dan hidup pasien
4(1),449- pasien kualitas hidup DM tipe 2
456. diabetes Sampel : Pasien baik
https://doi. mellitus tipe DM tipe 2 2. Sebesar 55%
org/10.409 2 di Instrumen : pasien
3/dmj.2017 Chaldoran Kuesioner memiliki self
.41.6.449 County, Iran quality of life care yang
(WHOQOL- baik
BREF) and 3. Terdapat
Self-care hubungan
Analisis : Uji self care
Chi-Square dengan
kualitas
hidup pasien
DM tipe 2
(p=0,002)
9. Tharek Inggris Pubmed Hubungan Desain : Cross- Rata-rata self
(2018) BMC efikasi diri, sectional study care pasien DM
Family perilaku self Variabel : Self- tipe 2 adalah
Practice, care dan efficacy, 7,33 termasuk
19(39),2- kontrol perilaku self- dalam kategori
10. glikemik care dan kontrol baik
https://doi. pada glikemik
org/10.118 pasien Sampel : Pasien
6/s12875- diabetes DM tipe 2
018-0725- mellitus tipe Instrumen :
6 2 di Ruang Kuesioner
perawatan DMSES and
primer SDSCA
Malaysia Analisis :
Corelasi pearson
10. Borji (2017) Inggris Biomedica Dampak self Desain : Cross- 1. Sebesar 55%
l care model sectional study self care
Biomedical orem pada Variabel : self- pasien baik
& kualitas care dan 2. Sebesar 60%
Pharmacol hidup pasien kualitas hidup kualitas
ogy diabetes tipe Sampel : Pasien hidup pasien
Journal, II DM tipe 2 buruk
10(1),213- Instrumen : 3. Tidak ada
220. Kuesioner QOL hubungan
http://dx.d survey (SF-36) self care
oi.org/10.1 Analisis : Uji dengan
3005/bpj/1 Chi-Square kualitas
100 hidup pasien
DM tipe 2
(p=0,360)
60

B. Pembahasan

1. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Berdasarkan hasil analisis dari artikel yang di telaah, ditemukan

kualitas hidup pasien DM tipe 2 dari setiap artikel menemukan hasil yang

bervariasi. Hal ini terlihat dari penelitian Hartati (2019), menemukan

pasien yang memiliki kualitas hidup yang sedang sebanyak 63,9% dan

pasien yang memiliki kualitas hidup yang tinggi sebanyak sebanyak

36,1%. Menurut asumsi peneliti, penatalaksanaan DM yang tepat akan

meningkatkan kesehatan, mencegah komplikasi dan memulihkan

kesehatan, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup.

Penelitian oleh Hastuti (2019), menemukan pasien yang memiliki

kualitas hidup baik sebanyak 56,7% dan pasien yang memiliki kualitas

hidup kurang baik sebanyak 43,3%. Menurut asumsi peneliti, hal ini di

karenakan mereka sebagian besar memahami perawatan penderita DM

sehingga mendapatkan kualitas hidup yang baik. Pasien dengan kualitas

hidup baik memiliki psikososial yang baik pula. Terdapat beberapa faktor

yang mempenagruhi kualitas hidup berdasarkan karakteristik pasien yaitu

jenis kelamin. Pada karakteristik pasien didapatkan sebagaian besar pasien

berjenis kelamin perempuan yaitu 18 responden (60%). Perempuan lebih

banyak daripada laki-laki karena perempuan memiliki kadar lemak yang

lebih banyak serta cepat tejadi Kenaikan BB daripada laki-laki dan

perempuan jarang olahraga sehingga perempuan lebih besar resiko terkena

DM daripada laki-laki. Pasien yang memiliki kualitas hidup kurang baik.


61

Hal ini disebabkan karena beberapa pasien masih sangat kurang

pengetahuannya tentang penyakit DM. Dari hasil penelitian ini dapat lihat

bahwa seseorang dengan pendidikan rendah masih sangat kurang

memahami cara mencapai kualitas hidup yang baik serta dalam

pengobatan dan olahraga dilakukan tidak teratur.

Penelitian yang dilakukan oleh Minarni (2018), juga menemukan

pasien yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 82,9% dan pasien yang

memiliki kualitas hidup yang buruk sebanyak 37,1%. Menurut asumsi

peneliti, hal ini dapat terjadi ketika pasien tidak mendapatkan dukungan

yang cukup dari keluarga dan pasien mengalami ketergantungan dalam

melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pasien diabetes melitus tipe 2 dapat

mengalami perubahan kualitas hidup terutama jika terjadi komplikasi yang

menyebabkan ketidakmandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Penelitian oleh Chaidir (2017), juga menemukan pasien yang

memiliki kualitas hidup yang buruk sebanyak 52,8% dan pasien yang

memiliki kualitas hidup baik sebanyak 47,2%. Menurut asumsi peneliti,

lebih dari separoh pasien memiliki kualitas hidup yang buruk karena

akibat perubahan fisik yang dialami oleh pasien diabetes melitus.

Perubahan fisik yang dirasa seperti lelah dan gangguan saat beraktivitas

yang disebabkan oleh peningkatan gula darah.

Penelitian oleh Arifin (2020), menemukan pasien yang memiliki

kualitas hidup tinggi sebanyak 58,8% dan pasien yang memiliki kualitas

hidup rendah sebanyak 41,2%. Dari hasil tersebut, asumsi peneliti bahwa
62

pasien merasa hidupnya kurang puas akibat perubahan fisik yang dialami

oleh pasien diabetes melitus. Perubahan fisik yang dirasakan seperti rasa

sakit yang mengganggu saat beraktivitas dan kurangnya kesempatan untuk

rekreasi.

Penelitian Luthfa (2019), juga menemukan sebesar 95,8% pasien

memiliki kualitas hidup baik. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti

berasumsi bahwa kualitas hidup merupakan perasaan puas dan bahagia

sehingga penderita DM dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara

mandiri. Selain itu, kualitas hidup penderita DM dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain, pendidikan, ekonomi, lama sakit dan

komplikasi.

Penelitian Asnaniar (2019), juga menemukan pasien yang memiliki

kualitas hidup rendah sebanyak 60,5% dan pasien yang memiliki kualitas

hidup tinggi sebanyak 39,5%. Penelitian oleh Babazadeh (2017),

menemukan 52,5% kualitas hidup pasien DM tipe 2 baik. Penelitian lain

oleh Borji (2017), menemukan sebesar 60% kualitas hidup pasien buruk.

Menurut asumsi peneliti, kualitas hidup pasien merupakan tujuan akhir

dari suatu program rehabilitasi medik dan mobilitas merupakan salah satu

aspek yang sangat mempengaruhi kualitas hidup dari pasien DM tipe 2.

penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang diderita dapat mempengaruhi

kualitas hidup pasien tersebut. Penyakit DM yang diderita yang disertai

dengan penyakit penyerta atau komplikasi dapat membuat hidup pasien

kurang puas akibat perubahan fisik yang dialaminya.


63

Pasien DM memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan

dengan orang yang tidak memiliki penyakit kronis. Adanya penyakit

penyerta seperti hipertensi, jantung dan ginjal juga dapat mempengaruhi

pada kualitas hidup pasien diabetes mellitus (Faridah, 2016). Kualitas

hidup pasien DM tipe 2 berkorelasi erat dengan respon terhadap terapi,

perkembangan penyakit dan bahkan kematian akibat DM. Penurunan

kualitas hidup dapat mempengaruhi harapan hidup pasien DM tipe 2 dan

secara signifikan dapat mempengaruhi terhadap peningkatan angka

kematian (Rahman, 2016). Penyakit DM ini akan menyertai seumur hidup

penderita sehingga sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup

penderita bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat (Minarni, 2018).

Diabetes mellitus merupakan masalah yang signifikan dalam

kesehatan global. Sampai saat ini Diabetes mellitus adalah penyakit yang

belum bisa disembuhkan. Pembatasan makanan, pengobatan termasuk

injeksi insulin pada penderita Diabetes mellitus berhubungan dengan

angka kejadian sakit yang nantinya juga akan mempengaruhi QoL

(Quality of Life) pada penderita Diabetes mellitus (Hatmanti, 2017).

WHO mendefisnikan kualitas hidup (QoL) sebagai persepsi atau

pandangan seseorang terhadap posisi dalam hidupnya dalam konteks

sistem nilai dan budaya dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan

hidupnya, harapan, standard dan fokusnya. Kualitas hidup merupakan

konsep yang sangat luas, yang mempengaruhi kesehatan fisik, keadaan


64

psikologi, hubungan sosial, dan hubungan pasien dengan lingkungannya

(Teli, 2016).

2. Self care Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Berdasarkan hasil analisis dari beberapa artikel yang telah di

telaah, didapatkan bahwa self care pada pasien DM tipe 2 yang ditemukan

dari artikel-artikel yang telah ditelaah bervariasi. Terdapat beberapa artikel

dengan hasil self care yang baik maupun yang kurang. Hal ini terlihat dari

penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2019), juga menemukan pasien

yang melakukan self care dengan mandiri sebanyak 73,2%. Menurut

asumsi peneliti bahwa self care yang dilakukan pasien secara mandiri

dikarenakan pengaruh atau support dari keluarga pasien masing-masing

dalam melakukan pengobatan, khususnya pada pemeriksaan gula darah,

kepatuhan untuk tidak merokok dan pasien mampu mengurangi

mengkonsumsi makanan yang mengandung glukosa.

Penelitian oleh Hastuti (2019), menemukan pasien yang memiliki

self care baik sebanyak 56,7% dan pasien yang memiliki self care kurang

baik sebanyak 43,3%. Menurut asumsi peneliti sebagian besar pasien pada

penelitian tersebut memiliki self care baik hal ini ditunjang dengan cara

pola makan/diet yang dilakukan oleh pasien cukup baik dengan melakukan

diet sesuai anjuran dokter dan minum obat secara teratur serta melakukan

monitoring gula darah teratur.

Penelitian oleh Minarni (2018), juga menemukan pasien yang

memiliki self care tinggi sebanyak 62,9 % dan pasien yang memiliki self
65

care rendah sebanyak 37,1%. Menurut asumsi peneliti hal ini terjadi

karena kurangnya pemahaman pasien tentang penatalaksanaan pasien

diabetes melitus sehingga mereka tidak mengetahui tentang upaya

pencegahan terjadinya komplikasi pada pasien diabetes melitus. Penerapan

pelaksanaan self care menjadi hal yang penting sebab domain yang

terdapat didalamnya sesuai dengan pilar-pilar diabetes melitus yang harus

dipatuhi oleh pasien.

Penelitian oleh Chaidir (2017), menemukan pasien yang memiliki

self care yang tinggi sebanyak 58.4% dan pasien yang memiliki self care

rendah sebanyak 41,6%. Menurut asumsi peneliti, hasil self care yang

tinggi pada pasien DM tipe 2 ini tidak terlepas dari aktivitas self care

diabetes yang sudah dilakukan seperti pengaturan pola makan (diet), dan

minum obat secara teratur. Sedangkan hasil self care yang rendah pada

pasien diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh monitoring gula darah yang

dilakukan 1 kali dalam 1 minggu terakhir.

Penelitian oleh Arifin (2020), menemukan pasien yang memiliki

self care rendah sebanyak 55,9% dan pasien yang yang memiliki self care

tinggi sebanyak 44,1%. Dari hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa hasil

self care yang rendah pada pasien diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh

pengecekan gula darah yang dilakukan pasien tidak dilakukan secara rutin,

hal ini disebabkan karena responden tidak memiliki alat untuk mengecek

gula darah secara pribadi dan sebagian besar mereka melakukan

monitoring gula darah ke rumah sakit.


66

Penelitian oleh Luthfa (2019), menemukan sebesar 95,8% pasien

memiliki kemampuan self management dengan kategori baik dan

penelitian oleh Asnaniar (2019), menemukan pasien yang memiliki self

care management diabetes kurang sebanyak 57,9% dan pasien yang

memiliki self care management diabetes baik sebanyak 42,1%. Menurut

asumsi peneliti, aktivitas self care sangat penting dipahami dan

dilaksanakan secara keseluruhan oleh pasien DM, karena merupakan cara

yang efektif untuk memantau kadar gula darah. Perawatan diri merupakan

modal perawatan yang paling tepat untuk seseorang yang menderita

penyakit kronik seperti diabtes melitus. Perawatan diri pada pasien

diabetes melitus merupakan sesuatu yang sangat penting sebab berperan

sebagai pengontrol penyakit dan pencegah terjadinya komplikasi. Pasien

DM diharapkan mampu melakukan aktivitas self care secara konsisten

setiap hari sehingga tercapai kadar gula darah dalam rentang normal dan

meminimalisasi terjadinya komplikasi.

Penelitian oleh Babazadeh (2017), menemukan 55% pasien

memiliki self care yang baik. Pada penelitian Tharek (2018), menemukan

rata-rata self care pasien DM tipe 2 adalah 7,33 termasuk dalam kategori

baik. Penelitian lain oleh Borji (2017), menemukan sebesar 55% self care

pasien baik. Berdasarkan review dari artikel tersebut, maka peneliti

berasumsi bahwa pasien DM yang melakukan sef care dengan baik

kecenderungan tidak memiliki komplikasi, namun sebaliknya pasien DM

yang tidak melakukan self care dengan baik kecenderungan akan terjadi
67

komplikasi yang mempengaruhi kualitas hidupnya. Self care yang

dilakukan pasien DM merupakan modal dalam melakukan perawatan yang

paling tepat. Self care pada pasien DM merupakan sesuatu yang sangat

penting sebab berperan sebagai pengontrol penyakit dan pencegah

terjadinya komplikasi.

Perawatan diri atau self care yang bermakna self artinya diri dan

care yang artinya peduli atau merawat. Perawatan diri merupakan suatu

aktivitas untuk merawat diri sendiri untuk mengurangi stres, mengatur dan

meningkatkan kesejahteraan mental (Faz, 2019). Self care DM merupakan

tindakan mandiri yang harus dilakukan oleh penderita DM dalam

kehidupannya sehari-hari (Putri, 2017). Self care merupakan usaha

individu yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status

kesehatan dan kesejahteraan pasien (Djawa, 2018).

Manfaat self care pada pasien itu sendiri adalah upaya untuk

memperbaiki kondisi yang memungkin penyakit tidak mendapatkan

dukungan dari kebiasaan gaya hidup atau faktor lainnya. Sehingga pasien

mampu melakukan perawatan mandiri agar dapat merubah perilakunya

sendiri. Self care yang dapat dilakukan pasien DM meliputi diet,

pengaturan pola makan, olahraga, pemantauan gula darah, dan obat

(Mustifah, 2019). Apabila self care tidak dilakukan seperti diet,

pengaturan pola makan, olahraga, pemantauan gula darah, dan obat, maka

akan meningkatkan terjadinya komplikasi, menambah angka kesakitan dan


68

angka morbiditas serta mortalitas akibat penyakit DM tersebut (Cita,

2019).

Penatalaksanaan self care diabetes bertujuan untuk mencapai kadar

gula darah dalam rentang normal sehingga dapat mencegah timbulnya

komplikasi dan menurunkan angka morbiditas serta mortalitas akibat

penyakit diabetes melitus tersebut. Penyakit diabetes melitus tipe 2

merupakan penyakit yang kronis sehingga memerlukan partisipasi aktif

dari pasien itu sendiri dalam melakukan perawatan diabetes (Nurjanah,

2018).

3. Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2

Berdasarkan hasil analisis dari beberapa artikel yang telah di

telaah, didapatkan bahwa terdapat hubungan self care dengan kualitas

hidup pasien DM tipe 2. Hal ini terlihat dari artikel-artikel yang telah

ditelaah yaitu pada penelitian Hartati (2019), menemukan terdapat

hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus

(p=0,000). Menurut asumsi peneliti, self care yang dilakukan oleh pasien

dapat mengontrol ketidakstabilan kadar gula darah pasien, meminimalkan

komplikasi dan meningkatkan kualitas hidupnya. Begitupun sebaliknya,

pasien yang tidak konsisten melakukan self care, sehingga mempengaruhi

kesehatan fisik, kesehatan psikososial dan hubungan dengan lingkungan

sekitarnya.
69

Penelitian oleh Hastuti (2019), juga menemukan terdapat hubungan

self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus (p=0,003).

Menurut asumsi peneliti, self care yang baik maka kualitas hidupnya akan

baik pula karena peningkatan satu domain self care akan meningkatkan

kualitas hidup yang baik pula. Self care yang dilakukan pasien secara

teratur berupa dorongan untuk mengontrol kesehatannya ke pelayanan

kesehatan atau rumah sakit, memotivasi dirinya untuk mengobati penyakit

dan merawat penyakitnya, sehingga self care ini sangat penting untuk

dapat menigkatkan kualitas hidup pasien DM.

Penelitian yang sama oleh Minarni (2018), juga menemukan

terdapat hubungan self care dengan kualitas hidup penderita diabetes

melitus tipe 2 (p=0,019). Dari hasil tersebut, peneliti berasumsi bahwa

hubungan self care dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2

dimana penderita yang self carenya tinggi lebih berpeluang memiliki

kualitas hidup yang baik dibandingkan dengan penderita yang self carenya

rendah. Self care dapat digunakan sebagai teknik pemecahan masalah

dalam kaitannya dengan kemampuan koping dan kondisi pasien karena

penyakit diabetesnya.

Penelitian oleh Chaidir (2017), menemukan terdapat hubungan

atau korelasi yang berbanding lurus antara self care dengan kualitas hidup

pasien diabetes melitus (p=0,001). Menurut asumsi peneliti, bagi pasien

DM agar selalu memperhatikan gaya hidup, selalu merencanakan pola

makan/diet, olahraga teratur, minum obat sesuai anjuran dokter dan teratur
70

melakukan monitoring gula darah. Tujuannya agar tercapai self care yang

baik dan mencapai kualitas hidup yang baik serta terbuka kepada

masyarakat, aktif dalam lingkungan keluarga maupun sosial dan dapat

menerima kondisi fisik maupun psikologis dengan baik. Penderita DM

selain melakukan rutin perawatan dirinya harus diimbangi dengan rajin

beribadah dan mendekatkan diri kepada tuhan, sehingga mencapai kualitas

hidup meningkat.

Penelitian oleh Arifin (2020), menemukan terdapat hubungan self

care dengan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus tipe 2 (p=0,005).

Berdasarkan hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa self care yang

dilakukan oleh pasien DM sangat mempengaruhi kualitas hidupnya,

karena self care dapat mengontrol ketidakstabilan kadar gula darah,

meminimalkan komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup penderitanya.

Penurunan kualitas hidup pada penderita DM sering disebabkan karena

penderita tidak konsisten melakukan self care, sehingga mempengaruhi

kesehatan fisik, kesehatan psikososial dan hubungan dengan lingkungan

sekitar.

Penelitian oleh Asnaniar (2019), juga menemukan terdapat

hubungan self care management diabetes dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe (p=0,000). Berdasarkan hasil tersebut, peneliti

berasumsi bahwa keberhasilan pengelolaan DM yang menentukan kualitas

hidup penderita tergantung pada motivasi dan kesadaran diri penderita


71

untuk melakukan manajemen perawatan diri yang dirancang untuk

mengontrol gejala dan menghindari komplikasi.

Namun penelitian oleh Borji (2017), menemukan tidak ada

hubungan self care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 (p=0,360).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa tidak ada

hubungan self care dengan kualitas hidup pasien karena pasien merasa

bahwa penyakit DM merupakan penyakit seumur hidup, sehingga

walaupun self care dilakukan secara baik, penyakit ini tetap masih diderita

pasien.

Penurunan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus sering

diikuti dengan ketidak sanggupan pasien tersebut dalam melakukan

perawatan diri secara mandiri yang biasanya disebut dengan self care.

Ketidaksanggupan pasien diabetes melitus dalam melakukan self care

dapat mempengaruhi kualitas hidup dari segi kesehatan fisik,

kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan

lingkungan. Apabila self care dilakukan dengan baik maka secara tidak

langsung dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes melitus

sehingga dapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan normal (Chaidir,

2017).

Ketika penyandang DM mampu melakukan perawatan secara

mandiri atau self care maka kualitas hidupnya akan meningkat, sementara

penyandang DM yang kurang mampu melakukan perawatan diabetes,

kualitas hidupnya akan menurun. Peningkatan kualitas hidup pasien DM


72

dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan kemampuan fisik, melalui

pemberian pendidikan kesehatan pada pasien agar dapat mengenali gejala

saat terjadinya hipoglikemik atau hiperglikemik. Self care DM merupakan

tindakan atau program yang menjadi tanggung jawab penderita DM dan

harus dijalankan sepanjang kehidupan penderitanya, yang berarti semakin

tinggi tingkat self care maka semakin tinggi pula kualitas hidup responden

DM tipe 2 (Hartati, 2019).

Self care memiliki peranan yang sangat penting bagi kesehatan

pasien DM untuk mencapai kondisi yang normal agar tercapainya kualitas

kesehatan yang optimal. Self care yang terkontrol dengan baik pada

pasien DM akan memberikan manfaat bagi pasien DM apabila terlaksana

dengan optimal yaitu salah satunya dapat meningkatkan derajat kesehatan,

kesejahteraan dan akan memberikan pengaruh pada peningkatan kualitas

hidup kualitas hidup pasien DM (Wani, 2018).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil dari analisis artikel yang telah di review, dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil telaah artikel yang dilakukan, ditemukan kualitas hidup pasien DM

tipe 2 dari setiap artikel menemukan kualitas hidup yang bervariasi yaitu

kualitas hidup rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan penelusuran artikel

ilmiah.

2. Hasil telaah artikel yang dilakukan, ditemukan self care pada pasien DM

tipe 2 yang ditemukan dari artikel-artikel yang telah ditelaah bervariasi

yaitu self care yang baik dan kurang berdasarkan penelusuran artikel

ilmiah.

3. Hasil telaah artikel yang dilakukan, ditemukan adanya hubungan self care

dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 dan juga terdapat

artikel yang tidak ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.

B. Saran

1. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan hasil telaah jurnal ini dapat menambah ilmu dalam

bidang keperawatan agar mampu meningkatkan perawatan diri pasien

yang mengalami diabetes dengan cara memberikan informasi tentang

kemandirian kepada pasien diabetes melitus untuk dapat melakukan apa

73
74

saja yang boleh dilakukan dan mencegah apa saja yang tidak boleh

dilakukan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran pasien untuk

melakukan perawatan diri.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil telaah jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan

bacaan di STIKes Alifah Padang khususnya bagi mahasiswa keperawatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil telaah jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan

bacaan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan

penelitian tentang kualitas hidup pasien DM tipe 2 dengan variabel dan

pembahasan yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2017). Standards of Medical Care in Diabetes. The Journal of Clinical and
Applied Research and Education, 4(1).

Asnaniar, W. O. S. (2019). Hubungan self care management diabetes dengan


kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe di Puskesmas Antang Kota
Makassar. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 10(4), 295–298.
http://forikes-ejournal.com/index.php/SF/article/download/sf10410/10410

Azila, A. A. (2016). Gambaran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2


di Poli Interna RSD dr. Soebandi Jember (Skripsi). Jember: Universitas
Jember.

Babazadeh, T. (2017). Perilaku self care dan kualitas hidup pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 di Chaldoran County, Iran. Diabetes & Metabolism Journal,
4(1), 449–456. https://doi.org/https://doi.org/10.4093/dmj.2017.41.6.449

Bilous, R. & R. D. (2014). Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta: Bumi


Medika.

Borji, M. (2017). Dampak self care model orem pada kualitas hidup pasien
diabetes tipe II. Biomedical & Pharmacology Journal, 10(1), 213–220.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.13005/bpj/1100

Chaidir, R. (2017). Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi. Journal
Endurance, 2(2), 132–144.
https://doi.org/https://doi.org/10.22216/jen.v2i2.1357

Cita, E. E. (2019). Perawatan Diri (Self care) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
di Salah Satu Rumah Sakit Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Madani Medika,
10(2), 85–91.
https://www.jurnalmadanimedika.ac.id/index.php/JMM/article/download/75/
50

Decroli, E. (2019). Diabetes Mellitus Tipe 2. Padang: FK Universitas Andalas.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar. (2018). Prevalensi Diabetes Mellitus di


Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018.
Djawa, O. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Self care pada Pasien
DM Tipe 2 di Puskemsas Depok III Sleman Yogyakarta. Naskah Publikasi.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
http://digilib.unisayogya.ac.id/4398/1/naskah%20publikasi%20FIKS.pdf

Faridah, I. N. (2016). Hubungan Usia dan Penyakit Penyerta terhadap Kualitas


Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kota Gede 1
Yogyakarta. Prosiding Rakernas Dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan
Apoteker Indonesia.
https://s1p.studylibid.com/store/data/000528599.pdf?
k=AwAAAXio7Yi9AAACWIzVk45bluTRM-btwh6aruesHt8v

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5), 93–101.


http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/61
9

Faz, G. O. (2019). Perawatan Diri (Self-Care) Bagi Konselor. Palangkaraya:


IAIN Palangkaraya.

Febrinasari, R.P. et. al. (2020). Buku Saku Diabetes Mellitus Untuk Awam.
Surakarta: UNS Press

Gaol, M. J. L. (2019). Faktor Faktor yang Mempengaruhi Self care pada Penderita
Diabetes Melitus di Puskesmas Pancur Batu. Jurusan Keperawatan Poltekes
Kemenkes Medan, 1(1), 1–15.
http://180.250.18.58/jspui/bitstream/123456789/2147/1/Jurnal.pdf

Hardianti Arifin. (2020). Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sinjai. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis, 15(4), 406–411.
http://180.178.93.169/index.php/jikd/article/download/397/374

Hartati, I. (2019). Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus di Poli Penyakit Dalam RSUD Langsa. JP2K, 2(2), 94–104.
http://www.stikescnd.ac.id/jurnal/index.php/smart/article/download/30/19

Hartono, D. (2019). Hubungan Self care dengan Komplikasi Diabetes Mellitus


pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poli Penyakit Dalam Rsud Dokter
Mohamad Saleh Kota Probolinggo. Journal of Nursing Care &
Biomolecular, 4(2), 111–118.
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article
Hastuti. (2019). Hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus
di Ruang Garuda Rsu Anutapura Palu. Journal Of Midwifery And Nursing,
1(3), 24–31. http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article
Hatmanti, N.M. (2017). Hubungan Antara Self Efficacy dengan Quality of Life
pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kebonsari
Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2),241-249

IDF. (2020). International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas Eighth


edition. International Diabetes Federation.

Kemenkes, R. (2018). Tetap Produkti, Cegah, dan Atasi Diabetes Mellitus.


Jakarta: Kemenkes RI.

Luthfa, I. (2019). Self management menentukan kualitas hidup pasien diabetes


mellitus di Puskesmas Bangetayu Semarang. Jurnal Endurance : Kajian
Ilmiah Problema Kesehatan, 4(2), 397–405.
https://doi.org/http://doi.org/10.22216/jen.v4i2.4026

Mairiyani, L. (2015). Hubungan Stadium Ulkus dengan Kualitas Hidup pada


Pasien DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi Provinsi
Riau. Jurnal Keperawatan Universitas Riau, 1(1), 837–842.
https://media.neliti.com/media/publications/186669-ID-hubungan-stadium-
ulkus-dengan-kualitas-h.pdf

Minarni. (2018). Hubungan self care dengan kualitas hidup penderita diabetes
melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Samaenre Kecamatan Sinjai
Selatan Kabupaten Sinjai. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12(6),
655–660.
http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/download/867/726

Mulyani, N. S. (2016). Hubungan Self Management Pasien Diabetes Mellitus


Tipe II dengan Kadar Gula Darah di Rumah Sakit Kota Banda Aceh. SEL,
3(2), 56–63.
http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/sel/article/download/6383/481
7

Mustifah, O. (2019). Analisis Faktor-Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi Self


care pada Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Depok III Sleman Yogyakarta.
Naskah Publikasi. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
http://digilib2.unisayogya.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/446/PUB
LIKASI.pdf?sequence=

Nasekhah, A. D. (2016). Hubungan Kelelahan Dengan Kualitas Hidup Penderita


Diabetes Melitus Tipe 2 di Persadia Salatiga. Universitas Diponegoro.

Nurjanah, S. (2018). Hubungan self care dengan kadar gula darah puasa pada
pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Ulin Banjarmasin. Dinamika
Kesehatan, 9(1), 698–711.
https://doi.org/https://doi.org/10.20473/amnt.v1i2.6229
Nursalam. (2020). Penulisan Literature Review dan Systematic Review pada
Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga.

PERKENI. (2019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 Dewasa di Indonsia 2019. Jakarta: PB PERKENI.

Pitaloka, E. P. (2020). Pengaruh Konseling Terhadap Self care pada Penderita


Diabetes Melitus Tipe 2. Stikes Insan Cendekia Medika.

Putri, L. R. (2017). Gambaran Self care Penderita Diabetes Melitus (DM) di


Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Semarang. Universitas Diponegoro.

Rahman, H. F. (2016). Efikasi Diri, Kepatuhan, dan Kualitas Hidup Pasien


Diabetes Melitus Tipe 2. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(1), 108–113.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/download/4059/3172

Rantung, J. (2015). Hubungan Self care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus (DM) di Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang
Cimahi. Jurnal Skolastik Keperawatan, 1(1), 38–51.
https://doi.org/https://doi.org/10.35974/jsk.v1i01.17

Raudatussalamah & Fitri. (2012). Psikologi Kesehatan. Pekanbaru: Al-


Mujtahadah Press.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI.

Roifah, I. (2015). Hubungan Lama Menderita Diabetes Mellitus dengan Kualitas


Hidup Penderita Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(2), 7–13.
https://doi.org/https://doi.org/10.32831/jik.v4i2.84

Sari, L. S. (2016). Analisis Biaya Akibat Sakit serta Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Penyakit Jantung di RSUD X Bengkulu.
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(3), 126–131.
https://doi.org/https://doi.org/10.7454/eki.v1i3.1777

Sinaga, R. N. (2016). Diabetes Mellitus dan Olahraga. Jurnal Ilmu Keolahragaan,


15(2), 21–29.
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/JIK/article/viewFile/6136/5436

Siwiutami, F. (2017). Gambaran Kualitas Hidup pada Penyandang Diabetes


Melitus di Wilayah Puskesmas Purwosari Surakarta. Naskah Publikasi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Stuart dan Sundeen. (2016). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Teli, M. (2016). Quality of Life Type 2 Diabetes Mellitus At Public Health Center
Kupang City Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Se Kota Kupang. Jurnal Info Kesehatan, 15(1), 119–134.
http://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/infokes/article/download/133/13
0

Tharek, Z. (2018). Hubungan efikasi diri, perilaku self care dan kontrol glikemik
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Ruang perawatan primer Malaysia.
BMC Family Practice, 19(39), 2–10.
https://doi.org/https://doi.org/10.1186/s12875-018-0725-6

Wani, I. (2018). Hubungan Self care dengan Peningkatan Kualitas Hidup Pasien
Lanisa Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta.
Jurnal Keperawatan Universitas Alma Ata Yogyakarta

WHO. (2018). The Global Burden of Disease. http://apps.who.int/ghodata/


Lampiran 1

GANTT CHART SKRIPSI


HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP
PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

NAMA : Ridia Yuliasti


NIM : 1710105063
2020 2021
NO KEGIATAN DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyerahan Judul Skripsi oleh Mahasiswa
2 Seleksi Judul Skripsi
3 Pengumuman Judul diterima
4 Proses Bimbingan Proposal
5 Sidang Proposal
6 Perbaikan dan Penyerahan Proposal
7 Penelitian dan Konsultasi Laporan
8 Seminar Hasil
9 Perbaikan dan Penyerahan Skripsi
10 Persiapan Yudisium
11 Yudisium

Mahasiswa Pembimbing I Pembimbing II

Ridia Yuliasti Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep Ns. Diana Arianti, M.Kep
Lampiran 2

Tabel Sintesa Literature Review

Metode (Desain studi,


Peneliti/ Tahun Sumber
No Bahasa Judul Penelitian Sampel, Variabel, Hasil/ Temuan
Terbit Artikel
Instrumen, Analisis)
1. Hartati, Irma Indonesia Google Hubungan self care dengan Desain : Cross sectional 1. Responden yang melakukan self care
(2019) Scholar kualitas hidup pasien Variabel : Self care dan dengan mandiri sebanyak 73,2% dan
http://www.sti diabetes melitus di Poli kualitas hidup sebanyak 26.8% responden melakukan
kescnd.ac.id/ju Penyakit Dalam RSUD Sampel : Pasien DM tipe self care dengan tergantung dengan
rnal/index.php Langsa 2 orang lain.
/smart/article/ Instrumen : Kuesioner 2. Respondenyang memiliki kualitas
download/30/1 SDSCA dan The Diabetes hidup yang sedang sebanyak 63.9%
9 Quality of Life Brief dan responden yang memiliki kualitas
Clinical Inventory hidup yang tinggi sebanyak sebanyak
Analisis : Uji statistic 36.1%
parametrik product 3. Terdapat hubungan self care dengan
moment kualitas hidup pasien diabetes melitus
(p=0,000)
2. Hastuti (2019) Indonesia Portal garuda Hubungan self care dengan Desain : Kuantitatif 1. Responden yang memiliki self care
http://downloa kualitas hidup pasien dengan rancangan cros- baik sebanyak 56,7% dan responden
d.garuda.ristek diabetes melitus di Ruang sectional yang memiliki self care kurang baik
dikti.go.id/arti Garuda Rsu Anutapura Palu Variabel : Self care dan sebanyak 43,3%
cle.php?article kualitas hidup 2. Responden yang memiliki kualitas
Sampel : Pasien DM tipe hidup baik sebanyak 56,7% dan
2 responden yang memiliki kualitas hidu
Instrumen : Kuesioner kurang baik sebanyak 43,3%
SDSCA dan DQOL 3. Terdapat hubungan self care dengan
Analisis : Uji Chi-Square kualitas hidup pasien diabetes melitus
(p=0,003)
3. Minarni (2018) Indonesia Google Hubungan self care dengan Desain : Survey analitik 1. Responden yang memiliki self care
Scholar kualitas hidup penderita dengan rancangan cros- tinggi sebanyak 62,9 % dan responden
http://ejournal. diabetes melitus tipe 2 di sectional yang memiliki self care rendah
stikesnh.ac.id/i Wilayah Kerja Puskesmas Variabel : Self care dan sebanyak 37,1%
ndex.php/jikd/ Samaenre Kecamatan Sinjai kualitas hidup 2. Responden yang memiliki kualitas
article/downlo Selatan Kabupaten Sinjai Sampel : Pasien DM tipe hidup baik sebanyak 82,9% dan
ad/867/726 2 responden yang memiliki kualitas
Instrumen : Kuesioner hidup yang buruk sebanyak 37,1%
SDSCA dan DQOL 3. Terdapat hubungan self care dengan
Analisis : Uji Chi-Square kualitas hidup penderita diabetes
melitus tipe 2 (p=0,019)
4. Chaidir, Reny Indonesia Portal garuda Hubungan self care dengan Desain : Observasional 1. Responden yang memiliki self care
(2017) https://doi.org/ kualitas hidup pasien
dengan rancangan cross yang tinggi sebanyak 58.4% dan
https://doi.org/ diabetes mellitus di Wilayah
sectional. responden yang memiliki self care
10.22216/jen.v Kerja Puskesmas Tigo Baleh Variabel : Self care dan rendah sebanyak 41,6%
2i2.1357 Kota Bukittinggi kualitas hidup 2. Responden yang memiliki kualitas
Sampel : Pasien DM tipe hidup yang buruk sebanyak 52.8% dan
2 responden yang memiliki kualitas
Instrumen : Kuesioner hidup baik sebanyak 47,2%
SDSCA dan The Diabetes 3. Terdapat hubungan atau korelasi yang
Quality of Life Brief berbanding lurus antara self care
Clinical Inventory dengan kualitas hidup pasien diabetes
Analisis : Uji statistik melitus (p=0,001)
parametrik product
moment
5. Arifin, Hardianti Indonesia Google Hubungan self care dengan Desain : Analitik dengan 1. Reponden yang memiliki self care
(2020) Scholar kualitas hidup pada pasien pendekatan cross rendah sebanyak 55,9% dan responden
http://180.178. diabetes melitus tipe 2 di sectional yang yang memiliki self care tinggi
93.169/index.p RSUD Sinjai Variabel : Self care dan sebanyak 44,1%
hp/jikd/article/ kualitas hidup 2. Responden yang memiliki kualitas
download/397/ Sampel : Pasien DM tipe hidup tinggi sebanyak 58,8% dan
374 2 responden yang memiliki kualitas
Instrumen : Kuesioner hidup rendah sebanyak 41,2%
SDSCA dan WHOQOL 3. Terdapat hubungan self care dengan
Analisis : Uji Chi-Square kualitas hidup pada pasien diabetes
melitus tipe 2 (p=0,005)
6. Luthfa, Iskim Indonesia Portal Garuda Self management Desain : Deskriptif 1. Sebesar 95,8% pasien memiliki
(2019) http://doi.org/1 menentukan kualitas hidup korelasi dengan desain kemampuan self management dengan
0.22216/jen.v4 pasien diabetes mellitus di cross sectional kategori baik
i2.4026 Puskesmas Bangetayu Variabel : Self 2. Sebesar 95,8% pasien memiliki
Semarang management dan kualitas kualitas hidup baik
hidup 3. Terdapat hubungan self management
Sampel : Pasien DM dengan kualitas hidup pasien diabetes
Instrumen : Kuesioner mellitus (p=0,000).
diabetes self management
questionnaire (DSMQ)
dan quality of life
WHOQOL-BREEF
Analisis : Uji spearman
7. Asnaniar, Wa, Ode Indonesia Portal garuda Hubungan self care Desain : Kuantitatif 1. Responden yang memiliki self care
(2019) http://forikes- management diabetes dengan dengan rancangan management diabetes kurang sebanyak
ejournal.com/i kualitas hidup pasien penelitian crosssectional 57,9% dan responden yang memiliki
ndex.php/SF/a diabetes mellitus tipe di Variabel : Self care self care management diabetes baik
rticle/downloa Puskesmas Antang Kota management dan kualitas sebanyak 42,1%
d/sf10410/104 Makassar hidup 2. Responden yang memiliki kualitas
10 Sampel : Pasien DM tipe hidup rendah sebanyak 60,5% dan
2 responden yang memiliki kualitas
Instrumen : Kuesioner hidup tinggi sebanyak 39,5%
SDSCA dan DQOL 3. Terdapat hubungan self care
Analisis : Uji Chi-Square management diabetes dengan kualitas
hidup pasien diabetes mellitus tipe
(p=0,000)
8. Babazadeh, Inggris Pubmed Association of self-care Desain : Cross-sectional 1. Sebesar 52,5% kualitas hidup pasien
Towhid (2017) https://doi.org/ behaviors and quality of life study DM tipe 2 baik
10.4093/dmj.2 among patients with type 2 Variabel : Self-Care 2. Sebesar 55% pasien memiliki self care
017.41.6.449 diabetes mellitus Chaldoran Behaviors and Quality of yang baik
County, Iran Life 3. Terdapat hubungan self care dengan
Sampel : Patients with kualitas hidup pasien DM tipe 2
Type 2 (p=0,002)
Instrumen :
Questionnaires for
quality of life
(WHOQOL-BREF) and
Self-care
Analisis : Chi-Square
test
9. Tharek, Zahirah Inggris Pubmed Relationship between self- Desain : Cross-sectional Rata-rata self care pasien DM tipe 2 adalah
(2018) https://doi.org/ efficacy, self-care behaviour study 7,33 termasuk dalam kategori baik
10.1186/s1287 and glycaemic control Variabel : Self-efficacy,
5-018-0725-6 among self-care behaviour and
patients with type 2 diabetes glycaemic control among
mellitus in the Malaysian patients with type 2
primary care setting Sampel : Patients with
Type 2
Instrumen : DMSES and
SDSCA questionnaires
Analisis : The pearson’s
correlation test
10. Borji, Milad Inggris Biomedical The impact of orem's self- Desain : Cross-sectional 1. Sebesar 55% self care pasien baik
(2017) http://dx.doi.or care model on the quality of study 2. Sebesar 60% kualitas hidup pasien
g/10.13005/bp life in patients with type II Variabel : self-care and buruk
j/1100 diabetes quality of life patients 3. Tidak ada hubungan self care dengan
with type 2 kualitas hidup pasien DM tipe 2
Sampel : Patients with (p=0,360)
Type 2
Instrumen :
questionnaire and QOL
survey (SF-36)
Analisis : Chi-Square
test

Anda mungkin juga menyukai