BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana. Keadaan
gawat darurat bisa terjadi kapan saja, pada siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini
PPGD) adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat.
Filosofi dalam PPGD adalah “Time Saving is Live Saving”, dalam artian bahwa
seluruh tindakan yang dilakukan pada saat gawat darurat haruslah benar-benar
kompetensi yang dimiliki penolong, baik itu dokter maupun perawat, karena pada
Pada fase rumah sakit, Instalasi Gawat Darurat ( selanjutnya disebut IGD)
Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal kualitas dan
kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah
tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Instalasi Gawat Darurat saat ini
1
2
menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi
Kematian pasien gawat darurat masih menjadi salah satu masalah utama di
seluruh dunia. WHO mengestimasi 17,2 juta orang di dunia meninggal akibat
kasus kegawatan pada tahun 2008. Data SKRT tahun 2010 mendapatkan sekitar
Surabaya kunjungan pasien selama tahun 2012, yaitu sebanyak 762 dengan angka
kematian pasien kritis setelah mendapatkan bantuan hidup dasar sebanyak 7,1 %
atau 54 pasien, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 938 dengan angka kematian
pasien kritis setelah mendapatkan bantuan hidup dasar sebanyak 2,5 % atau 23
pasien, ini membuktikan meskipun telah terjadi penurunan, angka kematian masih
cukup tinggi mengingat target yang diinginkan yaitu dibawah 1 % (Rekam Medik
Kasus Gawat Darurat adalah suatu keadaan yang menimpa seseorang yang
pertolongan tepat, cermat dan cepat, bila tidak maka seseorang tersebut dapat mati
atau menderita cacat. Salah satu standarisasi yang harus dicapai oleh IGD adalah
sangat penting karena sebagai ujung tombak dan merupakan tenaga kesehatan
dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal
3
Dalam bidang pelatihan tugas yang harus dikuasai oleh perawat khususnya
di IGD dalam penanganan kasus gawat darurat baik untuk kasus trauma ataupun
dan PPGD 2010 yang terdapat beberapa perbedaan mendasar, dimana bila
pelaksanaan RJP pada panduan PPGD 2005 istilah yang dikenal adalah ABC
sebagai update lima tahunan yang merupakan publikasi dari American Health
Assosiasion (AHA), kompresi dada didahulukan baru setelah itu airway dan
breathing atau yang dikenal dengan istilah CAB (Circulation, Airway dan
Upgrade pedoman dan panduan ilmu PPGD ini menjadi tolak ukur sebagai
PPGD dapat dilakukan setiap lima tahun sekali, hal ini sesuai dengan masa
berlakunya sertifikat PPGD yaitu selama lima tahun. Selain itu, pihak rumah sakit
sangatlah perlu untuk melakukan inhouse training atau sosialisasi oleh perawat
B. Pembatasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti hubungan upgrade pelatihan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
Surabaya?”
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
tidak.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat Praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Upgrade
fasilitas dan kemampuan yang baru. Upgrade adalah upaya peningkatan kualitas
kesehatan yang optimal, setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam
lintas dan bencana alam yang juga meningkat, untuk itu diperlukan kesiapan Tim
Medis dan Paramedis Rumah Sakit serta pengembangan kompetensi staff dan
sosialisasi dalam memberikan pertolongan pertama mulai dari tempat kejadian s/d
unit gawat darurat masing-masing Rumah Sakit dan mencapai respon time yang
6
7
komunikasi radiomedik yang benar. Tujuan yang ingin dicapai dalam pelatihan
6) Kegawatan Umum.
7) Kegawatan Trauma.
8) Bebat Bidai.
9) Transportasi.
disability.
circulation, disability.
3) BLS-nafas buatan tanpa alat dan menggunakan alat serta pijat jantung luar.
5) Transportasi.
3. Konsep Kegawatdaruratan
karena ancaman kematian. Critical ILL Patien : Immediatelly Life Threatening &
Potentially Life Threatening. Suatu keadaan yang menimpa seseorang yang dapat
pertolongan tepat, cermat dan cepat bila tidak maka seseorang tersebut dapat
mati/menderita cacat.
Situasi gawat darurat disebabkan oleh banyak hal dan dapat berakibat
kematian atau cacat dalam waktu singkat,baik sebab bidang medik ataupun
trauma. Kegawatan menyangkut, jalan napas dan fungsi napas, fungsi peredaran
fungsi-fungsi.
6) Bila resusitasi yang bersifat "life saving" berhasil, diperlukan pengetahuan
perawatan yang sifatnya darurat dan harus dilaksanakan dengan cepat, tepat dan
9
pertama :
cedera.
4) Transportasikan korban ke sarana kesehatan untuk mendapat perawatan lebih
lanjut.
c. Prinsip Pokok
Setiap kecelakaan atau bencana pasti akan dijumpai situasi kekacauan dan
kepanikan, korban yang mungkin jumlahnya lebih dari satu dengan berbagai
ataupun trauma yang lain. Pelaku pertolongan pertama harus mampu mengatasi
BLS atau Bantuan Hidup Dasar merupakan awal respons tindakan gawat
darurat. BLS dapat dilakukan oleh tenaga medis, paramedis maupun orang awam
yang melihat pertamakali korban. Skil BLS haruslah dikuasai oleh paramedis dan
medis, dan sebaiknya orang awam juga menguasainya karena seringkali korban
justru ditemukan pertamakali bukan oleh tenaga medis. BLS adalah suatu cara
Primer (Primary Survey), yakni deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi
sudah cedera dari awal. Prinsipnya jangan menambah cedera pada korban.
Langkah:
Penilaian A-V-P-U:
a) Alert (sadar)
b) Verbal (disorientasi tapi masih ada respon)
11
Jantung Paru Otak) sebagai pertolongan awal. Jika ada denyut nadi namun tidak
ada napas, berikan pernapasan buatan sambil terus mengecek denyut nadi Carotis.
a) Kontrol perdarahan
Ingatlah bahwa korban mungkin mengalami cedera tulang belakang atau mungkin
cedera lain yang lebih serius. Jika ada perdarahan hebat, hentikan dengan prinsip
lakukanlah RJP.
3. Look, listen and feel dieliminasi dari algoritma.
4. Lakukan RJP yang berkualitas (pijat jantung yang cukup, dengan kedalaman
yang cukup) dan tiap pijatan biarkan dada kembali mengembang dan hindari
ventilasi berlebih.
5. Untuk 1 penolong, lebih utama melakukan pijat jantung 30x, baru memberi
RJP
e. Menentukan titik tumpuh pijat jantung: dengan menyusuri tulang rusuk
perbandingan 15:2.
a. Langkah 1-10 di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga penolong
kedua datang. Saat penolong pertama memeriksa denyut nadi karotis dan
kali secara perlahan sampai dengan dada korban terlihat terangkat. Demikian
seterusnya,
13
penolong kedua) dan 2 kali nafas buatan (oleh penolong pertama). Evaluasi
tiap 4 siklus.
4) Airway
Korban sadar dan dapat berbicara biasanya airway nya baik. Untuk korban
tidak sadar, penilaian airway dapat dilakukan dengan Lihat, Dengar, Rasakan
2. Hilangkan sumbatan
(abdominal thrust).
4) Ulangi hingga jalan nafas bebas atau hentikan bila korban jatuh
Untuk penderita tidak sadar dengan sumbatan jalan nafas parsial boleh
asing
a) Bila terlihat ambil dengan jari-jari.
b) Bila tak terlihat jangan coba-coba digaet dengan jari.
4) Usahakan memberikan nafas (meniupkan udara).
5) Bila jalan nafas tetap tersumbat, ulangi langkah di atas.
6) Segera panggil bantuan setelah pertolongan pertama dilakukan
1 menit.
b. Back Blows (untuk bayi)
1) Bila penderita dapat batuk keras, observasi ketat.
2) Bila nafas tidak efektif/berhenti.
3) Back blows 5 kali (hentakan keras mendadak pada
punggung/vertebra).
c. Chest Thrust
Lakukan "chest thrust" 5 kali (tekan tulang dada dengan jari kedua dan
ketiga kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antar puting susu).
buatan.
d. Membersihkan jalan nafas dengan sapuan jari (finger sweep)
benda asing (gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya) dan tak terdapat
hembusan udara pemafasan maka lakukan teknik "sapuan jari" dengan cara:
Pada orang dewasa yang tidak sadar, posisi terbaik pada keadaan ini
a. Berlutut disamping korban, kepala ditarik ke bawah dan dagu diangkat untuk
membuka jalan nafas. Kedua kaki lurus. Lengan korban yang paling dekat
memegang pipi. Tangan penolong yang lain memegang paha korban yang
perlu atur tangannya agar tetap menopang kepala. Kaki korban yang ada
diatas diatur agar panggul dan lututnya membentuk siku-siku. Periksa nadi
Look, Listen, Feel dan pengelolaan pada jalan nafas telah dilakukan tetapi
tetap tidak didapatkan adanya pernafasan, artinya masalah ada disini. Tindakan
a) Tanpa alat
secara visual.
2 Melakukan panggilan darurat dan Melakukan panggilan darurat
mengambil AED
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) Circulation (Kompresi dada
dilakukan sebanyak satu siklus 30
kompresi, sekitar 18 detik)
4 Breathing (Look, Listen, Feel, Airway (Head Tilt, Chin Lift)
dilanjutkan memberi 2x ventilasi
dalam-dalam)
5 Circulation (Kompresi jantung + nafas
Breathing ( memberikan ventilasi
buatan (30 : 2)) sebanyak 2 kali, Kompresi
jantung + nafas buatan (30 : 2))
6 Defribilasi
Sumber: AGD 118 (2005), AGD 118 (2010), Herry (2012).
kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah
Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling
mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya.
dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi
dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
c) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP
dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun
salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan
18
jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam airway adalah prosedur yang
semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang
kompresi dada.
pekerjaan dengan prestasi yang luar biasa secara konsisten. Seseorang yang
secara teknis, namun hal tersebut belum menjamin orang tersebut dapat
a) Kompetensi teknis
19
profesi yang dimiliki. Bila kompetensi teknis ini tidak dimiliki oleh
kompetensi teknis yang dimiliki maka kompetensi perilaku harus juga dimiliki
b) Kompetensi perilaku
berarti keinginan yang kuat untuk bekerja dengan baik atau berkompetensi
melainkan perilaku kerja produktif, yaitu perilaku yang muncul dari orang-
orang yang memiliki kompetensi berorientasi pada pencapaian hasil pada saat
mencapai hasil yang terbaik pada saat mereka bekerja, tentunya orang-orang
tersebut harus telah memiliki kompetensi dasar yang lain, yaitu pengetahuan
manumur yang mereka miliki saat itu. Misalnya dengan memastikan lebih dulu
suatu alat ukur yaitu Standar Asuhan Keperawatan (SAK) yang baku,
dalam Nursalam (2013) yaitu mengacu pada tahapan proses keperawatan yang
meliputi:
b) Sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medik.
dan baru).
d) Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau
gejala (S), atau terdiri atas masalah (P) dan penyebab (E).
e) Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan.
tindakan keperawatan.
yang digunakan.
23
respons kliean.
pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses
meliputi:
keperawatan.
a) Umur
Masa ini merupakan masa yang berlangsung paling lama diantara fase-fase
lainnya dan merupakan inti dari seluruh masa pemuda. Tahap perkembangan
remaja umur < 20 tahun dinilai sebagai masa peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa, dimana pada tahap ini kejiwaan dan emosional dalam tahap
belum stabil dan belum matang untuk merespon stressor yang terjadi.
Masa dewasa umumnya dibagi atas tiga periode yaitu: masa dewasa
akhir/lansia. Menurut Turner dan Helms, masa dewasa muda yaitu masa manusia
titik temu dari ide, gagasan, dan pemikiran yang saling kontradiktif (bertentangan)
2003: 56).
kehidupan baru dan harapan–harapan sosial baru. Penyesuaian diri ini menjadikan
periode ini suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang). Pada
masa ini perkembangan emosi, sosial dan moral sangat berkaitan berbagai macam
kehidupan fisik yang memuaskan dan menyesuaikan diri dengan peran sosial
secara luwes.
b) Pendidikan
paling dominan dengan kinerja perawat, dimana perawat yang berpendidikan SPK
c) Pelatihan
luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang singkat dan dengan
26
yang didapatkan, sehingga produktivitas dan kinerja akan semakin baik dan
kegawaratdaruratan
atas kemampuan melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien gawat
= Breathing (oksigenasi).
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konseptual
29
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
benmcana alam, namun pada penelitian ini yang akan diteliti hubungan upgrade
darurat. Variabel yang diteliti adalah upgrade pelatihan PPGD sebagai variabel
30
independen dan kompetensi perawat dalam penanganan pasien gawat darurat
B. Hipotesis Penelitian
hipotesis sifatnya masih lemah, perlu dilakukan pembuktian dengan data empiris
darurat.
BAB 4
METODE PENELITIAN
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat serta
berlangsung atau informasi data yang akan dikumpulkan hanya pada satu waktu
tertentu. Untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang
lain tersebut diusakan dengan mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu
objek, kemudian diidentifikasi pula variabel lain yang ada pada objek yang sama
B. Populasi Penelitian
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat
1. Sampel
31
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua perawat
2. Besar sampel
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel, yaitu
sebanyak 24 responden.
total sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota
1. Lokasi Penelitian
2. Waktu penelitian
penelitian yang berbentuk kerangka atau alur penelitian, mulai dari penjelasan
Populasi
Semua perawat pelaksana di IGD RSI Jemursari Surabaya dengan jumlah
populasi sebanyak 24 responden
Total Sampling
Sampel
Semua perawat pelaksana di ruang IGD RSI Jemursari Surabaya dengan
jumlah populasi sebanyak 24 responden
Pengumpulan Data
Menggunakan lembar observasi kompetensi perawat
Hasil Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian.
34
a. Variabel Independent
pelatihan PPGD.
b. Variabel Dependent
2. Definisi Operasional
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena.
Definisi
Variabel Katagori dan Kriteria Skala
Operasional
Independent Suatu pembaharuan 1. Belum upgrade, memiiki Nominal
: standar prosedur sertifikat pelatihan PPGD
Upgrade untuk meningkatkan AHA 2005, Kode = 0
pelatihan kemampuan
35
1. Instrumen Penelitian
suatu metode. Instrumen dalam penelitian ini pada variabel independen instrumen
penanganan pasien gawat darurat. Observasi dilakukan selama empat hari yaitu
pada tanggal 4-7 Februari 2015 pada perawat IGD yang dinas secara bergantian.
Tanggal 4 Februari peneliti melakukan penelitian pada 6 perawat yang dinas pada
dan tangga 7 Februari dilakukan pada 6 perawat, sehinggal total perawat yang
sebanyak 24 perawat.
1. Pengolahan Data
adalah pengolahan dan analisis. Pengolahan dan analisis data bertujuan mengubah
scoring dan tabulasi hasil observasi terhadap kompetensi perawat IGD dalam
a. Editing
sudah benar sebagai upaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut.
37
b. Scoring
perawat.
c. Coding
berikut:
d. Tabulating
Pada penelian ini, tabulasi data meliputi pemberian skor terhadap item-
item yang tersedia pada lembar observasi. Data yang sudah diberi skor
disesuaikan dengan teknik analisis yang akan digunakan dalam memberi kode
atau coding dalam hubungan dengan pengolahan data. Hasil data dalam presentase
Seluruhnya : 100%
Setengahnya : 50%
2. Analisis Data
I. Etika Penelitian
responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari Surabaya
bengkel mobil Auto Mandiri Service, sebelah barat berbatasan dengan perumahan
Jl. Jemursari VIII Surabaya, dan sebelah utara berbatasan dengan perumahan
seluas 4,6 Ha dengan bangunan seluas 22,203 m² dan merupakan salah satu rumah
sakit dibawah naungan Yayasan RumahSakit Islam yang diresmikan pada tanggal
Pada pelayanan rawat inap, untuk saat ini RS Islam Jemursari Surabaya
tempat tidur, Ruang Mawar memiliki 14 kapasitas tempat tidur, Ruang Melati
tempat tidur, Ruang Azzahra 2 memiliki 29 kapasitas tempat tidur, Ruang Dahlia
tidur, Ruang Zahira memiliki 10 kapasitas tempat tidur, Ruang ICU memiliki 6
kapasitas tempat tidur, dan Ruang Intermediet memiliki 5 kapasitas tempat tidur.
Pelayanan rawat jalan terdiri dari Poli Spesialis, Poli Umum, Poli Kesehatan Ibu
41
Dan Anak (KIA), Poli gigi, dan Poli Rehabilitasi Medik. Untuk pelayanan poli
spesialis itu sendiri terdiri dari Poli Spesialis Kesehatan Jiwa, Spesialis Jantung,
Spesialis Urologi, Spesialis Mata, Spesialis Gigi, Spesialis Paru, Spesialis Bedah
Umum, Spesialis Bedah Syaraf, Spesialis Bedah Plastik, Spesialis Bedah Thorax
Sedangkan di IGD RSI Jemursari yang merupakan bagian dari unit khusus
khusus tentang penanganan pasien dengan kondisi gawat darurat, lokasi IGD RSI
jemursari di sebelah sisi selatan bangunan RSI Jemursari dan akses yang mudah
Admission terdiri dari ruang ruangan pendaftaran dan kasir IGD. Ruang Triage
medik untuk pemeriksaan pasien non bedah. Ruang pemeriksaan kasus bedah
untuk pemeriksaan kasus bedah. Ruang resusitasi ruangan untuk stabilisasi pasien
penanganan pasien yang membutuhkan observasi < 24 jam. Ruang operasi minor
Tenaga di IGD RSI Jemursari terdiri dari 14 dokter umum dan 24 tenaga
RS Islam Jemursari dibagi menjadi 3 shift. Shift pagi terdiri dari 2 dokter umum
42
dan 8 perawat. Shift siang terdiri dari 2 dokter umum dan 6 perawat. Shift malam
Kunjungan pasien IGD pada era BPJS ini cukup banyak, dimana
sebanyak 2068 pasien, Bulan Oktober sebayak 2237 pasien, Bulan November
sebanyak 2315 pasien, Desember sebanyak 2436 pasien, dengan rata2 pasien
selama 4 bulan kunjungan True Emergency sebanyak 1494 dan False Emergency
sebanyak 772 pasien. Meningkatnya kunjungan pasien IGD yang cukup banyak
membuat perawat dituntut untuk lebih tepat dan cepat dalam penanganan pasien
IGD, terutama dalam memberikan bantuan hidup dasar pada penanganan pasien
gawat darurat.
B. Hasil Penelitian
1. Data Umum
terakhir, dan masa kerja. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Total 24 100
Data Primer, 2015
20-35 tahun.
Keperawatan.
2. Data Khusus
44
3. Tabulasi Silang
Berdasarkan uji statistik Mann Whitney dengan menggunakan SPSS 16.0 for
windows didapat ρ = 0,012 < α = 0,05 maka H 0 ditolak artinya ada hubungan
BAB 6
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Upgrade Pelatihan PPGD
serta keterampilan perawat dalam menangani pasien dengan kasus gawat darurat,
merupakan ilmu medis yang terus berkembang guna memberikan pelayanan yang
PPGD harus dilakukan oleh perawat khususnya perawat di IGD yang merupakan
perkembangannya (ter-upgrade).
penderita gawat darurat AHA 2005 dengan AHA 2010, dimana pada AHA 2005
sebagian besar pada dewasa, pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada
memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat
dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus
kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik),
48
kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari
orang sekitarnya.
2. Kompetensi Perawat
darurat.
dengan baik dalam menangani pasien gawat darurat. Standarisasi Instalasi Gawat
Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan
dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang IGD dapat dirujuk ke unit
penanganan kasus gawat darurat baik untuk kasus trauma ataupun non trauma.
Kompetensi perawat yang sangat baik di rumah sakit sangat penting karena
sebagai ujung tombak khususnya di IGD yang merupakan tenaga kesehatan yang
yaitu pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang
cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan
menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan repon time yang cepat dan
penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan
sarana, prasarana sumber daya manumur dan manajemen instalasi gawat darurat
tentang Target Pencapaian Standar IGD Rumah Sakit dapat dicapai karena sumber
daya manumurnya dalam hal ini perawat, yaitu memiliki kompetensi yang sangat
baik melalui pelatihan emergency nursing seperti BTLS, BCLS, BLS, PPGD dan
pelayanan gawat darurat sesuai level rumah sakit tersebut. IGD RSI Jemursari saat
permasalahan pada A,B,C dengan alat yang lebih lengkap termasuk ventilator,
Resusitasi dan melakukan bedah cito. Kompetensi perawat yang sangat baik dapat
dijadikan standar demi tercapainya target diatas. Kompetensi yang sangat baik
yang dimiliki perawat IGD di RSI Jemursari Surabaya dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain umur, pendidikan, masa kerja dan pelatihan.
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 24
upgrade PPGD sebagian besar (70,6%) memiliki kompetensi sangat baik dalam
Berdasarkan uji statistik Mann Whitney dengan menggunakan SPSS 16.0 for
windows didapat ρ = 0,012 < α = 0,05 maka H 0 ditolak artinya ada hubungan
pasien gawat darurat, sehingga upgrade pelatihan PPGD harus terus dilakukan
pelatihan, bahwa pelatihan adalah proses belajar mengajar untuk memperoleh dan
yang singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada
teori. Sesuai dengan pendapat Hollenback and Wright (2003) dalam Rahmika
(2009) yang menyatakan bahwa semakin banyak pelatihan yang diikuti karyawan
khususnya perawat di Instalasi Gawat Darurat, hal ini ditujukan agar penanganan
dan pelayanan terhadap pasien gawat darurat dapat berjalan dengan efektif. Sesuai
dengan tujuan pelatihan PPGD yang diungkapkan oleh BPPSDMK (2014) yang
dasar.
B. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini baru pertama kali dilakukan di IGD RSI Jemursari Surabaya,
penetian ini.
3. Kurangnya kemampuan peneliti dalam menganalisa, mengadopsi literatur
BAB 7
A. Simpulan
2015.
B. Saran
1. Bagi Responden
DAFTAR PUSTAKA
AGD 118 RSUD Dr. Sutomo. 2008. Buku Pelatihan PPGD Bagi Perawat-AHA
2005. Surabaya, tidak dipublikasikan
AGD 118 RSUD Dr. Sutomo. 2014. Buku Pelatihan PPGD Bagi Perawat -AHA
2010. Surabaya, tidak dipublikasikan
Hidayat, Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Tehnik Analisis Data.
Jakarta, Salemba Medika
Fitri, Rahmika. 2009. Gambaran Kompetensi Perawat ICU dan HCU serta
Hubungannya Dengan Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman di RSI.
Jakarta Cempaka.Skripsi. Depok. www.Gambaran-kompetensi-
pendahuluan.com, diakses 01 November 2014
Rekam Medik RSI Jemursari. 2014. Data Kunjungan Pasien Gawat Darurat.
Surabaya. Yayasan Rumah sakit Islam Jemursari Surabaya
61
Rekam Medik RS RKZ. 2014. Data Kunjungan Pasien Gawat Darurat. Surabaya,
www.rs-rkz-kunjungan-pasien-gadar.com, diakses 12 Oktober 2014
RSUD Dr. Soetomo. 2014. Pelatihan Penderita Gawat Darurat (PPGD) General
Emergency Lifes Upport (GELS). Surabaya, www.ppgd-soetomo.com,
diakses 28 Oktober 2014
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta, ECG
55