Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang

harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita

penyakit akut dan mengalami kecelakaan sesuai dengan standar (Suryanto,

Plummer, & Boyle, 2018). Gawat darurat adalah suatu keadaan penderita

memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat

fatal bagi penderita (Prasetyantoro, 2013). Pelayanan gawat darurat merupakan

penanggulangan penderita gawat darurat yang bertujuan untuk mencapai suatu

pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu (Kementerian

Kesehatan RI, 2018). Pelayanan gawat darurat mencakup suatu rangkaian

kegiatan yang harus dikembangkan baik dalam fasilitas yang lengkap dan

mendukung ataupun sumber daya manusia yang dapat diandalkan, sehingga

mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi (Kartikawati,

2011). Pelayanan tersebut diharapkan dapat memberikan pertolongan segera

yaitu cepat, cermat untuk mencegah kecacatan bahkan kematian (Nina

Destifiana, 2015)

Angka kunjungan pasien IGD di Indonesia pada tahun 2007 sebanyak

4.402.205 pasien (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU), 12% berasal dari

rujukan. Data kunjungan pasien IGD di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014

berjumlah 8.201.606 kasus (Dinkes Prov Jatim, 2015). IGD memiliki berbagai

jenis layanan kegawatdaruratan ke pasien. Permenkes No 4 tahun 2018 pasal 7

mewajibkan rumah sakit memberikan pelayanan gawat darurat, meliputi triage

dan tindakan penyelamatan nyawa (life saving) atau pencegahan kecacatan.

1
2

Triage adalah pemeriksaan awal secara cepat terhadap semua pasien yang

datang ke IGD untuk mengidentifikasi status kegawatan dan penentuan prioritas

penanganan (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Hasil triage dikategorikan menjadi tiga kategori prioritas. Prioritas pertama

pasien yang mengalami kondisi gawat darurat (prioritas merah) contohnya kasus

sumbatan jalan nafas, kasus henti nafas dan henti jantung. Prioritas kedua pada

kondisi gawat namun tidak darurat (prioritas kuning) seperti kasus peningkatan

frekuensi nafas (takipnea), peningkatan tekanan darah dengan sistolik diatas 160

mmHg, serta penurunan kesadaran rentang GCS 9-12. Sedangkan pasien

dengan kondisi tidak gawat dan tidak darurat mendapatkan prioritas ketiga

(prioritas hijau) yakni pada kasus pasien dengan kesadaran baik GCS 13-15

tanpa adanya masalah pada jalan nafas, nilai frekuensi nafas dan hemodinamik

dalam batas normal. Selain itu, terdapat kondisi death on arrival dimana pasien

sudah dalam kondisi pupil medriasis saat datang di IGD (prioritas hitam)

(Fathoni, Sangchan, & Songwathana, 2013).

Penggolongan triage secara akurat merupakan kunci dalam melakukan

tindakan yang efisien di IGD. Sehingga penanganan pasien tidak serta merta

berdasarkan urutan kedatangan pasien ke IGD. Pasien dengan prioritas rendah

akan menunggu lebih lama untuk mendapatkan pengobatan (Ainiyah, Ahsan, &

Fathoni, 2015). Penanganan pasien yang dilakukan tanpa memilah pasien

berdasarkan tingkat kegawatan atau triage dan berdasarkan urutan kedatangan

pasien akan mengakibatkan penundaan penanganan pada pasien kritis sehingga

berpotensi mematikan bagi pasien yang kritis (Fong, et.al, 2018). Karakteristik

pelayanan di IGD dimana pasien yang datang tidak terjadwal dan bersifat

mendesak maka diperlukan triage sebagai langkah awal penanganan pasien di

IGD (Kementerian Kesehatan RI, 2018).


3

Keselamatan pasien saat ini menjadi perhatian penting dalam pelayanan

kesehatan seperti di rumah sakit. Salah satu upaya untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan dengan cara menerapkan standar keselamatan pasien

dengan melaksanakan sistem triage yang dilakukan di IGD. Pedoman triage

menjadi penting bagi perawat dan tenaga medis dalam melakukan triage. Model

pengembangan sistem triage berkembang di berbagai negara di dunia dibuat

dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan negara tersebut dan dijadikan

pedoman dalam pelaksanaannya yang bisa berdasarkan kepada karakteristik

wilayah, perspektif penyedia layanan kesehatan, dan pengguna atau pemakai

(Hadi, 2016).

Pelayanan gawat darurat saat ini telah mulai mengembangkan model

pengembangan baru dalam hal triage. Awalnya triage rumah sakit berkembang

berdasarkan triage bencana, yaitu menggunakan warna. Namun sekarang,

pemakaian triage di rumah sakit berkembang menggunakan skala angka, seperti

Australian triage System (ATS), Canadian triage System (CTAS), Manchester

triage System (MTS), Emergency Severity Index (ESI), dan Patient Acuity

Categoriy Scale (PATS). Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode

triage apa yang digunakan di rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur

nasional yang mengidentifikasi metode-metode triage yang digunakan tiap-tiap

unit gawat darurat di Indonesia. Secara empiris dapat diketahui bahwa

pemahaman triage dalam pendidikan kesehatan sebagian besar masih

menggunakan konsep triage bencara (prioritas merah, kuning, hijau, dan hitam)

(Irawati, 2017)

Permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan triage yakni

kesulitan menentukan prioritas tindakan dan keterlambatan pendeteksian

terhadap tingkat kegawatan pasien. Beberapa faktor yang mempengaruhi


4

pelaksanaan triage adalah jumlah tenaga medis dan fasilitas, aliran pasien yang

masuk, persepsi keluarga terhadap penanganan dan tingkat pengetahuan

perawat tentang pelaksanaan triage (Khairina, Malini, & Huriani, 2018).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek. Perawat harus memiliki keterampilan baik dalam

komunikasi efektif, objektivitas dan kemampuan membuat keputusan klinis

secara cepat dan tepat agar perawatan setiap pasien menjadi maksimal.

Pengembangan metode dan pedoman triage yang dinamis menuntut

pengetahuan perawat untuk mengikuti perkembangan triage seiring berjalannya

waktu (Irawati, 2017).

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Khairina et.al (2018)

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan perawat

dalam ketetapan triage di Kota Padang, menunjukan bahwa tingkat pengetahuan

merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan

perawat terhadap ketepatan pengisian skala triage. Martanti et.al (2015)

melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan

keterampilan petugas dalam pelaksanaan triage di IGD RSUD Wates, hasil

penelitian penunjukan sebagian besar perawat memiliki pengetahuan yang baik

(70%) dan keterampilan yang baik (85%), serta ditemukan adanya hubungan

yang kuat antara pengetahuan dengan keterampilan triage (Martanti, 2014).

Dimungkinkan pengetahuan dan keterampilan triage tersebut dipengaruhi oleh

karakteristik perawat baik usia, jenis kelamin, status kepegawaian, tingkat

pendidikan, pengalaman kerja, dan riwayat pelatihan. Budiman dan Riyanto

(2013) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan

diantaranya pendidikan, informasi media massa, sosial, budaya, ekonomi,

lingkungan, pengalaman, serta usia. Hasil penelitian Suryanto et.al (2018)


5

menunjukan bahwa pengetahuan perawat tentang penanganan gawat darurat di

tatanan pre-hospital berbeda secara signifikan jika dilihat dari aspek jenis

kelamin dan riwayat pelatihan. Namun dari hasil penelitian tersebut juga

didapatkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tidak berbeda secara signifkan

jika dilihat dari aspek usia, tingkat pendidikan dan pelatihan kerja (Mahrur, Yuniar,

& Sarwono, 2016).

Dari hasil penelitian sebelumnya juga didapatkan tidak semua

karakteristik seseorang berhubungan dengan pengetahuan, seperti penelitian

Mawu et.al (2016) tentang hubungan karakteristik perawat dengan penanganan

pertama pada pasien kegawatan Muskuloskeletal di RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado, hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada korelasi antara

usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan penanganan pertama pada

pasien, sedangkan lama bekerja memiliki korelasi yang bermakna. Selain itu, dari

hasil penelitian Lubis et.al (2014) menyatakan bahwa karakteristik tenaga

kesehatan tidak selalu berhubungan dengan pengetahuannya. Dari penelitian

tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku tenaga kesehatan, serta

tidak ada hubungan antara umur dan lama kerja dengan pengetahuan dan sikap

tenaga kesehatan, tetapi memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku

tenaga kesehatan (Mawu, Bidjuni, & Hamel, 2016).

Berdasarkan fenomena diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan tidak

selalu berkaitan dengan karakteristik seseorang karena masih banyak faktor-

faktor lain yang dimungkinkan mempengaruhinya. Namun demikian, karakteristik

merupakan latar belakang diri individu (background factor) sedangkan

pengetahuan merupakan hasil penginderaan terhadap suatu obyek yang

memang dimungkinkan terpengaruh oleh karakteristik individu. Secara teori


6

diketahui bahwa karakteristik memiliki hubungan dengan pengetahuan, namun

dari beberapa penelitian yang lain didapatkan hasil yang sebaliknya.

Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang merupakan rumah sakit

pemerintah Provinsi Jawa Timur yang berkelas A, rumah sakit pendidikan, dan

rumah sakit rujukan (fasilitas kesehatan tingkat III) dari rumah sakit tipe B, rumah

sakit tipe C, rumah sakit tipe D atau dari puskesmas dan atau dari dokter

(fasilitas tingkat I). Jumlah total bed pasien di RSSA Malang berjumlah kurang

lebih 950 bed terhitung dari Ruang Paviliun hingga Ruang 29. Data kunjungan

IGD di RSSA Malang dalam setiap harinya sekitar 85-110 pasien. Jumlah

kunjungan dalam satu bulan diperkirakan dalam rentangan 2.550 – 3.300 pasien

dengan berbagai jenis kasus kegawatdaruratan (Rekam Medis, 2018). IGD

RSSA memiliki 3 kamar operasi lengkap dengan peralatannya (mesin anastesi,

meja operasi, lampu operasi, electrocauter, suction pump. Adapun pembagian

ruangan di IGD RSSA yaitu 3 ruangan sesuai dengan kegawatan kondisi pasien

yakni ruang Triage, Ruang Prioritas 1, Ruang Prioritas 2 dan Ruang Prioritas 3.

Jumlah perawat IGD RSSA sebanyak 71 orang, 12 orang diantaranya bertugas di

ruang triage yang terbagi menjadi 3 shift dengan komposisi perawat 2 – 5

perawat per shiftnya. Proses triage tidak hanya dilakukan oleh perawat tapi juga

oleh dokter. Terdapat 1 orang dokter PPDS Emergency medicine bertugas di

triage dalam setiap shiftnya. Triage yang digunakan di IGD RSSA ialah

Singapore Triage System. Hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa sejumlah

71 orang tenaga perawat di IGD RSSA Malang dengan karakteristik berbeda-

beda baik dari segi usia, jenis kelamin, status kepegawaian, tingkat pendidikan,

pengalaman kerja dan riwayat pelatihan. Dari hasil studi penelitian juga

didapatkan bahwa sebagian perawat masih belum memiliki pengetahuan yang

cukup tentang triage, seperti penentuan prioritas pasien, alur triage, serta
7

dokumentasi triage. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tingkat

Pengetahuan tentang Triage pada Perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan karakteristik perawat dengan tingkat pengetahuan

tentang triage pada perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara karakteristik perawat dengan tingkat

pengetahuan tentang triage pada perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik perawat (usia, jenis kelamin, status

kepegawaian, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, riwayat pelatihan) di

IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang triage pada perawat di IGD

RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik perawat dengan tingkat

pengetahuan tentang triage pada perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan


ilmu keperawatan gawat darurat terutama untuk memperkuat konsep tentang
pelaksanaan triage.
8

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tentang arti pentingnya

peningkatan pengetahuan perawat dalam rangka meningkatkan

pelaksanaan triage di IGD RSUD Saiful Anwar Malang.


2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan peneliti

tentang hubungan karakteristik perawat dengan tingkat pengetahuan

tentang triage pada perawat IGD, serta mampu digunakan sebagai acuan

untuk peneliti selanjutnya.


3. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu

sumber acuan dalam melakukan pelaksanaan triage dan sebagai bahan

pertimbangan penyusunan kriteria petugas triage yang terstandar oleh

institusi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Triage IGD

2.1.1 Pengertian Triage IGD

Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisi klien atau kegawatannya yang memerlukan

tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu

(response time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya

yaitu < 10 menit. Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan

screening di medan perang. Kata ini berasal dari bahasa Perancis yang berarti

bermacam-macam dalam memilah gangguan. Dominique Llarrey, yang

merupakan ahli bedah Napolleon Bonaparte, adalah orang yang pertama kali

melakukan triage. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan

suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang

memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas

yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan

pertolongan di IGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).

Triage merupakan proses sistematis yang bertujuan untuk

memprioritaskan pasien berdasarkan kondisi keakutan dan kegawatannya.

Triage juga berarti suatu proses yang berkelanjutan karena kondisi pasien yang

dapat berubah sewaktu-waktu selama tindakan dilakukan untuk menstabilkan

kondisi pasien. Pada beberapa kasus trauma sering terjadi kondisi pasien yang

semakin memburuk setelah dilakukan initial assessment sehingga proses

monitoring dan evaluasi harus terus-menerus dilakukan sampai kondisi pasien

stabil (Kartikawati, 2011).

9
10

Triage yang akurat merupakan kunci untuk tindakan yang efisien di IGD

(Manitoba Health, 2010). Penatalaksanaan pada kondisi darurat didasarkan pada

respon klinis daripada urutan kedatangan (Australasian College For Emergency

Medicine, 2016). Pasien dengan prioritas rendah akan menunggu lebih lama

untuk penilaian dan pengobatan (Suryanto et al., 2018). Triage memiliki fungsi

penting di IGD, di mana banyak pasien dapat hadir secara bersamaan. Hal ini

bertujuan untuk memastikan bahwa pasien dirawat sesuai urutan urgensi klinis

mereka yang mengacu pada kebutuhan untuk intervensi waktu kritis.

2.1.2 Prinsip Triage IGD

Triage mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat

triage menggunakan Airway Breathing Circulation Disability (ABCD) keperawatan

seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban,

suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran untuk memprioritaskan perawatan yang

diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas

pertama untuk pasien gangguan jalan nafas, kesulitan bernafas atau sirkulasi

terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki masalah jantung yang butuh

tindakan segera sehingga dimasukan kategori pertama. Pasien prioritas pertama

yang memiliki masalah pada saat di triage yang sangat mengancam kehidupan

dapat diberikan pengobatan langsung pada saat di triage (Australasian College

For Emergency Medicine, 2016).

Menurut Lerner et. al (2008) prinsip yang digunakan adalah sistem

prioritas. Prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan

mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul

dengan seleksi pasien berdasarkan; (1) ancaman jiwa yang dapat mematikan

dalam hitungan menit (2) dapat mati dalam hitungan jam (3) trauma ringan (4)

sudah meninggal. Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan
11

dengan menilai: (1) tanda vital dan kondisi umum korban (2) kebutuhan medis (3)

kemungkinan bertahan hidup (4) bantuan yang memungkinkan (Lerner et al.,

2008).

Menurut Kartikawati (2011) beberapa prinsip pelaksanaan triage

dijabarkan sebagai berikut:

a) Proses triage singkat, cepat, dan tepat


b) Pengkajian harus di lakukan secara adekuat dan akurat
c) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
d) Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien
e) Tercapainya kepuasan pasien

2.1.3 Tipe Triage

Berdasarkan pedoman Emergency Nurses Association (ENA)

(Kartikawati, 2011) sistem triage di rumah sakit dibagi menjadi tiga yaitu :

2.1.3.1 Tipe 1

Triage tipe 1 atau traffic director dilaksanakan oleh tenaga non-perawat,

ini merupakan sistem triage yang paling dasar. Seorang penyedia layanan

kesehatan ditunjuk menyambut pasien, mencatat keluhan yang sedang

dirasakan pasien dan berdasarkan dari anamnesa ini petugas tersebut membuat

keputusan, apakah pasien sakit atau tidak. Pasien yang masuk dalam kategori

sakit akan dibawa ke ruang perawatan dan diperiksa langsung. Pada sistem

triage tipe 1, catatan tentang status pasien terbatas dan mungkin hanya terdiri

dari nama pasien dan keluhan utama, sehingga hasil dari pendekatan sistem

triage ini kurang professional. Karena penempatan staf yang berada di pintu

depan/penerimaan pasien tidak memenuhi kriteria atau standar sehingga banyak

pasien yang berisiko tinggi tidak tertangani dengan benar atau bahkan tidak

tertangani. Sistem triage ini tidak memenuhi standar praktik keperawatan gawat

darurat (Standard of Emergency Nursing Practice) dari ENA.


12

2.1.3.2 Tipe 2

Pada sistem triage tipe 2 ini, triage dilakukan oleh perawat

berpengalaman (Registered Nurse/RN) atau dokter yang bertugas di ruang

triage. Pasien segera dilakukan tindakan pertolongan cepat oleh petugas

profesional yang berada di ruang triage. Data subjektif atau objektif terbatas

pada keluhan utama. Berdasarkan hal tersebut pasien diputuskan masuk dalam

tingkatan : gawat darurat, darurat, atau biasa. Rumah sakit yang menggunakan

sistem triage ini harus memiliki standar prosedur triage sebagai pedoman dalam

penentuan status kegawatdaruratan pasien.

2.1.3.3 Tipe 3

Sistem triage tipe 3/triage komprehensif adalah tipe triage yang memiliki

banyak keuntungan dibandingkan dengan sistem triage yang lain. Sistem triage

tipe 3 ini merupakan proses triage yang disarankan oleh ENA dalam praktik

keperawatan darurat. Perawat berlisensi yang bertugas di IGD memilah pasien

dan menentukan prioritas perawatan. Perawat yang bertugas di ruang triage

ialah perawat yang telah berpengalaman dan dinyatakan lulus uji kompetensi

proses orientasi triage. Sistem triage ini memiliki kebijakan, prosedur dan standar

yang digunakan sebagai pedoman. Proses pengkajian melibatkan pengumpulan

data subjektif dan objektif. Tujuan tindakan triage komprehensif adalah

mengumpulkan keterangan penting dalam mendukung keputusan penentuan

prioritas. Tingkatan penentuan triage tergantung pada institusi atau RS, apakah

RS tersebut menggunakan sistem bertingkat tiga, empat, atau lima. Perawat

triage akan mencatat hasil pengkajian awal dalam rekam medis dan mengkaji

ulang pasien sesuai dengan kondisinya. ENA menyarankan pendekatan sistem

triage ini dilakukan tidak lebih dari 2 sampai 5 menit.


13

2.1.4 Sistem Triage IGD

Sistem triage IGD memiliki banyak variasi dan modifikasi yang sesuai

dengan kondisi masing-masing rumah sakit. Beberapa sistem triage yang

digunakan di rumah sakit adalah sebagai berikut:

2.1.4.1 Patient Acuity Category Scale (PACS)

Berdasarkan penelitian Fong et al., (2018) sistem PACS berasal dari

Singapura dan diadopsi oleh rumah sakit yang bekerja sama atau berafiliasi

dengan Singapore General Hospital. PACS terdiri dari 4 skala prioritas yaitu:

Tabel TINJAUAN PUSTAKA.1 Tabel definisi empat tingkat prioritas yang


digunakan di Patient Acuity Category Scale (PACS)

Kategori Deskripsi Kondisi


Tingkat Prioritas 1 Pasien dalam keadaan kolaps sistem kardiovaskuler
(P1) : Kondisi kritis atau akan segera terjadi kolaps dan memerlukan
dan memerlukan penanganan medis segera.
resusitasi Contoh kasus: Trauma multipel mayor, cidera kepala
dengan disertai hilangnya kesadaran, sesak nafas,
pasien tidak sadar dengan sebab apapun.
Tingkat Prioritas 2 Seringkali pasien tidak mampu untuk berjalan dan
(P2) : Gawat Darurat menunjukan adanya kesulitan. Walaupun pasien tampak
Mayor stabil saat pemeriksaan awal dan tidak ditemukan
adanya tanda gawat darurat akan terjadinya kolaps,
tingkat keparahan dari gejala penyakit pasien
memerlukan perhatian dini. Jika tidak diwaspadai,
penurunan kondisi pasien dimungkinkan akan segera
terjadi. Gejala yang parah ditandai adanya sesak nafas,
takikardi, hipertensi atau nyeri hebat, dan
ketidakmampuan untuk berpindah secara mandiri.
Contoh kasus : nyeri dada, patah tulang pada anggota
badan mayor, dislokasi sendi mayor, cedera tulang
belakang, cedera tulang leher dengan tanda vital yang
masih stabil.
Tingkat Prioritas 3 Pasien mampu berjalan, pasien menunjukan adanya
(P3) : Gawat Darurat gejala tingkat ringan hingga sedang dan memerlukan
14

Kategori Deskripsi Kondisi


Minor pengobatan dini.
Contoh kasus : Terkilir/keseleo, nyeri perut ringan,
demam disertai batuk beberapa hari, gigitan serangga
atau binatang (tanpa adanya masalah serius), jejas
superfisial dengan atau tanpa adanya perdarahan,
cidera kepala ringan (pasien sadar dan tidak ada
muntah), masuknya benda asing pada telinga, hidung,
atau tenggorok, infeksi saluran kemih, sakit kepala.
Tingkat Prioritas 4 Pasien yang mengalami cidera/trauma lama atau suatu
(P4) : Tidak gawat kondisi penyakit yang telah menetap lama.
darurat Contoh kasus : Nyeri pinggang kronis (LBP), kolesterol
tinggi, jerawat.
Catatan : Pasien P1 segera ditangani dan pasien P2 didahulukan sebelum

pasien P3. Pasien P4 ditangani setelah kasus P1, P2, dan P3 telah tuntas.

Hasil penelitian Fong et.al (2018) menunjukan sistem PACS sangat bagus

digunakan untuk kasus-kasus kegawatdaruratan di IGD dengan nilai 0.88 (95%

CI: 0.87–0.89). PACS mampu mendemonstrasikan sebuah validasi antara jumlah

pasien yang terdaftar dengan jumlah kebutuhan tenaga perawat yang

mengerjakan. Meski demikian, PACS tidak dapat mendiskritkan antara individual

pasien yang memerlukan tambahan tenaga perawat (intensivitas) atau hanya

sedikit memerlukan penanganan perawat.

2.1.4.2 Worthing Physiology Score System (WPSS)

Worthing Physiological Scoring System (WPSS) adalah suatu sistem

skoring prognostik sederhana yang mengindentifikasi penanda fisiologis pada

tahap awal untuk melakukan tindakan secepatnya, yang dituangkan dalam

bentuk intervention-calling score. Skor tersebut didapatkan dari pengukuran

tanda vital yang mencakup tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan,

temperatur, saturasi oksigen, dan tingkat kesadaran berdasar AVPU (alert,

verbal, pain, unresponsive). WPSS mengkategorikan pasien menjadi tiga yaitu


15

normal, waspada dan gawat, penilaian kondisi pasien dapat dilihat berdasarkan

tabel 2.2.

Tabel TINJAUAN PUSTAKA.2 Tabel The Worthing Physiology Score System


(WPSS)

Penanda fisiologis Skor Skor 1 Skor 2 Skor 3


0
Frekuensi ≤19 20-21 ≥22
pernapasan
Nadi ≤101 ≥102 ≤99
Tekanan sistolik ≥100
Suhu ≥35.3 <35.3
Saturasi oksigen 96- 94 < 96 92 < 94 < 92
100
AVPU sadar Lain-lain
Total skor Intervensi
Total skor 0—1 Normal
Total skor 2—4 Waspada
Total skor ≥5 Gawat

Intervention-calling score WPSS mempunyai keterbatasan pada pasien

trauma oleh karena pada pasien trauma walaupun mengalami kondisi yang berat

yang berkaitan dengan traumanya namun dalam keadaan akut seringkali masih

memiliki cadangan fisiologis yang masih baik (Duckitt et al., 2007).

WPSS melakukan penilaian tanda vital dengan sederhana dalam

identifikasi pasien, serta memberikan kategori triage yang obyektif. Selain itu

menurut (Irawan et.al., 2016) WPSS memiliki beberapa keuntungan yaitu:

a) Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.

b) Mengubah parameter klinis yang terukur kedalam suatu nilai skor.

c) Peralatan (tensimeter, termometer, dan pulse oxymetri) yang dibutuhkan

minimal, tidak menyakiti, serta mudah digunakan.

d) Penilaian yang dilakukan akan seragam antar staf.


16

2.1.4.3 Australia Triage Scale

Australian Triage Scale (ATS) merupakan skala yang digunakan untuk

mengukur urgensi klinis sehingga paten terlihat pada waktu yang tepat, sesuai

dengan urgensi klinisnya (Hodge, et.al., 2013). ATS dirancang untuk digunakan

di rumah sakit berbasis layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru.

Ini memberikan kesempatan bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja di IGD

(kasus, efisiensi operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya)

(Christ, et.al., 2010). ATS mengkategorikan pasien menjadi lima kategori,

penilaian kondisi pasien dapat dilihat berdasarkan tabel 2.3.

Tabel TINJAUAN PUSTAKA.3 Tabel The Australian Triage System (ATS)

Kategori Respon Deskripsi kategori Deskripsi klinis


ATS
Kategori Segera, Kondisi yang Henti Jantung
1 penilaian dan mengancam nyawa Henti nafas
tatalaksana atau berisiko Sumbatan jalan nafas
diberikan mengancam nyawa mendadak yang berisiko
secara bila tidak segera di
menimbulkan henti jantung
simultan intervensi Pernafasan < 10x/menit
Distres pernafasan berat
Tekanan darah sistole < 80
(dewasa) atau anak dengan
klinis shock berat
Kesadaran tidak ada respon
atau hanya berespon dengan
nyeri
Kejang berkelanjutan
Gangguan perilaku berat yang
mengancam diri pasien dan
orang lain
Kategori Penilaian dan Risiko mengancam Jalan nafas : ada stridor
2 tatalaksana nyawa, dimana disertai distres pernafasan
diberikan kondisi pasien berat
secara dapat memburuk Gangguan sirkulasi
simultan dengan cepat, - Akral dingin
dalam waktu dapat segera - Denyut nadi < 50 kali per
10 menit menimbulkan gagal menit atau lebih dari
organ bila tidak 150x/menit pada dewasa
diberikan - Hipotensi dengan gangguan
tatalaksana dalam hemodinamik lain
waktu 10 menit - Banyak kehilangan darah
setelah datang
17

Kategori Respon Deskripsi kategori Deskripsi klinis


ATS
atau Nyeri dada tipikal
Pasien memiliki Nyeri hebat apapun
kondisi yang penyebabnya
memiliki periode Delirum atau gaduh gelisah
terapi efektif Defisit neurologis akut
seperti trombolitik (hemiparesis, disfasia)
pada ST Elevation Demam dengan letargi
Myocard Infark Mata terpercik zat asam atau
(STEMI), zat basa
trombolitik pada Trauma multipel yang
stroke iskemik membutuhkan respon tim
baru, dan Trauma lokal namun berat
antidotum pada (traumatic amputation, fraktur
kasus keracunan terbuka dengan perdarahan)
Atau Riwayat medis berisiko
Nyeri hebat (VAS - Riwayat tertelan bahan
7-10) nyeri harus beracun dan berbahaya
diatasi dalam - Riwayat tersengat racun
waktu 10 menit binatang tertentu
setelah pasien - Nyeri yang diduga berasal
datang dari emboli paru, diseksi aorta,
kehamilan ektopik

Gangguan perilaku
- Perilaku agresif dan kasar
- Perilaku yang
membahayakan diri sendiri
dan orang lain dan
membutuhkan tindakan
restraint

Kategori Penilaian dan Kondisi potensi Hipertensi berat


3 tatalaksana berbahaya, Kehilangan darah moderat
dapat mengancam nyawa Sesak nafas
dilakukan atau dapat Saturasi oksigen 90-95%
dalam waktu menambah Paska kejang
30 menit keparahan bila Demam pada pasien
penilaian dan immunokompromais (pasien
tatalaksana tidak AIDS, pasien onkologi, pasien
dilaksanakan dalam terapi steroid)
dalam waktu 30 Muntah menetap dengan
menit tanda dehidrasi
Atau Nyeri kepala dengan riwayat
Kondisi segera, pingsan, saat ini sudah sadar
dimana ada Nyeri sedang apapun
pengobatan yang penyebabnya
harus segera Nyeri dada atipikal
18

Kategori Respon Deskripsi kategori Deskripsi klinis


ATS
diberikan dalam Nyeri perut tanpa tanda akut
waktu 30 menit abdomen
untuk mencegah Pasien dengan usia > 65
risiko perburukan tahun
kondisi pasien Trauma ekstremitas moderat
Atau (deformitas, laserasi, sensasi
Nyeri sedang yang perabaan menurun, pulsasi
harus diatasi dalam ekstremitas menurun
waktu 30 menit mendadak, mekanisme
trauma memiliki risiko tinggi
Neonatus dengan kondisi
stabil
Gangguan perilaku yang
sangat tertekan, menarik diri,
agitasi, gangguan isi dan
bentuk pikiran akut, potensi
menyakiti diri sendiri
Ketegori Penilaian dan Kondisi berpotensi Perdarahan ringan
4 tatalaksana jatuh menjadi lebih Terhirup benda asing tanpa
dapat dimulai berat apabila ada sumbatan jalan nafas dan
dalam waktu penlaian dan sesak nafas
60 menit tatalaksana tidak Cedera kepala ringan tanpa
segera riwayat pingsan
dilaksanakan Nyeri ringan-sedang
dalam waktu 60 Muntah atau diare tanpa
menit dehidrasi
Kondisi segera, Radang atau benda asing di
dimana ada mata, penglihatan normal
pengobatan yang Trauma ekstremitas minor
harus segera (keseleo, curiga fraktur, luka
diberikan dalam robek sederhana, tidak ada
waktu 60 menit gangguan neurovaskular
untuk mencegah ekstremitas) sendi bengkak
risiko perburukan Nyeri perut non spesifik
kondisi pasien Gangguan perilaku
Kondisi medis Pasien riwayat gangguan
kompleks, pasien yang merusak diri dan
membutuhkan mengganggu orang lain, saat
pemeriksaan yang ini dalam observasi
banyak, konsultasi
dengan berbagai
spesialis dan
tatalaksana
diruang rawat inap
Nyeri ringan
Kategori Penilaian dan Kondisi tidak Nyeri ringan
5 tatalaksana segera, yaitu Riwayat penyakit tidak berisiko
19

Kategori Respon Deskripsi kategori Deskripsi klinis


ATS
dapat dimulai
kondisi kronik atau dan saat ini tidak menunjukan
dalam waktu minor dimana gejala
120 menit gejala tidak Keluhan minor yang saat
berisiko memberat berkunjung masih dirasakan
bila pengobatan Luka kecil (luka lecet, luka
tidak segera robek kecil)
diberikan Kunjungan ulang untuk ganti
Masalah klinis verban, evaluasi jahitan
administratif Kunjungan untuk imunisasi
Mengambil hasil Pasien kronis psikiatri tanpa
lab dan meminta gejala akut dan hemodinamik
penjelasan, stabil
meminta sertifikat
kesehatan,
meminta
perpanjangan
resep
2.1.4.4 Emergency Severity Index (ESI)

Sistem ESI dikembangkan di Amerika Serikat dan Kanada oleh

perhimpunan perawat emergensi (Adler et al., 2019). Emergency Severity Index

diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia, dan rumah sakit-rumah sakit di

Indonesia (Malinovska, et.al, 2019). Emergency Severity Index (ESI) memiliki 5

skala prioritas yaitu:

a) Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang

mengancam jiwa (impending life/limb threatening problem) sehingga

membutuhkan tindakan penyelamatan jiwa yang segera. Parameter prioritas

1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara

lain, cardiac arrest, status epileptikus, koma hipoglikemik dan lain-lain.

b) Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang

berpotensi mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan

yang sifatnya segera dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah

pasien-pasien haemodinamik atau ABCD stabil dengan penurunan


20

kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12). Contoh prioritas 2 antara lain,

serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan lain-lain.

c) Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan

evaluasi yang mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh

prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium,

radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.

d) Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu

tindakan sederhana oleh tim medis dan perawat di IGD. Contoh prioritas 4

antara lain pasien BPH yang memerlukan kateter urine, vulnus laceratum

yang membutuhkan hecting sederhana dan lain-lain.

e) Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan

tindakan/intervensi dari tim medis dan perawat. Pasien ini hanya memerlukan

pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan penunjang.

Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral. Contoh

prioritas 5 antara lain, common cold, acne, dan lain-lain (Hadi, 2016).

2.1.5 Proses Triage IGD

Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu IGD. Perawat triage

harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan

melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di

brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat (Kartikawati,

2011).

Pengkajian triage haruslah dilakukan dengan jelas dan tepat waktu.

Tujuan triage ini ialah untuk mengumpulkan data dan keterangan sesuai dengan

kondisi pasien dalam rangka pengambilan keputusan triage (Fultz & Sturt, 2005).

Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak
21

lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat

utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area

pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus,

bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa

memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien

tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit

(Prasetyantoro, 2013).

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau

gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap

pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru

dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.

Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area

pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau

mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis (Christ et al., 2010)

Ketika perawat triage menemukan kondisi yang mengancam nyawa,

pernapasan atau sirkulasi, maka perawat tersebut harus segera melakukan

intervensi dan pasien dibawa ke ruang perawatan (FitzGerald, et.al, 2010). Bila

kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia

mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien

ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif

dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien

membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang

berasal langsung dari pasien (Kartikawati, 2012).

Di dalam tindakan triage terdapat istilah undertriage dan uptriage (Jones,

Marsden & Windle, 2006). Dua konsep kunci ini sangat penting untuk memahami
22

proses triage. Undertriage adalah proses yang underestimating tingkat

keparahan atau cedera. Misalnya pasien prioritas 1 (segera) sebagai prioritas 2

(tertunda) atau prioritas 3 (minimal). Uptriage adalah proses overestimating

tingkat individu yang telah mengalami sakit atau cedera. Misalnya pasien

prioritas 3 sebagai prioritas 2 (tertunda) atau prioritas 1 (segera) (Volz et al.,

2019). Beberapa literature menyebutkan apabila terdapat keragu-raguan dalam

menentukan prioritas penderita maka dianjurkan untuk melakukan uptriage untuk

menghindari penurunan kondisi penderita (ENA, 2006).

Tujuan tindakan triage bukan untuk mendiagnosis penyakit tetapi

melakukan pengkajian dan rencana tindakan sesuai dengan kondisi pasien

(Nonutu, Malara, & Mulyadi, 2015). Sistem subjective, objective, asessment,

planning (SOAP) bisa digunakan sebagai panduan dalam pengumpulan data

subjektif, objektif, rencana tindakan dan penatalaksanaanya. Proses SOAP

secara efektif dapat berfungsi sebagai dokumentasi pengkajian dan tindakan

keperawatan dalam proses triage (Lubis et al., 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan perawat

triage berdasarkan penelitian Duko et al., (2019) pada 101 perawat di Rumah

Sakit Pendidikan Hawassa Ethiopia didapatkan hasil mayoritas perawat berjenis

kelamin perempuan, hampir seluruhnya berusia kurang dari 30 tahun, separuh

dari responden memiliki pengetahuan tentang triage yang rendah. Faktor yang

signifikan mempengaruhi pengetahuan perawat tirage diantaranya adalah

pengalaman bekerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman triage. Sedangkan

faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan triage diantaranya adalah

pengalaman bekerja dan pengalaman triage.


23

2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Pengertian pengetahuan


Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang

(Notoatmodjo, 2003).

Budiman dan Riyanto (2013) membagi pengetahuan yang merupakan

bagian perilaku kesehatan menjadi 2 diantaranya berikut :

a) Pengetahuan implisit

Pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang

dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi,

perspektif, dan prinsip. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan

budaya bahkan bisa tidak disadari.

b) Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud

nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan

dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Roger (1974) dalam Machfoedz (2005) mengungkapkan bahwa

seseorang sebelum mengadopsi perilaku baru akan terjadi proses berikut, yaitu:

a) Awareness (kesadaran), di mana orang menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus.


b) Interest, subyek mulai tertarik terhadap stimulus atau subyek tersebut. Di sini

sikap subyek sudah mulai timbul.


24

c) Evaluation, pada tahap ini subjek mulai menimbang-nimbang baik buruknya

stimulus terhadap dirinya.


d) Trial, subjek mulai melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh

stimulus.
e) Adaption, subjek lebih berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2.2 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. Menurut

Notoatmodjo (2003), yaitu:

2.2.2.1 Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi dan menyatakan.

2.2.2.2 Memahami (comprehensif)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara

benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan atau menyebutkan.

2.2.2.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


25

2.2.2.4 Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampun untuk menjabarkan materi atau subjek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan

masih ada kaitannya dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat diketahui

dari penggunaa kata kerja, seperti dapat menggambarkan atau membuat bagan,

membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.

2.2.2.5 Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas dan

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

2.2.2.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Notoatmodjo (2003) menjelaskan pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
b) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
c) Keyakinan
26

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temerun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan

seseorang, baik keyakinan iti sifatnya positif maupun negatif.


d) Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya: radio, televisi, majalah, koran dan buku.


e) Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruhi langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu

untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.


f) Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.2.4 Pengukuran pengetahuan

Roger (1974 dalam Machfoedz dkk, 2005) mengungkapkan pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan

dengan 6 tingkatan domain pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru atau

adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran

atau sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan langgeng (Machfoedz dkk,2005). Arikunto (2006)

mengkategorikan pengetahuan seseorang dalam tiga tingkatan yang didasarkan

pada nilai presentase yaitu sebagai berikut :

a) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 75%

b) Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56 – 74%

c) Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 55%


27

2.3 Konsep Perawat

2.3.1 Pengertian Perawat

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai

kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya

pelayanan atau asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu

pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Keperawatan sebagai suatu

bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga

dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus

kehidupan manusia (Sumarno, Ismanto, & Bataha, 2017). Dalam memberikan

pelayanan keperawatan, perawat perlu memberikan dukungan emosional

kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia. Perawat sebagai

tenaga keperawatan yang professional harus memiliki kemampuan intelektual,

teknikal, dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktik, memperhatikan

kaidah etik dan moral (Rembet, Mulyadi, & Malara, 2015).

2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Perawat

Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah :

a) Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok, dan masyarakat

serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan

tersebut.

b) Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.


28

c) Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan, dan

pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan

terminal

d) Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan

e) Mendokumentasikan proses keperawatan

f) Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta

merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan

pengembangan keterampilan dan praktik keperawatan

g) Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada

pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat

h) Bekerjasama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan

masyarakat

i) Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam

melaksanakan kegiatan keperawatan

Doheny (dalam Kusnanto, 2004) mengidentifikasi beberapa elemen peran

perawat sebagai perawat professional meliputi :

a) Care giver (pemberi asuhan keperawatan)

Sebagai pelaku/pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat

memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung

kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi;

pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,

menegakan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data,

merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang

muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan

tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi
29

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukannya.

b) Client advocate (pembela untuk melindungi klien)

Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara

klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien,

membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi

dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan

tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan

perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan

keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam

menjalankan perawat sebagai advocate (pembela klien), perawat harus dapat

melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan

keperawatan.

c) Counsellor (pemberi bimbingan/konseling klien)

Memberikan konseling/bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat

tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan kepada

individu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan

pengalaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah

keperawatan, mengubah perilaku hidup ke arah perilaku hidup sehat.

d) Educator (sebagai pendidik klien)

Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan

kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan

dan tindakan medis yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima

tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya.

e) Collaborator (anggota tim kesehatan)


30

Perawat juga bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga

dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna

memenuhi kebutuhan kesehatan klien.

f) Change agent (pembaharu)

Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,

bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar

menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang

sitematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan perawatan

kepada klien.

g) Consultant (konsultan)

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien

terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini

dapat dikatakan, perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan

kondisi spesifik klien.

2.3.3 Peran Perawat di IGD

Sebagai tenaga kesehatan yang paling dominan di pelayanan kesehatan,

perawat mempunyai peranan penting di IGD. Sebagai petugas IGD, perawat

harus punya kesiapsiagaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Ambarwati & Lataruva (2014) menyatakan keberhasilan pelayanan gawat darurat

dipengaruhi oleh tiga kesiapan, yaitu kesiapan mental artinya petugas harus siap

dalam 24 jam dan tidak dapat ditunda, kemudian kesiapan pengetahuan teoritis

dan patofisiologis berbagai organ tubuh yang penting dan keterampilan manual

untuk tindakan dalam pertolongan pertama. Yang ketiga kesiapan alat dan obat-

obatan darurat yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam

memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat.


31

Salah satu peran perawat di IGD adalah sebagai petugas triage.

Penelitian Dadashzadeh et.al (2013) dalam penelitian kualitatifnya menyatakan

bahwa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan triage dibagi menjadi 3 kategori

yaitu pertama faktor personil (keterampilan dan pengetahuan perawat), kedua

faktor pasien dan ketiga adalah faktor non personil salah satunya adalah beban

kerja. Faktor personil atau ketenagaan mempunyai peranan yang penting dalam

pelaksanaan triage. Faktor ketenagaan yang dimaksud adalah jumlah perawat di

IGD, jumlah perawat satu shift, pendidikan terakhir perawat yang bekerja di IGD,

dan pelatihan lanjutan yang pernah diikuti oleh perawat (Dadashzadeh, et.al,

2013).

2.3.4 Karakteristik Perawat IGD

2.3.4.1 Usia

Usia dominan perawat IGD sekitar 18-34 tahun (Ainiyah, et.al, 2015).

Rerata usia perawat IGD berdasarkan penelitian terhadap 266 perawat

ditemukan angka 33.37 tahun (Fathoni et.al, 2013). Sedangkan dari penelitian

Suryanto et.al (2018) dari 465 perawat IGD mayoritas berusia 26-30 tahun. Dari

penelitian sebelumnya terdapat perbedaan hasil dimana Mawu (2016)

menyatakan terdapat hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan tentang

penanganan pertama pasien gawat darurat. Sedangkan penelitian Suryanto et.al

(2018) menyatakan bahwa usia bukan merupakan faktor pembeda yang

signifikan terkait dengan tingkat pengetahuan perawat di IGD (Suryanto et al.,

2018).

Hasil penelitian sebelumnya juga didapatkan karaktersitik usia seseorang

tidak berhubungan dengan pengetahuan, seperti penelitian Mawu et.al (2016)

tentang hubungan karakteristik perawat dengan penanganan pertama pada

pasien kegawatan Muskuloskeletal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,


32

hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada korelasi antara usia terhadap

penanganan pertama pada pasien. Selain itu, dari hasil penelitian Lubis et.al

(2014) menyatakan bahwa karakteristik tenaga kesehatan tidak selalu

berhubungan dengan pengetahuannya. Dari penelitian tersebut dapat diketahui

bahwa tidak ada hubungan antara umur dan lama kerja dengan pengetahuan.

2.3.4.2 Jenis Kelamin

Perawat IGD memerlukan tindakan ekstra cepat dengan ketahanan diri

yang baik, maka beberapa rumah sakit memprioritaskan laki-laki sebagai tenaga

perawat di IGD, namun seiring bertambahnya populasi perempuan serta isu

persamaan gender. Hasil penelitian Fathoni et.al (2013) menunjukan mayoritas

perawat IGD adalah perempuan. Sedangkan dari penelitian Suryanto et.al (2018)

dari 465 perawat IGD mayoritas berjenis kelamin perempuan (59,1%). Dari

penelitian sebelumnya didapatkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor

pembeda yang signifikan dengan tingkat pengetahuan dan praktik, namun tidak

signifikan pada sikap tentang pelayanan gawat darurat.

2.3.4.3 Status Kepegawaian

Masih sedikit penelitian yang menyertakan status kepegawaian sebagai

variabel yang diteliti berkaitan dengan keterampilan triage. Secara tidak

langsung, pegawai tetap (permanen) akan memiliki keterampilan yang lebih baik

dibandingkan dengan pegawai honorer. Hal ini berkorelasi dengan jumlah

ketetapan jam kerja dan akumulasi pengalaman bekerja di instansi tersebut.

Pegawai tetap juga mendapatkan prioritas untuk akses terhadap pendidikan dan

pelatihan yang lebih berkualitas (Ainiyah, et.al, 2015).


33

2.3.4.4 Tingkat Pendidikan

Sebagian besar sumber daya perawat di Indonesia adalah D3

Keperawatan. Hasil penelitian Fathoni et.al (2013) menunjukan bahwa hampir

seluruh perawat IGD (94.4%) memiliki tingkat pendidikan diploma. Sedangkan

hanya sebagaia kecil yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana keperawatan

(Ners). Sedangkan dari penelitian Suryanto et.al (2018) dari 465 perawat IGD

mayoritas memiliki tingkat pendidikan terakhir diploma keperawatan (DIII), dari

penelitian tersebut didapatkan pendidikan merupakan faktor pembeda yang

signifikan dengan sikap dan praktik, namun tidak signifikan pada pengetahuan

tentang pelayanan gawat darurat.

2.3.4.5 Pengalaman Kerja

Keterampilan triage perawat berhubungan dengan pengalaman perawat

yang cukup lama bekerja di IGD setidaknya 5–10 tahun, dengan pengalaman

yang cukup lama, maka kemampuan menghadapi pasien dan kasus juga akan

semakin banyak sehingga ketika melaksanakan tindakan perawatan dapat

optimal. Hasil penelitian. Fujino et.al (2015) menunjukkan bahwa semakin lama

bekerja maka kinerja perawat menjadi semakin baik. Keterampilan perawat IGD

yang baik juga ditunjukkan berupa kemampuan perawat melakukan perawatan

baik kritis ataupun non kritis dengan baik, kemampuan teknis berupa

keterampilan penggunaan perangkat mekanik atau penunjang, keterampilan

melakukan perawatan yang dibutuhkan oleh pasien kritis, serta pengalaman

perawat saat bekerja dengan kompeten dalam situasi darurat. Sedangkan dari

penelitian Suryanto et.al (2018) dari 465 perawat IGD terkait pelayanan gawat

darurat, 27,1% memiliki pengalaman kerja kurang dari lima tahun (< 5 tahun).

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa pengalaman kerja merupakan faktor


34

pembeda yang signifikan dengan sikap, namun tidak signifikan dengan

pengetahuan dan praktik tentang pelayanan gawat darurat.

2.3.4.6 Riwayat Pelatihan

Tanabe et.al., (2011) meneliti 112 perawat puskesmas yang dibagi

menjadi dua kelompok yaitu salah satunya sebagai kontrol. Penelitian ini

memberikan perlakuan berupa pelatihan keterampilan komunikasi dan hasilnya

menunjukkan bahwa kinerja perawat meningkat secara signifikan pada reponden

yang lebih dahulu mendapatkan pelatihan daripada yang tidak diberikan

pelatihan. Kinerja perawat yang kurang baik juga ditunjukkan dari sebagian kecil

perawat yang merasa kurang atau belum mampu menggunakan kesempatan

belajar untuk pengembangan diri dan professional berkelanjutan.

Chen & Johantgen (2010) menunjukan adanya hubungan antara

pengembangan profesional berupa pelatihan dengan kepuasan kerja, di mana

kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan yang dilakukan, jika

sikap positif ini muncul maka kinerja yang dilakukan juga menjadi optimal, kinerja

yang dimaksud disini adalah pelaksanaan triage. Selain itu, beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja tersebut telah ditemukan dalam penelitian ini yaitu bahwa

sebagian besar mempunyai pengalaman yang cukup lama bekerja di IGD (5-10

tahun), seluruh responden pernah mengikuti BLS, BTLS dan PPGD sedangkan

sebagian besar juga sudah mengikuti GELS. Hal ini sesuai dengan penelitian

Rahmati, et.al., (2013) pada perawat IGD di Iran menunjukkan terjadi

peningkatan kinerja setelah diberikan pelatihan tentang triage setelah 6 minggu.

Penelitian Suryanto et.al (2018) dari 465 perawat IGD, 32% memiliki

riwayat satu kali mengikuti pelatihan terkait kegawatdaruratan. Dari penelitian

tersebut didapatkan bahwa riwayat pelatihan merupakan faktor pembeda yang


35

signifikan dengan pengetahuan, sikap dan praktik tentang pelayanan gawat

darurat.
BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Pasien masuk IGD

Triage IGD

Perawat Tenaga medis

Karakteristik Perawat

Usia Jenis Status Tingkat Pengalaman Riwayat


Kelamin Kepegawaian Pendidikan kerja Pelatihan

Perempuan PNS SPK


Laki-laki BLUD Diploma III
Diploma IV
Ners
Magister

Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Tingkat pengetahuan :


pengetahuan : Triage : - 76 - 100 % = Baik
- Pengalaman 1. Pengertian triage - 56 - 75% = Cukup
- Tingkat pendidikan 2. Prinsip triage - 0 - 55% = Kurang
- Keyakinan 3. Kategori triage
- Fasilitas 4. Klasifikasi dan
- Penghasilan penentuan prioritas
- Sosial budaya triage
5. Kartu triage
6. Fungsi triage

Keterampilan
= Diteliti Triage

= Tidak diteliti

Gambar KERANGKA KONSEP PENELITIAN.1 Kerangka Konsep Penelitian


Hubungan Antara Karakteristik Perawat dengan Tingkat
Pengetahuan Triage Pada Perawat di IGD RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang

36
37

Petugas triage di IGD terdiri dari tenaga medis dan perawat. Perawat dan

tim medis berkolaborasi dalam menentukan tingkat prioritas pasien yang datang

ke IGD. Karakteristik perawat meliputi usia, jenis kelamin, status kepegawaian,

tingkat pendidikan pengalaman kerja, dan riwayat pelatihan dimungkinkan

mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang triage. Karakteristik

tersebut memberikan dampak adanya heterogenitas atau keberagaman kognitif

dari perawat. Pengetahuan tentang triage yang akan didentifikasi dalam

penelitian menckup pengertian triage, prinsip triage, kategori triage, klasifikasi

dan penentuan prioritas, kartu triage, dan fungsi triage. Tingkat pengetahuan

secara kategorikal akan dibagi menjadi tiga tingkatan yakni kategori baik, cukup,

dan kurang. Dengan pengetahuan tentang triage yang baik diharapkan dapat

meningkatkan keterampilan triage seorang perawat.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

yaitu (H1) :

1. Ada hubungan antara usia perawat dengan tingkat pengetahuan triage pada

perawat di IGD

2. Ada hubungan antara jenis kelamin perawat dengan tingkat pengetahuan

triage pada perawat di IGD

3. Ada hubungan antara status kepegawaian dengan tingkat pengetahuan

triage pada perawat di IGD

4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan triage

pada perawat di IGD

5. Ada hubungan antara pengalaman kerja dengan tingkat pengetahuan triage

pada perawat di IGD

6. Ada hubungan antara riwayat pelatihan dengan tingkat pengetahuan triage

pada perawat di IGD


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian

atas variabel dilingkup penelitian. Rancangan penelitian yang akan digunakan

untuk penelitian ini adalah metode analitik korelasional dengan desain studi

cross sectional (potong lintang), yaitu suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu bersamaan

sehingga cukup efektif dan efisien (point time approach). Artinya, tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo,

2010). Dengan metode ini diharapkan dapat mengetahui hubungan karakteristik

perawat dengan tingkat pengetahuan tentang triage pada perawat IGD RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat di IGD RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa

terdapat 71 orang tenaga perawat di IGD RSSA Malang.

4.2.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua perawat IGD RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang.

38
39

4.2.3 Teknik Sampling

Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan non probability

sampling dengan pendekatan Total sampling.

4.3 Variabel Penelitian

Identifikasi variabel merupakan bagian penelitian dengan cara

menentukan variabel-variabel yang ada dalam penelitian, seperti variabel

independen dan variabel dependen.

4.3.1 Variabel Independen

Variabel independen (variable bebas) pada penelitian ini adalah

karakteristik perawat yang meliputi usia, jenis kelamin, status kepegawaian,

tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan riwayat pelatihan.

4.3.2 Variabel Dependen

Variabel dependen (variable terikat) dalam penelitian ini adalah tingkat

pengetahuan perawat tentang triage.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2019 di

IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


40

4.5 Definisi Operasional

Tabel METODOLOGI PENELITIAN.4 Definisi Operasional Penelitian penelitian

Variabel Sub-Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Independent
Karakteristik Latar belakang Karakteristik perawat meliputi : Kuesioner - -
perawat individual perawat - Usia
sehingga membentuk -Jenis kelamin
ragam faktor dalam - Status kepegawaian
mempengaruhi -Tingkat pendidikan
tingkat pengetahuan -Pengalaman kerja
triage - Riwayat pelatihan
Usia Lama hidup perawat Usia yang masih Kuesioner Ordinal 1. Remaja Akhir (17
IGD dalam tahun memungkinkan dalam kategori – 25 th) (Kode 1)
sejak lahir sampai produktif untuk bekerja di IGD 2. Dewasa Awal
dengan ulang tahun (26- 35 th) (Kode 2)
terakhir 3. Dewasa Akhir
(36- 45 th) (Kode 3)
4. Lansia Awal (46-
55 th) (Kode 4)
5. Lansia Akhir (56
– 65 th) (Kode 5)
Jenis Ciri biologis yang Ciri biologis yang dapat Kuesioner Nominal 1. Perempuan (kode 1)
Kelamin dimiliki oleh perawat ditemukan secara nyata dan 2. Laki-laki (kode 2)
IGD dan dibedakan diabsahkan dalam kartu
menjadi laki-laki dan identitas yang resmi
perempuan dikeluarkan oleh pemerintah
(KTP) dengan kemungkinan
sebagai laki-laki atau
perempuan.
41

Variabel Sub-Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Status Status kepegawaian Status ketetapan pegawai Kuesioner Nominal 1. Pegawai Negeri Sipil
Kepegawaian yang dimiliki oleh yang diterima berdasarkan (PNS) (Kode 1)
perawat IGD SK Direktur atau SK Badan 2. Pegawai BLUD (Kode
berdasarkan surat Kepegawaian Daerah yang 2)
keputusan (SK) yang digolongkan menjadi :
dikeluarkan oleh  Pegawai Negeri Sipil
pejabat yang  Pegawai BLUD
berwenang

Tingkat Jenjang pendidikan Jenjang pendidikan formal Kuesioner Ordinal 1. SPK (Kode 1)
Pendidikan formal dalam yang diakui berdasarkan 2. Diploma III (Kode 2)
keperawatan konsil keperawatan nasional : 3. Diploma IV (Kode 3)
berdasarkan ijazah  Sekolah Perawat 4. Sarjana (Ners) (Kode
terakhir responden Kesehatan (SPK) 4)
 Diploma III Keperawatan 5. Magister Keperawatan
(DIII) (Kode 5)
 Diploma IV Keperawatan
(DIV)
 Sarjana Keperawatan
(Ners)
 Magister Keperawatan /
Spesialis
Pengalaman Lama bekerja dalam Jumlah akumulasi lama Kuesioner Rasio Lama kerja responden
Kerja tahun dimulai sejak bekerja perawat di IGD dalam bulan
responden bekerja di (tahun) yang secara resmi
IGD RSUD Dr. Saiful ditugaskan oleh pejabat yang
Anwar Malang berwenang.
sampai dengan
penelitian
dilaksanakan
42

Variabel Sub-Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Riwayat Jumlah pelatihan Pengalaman responden Kuesioner Rasio Jumlah nominal
Pelatihan yang telah diikuti oleh dalam mengikuti pelatihan responden mengikuti
perawat IGD sejak terkait kegawatdaruratan pelatihan
pertama ditugaskan seperti :
hingga penelitian  BLS/BCLS
dilaksanakan,  ACLS
pelatihan hanya  BTLS
terkait tatalaksana  ATLS
kasus yang berkaitan  Basic Emergency
dengan Ambulance Protocol
kegawatdaruratan  Triage Officer Course
 Trauma Nursing Care
 EKG dan Pelatihan
Resusitasi
 GELS
 PPGD
Dependent

Pengetahuan - Segala sesuatu yang Terdapat 20 pertanyaan Kuesioner Ordinal Pengetahuan kategori:
Triage diketahui perawat tentang pengetahuan triage Pengetahuan  Jawaban benar poin
tentang proses yang terdiri dari 6 komponen Triage 1
pemilahan dan yaitu: (Hadi, 2016)  Jawaban salah poin
kategorisasi pasien 1. Pengertian Triage (2 soal) 0
berdasarkan tingkat 2. Prinsip Triage (4 soal)
Rentangan skor 0—20
kegawatdaruratannya 3. Kategori Triage (4 soal)
4. Klasifikasi dan Penentuan
sesuai pedoman di Rentangan skor tersebut
Prioritas (4 soal)
RSUD Dr. Saiful diprosentasekan dan
5. Kartu Triage (3 soal)
Anwar Malang 6. Fungsi Triage (3 soal) dibagi menjadi 3 kategori
tingkat pengetahuan :
 Kategori baik : 76 -
100 % (Kode 1)
 Kategori cukup : 56 -
75% (Kode 2)
43

Variabel Sub-Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
 Kategori kurang : 0 -
55% (Kode 3)
(Arikunto, 2013)
44

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner karakteristik perawat dan pengetahuan triage. Kuesioner berisi

serangkainan pertanyaan yang tersusun berdasarkan indikator karakteristik dan

pengetahuan dalam melakukan triage di IGD.

Karakteristik responden terdiri dari umur, jenis kelamin (laki-laki –

perempuan), status kepegawaian (PNS – BLUD), pendidikan terakhir (SPK –

Diploma III – Diploma IV – Sarjana (Ners) – Magister), lama kerja, riwayat

pelatihan.

Kuesioner pengetahuan tentang triage pada penelitian ini menggunakan

kuesioner dari peneliti sebelumnya yang disusun oleh Hadi (2016), telah diuji

validitas dan reliabilitasnya terhadap perawat IGD di RSUD Dr. Soedirman

Kebumen. Komponen kuesioner pengetahuan sebagai berikut:

Tabel METODOLOGI PENELITIAN.5 Tabel komponen kuesioner penelitian


hubungan perawat dengan tingkat pengetahuan tentang triage pada
perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

No Komponen Jumlah No Soal


1 Pengertian Triage 2 1 dan 2
2 Prinsip-prinsip Triage 4 3,4,5,6
3 Kategori Triage 4 7,8,9,10
4 Klasifikasi dan Penentuan Prioritas 4 11,12,13,14
5 Kartu Triage 3 15,16,17
6 Fungsi Triage 3 18,19,20

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner pengetahuan tentang triage telah

dilakukan oleh Hadi (2016) dan diperoleh hasil seluruh komponen pertanyaan

telah teruji valid menggunakan uji Pearson Correlation ( t hasil > t tabel ) pada

signifikansi 0,05 yaitu rentang 0,581—0,919. Sedangkan hasil pengujian alpha

crobach’s diperoleh nilai reliabilitas 0,948. Berdasarkan hasil uji tersebut


45

instrumen kuesioner pengetahuan telah valid dan dapat diandalkan sebagai alat

penelitian.

4.8 Alur Kerja Penilitian

Proposal Penelitian

Uji Proposal dan Laik Etik

Populasi Penelitian:
Perawat IGD RSSA

Responden Penelitian:
Total Sampling

Penjelasan Prosedur dan Informed Consent

Pengisian Kuesioner Karakteristik dan Pengetahuan Triage

Penilaian Pengetahuan dalam Pelaksaan Triage

Pengolahan Data:
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa data Univariat dan Bivariat

Penyajian Data

Gambar METODOLOGI PENELITIAN.2 Alur Kerja Penelitian Hubungan Antara


Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan Triage Pada Perawat di
IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
46

4.9 Pengumpulan Data

4.9.1 Sumber Data

Data Primer, didapatkan melalui lembar kuesioner. Lembar kuesioner

yang digunakan berisi beberapa item pernyataan tertutup tentang karakteristik

pasien dan pengetahuan triage.

4.9.2 Teknik Pengumpulan Data

Data karakteristik perawat dan tingkat pengetahuan didapatkan oleh

peneliti dari hasil pengisian kuesioner. Alur pengumpulan data adalah sebagai

berikut:

a. Peneliti meminta izin penelitian dan melakukan koordinasi dengan Diklit RSU

Dr. Saiful Anwar Malang. Setelah mendapatkan izin, peneliti kemudian

menyeleksi pasien yang akan menjadi responden sesuai dengan kriteria

inklusi untuk menjadi sampel penelitian


b. Setelah didapatkan sampel, maka peneliti akan memberikan

penjelasan terkait maksud, tujuan, dan manfaat penelitian. Proses membina

hubungan saling percaya diakhiri dengan membagikan lembar persetujuan

menjadi responden. Responden yang menyetujui kemudian menandatangani

lembar persetujuan tersebut dan mengembalikan kepada peneliti.


c. Peneliti menjelaskan tatacara dan informasi terkait kuesioner kepada

responden. Setelah semua mengerti tataca pengisian, peneliti membagikan

kuesioner kepada responden.


d. Peneliti membagi kuesioner karakteristik perawat dan tingkat pengetahuan

triage menggunakan instrument yang telah disiapkan oleh peneliti.


e. Responden mengembalikan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

4.10 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu proses yang dilakukan secara

sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan. Secara garis besar

pengolahan meliputi 4 langkah. Antara lain :


47

4.10.1 Pengkoreksian (editing)

Editing dilakukan setelah pengumpulan data dilakukan. Pada tahap

editing dilakukan pemeriksaan antara lain kelengkapan identitas responden,

kesesuaian jawaban, kelengkapan pengisian jawaban, kesalahan atau ada

tidaknya jawaban yang belum diisi, serta kesesuaian jawaban responden dari

setiap pertanyaan yang diberikan.

4.10.2 Pengkodean (coding)

Pada coding ini, merupakan tahap pemberian kode pada hasil jawaban

responden untuk memudahkan pada tahap scoring data dan pengolahan data.

Kode diberikan berdasarkan hasil ukur yang tercantum dalam definisi

operasional. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis

data menggunakan komputer.

4.10.3 Scoring

Pada tahap scoring ini, dilakukan pengubahan jenis data ke dalam bentuk

angka atau skor yang disesuaikan dengan teknik analisa yang dipilih, misal:

skala likert.

4.10.4 Tabulasi

Dalam tahap tabulasi ini, data yang telah dimasukkan diperiksa kembali

untuk memastikan bahwa data telah lengkap dan benar-benar bersih dari

kesalahan serta siap dilakukan analisis.

4.11 Analisa Data

4.11.1 Univariat

Analisis univariat untuk memperoleh nilai tendensi sentral (mean,

median), dan variasi (varian, range, dan standar deviasi) terhadap data numerik.

Data yang termasuk dalam numerik yaitu umur, pengalaman kerja, dan riwayat

pelatihan. Sedangkan data yang termasuk dalam kategorik adalah jenis kelamin,
48

status kepegawaian, tingkat pendidikan, dan pengetahuan. Hasil analisis

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (f) dan prosentase (%).

4.11.2 Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui antara variabel independen

dengan variabel dependen (Sutanto, 2007). Pada penelitian ini digunakan dua uji

statistik, yaitu uji korelasi pearson untuk variabel independen berbentuk data

numerik dan variabel dependen berbentuk kategorik dan uji spearman rho untuk

variabel independen dan variabel dependen berbentuk kategorik. Sebelumnya

akan diakukan uji normalitas untuk data numerik, jika sebaran data tidak normal,

maka semua akan diuji dengan menggunakan uji spearman rho. Hal ini terlihat

pada tabel berikut :

Tabel METODOLOGI PENELITIAN.6 Tabel Jenis uji bivariate antar variabel


penelitian hubungan perawat dengan tingkat pengetahuan tentang
triage pada perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Variabel Independen Variabel Dependen Uji Statistik


Usia (Ordinal) Pengetahuan (Ordinal) Spearman rho
Jenis kelamin (nominal) Pengetahuan (Ordinal) Spearman rho
Status kepegawaian Pengetahuan (Ordinal) Spearman rho
(nominal)
Tingkat pendidikan (ordinal) Pengetahuan (Ordinal) Spearman rho
Pengalaman kerja (Rasio) Pengetahuan (Ordinal) Pearson
Riwayat pelatihan (Rasio) Pengetahuan (Ordinal) Pearson

Nilai alpha yang digunakan dalam penelitian adalah 0,05 dengan tingkat

kepercayaan 95%. Hasil kesimpulan pada uji korelasi pearson bila p value < 0,05

maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen,

sedangkan hasil uji spearman rho bila p value < 0,05 maka dapat disimpulkan

ada yang signifikan antara variabel independen dan dependen.

4.12 Etika Penelitian

Peneliti memohon izin kepada pihak terkait sebelum penelitian, hal

tersebut dilakukan dengan cara menjalani uji etik yang dilakukan oleh komisi etik
49

terlebih dahulu, setelah uji tersebut pihak komisi etik penelitian RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang mengeluarkan surat laik yang akan digunakan dalam izin

penelitian. Penelitian dimulai dengan melakukan prosedur yang berhubungan

dengan etika penelitian meliputi :

Respect to human

Penelitian ini mengimplementasikan prinsip menghormati harkat dan

martabat manusia dalam bentuk memberikan hak subyek penelitian untuk

mendapatkan penjelasan segala informasi penelitian, hak mendapatkan jawaban

dari setiap pertanyaan, serta hak untuk mengundurkan diri kapan saja.

Beneficience & non-maleficience

Penelitian ini sudah disesuaikan dengan SPO terbaru, sehingga dapat

memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko.

Confidentiality

Penelitian ini tidak menampilkan informasi mengenai identitas baik nama

maupun alamat asal responden dalam penyajian data untuk menjaga anonymity

dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti menggunakan koding (inisial atau

identification number) sebagai pengganti identitas responden.

Justice

Penelitian ini memeperlakukan responden secara adil mencakup

menyeleksi responden dengan adil dan tidak diskriminatif, memberikan

penghargaan terhadap semua persetujuan responden, responden juga dapat

mengakses penelitian setiap saat diperlukan untuk klarifikasi informasi, serta

akan memberikan perlakukan yang sama.


DAFTAR PUSTAKA

Adler, D., Abar, B., Durham, D. D., Bastani, A., Bernstein, S. L., Baugh, C. W., …
Henning, D. J. (2019). Validation of the Emergency Severity Index (Version
4) for the Triage of Adult Emergency Department Patients With Active
Cancer. The Journal of Emergency Medicine.
Ainiyah, N., Ahsan, & Fathoni, M. (2015). The Factors Associated with The Triage
Implementation in Emergency. Jurnal Ners, 9(1), 147–157.
https://doi.org/10.20473/jn.V10I12015.147-157
Ambarwati, D., & Lataruva, E. (2014). Pengaruh beban kerja terhadap stres
perawat igd dengan dukungan sosial sebagai variabel moderating (studi
pada RSUP Dr. Kariadi Semarang). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Australasian College For Emergency Medicine. (2016). Guideline on The
Implementation of The ATS. 1–8.
Budiman, R. A. (2013). Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan sikap dalam
penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, P4-8.
Chen, Y. M., & Johantgen, M. E. (2010). Magnet Hospital attributes in European
hospitals: A multilevel model of job satisfaction. International Journal of
Nursing Studies, 47(8), 1001–1012.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2009.12.016
Christ, M., Grossmann, F., Winter, D., Bingisser, R., & Platz, E. (2010). Modern
triage in the emergency department. Deutsches Ärzteblatt International,
107(50), 892.
Dadashzadeh, A., Abdolahzadeh, F., Rahmani, A., & Ghojazadeh, M. (2013).
Factors Affecting Triage Decision-Making from The Viewpoints of
Emergency Department Staff in Tabriz Hospitals. Critical Care Nursing, 6(4),
269–276.
Dinkes Prov Jatim. (2015). Data Kunjungan Pasien IGD di Jawa Timur 2014.
Surabaya.
Duckitt, R. W., Buxton-Thomas, R., Walker, J., Cheek, E., Bewick, V., Venn, R., &
Forni, L. G. (2007). Worthing physiological scoring system: derivation and
validation of a physiological early-warning system for medical admissions.
An observational, population-based single-centre study. British Journal of
Anaesthesia, 98(6), 769–774.
Duko, B., Geja, E., Oltaye, Z., Belayneh, F., Kedir, A., & Gebire, M. (2019). Triage
knowledge and skills among nurses in emergency units of Specialized
Hospital in Hawassa, Ethiopia: cross sectional study. BMC Research Notes,
12(1), 21.
ENA. (2006). Hospital-based emergency care: at the breaking point. Washington,
DC: National Academies Press.
Fathoni, M., Sangchan, H., & Songwathana, P. (2013). Relationships between
Triage Knowledge , Training , Working Experiences and Triage Skills among

50
51

Emergency Nurses in East Java , Indonesia. Journal Of Nursing (Nurse


Media), 3(1), 511–525.
FitzGerald, G., Jelinek, G. A., Scott, D., & Gerdtz, M. F. (2010). Emergency
department triage revisited. Emergency Medicine Journal, 27(2), 86–92.
Fong, R. Y., Glen, W. S. S., Jamil, A. K. M., Tam, W. W. S., & Kowitlawakul, Y.
(2018). Comparison of The Emergency Severity Index versus the Patient
Acuity Category Scale in an Emergency Setting. International Emergency
Nursing, 41(May), 13–18. https://doi.org/10.1016/j.ienj.2018.05.001
Fujino, Y., Tanaka, M., Yonemitsu, Y., & Kawamoto, R. (2015). The relationship
between characteristics of nursing performance and years of experience in
nurses with high emotional intelligence. International Journal of Nursing
Practice, 21(6), 876–881. https://doi.org/10.1111/ijn.12311
Fultz, J., & Sturt, P. A. (2005). Mosby’s emergency nursing reference. Elsevier
Mosby.
Gilboy N, Tanabe T, Travers D, R. A. (2011). Emergency Severity Index (ESI): A
Triage Tool for Emergency Department Care, Version 4. Agency for
Healthcare Research and Quality, 31(2), 93–97.
https://doi.org/10.1080/01933920500493548
Hadi, A. B. (2016). Gambaran Pengetahuan dan Penerapan Triage oleh Perawat
di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Skripsi Stikes
Muhammadiyah Gombong.
Hodge, A., Hugman, A., Varndell, W., & Howes, K. (2013). A review of the quality
assurance processes for the Australasian Triage Scale (ATS) and
implications for future practice. Australasian Emergency Nursing Journal,
16(1), 21–29.
Irawan, D., Juniarto, A. Z., & Rochana, N. (2016). Early Warning Score As A
Triage System Increases Response Time Of Patient Management In
Emergency Departments. System, 16, 177.
Irawati, W. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Pelaksanaan
Triage di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Skripsi
Stikes Muhammadiyah Gombong.
Kartikawati, D. (2011). Buku ajar dasar-dasar keperawatan gawat darurat.
Jakarta: Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien. Jakarta.
Khairina, I., Malini, H., & Huriani, E. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pengambilan Keputusan Perawat dalam Ketepatan Triase di Kota
Padang. Indonesian Journal for Health Science, 02(01), 1–6.
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lerner, E. B., Schwartz, R., L. Coule, P., Weinstein, E., C. Cone, D., C. Hunt, R.,
… O’Connor, R. (2008). Mass Casualty Triage: An Evaluation of the Data
and Development of a Proposed National Guideline. Disaster Medicine and
52

Public Health Preparedness, 2 Suppl 1, S25-34.


https://doi.org/10.1097/DMP.0b013e318182194e
Lubis, H. P., Barus, R. P., Barus, M. N. G., Lintang, L. S., Munthe, I. G., & Dina,
S. (2013). Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Bidan Puskesmas di Kota Medan Pap Smear dan Kanker Serviks.
The Journal of Medical School, 47(2), 72–76.
Machfoedz, I. (2005). Teknik membuat alat ukur penelitian bidang kesehatan.
Yogyakarta: Fitra Mayu.
Mahrur, A., Yuniar, I., & Sarwono. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Lamanya Waktu Tanggap dalam Pelayanan Gawat Darurat di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 12(1), 36–43.
Malinovska, A., Pitasch, L., Geigy, N., Nickel, C. H., & Bingisser, R. (2019).
Modification of the Emergency Severity Index Improves Mortality Prediction
in Older Patients. Western Journal of Emergency Medicine, 20(4), 633.
Manitoba Health. (2010). Annyal Report of Manitoba Health January 2010.
Manitoba.
Martanti, R. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Keterampilan Petugas
dalam Pelaksanaan Triage di Instalasi Gawat Darurat RSUD Wates. Skripsi
PSIK STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Mawu, D. P., Bidjuni, H., & Hamel, R. (2016). Hubungan Karakteristik Perawat
dengan Penanganan Pertama pada Pasien Kegawatdaruratan
Muskuloskeletal di RSUP Prof. Kandou Manado. E-Journal Keperawatan (e-
Kp), 4(2), 1–8.
Nina Destifiana. (2015). HUBUNGAN KEJENUHAN KERJA DAN BEBAN KERJA
DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM PEMBERIAN PELAYANAN
KEPERAWATAN DI IGD DAN ICU RSUD dr. R. GOETHENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Nonutu, P. T., Malara, R., & Mulyadi. (2015). Hubungan Jumlah Kunjungan
Pasien dengan Ketepatan Pelaksanaan Triase di Instalasi Gawat Darurat
RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp), 3(44),
1–6.
Notoatmodjo, S. (2003). Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku.
Yogyakarta: Andi Offset. Hal, 3–5.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: rineka cipta.
Prasetyantoro, I. (2013). Hubungan Ketepatan Penilaian Triase dengan Tingkat
Keberhasilan Penanganan Pasien Cedera Kepala di IGD RSU PKU
Muhammadiyah Bantul. Naskah Publikasi Stikes ’Aisyiyah.
Pusponegoro, D. A. (2010). Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life
Support. Jakarta: Diklat Ambulance AGD 118.
Rahmati, H., Azmoon, M., Meibodi, M. K., & Zare, N. (2013). Effects of Triage
Education on Knowledge, Practice and Qualitative Index of Emergency
Room Staff: A Quasi-Interventional Study. Bull Emerg Trauma, 1(2), 69–75.
53

Rekam Medis. (2018). Data Kunjungan Pasien IGD RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang 2018. Malang.
Rembet, M. A., Mulyadi, & Malara, R. T. (2015). Hubungan Response Time
Perawat dengan Tingkat Kepercayaan Keluarga Pasien pada Triase Kuning
(Urgent) di Instalasi Gawat Darurat RSU GMIM Kalooran Amurang. E-
Journal Keperawatan (e-Kp), 3(September), 1–8.
Sumarno, M. S., Ismanto, A. Y., & Bataha, Y. (2017). Hubungan Ketetapan
Pelaksanaan Triase dengan Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Prof Kandou Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp),
5(1), 1–6.
Suryanto, Plummer, V., & Boyle, M. (2018). Knowledge, Attitude, and Practice of
Ambulance Nurses in Prehospital Care in Malang Indonesia. Australasian
Emergency Care, 21(1), 8–12. https://doi.org/10.1016/j.auec.2017.12.001
Volz, E., Tordella, M., Miller, R., Spence, B., Hall, C., & Chien, C. (2019). ReDS
Vest Use in the Emergency Department: Identifying High Risk Heart Failure
Patients. Journal of Cardiac Failure, 25(8), S68–S69.
54

LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Studi Pendahuluan
55

Lampiran 2 Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

1. Saya Rela Siswanti, mahasiswa Jurusan Keperawatan dengan ini


meminta Bapak/ibu/sdr untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian
yang berjudul Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan
tentang Triage pada Perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

2. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik perawat


dengan tingkat pengetahuan tentang triage pada perawat IGD. Manfaat dari
penelitian ini untuk dapat mengetahui faktor karakteristik perawat yang
berpengaruh dengan tingkat pengetahuan triage di IGD RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang.

3. Penelitian ini akan berlangsung selama satu kali pertemuan dengan


bahan penelitian berupa kuesioner yang dilakukan oleh peneliti sendiri.

4. Keuntungan yang Bapak/ibu/sdr peroleh dengan keikutsertaan


Bapak/ibu/sdr adalah dapat mengetahui tingkat pengetahuan tentang triage,
sehingga mampu untuk memotivasi peningkatan pengetahuan agar
profesionalitas kerja dapat dipertahankan. Manfaat tidak langsung yang dapat
diperoleh meningkatnya kualitas pelayanan di rumah sakit .

5. Ketidaknyamanan/resiko yang mungkin muncul yaitu tersitanya waktu


Bapak/Ibu/Saudara

6. Pada penelitian ini, prosedur pemilihan subjek yaitu dipilih berdasarkan


kriteria, antara lain perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dengan
pengalaman rotasi di Ruang Triage minimal 3 bulan. Mengingat
Bapak/ibu/sdr memenuhi kriteria tersebut, maka peneliti meminta kesediaan
Bapak/ibu/sdr untuk mengikuti penelitian ini setelah penjelasan penelitian ini
diberikan.

7. Jika Bapak/ibu/sdr menyatakan bersedia menjadi responden namun


disaat penelitian berlangsung Bapak/Ibu/Sdr ingin berhenti, maka
Bapak/ibu/sdr dapat menyatakan mengundurkan diri atau tidak melanjutkan
ikut dalam penelitian ini. Tidak akan ada sanksi yang diberikan kepada
Bapak/ibu/sdr terkait hal ini.

8. Nama dan jati diri Bapak/ibu/sdr akan tetap dirahasiakan, sehingga


diharapkan Bapak/ibu/sdr tidak merasa khawatir dan dapat mengisi kuisioner
sesuai kenyataan dan pengalaman Bapak/ibu/sdr yang sebenarnya.
56

9. Jika Bapak/ibu/sdr merasakan ketidaknyamanan atau dampak karena


mengikuti penelitian ini, maka Bapak/ibu/sdr dapat menghubungi peneliti
yaitu saya Rela Siswanti di Nomer Telepon 0813-3300-8228

10. Perlu Bapak/ibu/sdr ketahui bahwa penelitian ini telah mendapatkan


persetujuan kelaikan etik dari suatu Komisi Etik Penelitian Kesehatan,
sehingga Bapak/ibu/sdr tidak perlu khawatir karena penelitian ini akan
dijalankan dengan menerapkan prinsip etik penelitian yang berlaku.

11. Hasil penelitian ini kelak akan dipublikasikan namun tidak terdapat
identitas Bapak/ibu/sdr dalam publikasi tersebut sesuai dengan prinsip etik
yang diterapkan.

12. Saya akan bertanggung jawab secara penuh terhadap kerahasiaan data
yang Bapak/ibu/sdr berikan dengan menyimpan data hasil penelitian yang
hanya dapat diakses oleh peneliti

13. Saya akan memberi tanda terima kasih berupa souvenir

Peneliti Utama

Rela Siswanti
NIM 185070209111085
57

Lampiran 3 Pernyataan Persetujuan Berpartisipasi Dalam Penelitian


PERNYATAAN PERSETUJUAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

1. Saya telah mengerti tentang apa yang tercantum dalam lembar

penjelasan dan telah dijelaskan oleh peneliti.


2. Dengan ini saya menyatakan bahwa secara sukarela bersedia untuk ikut

serta menjadi salah satu responden penelitian yang berjudul “Hubungan

Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan tentang Triage pada

Perawat IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang”

Malang, …. Agustus 2019


Peneliti Yang Membuat Pernyataan

Rela Siswanti (………………………………)


NIM 185070209111085

Saksi I Saksi II

(…………………………….) (…………………………….)
58

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT
PENGETAHUAN TENTANG TRIAGE PADA PERAWAT IGD
RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

A. Karakteristik Responden
Berilah tanda centang  pada pilihan yang telah disediakan sesuai dengan data
pribadi anda atau isilah sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
1 No Responden :
2 Umur : Tahun
3 Jenis Kelamin :  Laki-  Perempuan
Laki
4 Status Kepegawaian :  PNS  BLUD
5 Pendidikan Terakhir :  SPK  Diploma III  Diploma IV
6  Ners  Magister/Spesialis
7 Lama kerja sebagai perawat : Tahun Bulan
8 Lama kerja sebagai perawat IGD : Tahun Bulan
9 Apakah anda pernah dirotasi di Ruang  Tidak Pernah  Pernah
Triage IGD?
10 Jika pernah pernah rotasi di Ruang Triage
a. Berapa lama total anda bekerja di Ruang Triage ? ….. Tahun ….. Bulan
b. Kapan terakhir bekerja di Ruang Triage?
c. Saat ini bertugas dimana?  Critical care  RG  Triage  Ambulance

11 Pelatihan tentang kegawatdaruratanya yang pernah diikuti :


 Basic Life Support / Basic Cardiac Life Support (BLS/BCLS)
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Advanced Cardiac Life Support (ACLS)
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Basic Trauma Life Support (BTLS)
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Advanced Trauma Life Support (ATLS)
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :

 Basic Emergency Ambulance Protocol


59

 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Triage Officer Course
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Trauma Nursing Care
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 ECG dan Pelatihan Resusitasi
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 General Emergency Life Support (GELS)
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Pelatihan Penanganan Gawat Darurat (PPGD)
 Tidak
 Iya, jika “iya” apakah masih  Valid  Kadaluarsa
Tahun pelaksanaan pelatihan :
 Lainnya, Sebutkan jika ada …

B. Pengetahuan Triage
Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang telah disediakan yang
menurut anda benar.
1. Usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit disebut ....
a. Pengkategorian korban
b. Triage
c. Prioritas utama penanganan
2. Usaha pemilahan korban mempertimbangkan prioritas penanganan dan
sumber daya yang ada disebut ....
a. Penyortiran pasien
b. Triage
c. Pemilahan korban.
3. Triage pada umumnya dilakukan pada pasien dengan…
a. Semua pasien
b. Pasien korban kecelakaan
c. Pasien dalam kondisi kritis

4. Waktu untuk Triage per orang adalah….


a. Lebih dari 30 detik
b. Kurang dari 30 detik
c. 15 detik
5. Prinsip utama Triage adalah melaksanakan prioritas dengan urutan nyawa,
fungsi dan ….
a. Penampilan
60

b. Penampakan
c. Postur tubuh
6. Untuk memastikan urutan prioritas, pada korban akan dipasangkan …
a. Kartu Triage
b. Kartu pengenal
c. Kartu antrian
7. Korban yang nyawanya dalam keadaan kritis dan memerlukan prioritas utama
dalam pengobatan medis diberi kartu warna …
a. Merah
b. Hijau
c. Kuning
8. Korban yang dapat menunggu untuk beberapa jam diberi kartu dengan warna
a. Merah
b. Hijau
c. Kuning
9. Korban yang dapat berjalan sendiri diberi kartu dengan warna ….
a. Merah
b. Hijau
c. Kuning
10. Korban yang telah melampaui kondisi kritis dan kecil kemungkinannya untuk
diselamatkan atau telah meninggal diberi kartu …
a. Merah
b. Hijau
c. Hitam
11. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah
kondisi klien salah satunya ….
a. Gawat
b. Perlu perawatan
c. Perlu penanganan segera
12. Keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat merupakan pengertian …
a. Gawat
b. Darurat
c. Gawat Darurat
13. Suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan
cepat dan tepat seperti kegawatan merupakan pengertian …
a. Gawat
b. Darurat
c. Gawat Darurat
14. Suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak
ditolong segera maka dapat meninggal/ cacat merupakan pengertian …
a. Gawat
b. Darurat
c. Gawat Darurat
15. Triage di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang
dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau tenaga medis gawat darurat
dinamakan ….
61

a. Triage di Tempat
b. Triage Medik
c. Triage Evakuasi
16. Triage yang dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan disebut….
a. Triage di Tempat
b. Triage Medik
c. Triage Evakuasi
17. Triage yang ditujukan kepada korban yang dapat dipindahkan ke rumah sakit
yang telah siap menerima korban bencana masal disebut….
a. Triage di Tempat
b. Triage Medik
c. Triage Evakuasi
18. Berikut merupakan fungsi triage yang berkaitan dengan kegiatan pembedaan
kegawatan yaitu….
a. Memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas.
b. Menentukan kebutuhan media
c. Pemindahan pasien ke ruang operasi
19. Berikut merupakan fungsi triage yang berkaitan dengan kegiatan anamnesa
dan pemeriksaan….
a. Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban.
b. Menilai kemungkinan kecacatan pada pasien
c. Menilai kemungkinan tindakan operasi pada pasien
20. Berikut merupakan fungsi triage yang berkaitan dengan kegiatan penentuan
derajat kegawatan
a. Menentukan prioritas penanganan korban.
b. Menentukan kebutuhan oksigenasi
c. Menentukan kebutuhan pasien

Anda mungkin juga menyukai