PENDAHULUAN
Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International
(JCI).
Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 13 ayat 3
menjelaskan bahwa “Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus
bekerja sesuai dengan standar profesi,standar pelayanan Rumah Sakit, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.” Pasal tersebut dengan tegas menyebutkan
bahwa keselamatan pasien menjadi salah satu asas dalam penyelenggaraan
rumah sakit dan sekaligus juga menjadi salah satu hak pasien selama dalam
perawatan di rumah sakit.
Dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
24 secara jelas menyebutkan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi
ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Hal ini berarti bahwa
kewajiban tenaga kesehatan untuk menerapkan keselamatan pasien
merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah
Sakit. Apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran dalam implementasi
keselamatan pasien, dapat dikenakan sangsi sesuai ketentuan UU tersebut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 1291/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang menjadi tonggak utama operasionalisasi keselamatan
pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Dalam peraturan ini dikatakan insiden
keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang
tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera
(KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
Pada saat ini, kualitas pelayanan kesehatan memasuki era patient safety
sebagai fokus utamanya. Keselamatan pasien sudah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia. Pelayanan kesehatan yang tidak aman dan tidak berkualitas
akan meningkatkan terjadinya mordibitas dan mortalitas serta beban finansial
bagi sistem kesehatan dan masyarakat. Patient safety merupakan bagian dari
konsep Patient Centered Care (PCC). Konsep Patient Centered Care (pelayanan
berpusat kepada pasien) sudah diterapkan banyak rumah sakit di negara maju.
Patient Centered Care (PCC) lebih menghargai sentuhan dan tidak hanya sekedar
berbicara dengan pasien, PCC tidak hanya mengedepankan teknologi, tapi lebih
memperhatikan pentingnya interaksi diantara individu (Atmaja, 2018).
Konsep PCC sebenarnya sudah ada sejak lama, namun penerapannya masih
sangat susah dilaksanakan oleh banyak rumah sakit di Indonesia. Menurut
Australian Commision on Safety and Quality in Health Care (ACSQHC) Patient
Centered Care (PCC) adalah suatu pendekatan inovatif terhadap perencanaan,
pemberian, dan evaluasi atas pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
kemitraan yang saling menguntungkan antara pemberi layanan kesehatan, pasien
dan keluarga. Patient Centered Care diterapkan kepada pasien dari segala
kelompok usia, dan bisa dipraktekkan dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan
(Lumenta, 2012). Setianingsih (2018) dalam jurnalnya menyebutkan 8 dimensi
Patient Centered Care menurut Picker Institute terkait kebutuhan perawatan
pasien yaitu menghormati nilai dan kebutuhan pasien; partisipasi keluarga dan
teman; informasi, komunikasi dan edukasi; asuhan berkelanjutan; askes terhadap
pelayanan; integrasi dan koordinasi; kenyamana fisik dan manajemen nyeri,
dukungan emosional (Tzelepis F., dkk., 2015)
Aspek dalam konsep inti PCC ini jika diterapkan secara mendalam dan baik
maka akan tercapai pelayanan kesehatan yang baik serta resiko terjadinya insiden
keselamatan pasien dalam suatu rumah sakit dapat berkurang. (Framptom, 2008)
Perawat sebagai bagian dari tenaga Professional Pemberi Asuhan (PPA) di Rumah
Sakit, berperan penting dalam fungsi rumah sakit. Perawat memiliki kontak
terbanyak dengan pasien. Luasnya peran perawat memungkinkan terjadinya resiko
kesalahan pelayanan (Mua, 2016). PCC yang berkualitas akan meningkatkan
mutu asuhan keperawatan dan kualitas hidup pasien (Atmaja, 2018). Dalam
penerapan PCC, asuhan keperawatan di rumah sakit harus melibatkan semua
aspek yang terkait rumah sakit, mulai dari pimpinan, dokter, perawat, sampai
tenaga non-medis. Strategi – strategi yang dapat dilakukan dalam implementasi
PCC yaitu : pelatihan leadership, pemberian reward dan insentif dan pelatihan
untuk quality improvement (Atmaja, 2018). Implementasi PCC di ruang Intensive
Care Unit (ICU) menjadi komponen penting, karena asuhan keperawatan yang
diberikan di ICU berbeda dengan perawatan lainnya. ICU merupakan unit khusus
untuk perawatan pasien kritis, dengan lingkungan perawatan yang kritis dan
tuntutan untuk melakukan perawatan, biologis, psikologis dan social dalam
perawatan pasien ICU (Jakimowicz S. & Perry L., 2015). Kompleksitas dari
perawatan di ruang ICU dapat menimbulkan kecemasan tersendiri bagi pasien
maupun keluarga. Kondisi ruang perawatan yang terpisah dari dunia luar,
banyaknya peralatan canggih, serta mesin bantuan nafas dipersepsikan oleh
keluarga dan pasien ICU sebagai ruangan yang stresfull (Setianingsih, 2018). PCC
juga meningkatkan status kesehatan dan meningkatkan efisiensi perawatan dengan
mengurangi tes diagnostik dan perujukan (Rusmawati, 2016). Menurut
Setianingsih, dkk (2018) perawatan pasien kritis di ICU berpotensi terjadi
dehumanisai pada pasien, kondisi pasien penurunan kesadaran, karena pasien
yang dipegang oleh lebih dari 1 dokter, dan adanya pelayanan keperawatan yan
terfragmentasi. Selain itu di ICU beresiko terjadi kejadian tidak diharapkan
(KTD).