Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN

PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Palangka Raya


Jl. Mahir Mahar Km. 18,5 Kalampangan 73114 Telp (0536) 324610
Email : rsudkota@palangkaraya.go.id
Website : www.rsudkota.palangkaraya.go.id
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan

tes dan prosedur, berbagai alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang memberikan

pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan kerutinan pelayanan

tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi kejadian tidak diharapkan (KTD), dimana

KTD merupakan kejadian yang akan mengancam keselamatan pasien (Depkes RI,2006). Kejadian

tidak diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan

pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommission), bukan

karena underlying diseases/kondisi pasien.

Keselamatan pasien di rumah sakit menjadi isu penting karena banyaknya kasus medical error

yang terjadi diberbagai negara. Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di

rumah sakit meninggal akibat medical error, selain itu penelitian juga membuktikan bahwa kematian

akibat cidera medis 50% diantaranya sebenarnya dapat dicegah (Cahyono, 2012). Di rumah sakit

diberbagai negara, berdasarkan hasil penelitian ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%,

(Lombogio, 2016), berdasarkan laporan insiden keselamatan pasien di Indonesia oleh

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) provinsi pada tahun 2007, ditemukan

sejumlah kasus jenis KNC sebesar 63%, dan KTD sebesar 46,2%, sedangkan pada tahun

2010 kasus KTD meningkat menjadi 63%, yang terdiri dari 12 provinsi di Indonesia

(Muthmainnah, 2014).

Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting. Budaya keselamatan pasien akan

menurunkan adverse event (AE) sehingga akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan masyarakat

akan meningkat. Budaya keselamatan pasien membantu organisasi mengembangkan clinical

governance, organisasi dapat lebih menyadari kesalahan yang telah terjadi, menganalisis dan
mencegah bahaya atau kesalahan yang akan terjadi, mengurangi komplikasi pasien, kesalahan

berulang serta sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi keluhan dan tuntutan. (Cahyono, 2012).

Menurut WHO (2009), rumah sakit yang ingin memperbaiki mutu pelayanan terkait

keselamatan pasien, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan budaya

keselamatan pasien. Hal pertama yang harus diperhatikan dalam menerapkan budaya keselamatan

pasien adalah komitmen pemimpin akan keselamatan. Karena, untuk menciptakan budaya

keselamatan pasien yang kuat dan menurunkan KTD, diperlukan pemimpin yang efektif dalam

menanamkan budaya yang jelas, mendukung usaha pegawai, dan tidak bersifat menghukum. Aspek

kepemimpinan yang dimaksud di sini adalah kepemimpinan pada tingkat dasar, seperti kepala

ruangan atau kepala unit. Hal ini dikarenakan keselamatan pasien dipengaruhi oleh kebiasaan

pegawai atau error yang terjadi. Kebiasaan pegawai atau error ini dipengaruhi oleh faktor unit

manajer atau budaya tim.

Upaya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit akan sangat berarti dan efektif bilamana

keselamatan pasien menjadi budaya kerja sehari-hari dari setiap unsur di rumah sakit termasuk

pimpinan, pelaksana pelayanan dan staf penunjang   (Bea, 2013). The Institute of Medicine ( IOM )

menyatakan bahwa tantangan terbesar dalam gerakan perubahan menuju sistem pelayanan kesehatan

yang lebih aman adalah mengubah budaya keselamatan pasien,  di mana sebuah kesalahan dianggap

sebagai kesempatan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan mencegah insiden keselamatan pasien (

Doweri dkk,  2015).

Sebagai respon terhadap rekomendasi IOM tersebut, organisasi pemberi layanan kesehatan

sejak tahun 2006  mulai berfokus pada budaya keselamatan di unit kerjanya. Langkah pertama adalah

dengan menetapkan status budaya keselamatan di rumah sakit (Sammer, CE dkk. 2010 ). Konsep

budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai produk dari nilai – nilai, sikap, persepsi, kompetensi

dan pola perilaku individu maupun kelompok yang akan mempengaruhi komitmen dan kemampuan

organisasi dalam mengatur manajemen keselamatan. Budaya positif telah dikaitkan dengan

peningkatan keselamatan pasien ( Fujita,dkk. 2014 ).


Upaya yang telah dilakukan di Indonesia antara lain terdapat pada salah satu pedoman yang

dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan PERMENKES No.1691/MENKES/PE/VIII/2011

tentang keselamatan pasien rumah sakit. Pedoman tersebut di antaranya berisi tentang enam sasaran

keselamatan pasien yaitu ketepatan identifikasi pasien; peningkatan komunikasi yang efektif;

peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat

pasien operasi; pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; pengurangan risiko pasien

jatuh. Lebih lanjut ditegaskan pada bab IV pasal 8 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap rumah sakit

wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien (DEPKES RI, 2011).

Penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan pelayanan

keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan

teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang profesional, namun juga

ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang diberikan (Ilyas, 2004). Rumah sakit harus bisa

memastikan penerima pelayanan kesehatan terbebas dari resiko pada proses pemberian layanan

kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming & Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien di rumah sakit

dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan

petugas kesehatan khususnya perawat.

Perbaikan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan memperkecil terjadinya

kesalahan dalam pemberian layanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien akan

mendeteksi kesalahan yang akan dan telah terjadi (Fujita et al., 2013; Hamdan & Saleem, 2013).

Budaya keselamatan pasien tersebut akan meningkatkan kesadaran untuk mencegah error dan

melaporkan jika ada kesalahan (Jeffs, Law, & Baker, 2007). Hal ini dapat memperbaiki outcome

yang dihasilkan oleh rumah sakit tersebut. Outcome yang baik dapat tercapai jika terjadi peningkatan

budaya keselamatan pasien di lingkungan rumah sakit.

Peningkatan tersebut harus dipantau dan dapat diukur. Oleh karena itu perlu adanya budaya

keselamatan pasien yang baik di lingkungan kerja RSUD Kota Palangka Raya baik itu oleh pimpinan,

pelaksana pelayanan dan staf penunjang lainnya.  .


B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan evaluasi program kerja yang telah dilakukan sebagai upaya membangun

budaya keselamatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Palangka Raya.

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan kesadaran tentang budaya keselamatan pasien.

b. Mengidentifikasi dan membutuhkan pengembangan dalam budaya keselamatan

sesuai komponen reason untuk menyususn program kerja selanjutnya.

c. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam perlaksanaan program

keselamatan pasien khususnya pelaporan insiden dan pembelajaran.

BAB II

PENGERTIAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

Anda mungkin juga menyukai