Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patient safety atau keselamatan pasien di Indonesia menjadi salah satu
indikator pelayanan kesehatan, diatur dalam pasal 43 Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit dan untuk kepentingan pelaksanaannya maka
ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dengan menganalisa perkembangan dan kebutuhan pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Keselamatan pasien adalah suatu system dimana rumah sakit memberikan asuhan
kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya diambil. System tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko.
Setiap tindakan pelyanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya member dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh
karena itu, Rumah Sakit harus mempunyai standar tertentu dalam memberikan
pelyanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam menerima pelyanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, beberapa pasal dalam
undang-undang kesehatan yang membahasa secraa rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap
petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelyanan kesehatan kepada pasien.
Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan serta pasien sudah
seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh
karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan menenai hak pasien serta
mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan
1
dari pasien.

B. Tujuan

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, banyaknya kesalahan dalam


menjaga pelayanan mutu keselamatan pasien di rumah sakit maka budaya
keselamatan pasien sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keselamatan
pasien sehingga menjadikan pelaksaan keselamatan pasien merupakan budaya dalam
melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan,
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap keselamatan pasien yaitu dengan
membuat peraturan-peraturan rumah sakit yang membuat kualitas keselamatan pasien
di rumah sakit meningkat dan angka kejadian kesalahan di rumah sakit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Patient Safety


Patient Safety adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit
menjadi lebih aman. Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000 patient safety
adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan. Menurut Supari,
tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkn cidera
pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan yang berhubungan dengan resiko pasien, laporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko.
Cooper et al (2000) dalam mendifinisikan bahwa “patient safety as the avoidance,
prefention and amelioration of adverse outcomes or injurys stemmink from the processes
of health care. “ Pengertian ini maksudnya bahwa pasien safety merupakan penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cidera-
cidera dari proses pelayanan kesehatan.

Pasien safety melibatkan system operasional dan system pelayanan yang


meminimalkan kemungkinan kejadian adverst event/ error dan memaksimalkan langkah-
langkah penanganan bila error telah terjadi. System ini mencegah terjadinya cdera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.

Tujuan pasien safety adalah :


1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3) Menurunnya KTD ( kejadian tidak diinginkan) di rumah sakit.

3
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.

B. Pengaruh faktor lingkungan pada keselamatan pasien


Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan perawatan pasien harus memenuhi
persyaratan aman perawatan berkualitas tinggi dengan mempertimbangkan hal berikut :
1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.
3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.
4) Meminimalkan resiko infeksi.
5) Meminimalkan resiko efek samping lain sperti jatuh atau kesalahan pengobatan.
6) Mengelola transportasi pasien.
7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan persyaratan
perencanaan pelayanan selanjutnya.

C. Pengaruh faktor manusia pada keselamatan pasien


Human Factors In Patient Safety Model yang dikembangkan oleh Royal College
Of Nursing (RCN) adalah model yang disarankan untuk mengadopsi perspektif sistem
keselamatan pada dunia keperawatan dengan mempertimbangkan berbagai faktor
kontekstual yang berhubungan dengan manusia dalam sistem untuk mempengaruhi
kinerja perawat.
Faktor manusia didefinisikan sebagai disiplin ilmiah bukan kumpulan faktor
tentang manusia, yang dapat mempengaruhi perilaku yang mengakibatkan kesalahan pada
pasien. Faktor manusia menghasilkan faktor langsung berupa tindakan atau kelalaian
yang mempengaruhi praktik keperawatan, sehingga berpotensi untuk memperbaiki hal-
hal yang memperburuk Sistem & Budaya melalui intervensi perbaikan sistem dan budaya
(RCN,2014). Analisis sistem faktor manusia menyediakan cara untuk mengidentifikasi di
mana potensi kesalahan yang mungkin timbul.
Manfaat menerapkan Human Factors In Patient Safety Model bagi seorang
pemimpin di tatanan keperawatan adalah dapat memahami mengapa staf membuat
kesalahan

4
dan faktor mana yang mengancam keselamatan pasien, memperbaiki budaya
keselamatan tim dan organisasi, meningkatkan kerja tim dan memperbaiki
komunikasi antar staf, memperbaiki disain sistem dan peralatan dalam menunjang
mutu pemberian asuhan keperawatan, mengidentifikasi apa yang 'salah' dan
memprediksi apa yang 'bisa salah' dan yang penting selanjutnya adalah menganalisa
bagaimana alat tertentu dapat membantu mengurangi kemungkinan bahaya pada
pasien (Patient Safety First, 2010).

Pengetahuan yang Diperlukan


Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan mendeskripsikan
interaksi antara tiga aspek saling berhubungan: individu di tempat kerja, tugas yang
dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya. Human factor merupakan
ilmu yang menggunakan banyak disiplin misalnya anatomi, fisiologi, fisika, dan
biomekanik untuk mengetahui bagaimana orang bertindak di bawah kondisi-kondisi
yang berbeda. Human factor didefinisikan sebagai studi yang mencakup semua faktor
yang membuatnya lebih mudah untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang benar.
Definisi yang lain dari human factor adalah studi dari hubungan saling terkait
antara manusia, instrumen, dan alat yang mereka gunakan di tempat kerjanya, maupun
di lingkungan dimana mereka bekerja.
Semua orang bisa mengaplikasikan pengetahuan human factor dimanapun
mereka bekerja. Pada tatanan pelayanan kesehatan, pengetahuan human factor bisa
membantu proses desain yang membuat menjadi lebih mudah bagi perawat maupun
dokter untuk melakukan pekerjaannya dnegan benar.
Aplikasi human factor sangatlah relefan dengan patient safety yang tertanam
dalam disiplin human factor, yang merupakan ilmu dasar dari keselamatan. Human
factor bisa menunjukkan kepada kita bagaimana meyakinkan orang lain jika kita
melakukan praktik berdasarkan keselamatan, berkomunikasi baik dengan tim, dan
menyerah terimakan tanggungjawab kepada profesi tenaga kesehatan lain.
Banyak pelayanan kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu dokter dan
perawat yang menyediakan pelayanan. Orang yang ahli pada human factor meyakini
bahwa kesalahan bisa dikurangi dengan memfokuskan pada pemberi pelayanan
kesehatan dan mempelajari bagaimana mereka saling berinteraksi dan bagaimana
hubungan mereka dengan lingkungannya.
Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai lingkungan, Pada tatanan

5
pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi penyebab yang mendasari dari efek
samping yang berhubungan dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga kesehatan
ataupun pasien didalam sistem. Banyak yang berpikir jika kesulitan komunikasi antara
tim tenaga kesehatan terjadinya berdasarkan fakta dari masing-masing tenaga
memiliki sejumlah tugas yang harus dilakukan pada satu waktu.
Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting bukan jumlah
tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang dilakukan. Dokter mungkin menceritakan
kepada mahasiswanya langkah sederhana dari operasi saat dokter tersebut melakukan
operasi namun jika kasusnya tergolong sulit, dokter bedah tersebut tidak dapat
melakukannya karena membutuhkan konsentrasi yang lebih. Pemahaman dari human
factor dan ketaatan terhadap prinsip human factor saat ini menjadi dasar penting untuk
mendisiplinkan patient safety.
Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan prinsip
dalam mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah dalam melakukan tindakan
seperti:
(1) Mengorder medikasi,
(2) Serah terima informasi,
(3) Memindahkan pasien, dan
(4) Skema terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik.
Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan kesehatan,
maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman. Hal ini membutuhkan
solusi desain yang terdiri dari software (sistem pengorderan lewat komputer),
hardware (infus pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak termasuk pencahayaan
dan lingkungan kerja.

Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait manusia seperti
namanya “human factor”. Namun lebih kepada pemahaman akan keterbatasan
manusia dan mendesain tempat kerja maupun peralatan yang kita gunakan sehingga
bisa digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga performance. Mengetahui
bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang, pengetahuan dan skill yang inadekuat
berdampak pada keprofesionalan kesehatan, dan hal ini penting karena akan
membantu kita memahami karakteristik predisposisi yang mungkin berhubungan
dnegan kejadian yang tidak diharapkan maupun error.

Manusia juga mudah mengalami distraksi yang mana merupakan kekuatan


maupun kelemahan. Distraksi membantu kita memperhatikan saat sesuatu yang tidak
6
biasa sedang terjadi. Kita juga sangat baik menyadari dan merespon situasi secara
cepat dan beradaptasi terhadap situasi maupun informasi baru. Namun, distraksi ini
memungkinkan kita kepada error, karena distraksi membuat kita kekurangan
perhatian pada aspek yang paling penting terkait tugas atau situasi. Sebagai contoh
adalah mahasiswa keperawatan mengambil darah dari pasien. Saat mahasiswa sedang
proses membersihkan setelah pengambilan darah, pasien disebelah meminta bantuan.
Mahasiswa tersebut berhenti terhadap tindakan yang dilakukan dan melakukan
bantuan dan melupakan melabel tabung darah. Atau perawat yang melakukan
medikasi dari order telepon dan mengalami interupsi dari kolega yang bertanya
disampingnya, perawat mungkin akan salah mendengar, atau gagal mengecheck
medikasi atau dosis sebagai dampak dari adanya distraksi.

D. Cara untuk meningkatkan keselamatan pasien

Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat
(2) meliputi:
1. Hak pasien;
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap
Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang
meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan

7
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9
Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin
dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
terpenuhi. Hak tersebut antara lain untuk memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedural operasional serta
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi.

E. Langkah Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety

1. Di Rumah Sakit

a. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,


dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota:
dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya.
b. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden.
c. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia.

8
d. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
e. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.

2. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

a. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit


di wilayahnya
b. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
c. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit 3.

3. Di Pusat

a. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan


Rumah Sakit Seluruh Indonesia
b. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas
Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan..
d. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasie

F. Rumah Sakit Wajib Membentuk TKPRS


Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 6
mewajibkan setiap Rumah Sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(TKPRS) yang ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit sebagai pelaksana kegiatan
keselamatan pasien. TKPRS bertanggung jawab kepada Kepala Rumah Sakit.
Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen Rumah Sakit dan unsur dari profesi
kesehatan di Rumah Sakit.

9
Tugas TPKRS adalah :
1. Mengembangkan program keselamatan pasien Rumah Sakit sesuai dengan
kekhususan Rumah Sakit tersebut;
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien
Rumah Sakit;
3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program
keselamatan pasien Rumah Sakit;
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan Rumah Sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien Rumah Sakit;
5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan
solusi untuk pembelajaran;
6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit dalam
rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit;dan
7. Membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah Sakit.

G. Pelaporan Insiden, Analisis Dan Solusi

Sistem pelaporan insiden menurut Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada
Komite Naional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pada ayat (2) ditentukan, pelaporan
insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC
dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari
TKPRS. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah
diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan tersebut ditujukan untuk menurunkan insiden
dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk
menyalahkan orang (non blaming).

Setiap insiden menurut Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan


Pasien Rumah Sakit, harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling
lambat 2x 24 jam sesuai format laporan yang ditentukan. TKPRS melakukan analisis dan
memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan.TKPRS melaporkan
hasil kegiatannya kepada Kepala Rumah Sakit. Rumah Sakit menurut Pasal 13 Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus melaporkan

10
insiden,analisis,rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai dengan format yang
ditentukan. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan KTD secara nasional.

H. Budaya dalam lingkup kerja perawat dalam peningkatan keselamatan pasien

Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam pelaksanaan


keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien
pada pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien, Upaya dalam pelaksanaan
keselamatan pasien diawali dengan penerapan budaya keselamatan pasien.
Hal tersebut dikarenakan berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan
penerapan keselamatan pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada program
keselamatan pasien saja (El-Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011). Budaya
keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang
merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan kesehatan. Pondasi keselamatan
pasien yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya asuhan
keperawatan.Penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan
pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak cukup
dinilai dari kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan
yang profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang diberikan
(Ilyas, 2004). Rumah sakit harus bisa memastikan penerima pelayanan kesehatan terbebas
dari resiko pada proses pemberian layanan kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming &
Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko
yang akan terjadi dan meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas kesehatan
khususnya perawat. Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan
perawat mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian layanan kesehatan
di rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman pasien yang
dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin, & Fitzpatrick, 2010). Pencegahan kesalahan
yang akan terjadi tersebut juga dapatmenurunkan biaya yang dikeluarkan pasien akibat
perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi. Pelayanan yang aman dan nyaman
serta berbiaya rendah merupakan ciri dari perbaikan mutu pelayanan.Perbaikan mutu
pelayanan kesehatandapat dilakukan dengan memperkecil terjadinya kesalahan dalam
pemberian layanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien akan mendeteksi
kesalahan yang akan dan telah terjadi (Fujita et al.,2013; Hamdan & Saleem, 2013).\
11
Budaya keselamatan pasien tersebut akan meningkatkan kesadaran untuk
mencegah errordan melaporkan jika ada kesalahan (Jeffs, Law, & Baker, 2007). Hal ini
dapat memperbaiki outcome yang dihasilkan oleh rumah sakit tersebut.
Tujuan adalah Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, banyaknya
kesalahan dalam menjaga pelayanan mutu keselamatan pasien di rumah sakit maka
budaya keselamatan pasien sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keselamatan
pasien sehingga menjadikan pelaksaan keselamatan pasien merupakan budaya dalam
melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan, Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap keselamatan pasien yaitu dengan membuat peraturan-peraturan rumah sakit yang
membuat kualitas keselamatan pasien di rumah sakit meningkat.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hal yang dapat kita simpulkan adalah bahwa untuk mewujudkan patient
safety butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak, pasien safety merupakan upaya dari
seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan.
Tujuan pasien safety adalah :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3) Menurunnya KTD ( kejadian tidak diinginkan) di rumah sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.

B. SARAN

Demikian makalah ini kami buat, kami berharap agar bermanfaat bagi yang
membaca makalah ini. Apabila makalah yang kami buat ini ada kesalahan
penyusunan maupun dalam kata kata kami minta maaf yang sebesar besarnya. Segala
kritikan dan saran yang membangun kami terima untuk perbaikan selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ulrich, B. and Kear, T. (2014) ‘Patient Safety and Patient Safety


Culture
Fujita et al.,2013; Hamdan & Saleem, 2013.
El-Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011

Supari, tahun 2005, patient safety

Samra, R. et al. (2016) ‘How to Monitor Patient Safety in Primary Care?

Healthcare Professionals’ Views’, Journal of the Royal Society of Medicine

14

Anda mungkin juga menyukai