PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patient safety atau keselamatan pasien di Indonesia menjadi salah satu
indikator pelayanan kesehatan, diatur dalam pasal 43 Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit dan untuk kepentingan pelaksanaannya maka
ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dengan menganalisa perkembangan dan kebutuhan pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Keselamatan pasien adalah suatu system dimana rumah sakit memberikan asuhan
kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya diambil. System tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko.
Setiap tindakan pelyanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya member dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh
karena itu, Rumah Sakit harus mempunyai standar tertentu dalam memberikan
pelyanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam menerima pelyanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, beberapa pasal dalam
undang-undang kesehatan yang membahasa secraa rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap
petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelyanan kesehatan kepada pasien.
Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan serta pasien sudah
seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh
karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan menenai hak pasien serta
mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan
1
dari pasien.
B. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
4
dan faktor mana yang mengancam keselamatan pasien, memperbaiki budaya
keselamatan tim dan organisasi, meningkatkan kerja tim dan memperbaiki
komunikasi antar staf, memperbaiki disain sistem dan peralatan dalam menunjang
mutu pemberian asuhan keperawatan, mengidentifikasi apa yang 'salah' dan
memprediksi apa yang 'bisa salah' dan yang penting selanjutnya adalah menganalisa
bagaimana alat tertentu dapat membantu mengurangi kemungkinan bahaya pada
pasien (Patient Safety First, 2010).
5
pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi penyebab yang mendasari dari efek
samping yang berhubungan dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga kesehatan
ataupun pasien didalam sistem. Banyak yang berpikir jika kesulitan komunikasi antara
tim tenaga kesehatan terjadinya berdasarkan fakta dari masing-masing tenaga
memiliki sejumlah tugas yang harus dilakukan pada satu waktu.
Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting bukan jumlah
tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang dilakukan. Dokter mungkin menceritakan
kepada mahasiswanya langkah sederhana dari operasi saat dokter tersebut melakukan
operasi namun jika kasusnya tergolong sulit, dokter bedah tersebut tidak dapat
melakukannya karena membutuhkan konsentrasi yang lebih. Pemahaman dari human
factor dan ketaatan terhadap prinsip human factor saat ini menjadi dasar penting untuk
mendisiplinkan patient safety.
Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan prinsip
dalam mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah dalam melakukan tindakan
seperti:
(1) Mengorder medikasi,
(2) Serah terima informasi,
(3) Memindahkan pasien, dan
(4) Skema terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik.
Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan kesehatan,
maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman. Hal ini membutuhkan
solusi desain yang terdiri dari software (sistem pengorderan lewat komputer),
hardware (infus pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak termasuk pencahayaan
dan lingkungan kerja.
Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait manusia seperti
namanya “human factor”. Namun lebih kepada pemahaman akan keterbatasan
manusia dan mendesain tempat kerja maupun peralatan yang kita gunakan sehingga
bisa digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga performance. Mengetahui
bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang, pengetahuan dan skill yang inadekuat
berdampak pada keprofesionalan kesehatan, dan hal ini penting karena akan
membantu kita memahami karakteristik predisposisi yang mungkin berhubungan
dnegan kejadian yang tidak diharapkan maupun error.
7
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9
Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin
dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
terpenuhi. Hak tersebut antara lain untuk memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedural operasional serta
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi.
1. Di Rumah Sakit
8
d. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
e. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.
2. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
3. Di Pusat
9
Tugas TPKRS adalah :
1. Mengembangkan program keselamatan pasien Rumah Sakit sesuai dengan
kekhususan Rumah Sakit tersebut;
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien
Rumah Sakit;
3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program
keselamatan pasien Rumah Sakit;
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan Rumah Sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien Rumah Sakit;
5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan
solusi untuk pembelajaran;
6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit dalam
rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit;dan
7. Membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah Sakit.
Sistem pelaporan insiden menurut Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada
Komite Naional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pada ayat (2) ditentukan, pelaporan
insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC
dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari
TKPRS. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah
diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan tersebut ditujukan untuk menurunkan insiden
dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk
menyalahkan orang (non blaming).
10
insiden,analisis,rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai dengan format yang
ditentukan. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan KTD secara nasional.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hal yang dapat kita simpulkan adalah bahwa untuk mewujudkan patient
safety butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak, pasien safety merupakan upaya dari
seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan.
Tujuan pasien safety adalah :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3) Menurunnya KTD ( kejadian tidak diinginkan) di rumah sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami buat, kami berharap agar bermanfaat bagi yang
membaca makalah ini. Apabila makalah yang kami buat ini ada kesalahan
penyusunan maupun dalam kata kata kami minta maaf yang sebesar besarnya. Segala
kritikan dan saran yang membangun kami terima untuk perbaikan selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14