Anda di halaman 1dari 49

PATIENT SAFETY

BY : SUSI AMENTA BERU PEANGIN-


ANGIN.S.KEP.Ners.M.KM.
A.    Pengertian Patient safety
• Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas
dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien
akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
• Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
• "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah
menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di
seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di
negara maju yang menerapkan Keselamatan
Pasien untuk menjamin mutu pelayanan,
tetapi juga rumah sakit di negara berkembang,
seperti Indonesia.
• Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no
1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi
Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya
membangun dan mengembangkan Keselamatan Pasien,
namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan
pemahaman manajemen terhadap Keselamatan Pasien.
Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi
manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit
Keselamatan Pasien secara utuh.
• Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien
adalah suatu sistem di rumah sakit yang menjadikan
pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh
karena dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindaklanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang
seharusnya dilaksanakan secara normatif.
• Melihat lengkapnya urutan mekanisme
Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut,
maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah
sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal
yang merugikan pasien (medical error, nursing
error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal
mungkin.
• Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient
safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera
karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety) adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Meliputi: assessment risiko,identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko.
.
B. Tujuan Sistem Patient safety
     

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit


adalah:
1.Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah
Sakit
2.Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit
terhadap pasien dan masyarakat
3.Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4.Terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD.
• Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional
adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi
yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure
surgery(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan
pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5.Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko
pasien terluka karena jatuh)
C. Urgensi Patient safety
• Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang
sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari
sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat
ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien
menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko
yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien
harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul
karena error. Bila program keselamatan pasien tidak
dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan
sehingga meningkatkan biaya urusan hukum,
menurunkan efisisiensi, dll.
D. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient
safety

1. Lima isu penting terkait keselamatan


(hospital risk) yaitu:
a.    Keselamatan pasien
b.    Keselamatan pekerja (nakes)
c.    Keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan)
d.    Keselamatan lingkungan
e.    Keselamatan bisnis.
2. Elemen Patient safety
a.    Adverse drug events (ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b.    Restraint use (kendali penggunaan)
c.    Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d.    Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e.    Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f.     Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g.    Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h.    Immunization program (program imunisasi)
i.      Falls (terjatuh)
j.      Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)
k.    Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
3. Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab
Kesalahan yang Paling Umum):
a.       Communication problems (masalah komunikas
b.      Inadequate information flow (arus informasi yang tidak
memadai)
c.    Human problems (masalah manusia)
d.    Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e.    Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer
pengetahuan)
f.     Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g.    Technical failures (kesalahan teknis)
h.    Inadequate policies and procedures (kebijakan dan
prosedur yang tidak memadai)
E. Standar Keselamatan Pasien
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient
safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),
yaitu:
1.      Hak pasien
• Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a.    Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b.    Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan
C. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2.    Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya
tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan
mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a.  Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan
jujur
b.  Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e.   Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan
RS
f.Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang
rasa
g.  Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
• Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai
berikut:
a.    Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b.    Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya
c.    Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan
komunikasi
d.   Komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
• Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
KP dengan criteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan
      

(design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju


Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
     

c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif


    

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan


   

informasi hasil analisis


5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien standarnya adalah:
a.       impinan dorong & jamin implementasi program KP
melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b.      Pimpinan menjamin berlangsungnya program
proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c.       Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi &
koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
d.      Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang
adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan
kinerja RS serta tingkatkan KP.
E.Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria
sebagai berikut:
• Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
• Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden,
• Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
• Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden,
termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
• Tersedia mekanisme pelaporan internal dan
eksternal berkaitan dengan insiden,
• Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis
insiden
• Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara
sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
• Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan
• Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan
informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien
• Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
1. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
dengan kriteria sebagai berikut:
• Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
• Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiataninservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
• ·         Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
6. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.  Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen
informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal
& eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat,
dengan criteria sebagai berikut:
• Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
• Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang
ada.
F. Tujuh langkah menuju keselamatan
pasien RS
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a.       Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b.      Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c.       Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d.      Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a.    Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b.   Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus
yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a.    Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b.   Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi
“Penggerak” (champion) KP
c.    Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d.   Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a.    Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b.   Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c.    Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan
insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang
potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a.      Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b.     Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c.      Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko
& tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a.    Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b.    Penilaian risiko pada individu pasien
c.    Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tersebut.
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda
agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden
serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan
insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus
dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a.Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden &
insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga,
sebagai bahan pelajaran yang penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a. Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c. Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien,
“dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi
sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA)
atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1
x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf
& kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan
G.Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
• WHO Collaborating Centre for Patient safety
pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan
“Nine Life Saving Patient safety Solutions”
(“Sembilan Solusi Life-SavingKeselamatan
Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai
disusun sejak tahun 2005 oleh pakar
keselamatan pasien dan lebih 100 negara,
dengan mengidentifikasi dan mempelajari
berbagai masalah keselamatan pasien
• Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud
menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa
di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat
dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error),
berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
• Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi
yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera
pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan.
Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat
bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan
pasien, guna menghindari cedera maupun kematian
yang dapat dicegah.
• Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia
untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-
Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau
9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai
dengan kemampuan dan kondisi RS masing-
masing.
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-
Alike, Sound-Alike Medication Names).
• Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu
penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan
di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya
kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau
generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan
memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan
resep secara elektronik.
2. Pastikan Identifikasi Pasien.
• Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah
kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang;
penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi
terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien
dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi
di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini;
serta penggunaan protokol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan
Pasien.
• Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/
pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam
serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan
potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah
terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis;
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya
dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam
proses serah terima.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat
dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya
tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya
proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada
pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda
pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan
prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out
sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat
(concentrated).
• Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin
dan media kontras memiliki profil risiko, cairan
elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya
adalah membuat standardisasi dari dosis, unit
ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur
aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat
yang spesifik.
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan
Pelayanan.
• Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan)
medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk
mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu
daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi
yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan
daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana
pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus
didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan
terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan
spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya
adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang
benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang
benar).
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah
penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan
oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai
ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan
periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip
pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan
keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk
Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
• Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang
di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-
rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran
preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi
penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada
titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran,
pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang
benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat
kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan
tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik
yang lain.
H. Aspek Hukum Terhadap Patient safety

• Aspek hukum terhadap “patient safety” atau


keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
1. UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan
kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
3.Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.”
b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan
yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung
jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak
dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
a. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; “Rumah
Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


a. Pasal 43 UU No.44/2009
1.RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan
pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
3. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien
kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh menteri
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat
secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.

Anda mungkin juga menyukai