PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit
yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa
berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan
(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah
sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di
setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat
berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan, dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
rumah sakit.
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur,
banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi
yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan
kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya KTD.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang mengagetkan banyak pihak: ‘TO ERR IS HUMAN”, Building a Safer
Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan
Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event)
sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD
adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD
pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun
berkisar 44.000-98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika,
Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6 %.
Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.
1
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss)
masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang
belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (Persi) telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah-
langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan
mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan
berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan
pasien di RS Elim Rantepao perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan RS Elim Rantepao terutama didalam melaksanakan keselamatan pasien
sangat diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka kejadian KTD dapat
dicegah sedini mungkin.
2
BAB II
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
3
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko, Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
3. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
4
5. Sembilan Solusi Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety, dimotori oleh Joint
Commission International, Suatu badan akreditasi dari Amerika Serikat, mulai
tahun 2005 mengumpulkan pakar keselamatan pasien dari lebih 100 Negara,
dengan kegiatan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan
pasien, dan mencari solusi berupa sistem atau intervensi sehingga mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien dan meningkatkan keselamatan pasien.
Pada tgl 2 Mei 2007 WHO Colaborating Centre for Patient Safety resmi
menerbitkan panduan “Nine Life-Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan
Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).
5
Sasaran juga terstruktur, sama halnya seperti standar lain, termasuk standar
(pernyataan sasaran/goal statement), Maksud dan Tujuan, atau Elemen Penilaian.
Sasaran diberi skor sama seperti standar lain dengan “memenuhi seluruhnya”,
“memenuhi sebagian”, atau “tidak memenuhi”. Peraturan Keputusan Akreditasi
termasuk pemenuhan terhadap Sasaran Keselamatan Pasien sebagai peraturan
keputusan yang terpisah. Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut :
1) Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien
2) Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
3) Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert
medications)
4) Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
5) Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) Sasaran VI: Pengurangan risiko pasien jatuh
6
tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi
yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat
jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien
koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan
untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah
mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.
7
yang benar penting/ krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan
yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya
tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan
mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike
/ LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang
sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit
konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan
2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih
besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan
magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi
bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila
perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan
pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan mengembangkan
proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau
prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan
datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana
saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan
oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di
area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
8
lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi.
Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak
terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-
faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan
sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit
dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang,
mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku
atas setiap lokasi di rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang
segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh
rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus
dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai
pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau
multiple level (tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
- memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.
- memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang.
- Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum
terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan
akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim
operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan (secara
ringkas, misalnya menggunakan checklist)
9
SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT
PELAYANAN KESEHATAN
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan
biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan
kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream
infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa
diperoleh dari WHO, Pusat Pengendalidan dan Pencegahan Penyakit Amerika
Serikat (US CDC) berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene
yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.
10
BAB III
TUJUH LANGKAH
MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
11
- Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai di RS
Elim Rantepao untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan
terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF RS
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
seluruh jajaran RS. Elim Rantepao
Langkah penerapan :
A. Tingkat Rumah Sakit
- Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien.
- Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditugaskan untuk
menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan pasien.
- Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi maupun
rapat-rapat manajemen rumah sakit.
- Keselamatan Pasien menjadi materi dalam semua program orientasi dan
pelatihan di RS Elim Rantepao dan dilaksanakan evaluai dengan pre dan post
test.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
- Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan Keselamatan Pasien.
- Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya serta manfaat
bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien.
- Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan
asesmen hal yang potensial bermasalah
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit
- Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan staf.
- Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden Keselamatan Pasien
(IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh
Direksi/Manajer RS. Elim Rantepao
12
- Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan
kepedulian terhadap pasien.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim:
- Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada
Manajer terkait.
- Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit.
- Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas
setiap risiko, dan ambilah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko
tersebut.
- Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
13
- Seluruh staf Elim Rantepao terkait harus mampu memastikan bahwa pasien
dan keluarga mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden.
- Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan, pelatihan dan
dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan
keluarganya.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
- Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden.
- Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar
secara tepat.
- Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
14
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN
PASIEN
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan.
Langkah Penerapan :
A. Tingkat Rumah Sakit :
- Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan
solusi.
- Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (inputr dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan
instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
- Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
- Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
- Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim :
- Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
- Telaah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan
pelaksanaannya.
- Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang
komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan,
tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Dapat dipilih
langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan. Bila
langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum
dilaksanakan.
Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik maka dapat menambah
penggunaan metoda-metoda lainnya.
15
BAB IV
PELAPORAN INSIDEN
16
i. Setelah melakukan RCA, tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi
untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : petunjuk / “safety Alert” untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada direksi.
k. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran” diberikan umpan balik kepada
unit keja terkait.
l. Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing – masing.
m. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KP di RS.
2. Alur Pelaporan Insiden Ke KKPRS - Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Internal)
a. Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi pada
pasien dilaporkan ke tim KP di RS (internal) / Pimpinan RS ke KKP-RS dengan
mengisi formulir laporan insiden keselamatan pasien.
b. Laporan dikirim ke KKP-RS lewat pos atau kurir ke alamat
Sekretariat KKP-RS
d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading
Blok A-7 A No.28, Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240
Telp. (021)45845303/304
17
BAB V
ANALISIS MATRIKS GRADING RISIKO
Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat
risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal (tabel 1).
b. Probabilitas / Frekuensi / Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi (tabel 2)
Tabel 1
Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity
Tingkat
Deskripsi Dampak
Resiko
1 Tidak Signifikan Tida ada cedera
2 Minor Cedera ringan mis. luka lecet
Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
3 Moderat Cedera sedang mis. Luka robek
Berkurangnya fungsi motorik / sensorik / psikologis / atau
intelektual (reversibel), tidak berhubungan dengan penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Mayor Cedera luas / berat mis. Cacat, lumpuh
Kehilangan fungsi motorik / sensorik / psikologis atau
intelektual (irreversibel), tidak berhubungan dengan penyakit
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan penyakit
Tabel 2
Penilaian Probabilitas / Frekuensi
18
Tingkat
Deskripsi
Risiko
1 Sangat jarang / Rare (> 5 thn / kali)
2 Jarang / Unlikely ( > 2-5 thn / kali)
3 Mungkin / Posible (1-2 thn / kali)
4 Sering / Likely (bbrp kali / thn)
5 Sangan sering / Almost certain (tiap minggu / bulan)
Setelah nilai Dampak dan Probabilitasnya diketahui, dimasukkan dalam tabel matriks
grading resiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko
a. Skor Risiko
SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas
Cara menghitung skor risiko
Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (Tabel 3) :
1) Tetapkan frekuensi pada kolom kiri.
2) Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan.
3) Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak.
b. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru,
hijau, kuning, Merah. Warna “bands” akan menentukan investigasi yang akan
dilakukan : (tabel 3)
Bands biru dan hijau : investigasi sederhana
Bands kinung dan merah : investigasi komprehensif / RCA
Tabel 3
Matrik Grading risiko
Probabilitas Tdk Minor Moderat Mayor Katastropik
Signifikan 2 3 4 5
19
1
Sangat sering Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
terjadi (tiap
minggu/bulan)
5
Sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekdtrim
(beberapa
kali/thn)
4
Mungkin Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
terjadi (1-<2
thn/kali)
3
Jarang terjadi / Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(>2->5
thn/kali)
2
Sangat jarang Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
terjadi (>5
thn/kali)
1
Tabel 4
Tindakan sesuai tingkat dan Bands Risiko
Level / Bands Tindakan
Eskstrim Risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari, membutuhkan
(sangat tinggi) tindakan segera, perhatian sampai ke direktur.
High (tinggi) Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dengan detail dan
perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian top manajemen.
20
Moderate Risiko sedang, dilakukan investigasi sedrhana paling lama 2 minggu,
(sedang) manajer / pemimpin klinis sebaiknya menilai dampak terhadap bahaya
dan kelola risiko.
Low (rendah) Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama 1 minggu
diselesaikan dengan prosedur rutin.
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
21
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS Elim Rantepao secara berkala (paling
lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan
pasien yang dipergunakan di RS Elim Rantepao
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS Elim Rantepao melakukan evaluasi
kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya
22
Lampiran 1 :
Deklarasi Jakarta
Pasien untuk Keselamatan Pasien
di Negara-negara South-East Asia Region
Kami,
Pasien, konsumen pendukung, para profesional pelayanan kesehatan, pembuat
kebijakan dan wakil lembaga swadaya masyarakat, asosiasi profesional dan dewan
pengarah, setelah dipaparkan pada isu keselamatan pasien pada WHO regional work shop
tentang “pasien untuk Keselamatan Pasien “, 17-19 Juli 2007, di Jakarta, Indonesia.
Mengacu pada Resolution SEA/RC59/53 tentang Promoting Patient Safety in
Health Care, yang diadopsi pada Sesi yang 59 thn Regional Committee untuk Asia
Tenggara, yang mencatat “keprihatinan atas banyaknya korban manusia dan biaya akibat
kejadian tidak diharapkan (adverse events)” dan lingkaran setan adverse events, tuntutan
hukum dan praktek kedokteran yang defensive, dengan ini mendesak Negara-negara
Anggota untuk melibatkan para pasien , asosiasi konsumen, para pekerja pelayanan
kesehatan dan asosiasi profesional dalam membangun sistem asuhan kesehatanyang lebih
aman dan menciptakan suatu budaya keselamatan di dalam institusi pelayanan kesehatan.
Dengan diilhami oleh Patients for Patient Safety London Declaration yang
didukung oleh WHO World Alliance for Patient Safety.
Menimbang rekomendasi WHO Regional Workshop yang pertama tentang Patient
Safety, 12-14 Juli 2006, di New Delhi, India,
1. Menyatakan bahwa tidak boleh ada pasien menderita cedera yang dapat dicegah ;
2. Menyepakati bahwa pasien adalah pusat dari semua upaya keselamatan pasien;
3. Menyatakan bahwa rasa takut disalahkan dan hukuman
seharusnya tidak menghalangi komunikasi yang terbuka dan jujur antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan;
4. Mengakui bahwa kami harus bekerja dalam pola kemitraan untuk mencapai perubahan
prilaku utama dan sistem yang dibutuhkan untuk penerapan keselamatan pasien di
regional kami;
5. Percaya bahwa :
Transparansi,tanggung–jawab dan pendekatan manusiawi adalah yang utama pada
suatu sistem pelayanan kesehatan yang aman;
23
dasar hubungan adalah saling percaya dan saling menghormati antara para
profesional pelayanan kesehatan dan pasien ;
Pasien dan pendampingnya perlu mengetahui mengapa suatu pengobatan diberikan
dan diberitahu tentang semua risiko, kecil atau besar, sehingga mereka dapat
mengambil bagian di dalam keputusan-keputusan yang berhubungan dengan
asuhan kepada mereka;
Pasien perlu mempunyai akses kepada rekam medis nya;
6. Mengakui bahwa ketika cedera terjadi :
Harus ada suatu sistem dimana kejadian itu dapat dilaporkan dan diperiksa secara
rahasia;
Pasien dan keluarganya harus memperoleh informasi dan dukungan sepenuhnya;
Pemberi pelayanan yang terlibat pada cedera yang tak disengaja perlu juga
menerima dukungan;
Tindakan korektif harus diambil untuk mencegah cedera di masa depan dan
pelajaran yang didapat perlu disebarluaskan;
Harus ada suatu mekanisme untuk kompensasi yang wajar atas kerugian pasien dan
keluarganya;
7. Komit terhadap :
Pemberdayaan konsumen melalui pendidikan yang jujur dan tulus;
Bekerjasama dengan media untuk mendorong pelaporan yang bertanggung jawab
dan untuk berkesempatan mendidik masyarakat;
Partisipasi aktif konsumen di dalam pelaporan kejadian tidak diharapkan;
Komunikasi dua arah antar pasien dan pemberi pelayanan kesehatan untuk
mendorong adanya tanya jawab;
Wakil pasien yang bermakna dalam komite keselamatan pasien dan forum-forum;
8. Berikrar melalui upaya yang berkesinambungan untuk mencapai sasaran sbb :
Berfungsinya sistem mutu dan keselamatan pasien pada setiap sarana pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, mulai dengan pembentukan suatu
komite keselamatan pasien dan dalam suatu sistem pelaporan kejadian tidak
diharapkan dan sistem tanggapannya;
Taat pada pedoman berbasis bukti dan etik dan menghindari pengobatan yang
irrasional seperti pemberian obat, pemeriksaan dan operasi yang tidak perlu;
Pendidikan kedokteran berkelanjutan untuk para profesional kesehatan;
24
Konsep keselamatan pasien yang terintegrasi ke dalam pelatihan para professional
kesehatan;
Indikasi yang rasional untuk admisi pasien pada setiap sarana pelayanan kesehatan;
25
Lampiran 2
LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)
I. DATA PASIEN
Nama : ……………………………………………………………………...
No MR : …………………………… Ruangan : ……………………………
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan – 1 tahun
> 1 tahun – 5 tahun > 5 tahun – 15 tahun
> 15 tahun – 30 tahun > 30 tahun – 65 tahun
> 65 tahun
26
II. RINCIAN KEJADIAN
4. Jenis Insiden * :
Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) Kejadian Sentinel
(Sentinel Event)
27
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
Anak dan Subspesialisasinya
Bedah dan Subspesialisasinya
Obstetri Ginekologi dan Subspesialisasinya
THT dan Subspesialisasinya
Mata dan Subspesialisasinya
Saraf dan Subspesialisasinya
Anestesi dan Subspesialisasinya
Kulit & kelamin dan Subspesialisasinya
Jantung dan Subspesialisasinya
Paru dan Subspesialisasinya
Jiwa dan Subspesialisasinya
Lokasi kejadian ………………………………...................………………
(sebutkan)
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain ? *
28
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada unit kerja tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama ?
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………….
Pembuat Laporan : ………………….. Penerima Laporan : …………………..
29
Lampiran 3 : Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien ke KKP-RS
Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien. Laporan
bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan rincian kejadian, analisa
penyebab dan rekomendasi.
Untuk mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan pemahaman yang ada.
Isilah semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan lengkap. Jangan
dikosongkan agar data dapat dianalisa.
Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKP-RS).
KODE RS : ………………………………
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah (Provinsi / Kab / Kota)
TNI /POLRI
Swasta
BUMN / BUMD
30
Jenis RS :
RS Umum
RS Khusus
RSIA RS Paru
RS Mata RS Orthopedi
RS Jantung RS Jiwa
RS Kusta
RS Khusus lainnya …………………………………………
Kelas RS
A
B
C
D
31
III. RINCIAN KEJADIAN
2. Insiden : ..………………………………………………….....
3. Kronologis Insiden
……………………………………………….………………………………….....
……………………………………………….…………………………………….
…………………………………………………………………………………….
4. Jenis Insiden * :
32
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
Anak dan Subspesialisasinya
Bedah dan Subspesialisasinya
Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
THT dan Subspesialisasinya
Mata dan Subspesialisasinya
Saraf dan Subspesialisasinya
Anastesi dan Subspesialisasinya
Kulit & kelamin dan Subspesialisasinya
Jantung dan Subspesialisasinya
Paru dan Subspesialisasinya
Jiwa dan Subspesialisasinya
Lain-lain ………………………………………………………………. (sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab …………………….....……………………………… (sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien *
Kematian
Cedera Irreversibel / Cedera Berat
Cedera Reversibel / Cedera Sedang
Cedera Ringan
Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
13. Tindakan dilakukan oleh *
Tim : terdiri dari : ………………………………………………………………….
Dokter
Perawat
Petugas lainnya : …………………………………………………………………...
33
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain ? *
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada unit kerja tersebut untuk
mencegah terulangnya kejadian yang sama ?
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat menggunakan
factor kontributor (bisa pilih lebih dari 1)
a. Faktor Eksternal / di luar RS
b Faktor Organisasi dan Manajemen
c. Faktor Lingkungan kerja
d. Faktor Tim
e. Faktor Petugas dan Kinerja
f. Faktor Tugas
g. Faktor Pasien
h. Faktor Komunikasi
1. Penyebab langsung (Direct / Proximate / Immediate Cause)
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
2. Akar penyebab masalah (underlying → root cause)
……………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………….
34
3. Rekomendasi / solusi
35
GLOSARIUM KKP-RS
1 Keselamatan Pasien Rumah Sakit Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
(Patient safety) lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen risiko; identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien; pelaporan dan analisis insiden; kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
2 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang
(Adverse event) mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis
atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
3 KTD yang tidak dapat dicegah Suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah
(Unpreventable adverse event) dengan pengetahuan yang mutakhir.
4 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
(Near miss) (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
“keberuntungan” (mis, pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), karena
“pencegahan“ (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), atau
“peringanan“ (suatu obat dengan overdosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).
5 Kesalahan Medis (Medical errors) Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan
sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana
yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
36
6 Insiden Keselamatan Pasien Setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak
(Patient Safety Incident) diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien.
8 Analisis Akar Masalah (Root Cause Suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi faktor
Analysis) penyebab atau faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD.
10 Kejadian Sentinel (Sentinel Event) Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat
tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi
pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “ sentinel “
terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian
fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya
masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
37