BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien telah menjadi issue global sejak adanya laporan dari
Institute of Medicine Amerika Serikat pada tahun 2000 dalam sebuah buku “TOO
ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”, yang menyatakan kematian
akibat terjadinya kejadian yang tidak diharapkan (KTD/ adverse event) di rumah
sakit melebihi angka kematian akibat kecelakaan, HIV dan kanker. Lebih dari 10
tahun, patient safety telah diperkenalkan sehingga menjadi suatu issue global yang
sangat penting dan banyak hal sudah dikerjakan untuk mencapai patient safety
tersebut.
C. LANDASAN HUKUM
1. Undang- Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
2. Surat keputusan pengurus YAKKUM Nomor :.....................tentang
Pengangkatan Dokter Samuel Zacharias Spesialis Bedah sebagai Direktur
Rumah sakit Emanuel YAKKUM di Banjarnegara periode jabatan 2014
sampai dengan 2019
3. UU No.36 tahun 2009, tentang Kesehatan
4. MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
5. Permenkes nomer 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
6. PPRI No.72 tahun 1998, tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
no:270/MENKES/SK/III/2007 tentang pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial
BAB II. KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
A. DEFINISI
Gelang identitas pasien merupakan gelang individual yang digunakan untuk
mengidentifikasi pasien rawat inap di rumah sakit. Gelang identitas adalah alat yang
penting untuk mencegah kesalahan ketidaksesuaian antara pasien dengan
perawatannya. Gelang identitas pasien berisi informasi tentang pasien, dan penting
untuk pengecekan identitas selama proses perawatan berlangsung (Australia
Commision for Safety and Quality in Health Care, 2010 ).
B. RUANG LINGKUP
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD), dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur.
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya); staf di ruang rawat, staf administratif, dan
staf pendukung yang bekerja di rumah sakit.
A. DEFINISI:
a. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi
dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang
lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-
pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn,
1994; Koontz & Weihrich, 1988).
b. Komunikasi efektif adalah: tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami
oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman).
c. SBAR merupakan singkatan dari Situation, Background, Assesment,
Reccomendation, teknik komunikasi terstruktur ini digunakan untuk
komunikasi standar diantara dua orang atau lebih (Frenkell, 2009).
B. RUANG LINGKUP
a. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi
Gawat Darurat (IGD), dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur
operasi.
b. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat,
farmasi, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya); staf di ruang rawat, staf
administratif, dan staf pendukung yang bekerja di rumah sakit.
c. Unsur Komunikasi
1. Sumber/komunikator (Dokter, Perawat, Petugas admission, Administrasi
Rawat Inap, kasir, dll)
Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi
tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas,
memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut
sudah di terima dengan baik. (Konsil Kedokteran Indonesia,
hal.8).Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
berpengetahuan luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicara jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).
2. Isi pesan
Panjang pendeknya, kelengkapan yang perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya
3. Media/saluran (Elektronic,Lisan,dan Tulisan).
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita
dapat berupa lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap. (Konsil Kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat
digunakan: melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, VCD, LCD,
dan atau alat peraga lainnya.
4. Penerima/komunikan (Pasien, Keluarga pasien, Perawat, Dokter, Petugas
Admission, Administrasi Rawat Inap).
- Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung
jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik
dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat
penting sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (Konsil
Kedokteran Indonesia, hal.8).
- Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses
umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (Konsil
Kedokteran Indonesia, hal 42):
a) Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya ( kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai
pertanyaan terbuka ), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase,
intonasi.
b) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
c) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang
tersirat di balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik
ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
d) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan
(bahasa tubuh) agar tidak menggangu komunikasi, misalnya
karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh,
raut muka, dan sikap komunikator.
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, ,maka komunikan harus menjabarkan hurufnya
satu persatu dengan menggunakan alfabeth yaitu:
Kode Alfabet International:
Sumber: Wikipedia
E. KOMUNIKASI SAAT MEMBERIKAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN
KELUARGANYA BERKAITAN DENGAN KONDISI KESEHATANNYA
Proses:
Tahap asesment pasien: sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesment pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan
pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasiendan keluarga
pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
a) Teknik SBAR
- Hasil lab terbaru dengan tanggal dan waktu tes dilakukan, dan
juga hasil pemeriksaaan sebelumnya untuk perbandinga
- Status kode
3. Assesment
4. Recommendation
Pemberi informasi dapat menawarkan rekomendasi mengenai
apa yang harus dilakukan selanjutnya dan kapan itu dilakukan.
- TBAK dilakukan Saat Dokter memberi instruksi verbal dan pada saat
menerima telepon yang melaporkan hasil test kritis. Tenaga kesehatan yang
menerima instruksi verbal (telepon/ lisan/ melaporkan hasil test yang kritis,
harus menuliskan kemudian membacakan kembali permintaan yang diberikan
lewat telepon dan mengkonfirmasikannya kepada pemberi instruksi/
informasi.
A. DEFINISI
2. Benar Obat
- Beri label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat, baskom
obat), dan larutan lain.
- Obat dan larutan lain di lokasi perioperatif atau ruang prosedur yang tidak
akan segera dipakai juga harus diberi label.
- Pemberian label di lokasi perioperatif atau ruang prosedur dilakukan
setiap kali obat atau larutan diambil dari kemasan asli ke tempat lainnya.
- Pada label, tuliskan nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas, pengenceran
dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak digunakan
dalam 24 jam dan tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam.
- Semua obat atau larutan diverifikasi oleh 2 orang secara verbal dan visual
jikaorang yang menyiapkan obat bukan yang memberikannya ke pasien.
- Pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat disiapkan
jika tidak segera diberikan.
- Jangan memberi label pada syringes atau tempat kosong, sebelum obat
disiapkan/ diisi.
- Siapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya untuk
satu obat atau larutan pada satu saat.
- Buang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya.
- Buang semua tempat obat berlabel di lokasi steril segera setelah operasi
atau prosedur dilakukan (ini berarti tempat obat orisinal disimpan sampai
tindakan selesai).
- Saat pergantian tugas/ jaga, review semua obat dan larutan oleh petugas
lama dan petugas baru secara bersama.
- Ubah daftar obat/ kardeks jika terdapat perubahan obat.
- Kebenaran jenis obat yang perlu kewaspadaan tinggi di cek oleh dua
orang yang kompeten ( double check).
3. Benar Dosis
- Dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi,
dihitung & dicek oleh dua orang yang kompeten (double check).
- Jika ragu konsultasi ke dokter yang menulis resep.
- Berkonsentrasi penuh saat menyiapkan obat, dan hindari gangguan.
4. Benar Waktu
- Sesuai waktu yang ditentukan: sebelum makan, setelah makan, saat
makan.
- Perhatikan waktu pemberian:
3 x sehari tiap 8 jam
2 x sehari tiap 12 jam
Sehari sekali tiap 24 jam
Selang sehari tiap 48 jam
- Obat segera diberikan setelah diinstruksikan oleh dokter.
- Belum memasuki masa kadaluarsa obat.
5. Benar Cara/ Route Pemberian
- Cara pemberian obat harus sesuai dengan bentuk/ jenis sediaan obat:
Slow- Release tidak boleh digerus ;
enteric coated tidak boleh digerus.
- Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/ sirup.
- Pemberian antar obat sedapat mungkin berjarak.
- Jadwal pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
6. Benar Dokumentasi
- Setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah mendapat obat harus
didokumentasikan.
- Setiap dokumen klinik harus ada bukti nama dan tanda tangan/ paraf yang
melakukan.
- Setelah memberikan obat, langsung di paraf dan diberi nama siapa yang
memberikan obat tersebut.
- Setiap perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat harus diberi
nama & paraf yang mengubahnya.
- Jika ada coretan yang harus dilakukan: buat hanya satu garis dan di
paraf di ujungnya:
Contoh:
Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd Lasix inj, 1 x 40 mg iv.
- Dokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek Samping Obat
(ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden +
Formulir Pelaporan Efek Samping Obat. Pelaporan Insiden dikirim ke
Tim Keselamatan Pasien di Unit Pelayanan Jaminan Mutu. Pelaporan Efek
Samping Obat dikirim ke Komite Farmasi dan Terapi.
- Dokumentasikan Kejadian Nyaris Cedera terkait pengobatan dengan Form
Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
- Dokumentasikan Kejadian Tidak Diharapkan Form Pelaporan Insiden
ke Tim Keselamatan Pasien.
7. Benar Informasi
- Semua rencana tindakan/ pengobatan harus dikomunikasikan pada pasien & atau
keluarganya, termasuk pasien di ICU (hak pasien!).
- Jelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar.
- Jelaskan efek samping yang mungkin timbul.
- Rencana lama terapi juga dikomunikasikan pada pasien.
- Tips: semua informasi yang telah diberikan pada pasien & keluarganya ini
ditulis dalam “Form Penjelasan & Pendidikan Dokter kepada Pasien” yang ada
di dalam paket rekam medik dan ditandatangani oleh dokter dan pasien/ keluarga
pasien.
E. DOKUMENTASI
- Instalasi Farmasi bersama dengan Departemen Medik terkait membuat daftar
obat high alert (elektrolit perkat, LASA, narkotika, sitostatika)
- Farmasi menerbitkan daftar singkatan yang tidak dipergunakan untuk
mengurangi risiko medication error
- Petugas melaporkan adanya kejadian medication error dengan menggunakan
formulir insiden keselamatan pasien kepada Tim PMKP
A. DEFINISI
- Verifikasi pra prosedur merupakan proses melihat kembali semua data yang ada
untuk memverifikasi keakuratan prosedur yang dapat diantisipasi, melibatkan
pasien dan keluarga untuk memahami prosedur operasi yang direncanakan.
- Marking site merupakan penandaan fisik dari lokasi operasi atau prosedur
invasif lain, menggunakan surgical marking pen (NHS, 2012).
- Time out merupakan jeda untuk briefing yang dilakukan sesaat sebelum
dilakukan incisi untuk mengkonfirmasi pasien, prosedur, dan lokasi operasi
(WHO, 2009).
- WHO Surgical safety cheklist adalah checklist dari WHO untuk mengidentifikasi
langkah kunci keamanan selama pelayanan perioperatif yang seharusnya
dilakukan pada setiap operasi (NHS, 2012).
B. RUANG LINGKUP
a. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien di Instalasi Kamar Bedah
b. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan medis dan perawat, untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi.
H. DOKUMENTASI
- Penandaan lokasi operasi terdokumentasikan pada lembar marking site di rekam
medis pasien
- Time out harus didokumentasikan di surgical safety checklist
- Petugas melaporkan adanya kejadian salah pasien, salah posisi atau salah
prosedur operasi kepada Tim PMKP 2x 24 jam menggunakan formulir laporan
insiden keselamatan pasien
A. DEFINISI
- Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita
tersebut dirawat di rumah sakit
- Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150
tahun. Penelitian Semmelweis (1861) dan banyak penelitia lainnya
memperlihatkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien
mungkin terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Menjaga kesehatan tangan
dengan baik dapat mencegah mikroorganisme dan menurunkan frekuensi
infeksi nosokomial (Boyce 1999; Larson 1995).
B. RUANG LINGKUP
a. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rumah sakit dan pada semua proses
pelayanan kesehatan baik rawat inap maupun rawat jalan.
b. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan medis dan perawat, dan
semua karyawan rumah sakit lainnya, untuk mengurangi risiko infeksi dalam
pelayanan kesehatan rumah sakit.
c. Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan antiseptic
(seperti : Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak
dalam larutan ini (Rutala 1996).
d. Lama pembersihan tangan dengan air dan sabun adalah 15 detik.
e. Jika tidak ada air mengalir pertimbangkanlah untuk menggunakan :
- Wadah air dengan kran dan wadah atau tempat untuk menampung air.
- Gunakan larutan berbasis alcohol tanpa air (handrub antiseptic )
a) Penggunaan handrub antiseptic untuk tangan yang bersih lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan
dengan sabun antiseptic atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptic ini
cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora
tangan awal yang lebih besar ( Girou et al.2002). handrub antiseptic
juga berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau sorbitol yang
melindungi dan melembutkan kulit.
b) Teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptic dijelaskan dibawah
ini.
Langkah 1 : Tuangkan secukupnya handrub berbasis alcohol untuk
dapat mencangkup seluruh permukaan tangan da jari ( kira – kira satu
sendok teh).
Langkah 2: Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah
tangan, khusunya diantara jari – jari jemari dan di bawah kuku hingga
kering.
Agar efektif, gunakan secukupnya larutan handrub sesuai petunjuk
pabrik ( sekitar satu sendok the, 3-5cc ).
c) Handrub antiseptic tidak menghilangkan kotoran atau zat organic,
sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh, harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih
dahulu. Selain itu, untuk mengurangi “penumpukan “ emolien pada
tangan setelah pemakaian handrub antiseptic berulang, tetap diperlukan
mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali setelah 5-10 kali
aplikasi handrub. Larutan Alkohol untuk Membersihkan Tangan.
d) Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan larutan dasar
berbahan dasar akohol minimal 10 detik
e) Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik Berbasis Alkohol:
f. Hal – hal yang Harus Diperhatiakan dalam Menjaga Kebersihan Tangan
1. Jari tangan
penelitian membuktikan bahwa daerah dibawah kuku (ruang subungual)
maengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon 1988 ).
Beberapa penelitian bau – baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang
dapat berperan sebgaia reservoir sebgai bakteri Gram negative (P.aeroginosa),
jamur dan pathogen lain (Hedderwick et al.2000). kuku panjang, baik yang alami
maupun yang buatan, lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al.1993).
oleh karena itu, kuku tetap harus dijaga pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi
ujung jari.
2. Kuku buatan
Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai
oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial (Hedderick et
al.2000.). Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai
reservoir Gram negative, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.
3. Cat kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.
4. Perhiasan
Pengguanaan perhiasaan saat bertugas tidak diperbolehkan
J. DOKUMENTASI
- Hasil audit mengenai cuci tangan akan dialporkan dalam bentuik laporan audit.
Dalam pembuatan laporan tersebut Tim PMKP bekerja sama dengan PPI dan
kantor audit medik.
- Sosialisasi cuci tangan atau kegiatan lain berkaitan dengan pengurangan infeksi
dalam pelayanan kesehatan akan dilaporkan kepada direktur menggunakan
laporan kegiatan bersama dengan PPI.
A. PENGERTIAN JATUH
1. Jatuh (J Morse, 2002 cit. Constantine, 2004) adalah suatu peristiwa di mana
seorang mengalami jatuh dengan atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tak
disengaja/ tak direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa
mencederai dirinya.
2. Kejadian jatuh tak disengaja: kejadian jatuh yang terjadi secara tidak sengaja
(misalnya terpeleset, tersandung). Pasien yang berisiko mengalami kejadian ini
tidak dapat diidentifikasi sebelum mengalami jatuh dan umumnya tidak
dikategorikan dalam risiko jatuh. Kejadian jatuh jenis ini dapat dicegah dengan
menyediakan lingkungan yang aman.
3. Kejadian jatuh yang tidak diantisipasi: kejadian jatuh yang terjadi ketika
penyebab fisik tidak dapat diidentifikasi.
4. Kejadian jatuh yang dapat diantisipasi (diperkirakan): kejadian jatuh yang terjadi
pada pasien yang memang berisiko mengalami jatuh (berdasarkan skor asesmen
risiko jatuh).
B. RUANG LINGKUP
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD), dan pasien rawat jalan.
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, bidan),
untuk pelaksaanaan penilaian; staf farmasi, staf di ruang rawat, staf administratif,
dan staf pendukung yang bekerja di rumah sakit untuk pelaksanaan tindakan
pencegahan dan pelaporan insiden pasien jatuh.
- Ekstrinsik:
a. murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung
b. kondisi lingkungan seperti pencahayaan kurang, lantai licin, dll
c. alas kaki yang digunakan licin
d. alat bantu berjalan tidak sesuai
- kategori skor:
skor 0 : tidak beresiko
skor < 24 : resiko rendah
skor 25-50 : risiko sedang
skor ≥51 : resiko tinggi
Pasien geriatri (> 65 th): skala jatuh pada pasien geriatri (pasien rawat inap)
dan skala penilaian time and go (pasien rawat jalan). Resiko tinggi bila skor
jatuh ≥4 dan waktu penilaian time and go lebih dari 10 detik.
f. Perawat yang bertugas akan mengidentifikasi dan menerapkan “Prosedur
Pencegahan Jatuh”, berdasarkan pada:
- Kategori risiko jatuh
- Kebutuhan dan keterbatasan per-pasien
- Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman (safety
devices)
- Asesmen Klinis Harian
g. Pasien yang semula berisiko tinggi tetapi dalam evaluasi selanjutnya berturut-turut
memiliki 2 skor penilaian risiko rendah baru dapat dikatakan pasien memiliki
risiko jatuh rendah. Gelang risiko dapat dilepas tetapi tindakan pencegahan risiko
jatuh tetap dilakukan.
h. Komunikasi
Saat pergantian jam kerja, setiap perawat yang bertugas akan melaporkan pasien-
pasien yang telah menjalani asesmen risiko jatuh kepada perawat jaga berikutnya.
E. INTERVENSI STANDAR UNTUK PENCEGAHAN RISIKO JATUH PADA
SEMUA PASIEN RAWAT INAP
a. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
b. Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan bel tersebut
c. Dekatkan bel sehingga mudah dijangkau
d. Gunakan handrail saat berjalan di kamar mandi, atau jalan di luar ruangan
e. Posisikan tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat
tidur tepasang dengan baik
f. Pada sat berhenti kursi roda dalam keadaan terkunci
g. Gunakan alas kaki yang tidak licin
h. Ruangan rapi
i. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, tombol
panggilan, air minum, kacamata)
j. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
k. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
l. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan bersih
dan berfungsi)
m. Pantau efek obat-obatan
n. Anjuran ke kamar mandi secara rutin
o. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
p. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
I. DOKUMENTASI
- Skor penilaian risiko ditulis dalam formulir assesment risiko jatuh di rekam
medis. Penilaian ulang dilakukan setiap hari atau bila terjadi perubahan
pengobatan ataupun status mental pasien.
- Setiap petugas yang melakukan penilaian dan pencatatan skor risiko
membubuhkan paraf dan nama pada kolom di bawah total skor penilaian pada
formulir assesment risiko jatuh.
- Tingkat risiko/ kategori risiko dan tindakan intervensi terhadap pasien
- Kejadian jatuh dilaporkan kepada Tim PMKP menggunakan formulir laporan
insiden keselamatan pasien.
- Apabila terjadi kejadian jatuh catat di rekam medis mengenai:
Tanggal dan waktu kejadian jatuh
Lokasi insiden dan kondisi lingkungan
Penyebab jatuh
Akibat jatuh
Apakah jatuh diketahui atau tidak, siapa yang ada di tempat kejadian
Status pasien (medikasi yang diterima sebelum jatuh, penilaian fisik
setelah jatuh, hasil penanganan pasca jatuh)
Penanganan/intervensi yang diberikan oleh staff medis
Australian Commission for Safety and Quality in Health Care, 2010, Specifications for a
standard patient identification band, www.safetyandquality.gov.au (diunduh
Desember 2014)
Bath and North Somerset, 2009, Patient Identification Policy And Procedure
Derby Hospital, 2008, Trust Policy And Procedures For The Prevention Of In-Patient
Falls And The Use Of Bed Safety Equipment,
www.derbyhospitals.nhs.uk/EasysiteWeb/getresource.axd?.. (diunduh tanggal 5
April 2013)Mansur J., 2008, High Alert Medication- Strategis for Improving
Safety, The Joint Commision (diakses dari googlebook Desember 2014)
Frankell, dkk., 2009, The Essential Guide for Patient Safety Officer, The Joint
Commision book hal 55 (diunduh dari Googlebook, Desember 2014)
Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988.
Manual Komunikasi. Jakarta: Bumi Aksara
Lee, Janise S., 2007, Prevention of Wrong-Site Tooth Extraction: Clinical Guidelines,
American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons, J Oral Maxillofac Surg
65:1793-1799
Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
LTC Homes and the Regional Best Practice Coordinator in Toronto, 2006, Policy And
Procedure Falls Prevention And Management,
http://rgp.toronto.on.ca/torontobestpractice/Policyprocedurefallspreventionmanage
ment.pdf (diunduh tanggal 5 April 2013)
Mid Western Regional Hospital, Mid Western Regional Orthopaedic Hospital, Mid
Western Regional Maternity Hospital, 2010, Patient Identification Policy And
Procedure
NHS, 2010, Policy And Procedures For The Management And Prevention Of Slips, Trips
And Falls In Hospital, www.eastlondon.nhs.uk/misc/scripts/dl_dms.asp?
id=A39623B9, (diunduh tanggal 5 April 2013)
Podsiadlo, D., Richardson, S., 1991. The timed ‘Up and Go’ Test: a Test of Basic
Functional Mobility for Frail Elderly Persons. Journal of American Geriatric
Society. 1991; 39:142-148
Royal United Hospital Bath, 2010, Policy For The Positive Identification Of Patients
2010.
Tameside Hospital NHS Foundation Trust, 2010, Patient Identification Policy 2010.J.
Morse , 1997, Preventing Patient Falls. CA: Sage Publishing Co.
WHO, 2009, WHO Guideline for safe surgery (first edition), Amerika: WHO Press
WHO, 2005, WHO guidenlines on hand hygiene in health care (advanced draft) : A
summary, World Alliance for Patient Safety, World Health Organization
Institute for Sale Medication Practises. 2011. ISMP’s List of Confused Drud Name.
World Health Organization Collaborating Centre for Patient Safety Solutions, 2007,
Patient Identification. Patient Safety Solutions Vol 1 Solution 2
PENTINGNYA 6 Sasaran Keselamatan Pasien
6 sasaran keselamatan pasien, keselamatan pasien, patient safety, sasaran keselamatan pasien
Keselamatan pasien (patient safety) adalah prioritas utama dalam dunia medis. Karena
itu, hal itu senantiasa disosialisasikan di setiap lingkungan fasilitas kesehatan. Nah,
inilah 6 sasaran keselamatan pasien yang wajib diketahui.
Seluruh tindakan medis terhadap pasien pasti memiliki risiko tersendiri. Pastinya tidak
ada satu petugas kesehatan atau dokter pun yang menginginkan pasiennya mengalami
risiko tidak diinginkan tersebut. Oleh sebab itu, keselamatan pasien harus diutamakan
dalam setiap penanganan medis. Setiap tenaga medis harus memahaminya, sehingga bisa
menerapkannya dengan baik.
Keselamatan pasien adalah kunci penting bagi setiap fasilitas kesehatan. Hal ini pula
yang menjadi indikator sangat penting dalam penilaian sebuah rumah sakit. Terutama
dalam kepentingan akreditasinya sebagai standar mutu atas pelayanan dan kinerjanya.
Untuk menjamin hal tersebut, maka sudah ditetapkan 6 sasaran keselamatan pasien.
Misi dari JCI adalah senantiasa meningkatkan kualitas kesehatan secara berkelanjutan
untuk setiap masyarakat. Dengan cara menjalin kerjasama bersama seluruh stakeholder
terkait, melakukan evaluasi terhadap organisasi pelayanan kesehatan, dan menjadi
inspirasi untuk peningkatan pelayanan pria, efektif dan berkualitas tinggi. Saat ini baru
tercatat beberapa saja rumah sakit di tanah air yang sudah berhasil mendapatkan
akreditasi dari lembaga tersebut.
Nah, IPSG yang dirilis oleh JCI sudah diaplikasikan hampir di setiap rumah sakit di
seluruh dunia. Kemudian ketentuan itu pun menjadi pijakan pemerintah Indonesia
melalui Kementrian Kesehatan dengan menerbitkan Permenkes-RI no.
1691/MENKES/PER/VII/2011. Peraturan itu terkait dengan keselamatan para pasien
yang dirawat di rumah sakit.
Dengan dasar kuat dari JCI maka pemerintah Indonesia pun berupaya untuk melindungi
pasien dengan mengutamakan keselamatan pasien (patient safety).
Hal ini untuk mengembangkan pola pendekatan agar bisa meningkatkan atau
memperbaiki ketelitian dalam identifikasi pasien. Aplikasinya seperti identifikasi
sebelum pemberian atau pengambilan darah, konsumsi obat dan tindakan lainnya.
Salah satu pendukung poin ini adalah penggunaan gelang identitas pasien.
Cara ini untuk mengembangkan pola pendekatan agar komunikasi bisa berjalan dengan
efektif. Hal ini bertujuan agar komunikasi lisan terjadi dengan akurat, sehingga
informasinya bisa diterapkan secara konsisten.
Cara ini dilakukan agar memastikan obat tetap aman untuk diberikan kepada pasien.
Prosedur ini berkaitan dengan proses identifikasi, pemberian label, penetapan lokasi dan
penyimpanannya.
Cara ini diaplikasikan agar pasien tercatat dengan valid sebelum mendapatkan tindakan
operasi.
Setiap tenaga medis harus memahami dan mengaplikasikan sejumlah langkah untuk
memastikan pasien tidak mengalami risiko jatuh. Semua langkah akan diawasi untuk
memastikan keberhasilannya. Dengan begitu segala risiko tersebut tidak akan menimpa
pasien yang tengah dirawatnya.
Nah itulah, dasar peraturan dan sasaran keselamatan untuk pasien yang tentunya harus
dipahami dan diaplikasikan oleh seluruh tenaga medis. Dengan mengikuti setiap
prosedurnya maka setiap pasien akan mendapatkan pelayanan prima dan terhindar dari
beragam risiko.