Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


PASSIEN SAFETY

OLEH :
KELOMPOK 6

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Patient safety


Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dair cidera aksidental
atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan.

Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem


dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah
tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan.
Keselamatan pasien (patient safety;;) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko
B. Tujuan Patient safety:
1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2.      Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat
3.      Menurunnya KTD di RS
4.      Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD
(Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)
Tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission
International):
Mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara
efektif, meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan
benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi
resiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan
yang lebih buruk pada pasien.

C. Pentingnya Patient Safety


Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko, yaitu:
a.      Kesalahan Medis (Medical Error)
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. (KKP-RS)
b.      Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse Event
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien
(KKP-RS).
c.       Nyaris Cedera (NC)/ Near Miss
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang
dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena :
1.  Keberuntungan,  misalnya: pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat
2.   Pencegahan, suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi
staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan
3.   Peringanan, suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui
secara dini lalu diberikan antidotenya.(KKP-RS)
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan
kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi
umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja.
Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru
luput dari perhatian kita semua.
Jenis kesalahan berdasarkan kontribusi manusia pada terjadinya suatu
kesalahan:
1.     Kesalahan aktif (active errors), terjadi pada level petugas kesehatan
atau staf RS yang bekerja didepan dan efeknya terjadi hampir secara
tiba-tiba
2.     Kesalahan tersembunyi (letent errors), terjadi dalam level
manajemen seperti design yang kurang baik, instalansi yang tidak
tepat, pemeliharaan yang gagal, keputusan manajemen yang buruk,
dan struktur organisasi yang kurang baik.
Kesalahan tersembunyi sulit untuk dicatat sehingga sering kesalahan
seperti ini tidak dapat dikenal (Reason, 2000)

Dampak dari medical error sangat beragam, mulai dari yang ringan dan
sifatnya reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Sebagian penderita terpaksa harus dirawat di rumah sakit lebih lama
(prolonged hospitalization) yang akhirnya berdampak pada biaya perawatan
yang lebih besar. 
Sejak masalah medical error menggema di seluruh belahan bumi melalui
berbagai media baik cetak maupun elektronik hingga ke journal-journal
ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi
terhadap isu patient safety.
1.      WHO memulai Program Patient Safety  pada tahun 2004 :
“Safety is a fundamental principle of patient  care and  a critical component of 
quality management.” (World Alliance for Patient  Safety, Forward
Programme  WHO,2004)  
2.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)  dibentuk  PERSI,
pada Tgl 1-1-2005
3.      Menteri Kesehatan bersama PERSI dan KKP-RS telah mencanangkan
Gerakan  Keselamatan  Pasien  Rumah  Sakit pd Seminar Nasional PERSI tgl
21 Agustus 2005, di JCC

D. Standar Keselamatan Pasien


Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations,  Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1 Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
2 Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban
& tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan
dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan
mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan
pasien & keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4 Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya adalah : RS harus
mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor &
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan
criteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
KP & program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6 Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria
sebagai berikut:
1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
E. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan
Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai
disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara,
dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan
pasien.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan
kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1 Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-
Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu
keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat
bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan
risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah
yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2 Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan,
transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang;
penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,
termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam
metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3 Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi
yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk
bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah
terima.
4 Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan
sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi
dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang
paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini
adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur
Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5 Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas
campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6 Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah
suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication
errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah
menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh
medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7 Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila
sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
8 Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum
suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di
fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-
lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip
pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka
mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai
yang aman.
9 Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan
lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia
pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran,
pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi
dan tehnik-tehnik yang lain.

F. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.”
b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2 Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
1 Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
2 Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
3 Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
3 Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
1 Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif. “
4 Hak Pasien
1 Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
2 Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
3 Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
4 Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5 Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
1 Pasal 43 UU No.44/2009
a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
c) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety.


Health Service Journal.http://www.goodmanagement-
hsj.co.uk/patientsafety
Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien
rumah sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit. (konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta.
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam
Perspektif Hukum Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice
concept, and prespective. California: Addison Wesley Logman,
Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety:
Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety.
Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik
keperawatan profesional. Salemba Medika. Jakarta.
PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan
pasien rumah sakit. Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember
2006

Anda mungkin juga menyukai