Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN SEMINAR

ASUHAN PERIOPERATIF PADA Nn. R DENGAN TINDAKAN OPERASI


VP(VENTRICEL PERITONEAL) SHUNT ATAS INDIKASI
MEDISHIDROCHEPALUS ARRESTED
DI RSUD KOTA SEMARANG

OLEH :

Fadli Satriawan, S. Kep., Ns

Dewi Anifatul Lutfiati, AMK

Aswindahari Indrawan, S. Kep., Ns

Neny Dwi Pebriasanty,S. Kep., Ns

Maria Nining Kehi, S. Kep.,Ns

PELATIHAN BSCORN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA

HIPKABI JAWA TENGAH

SEMARANG

2016
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam laporan kasus ini
kami membahas “Asuhan keperawatan perioperatif pada klien Nn. Rdengan tindakan medik
berupa operasi VP (Ventricle Peritoneal) Shuntatas indikasi a medis Hidrosefalus Arrested”.

Laporan kasus ini kami buat melalui penyusunan dari berbagai refrensi pustaka dan
hasil proses pemahaman observasi serta langkah tindakan pembedahan pemasangan VP
Shunt. Penyusunan laporan kasus ini juga disusun berdasarkan Standar Operasional Prosedur
Rumah Sakit dan tidak terlepasdari etika perawat instrumen berdasarkan peraturan yang telah
disusun oleh Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia sehingga kemudian hari dapat
dipertanggung jawabkan hasilnya. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak, kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Ketua Himpunan Perawat Kamar
Bedah Indonesia, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, Kepala Ruangan Instalasi
Bedah, Pembimbing Ruangan, Dokter Operator, Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral, dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan, kasih dan kepercayaan yang begitu besar
sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan baik dan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasari dalam
penyusunan makalah laporan kasus ini.Oleh karena itu kami mengharapkan dan menerima
masukan dan saran demi melengkapi laporan kasus ini, sehingga dikemudian hari mampu
dipergunakan untuk perkembangan pengetahuan ilmu bedahan khususnya peran perawat
instrumen khususnyakasus ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi pembacanya.

Semarang, 15Juni 2016


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani, hydro (air) dan cephalos (kepala), adalah
terdapatnya akumulasi abnormal/berlebihan CSS (Cairan Serebrospinal) dalam ventrikel,
sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Hidrosefalusmenyebabkan dilatasi sistem
ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel
atau ruang subarachnoid.
Secara keseluruhan, insiden Hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.
Insidensihidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus cerebrii. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk
kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua
umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh
toksoplasmosis.Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak,
50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior. Secara internasional, insidenhidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui
jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi
untuk negara-negara lain masih sedikit.
Keadaan Hidrosefalus ini disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara
produksi dan absorpsi dari CSS. Kondisi ini bisa terjadi pada semua umur. Hidrosefalus sudah
ditemukan di jaman Mesir Kuno, sekitar 2500 SM- 500 M. Hippocrates sudah menulis
tentang hidrosefalus, dan bahasan tentang hidrosefalus lebih jelas ditulis oleh Galen pada
abad ke-2. Tindakan operatif pada bayi hidrosefalus pertama kali ditulis oleh Abulkassim al
Zahrowi (1000 M). Pada 1800, Carl Wernicke melakukan tindakan pungsi ventrikel dan
drainase hidrosefalus.Antara 1898-1925, dikenalkan teknik ventrikulo peritoneal-pleural-
ureteral. Ventrikuloperitoneal (VP) shunt adalah jenis pilihan pembedahan dari pengaliran
CSS yang paling aman dan paling sering digunakan. Keuntungan dari shunt inia adalah tidak
terganggunya fungsi dari shunt akibat pertambahan dari panjang badan pasien, hal ini dapat
dihindari dengan penggunaan kateter peritoneal yang panang.
Berbagai jenis pembedahan yangditawarkan untuk kasus Hidrosefalus bervariasi
namun yang paling menarik bagi kelompok adalah jenis VP Shunt sehingga kelompok tertarik
untuk menyusun makalah laporan kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Perioperatif
pada Nn. R dengan tindakan tindakan operasi pemasangan VP Shunt atas indikasi medik
Hidrosefalus Arrested di RSU Kota Semarang”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana pemberian asuhan keperawatan
perioperatif pada klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt atas indikasi medis
Hidrosefalus arrested.

5
4

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengenal dan memahami
penerapan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan pemasangan VP
Shunt atas indikasi medis Hidrosefalus arresteddi RSUD Kota Semarang
b. Tujuan Khusus
1. Mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt
2. Memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan
perioperatif klien dengan tindakan operatif pemasangan VP Shunt
3. Mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan
pemasangan VP Shunt
4. Mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif klien dengan
tindakan pemasangan VP Shunt
5. Mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan perioperatif
klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penyusunan makalah asuhan keperawatan perioperatif ini adalah
sebagai berikut:
a. Dapat memberikan informasi mengenai tindakan pemasangan VP Shunt atas indikasi
medis Hidrosefalus arrested
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat kamar bedah mengenai penerapan
asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt atas
indikasi medis Hidrosefalus arrested
c. Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan baik bagi masyarakat dan terutama bagi mahasiswa keperawatan sendiri
tentang tentang proses asuhan keperawatan perioperatif di kamar bedah.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan
"kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan
serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang
vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi,
dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran
ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu
bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
6

Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang
dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi
CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem
Ventricular (nining,2008).

2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus
kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis
aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga
dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan
dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis,
dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

2.3 Etiologi

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak
oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak
dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The
Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah
CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono,
2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel
III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem
kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam
klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada
bayi dan anak ialah :

1) Kelainan Bawaan (Kongenital)

1. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada hidrosefalus bayi


dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali
7

atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat
sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2. Spina bifida dan kranium bifida. Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang
berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3. Sindrom Dandy-Walker. Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama
ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang
besar di daerah fosa pascaerior.
4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah. Dapat terjadi congenital tapi dapat juga
timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
5. Anomali Pembuluh Darah

2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila
aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau
system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala
dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis.
Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis
purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.

3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di
angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya
suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :


8

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus


tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal


menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada
saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
(Darsono, 2005)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

1. Kongenital.

Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :

 Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.


 Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial
sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian
terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan
hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan
otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam dua bagian yaitu :

1. Hydrocephalus komunikan

Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran


bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat
obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam
jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa,
biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan
9

ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi
CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada
orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah
sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS.
Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan
malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi
pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di
dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak
dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–
tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya
tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala
dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini
berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada
beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan
tersebut.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat
dari tiga mekanisme yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan


2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK)


sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler.


2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
10

5. Hilangnya jaringan otak.


6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan


kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada
anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan


pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan
ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi
dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari
biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala
menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter
Paul Rickham, 2003).

2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi
pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran
lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

1. Fontanel anterior yang sangat tegang.


2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
11

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi
tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan
dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan
pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan
diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara
spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi,
malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

A. Bayi :

1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan
tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
1. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
2. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat
jelas.
3. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
4. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
5. Strabismus, nystagmus, atropi optic
6. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

B. Anak yang telah menutup suturanya :


Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :

1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
12

6. Strabismus
7. Perubahan pupil

2.7 Pemeriksaan diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu :
1) Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2) Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3) Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui
satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun
waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan
oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional atau secara
menyeluruh.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4) Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu
menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras
masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.
Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan
lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5) Ultrasonografi
13

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan
sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6) CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada
anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

7) MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik
scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan


tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
1. Drainase ventrikule-peritoneal
2. Drainase Lombo-Peritoneal
3. Drainase ventrikulo-Pleural
4. Drainase ventrikule-Uretrostomi
5. Drainase ke dalam anterium mastoid
6. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan
anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
7. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu
selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah
14

perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di
kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit
hingga tidak terlihat dari luar.
8. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
a. Eksternal : CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.

b. Internal
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :

 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)


 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2) “Lumbo Peritoneal Shunt”


CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau


kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan
analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter)
maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).
Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm,
H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam
atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray
ujung distal setinggi 6/7).

5. Ventriculo-Peritneal Shunt (VP Shunt)

VP-Shunt adalah pemasangan saluran yang mengaliri cairan dalam otak


menuju rongga perut. Merupakan tindakan memasang selang kecil yang
menghubungkan ventrikel ( ruang di dalam otak ) dan peritoneal ( ruang di dalam
perut ).
15

Tujuan tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase, yaitu untuk mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke
dalam rongga perut untuk kemudian diserap kembali oleh tubuh melalui pembuluh
darah. Setelah Operasi, tanda vital dan status saraf pasien dipantau ketat. Obat-
obatan diberikan untuk nyeri. Cairan intravena dan antibiotic diberikan. Pasien
dipantau ketat untuk meyakinkan bahwa shunt berfungsi baik. Seringkali, studi
gambar seperti CT scan dilakukan setelah operasi untuk menyakinkan posisi shunt
baik dan resolusi hidrosephalus.

Penatalaksanaannya adalah dengan membuat jalan aliran baru (bypass) menuju


tempat lain yang steril untuk aliran hidrosefalus. Dengan jalan pemasangan saluran berupa
selang antibakterial khusus yang menghubungkan ventrikel otak menuju ruang lapisan dalam
perut atau peritoneal. Saluran baru tersebut dialirkan dengan baik ke dalam perut dan
kemudian diserap kedalam pembuluh darah otak. Sebenarnya ada dua teknik utama yakni
teknik operasi ventriculoperitoneal shunt dan endoscopic third ventriculostomy. Prosedur
yang paling sering digunakan adalah ventriculoperitoneal atau mengalirkan aliran cairan otak
menuju rongga peritoneum.

1. Posisikan kepala pasien supine dengan 15 – 30 derajat head up, setelah itu persiapan lain
meliputi penggambaran pola, disinfeksi dsb kemudian diincisi scalp.

2. Shunt kateter yang telah diukur atau selang khusus disiapkan


16

3. Setelah di burr hole (melubangi tengkorak dengan bor khusus), pasang pada area yang
telah ditentukan tersebut

4. Untuk lebih jelasnya kita lihat dalamnya otak sebagai berikut, jadi diletakkan dimasukkan
melalui ventrikel bagian lateral atau luar

5. Posisi kateter mengenai ventrikel lateral


17

6. kateter disipkan/ditelakkan di bawah kulit

7. Kateter itu diletakkan di bawah peritoneum

Nah demikian langkah-langkah operasi VP-Shunt yang telah diringkas secara sederhana.
18

Pada prinsipnya aliran otak yang diproduksi oleh plexus choroidalis berkisar 400-500 ml per
hari, sehingga sumbatan pada aliran tersebut dapat membuat gangguan pada otak. Dengan
konsep sederhana ini penderita dapat tertolong bahkan hingga usia dewasa.

2.9 Komplikasi

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan –
bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis
peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,
infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.

2.10 Prognosis

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau


tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang
bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil
mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika
tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah
saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi,
sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik
bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
19

penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar
51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan.
Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan
kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
20

BAB III

STUDI KASUS

Tanggal MRS : 05 Juni 2016 ke ruangan Prabu Kresna, Jam Masuk : 08.10 WIB
Tanggal pengkajian : 07Juni 2016 No. RM :147xxx
Jam pengkajian : 21.50 WIB
Diagnosa masuk : hydrocephalus arrested
Hari rawat ke : ke-3

Identitas
1. Nama klien : Nn. R
2. Umur : 16 th
3. Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Pelajar
7. Alamat : Jawa Tengah
8. Biaya : BPJS

Keluhan utama
1. Keluhan utama : Klien mengatakan kepalanya sakit sekali jika digunakan untuk
menoleh secara cepat.

Riwayat penyakit sekarang


1. Riwayat penyakit sekarang :
Klien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya ini sudah terasa sejak dirinya kecil.
Ayah klien juga mengatakan bahwa penyakit yang diderita anaknya ini sudah nampak
sejak klien berada di bangku sekolah dasar. Pada awalnya orang tua klien melihat
perubahan ukuran kepala klien yang tidak biasanya untuk anak seumurannya. Ayah klien
mengatakan bahwa ada beberapa anak dari kampung yang juga mengalami demikian dan
tidak dapat tumbuh tinggi, namun berbeda dengan anaknya yang tetap bertambah tinggi.
Kecurigaan itu semakin besar dan terbukti pada tahun 2012 saat klien berada di bangku
kelas V, klien tiba-tiba demam lalu kejang dan kemudian pingsan pada saat berada di
sekolah. Klien kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Tentara, dan setelah menjalani proses
pemeriksaan, ditemukan klien menderita Hidrosefalus nonkomunikan. Sejak didiagnosa
penyakit tersebut klien pun mengkonsumsi sejumlah obat-obatan yang mampu
mengurangi gejala dan rasa nyeri klien. Berjalan selama 4 tahun klien mengkonsumsi obat
tersebut hingga sekarang. Status penyakit klien berubah menjadi Hidrocepalus arrested
setelah melakukan medical check up setiap kali jadwal kontrol ke Rumah sakit, namun
akibat nyeri yang terkadang tidak tertahankan dan keluhan sulit tidur klien sehingga pada
tanggal 05 Juni 2016 klien di bawa oleh ayahnya ke RS Kota Semarang untuk
mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan. Berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter
21

spesialis bedah saraf dr. Andrew, Sp.BS klien dipersiapkan untuk menjalani operasi pada
tanggal 07 Juni 2016. Klien kemudian dirawat inap selama sehari dan menjalani puasa dan
persiapan operasi yang lain sehari sebelumnya.

Riwayat penyakit dahulu


1. pernah dirawat : ya tidak kapan : pada tahun 2015
2. riwayat penyakit kronik dan menular : ya tidak
3. Riwayat alergi : tidak ada
obat ya tidak
makanan ya tidak
lain-lain ya tidak
4. riwayat operasi : ya tidak Masalah Keperawatan :
-
Ansietas (faktor psikologi)

Observasi dan pemeriksaan fisik


1. Tanda-tanda vital
S: 36,7 ºc N :98x/menit TD : 130/60mmhg RR: 20x/menit
kesadaran : composmentis apatis somnolen sopor
koma
2. Sistem pernafasan
a. RR :20x/menit
b. keluhan : tidak ada sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : tidak produktif tidak produktif
Sekret :tidak ada konsistensi :
Warna : bau :
Masalah Keperawatan :
c. penggunaan otot bantu nafas : tidak ada
Tidak ada masalah
d. Pch : ya tidak
e. irama nafas : teratur tidak teratur

3. Sistem kardiovaskuler
a. Td :130/60 mmhg Masalah Keperawatan :
b. N :98x/menit Ansietas (perubahan fisiologis)
c. RR :20x/menit
d. keluhan nyeri dada : ya tidak
P irama jantung : reguler ireguler
e. Suara jantung : normal (s1/s2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : tidak tampak
g. CRT :< 2 detik
h. akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin
i. sirkulasi perifer : normal menurun
j. JVP :tanpa distensi vena jugulasris
22

4. Sistem Persyarafan
a. S :36,7ºC per axilla
Masalah Keperawatan :
b. GCS : E=4, V=5 dan M=6 total 15
c. Refleks Fisiologis : Patella Tricep Bicep
Nyeri Akut
d. Refleks Patologis : Babinsky Brudzinsky Kernig
e. Keluhan Pusing : Ya Tidak
P :Nyeri kepala semakin berat ketika menolehkan kepala ke sisi samping baik ke kiri
maupun ke kanan secara cepat
Q :nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar dari leher ke kepala sisi kanan atas
R : nyeri pada kepala yang terdapat pembesaran hingga leher
S : skala nyeri 8 (rentang skala 0-10) menurut klien saat diberikan pain rule
T : nyeri yang dirasakan setiap kali bertahan hingga 10-15 menit

f. Pemeriksaan Saraf Kranial


N1 : Normal Tidak Ket :
N2 : Normal Tidak Ket :Klien mengalami gangguan persepsi sensori
penglihatan pada mata kirinya (1/300)berespon dengan lambaian tangan
N3 : Normal Tidak Ket :
N4 : Normal Tidak Ket :
N5 : Normal Tidak Ket :
N6 : Normal Tidak Ket :
N7 : Normal Tidak Ket :
N8 : Normal Tidak Ket :
N9 : Normal Tidak Ket :
N10 : Normal Tidak Ket :
N11 : Normal Tidak Ket :
N12 : Normal Tidak Ket :
g. Pupil : Anisokor Isokor Diameter: /
h. Sclera : Anikterus Ikterus
i. Konjunctiva : Ananemis Anemis
j. Istirahat/Tidur :5 Jam/Hari
5. sistem perkemihan
Masalah Keperawatan :
a. Kebersihan genital :tidak terkaji
b. sekret : ada tidak Tidak ada masalah
c. ulkus : ada tidak
d. kebersihan meatus uretra : bersih kotor
e. keluhan kencing : ada tidak
Bila ada, jelaskan
Klien mengatakan air kencing berwarna kuning terang
f. Kemampuan berkemih :
spontan alat bantu, sebutkan terpasang dc sebagai persiapan
operasi
jenis : dower catheter
ukuran :no.16
hari ke- :1
g. Produksi urine :60-70 ml/jm
Warna : kuning terang
23

Bau :khas amoniak


h. kandung kemih membesar : ya tidak
i. nyeri tekan : ya tidak
j. Intake cairan : oral :± 1800cc/hari parenteral : 1100cc/hari

6. sistem pencernaan
Masalah Keperawatan :
a. Tb :165 cm BB :71 kg
b. IMT :26,1 (Obesitas)interpretasi :gizi baik Tidak ada masalah

c. mulut : bersih kotor berbau


d. membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan : tidak ada masalah
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Diit khusus :
Puasa selama 6 jam sebelum operasi
g. nafsu makan : baik menurun frekuensi:
x/hari

7. Sistem integumen
a. pergerakan sendi : bebas terbatas
b. kekuatan otot : 55
5 5

c. kelainan ekstremitas : ya tidak


d. kelianan tulang belakang : ya tidak
e. fraktur : ya tidak Masalah Keperawatan
:tidak ada masalah
f. traksi : ya tidak
g. Rom : aktif di kedua ekstremitas
8. Sistem integumen
a. Penilaian risiko decubitus
Aspek yang Kriteria penilaian
dinilai 1 2 3 4 Nilai
Persepsi Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak ada
4
sensori sepenuhnya terbatas ringan gangguan
Terus
Sangat Kadang2
Kelembaban menerus Jarang basah 4
lembab basah
basah
Kadang2 Lebih sering
Aktivitas Bedfast Chairfast 4
jalan jalan
Immobile Sangat Keterbatasan Tidak ada
Mobilisasi 3
sepenuhnya terbatas ringan keterbatasan
Sangat Kemungkinan
Nutrisi Adekuat Sangat baik 4
buruk tidak adekuat
Gesekan & Bermasalah Potensial Tidak 3
24

pergeseran bermasalah menimbulkan


masalah
Note : klien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan
bahwa klien berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers).
Total nilai 22
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat risk, 12 or less =
high risk)

Masalah Keperawatan :

Tidak ada masalah

Pengkajian psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien sangat cemas terhadap operasi yang akan dihadapi keesokan harinya. Klien
mengatakan agak cemas terhadap operasi yang akan dihadapi beberapa waktu lagi,
menurut klien walaupun klien sudah pernah menjalani operasi mata kanannya
sebelumnya namun klien tetap cemas mengenai operasi besar yang akan dijalani
keesokan harinya karena operasi kali ini adalah operasi kepala yang akan dipasang
selang ke perutnya
Ekspresi klien terhadap penyakitnya
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
b. reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
c. Gangguan konsep diri :
klien mengatakan semoga lancar operasinya, bisa sembuh dan bisa seperti anak-anak
remaja lainnya di sekolah.
Masalah Keperawatan :

Ansietas

Defisit pengetahuan
25

MORSE FALL SCALE (MFS)

Intraoperatif
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI
1 Riwayat jatuh :apakah Tidak 0 0
klien pernah jatuh Ya 0
dalam 3 bulan terakhir?
2 Diagnosa sekunder: apakah Tidak 0
klien memiliki lebih Ya 15 15
dari satu penyakit?
3 Alat bantu jalan: 0 0
- Bed rest/ dibantu
perawat
- Kruk/ tongkat/ Walker 15
- Berpegangan pada 30
benda-benada di sekitar
(kursi, lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah Tidak 0
saat ini klien terpasang Ya 20 20
infus?
5 Gaya berjalan/ cara 0 0
berpindah:
- Normal/ bed rest/
immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak 10
bertenaga)
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6 Status mental
- Klien menyadari
kondisi dirinya 0 0
- Klien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL NILAI 35 (risiko jatuh
rendah)
Postoperatif
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI
1 Riwayat jatuh :apakah Tidak 0 0
klien pernah jatuh Ya 25
dalam 3 bulan terakhir?
2 Diagnosa sekunder: apakah Tidak 0 0
klien memiliki lebih Ya 15 15
dari satu penyakit?
3 Alat bantu jalan: 0 0
- Bed rest/ dibantu
perawat
- Kruk/ tongkat/ Walker 15
26

- Berpegangan pada 30
benda-benada di sekitar
(kursi, lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah Tidak 0
saat ini klien terpasang Ya 20 20
infus?
5 Gaya berjalan/ cara 0
berpindah:
- Normal/ bed rest/
immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak 10 0
bertenaga)
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6 Status mental
- Klien menyadari
kondisi dirinya 0 0
- Klien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL NILAI 35 (risiko jatuh
rendah)

Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, ekg, usg, dll)


1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 07 Juni 2016 (11: 26)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


1. Hematologi
Hemoglobin 12.0 G/ dl 11.7-15.5
Hematokrit 39.10 % 35-47
Jumlah eritrosit 4.03 /µl 4.2-5.4
Jumlah leukosit 6.6 /µl 3.6-31.0
2. Hitung jenis
Neutrofil 64.6 % 50-70
Limfosit 25.1 % 25-40
Monosit 6.5 % 2-8
Eosinofil 1.3 % 2-4
Basofil 0.5 % 0-1
Jumlah trombosit 269 Ml 160-400
Mcv 81.0 Fl 80-100
Mch 26.5 Pg 26-34
Mchc 32.7 % 32-36
Masa pendarahan/bt 02min 10sec 2-7
Masa pembekuan/ct 08min 15sec 4-10
3. Kimia klinik
Glukosa darah puasa 99 Mg/ dl 70-110
Natrium 129.0 Mmol/ l 135-147
Kalium 3.00 Mmol/l 3.5-5.0
27

Calsium 1.29 Mmol/l 1.12-1.32


Ureum 8.6 mg/dL 17.0-42.0
Kreatinin 0.7 mg/dL RNF
SGOT 12 U/L RNF
SGPT 7 U/L RNF
4. Imunologi
Hbsag Negatif Negatif

2. EKG (normal sinus rhytm)

3. Foto Rontgen

Obstruction in Aquaduct sylvia_ Hidrochepalus Arrested


28

Terapi
1. Preoperasi:
Cairan RL 20 tpm/iv
Cefotaxime 2 x 1 gr /iv
2. Premedikasi induksi:
Ondansentron 4mg
Methylprednisolone 125 mg
Dipenhydramine 10 mg
3. Analgetik perioperative:
a. Tramadol 100 mg/iv dripp dalam Tetrasfan 500cc
b. Dextrometorpan 50mg/iv bolus
4. Induksi general anesthesi:
a. Nasofaringeal Tube no. 6.5
b. Propofol 150mg/IV,
c. Fentanyl 100mg/IV,
d. Atrakurium 15m/IV
4. Maintainance
a. N2O 3 L/ menit dan
b. O2 nasal 6 L/ menit

Data tambahan lain


Semarang ,07Juni 2016

(Team)
29

Analisa Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1. Preoperasi: Kelainan pada proses Nanda: domain 12, Class 1:


absorbsi dari cairan Physical comfort –
DS: cerebrospinal (CSS) (00132) Acute Pain
Hasil pengkajian PQRST: (Nyeri Akut)
P : Nyeri kepala semakin berat Penumpukan CSS di
ketika menolehkan kepala ke rongga kranial
sisi samping baik ke kiri
maupun ke kanan secara cepat Penekanan cairan CSS
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk,
terhadap jaringan lunak
menjalar dari leher ke kepala
lainnya di dalam
sisi kanan atas
R : nyeri pada kepala yang kranial
terdapat pembesaran hingga
leher
S : skala nyeri 8 (rentang skala merangsang
0-10) menurut klien saat nocciceptor (reseptor
diberikan pain rule nyeri)
T : nyeri yang dirasakan setiap
kali bertahan hingga 10-15 Nyeri Akut
menit

DO:
1. Klien fokus pada diri
sendiri
2. Tampak berhati-hati saat
bergerak
3. Wajah meringis kesakitan
setiap kali diajak berbicara
dari samping karena klien
harus menoleh ke sisi
samping dan menimbulkan
nyeri kepala
4. Ekspresi wajah tegang
5. Menyatakan secara verbal
nyeripada bagian leher dan
kepala
6. Kontak mata yang kurang
dan berfokus pada kondisi
tubuhnya saat diajak
berkomunikasi
7. Klien tidak bisa melakukan
teknik manajemen nyeri
ketika diminta
8. Vital sign, BP=
130/60mmHg, N=98x/
menit, RR= 20x/menit
30

2 DS: Klien mengatakan Gangguan absorbsi Nanda: domain 9, class 2:


walaupun ini bukan cairan serebrospinal coping responses –
operasinya yang pertama (CSS) di otak 00146 anxiety
kali namun klien agak (kecemasan)
cemas terhadap operasi Pembuatan saluran dari
yang akan dihadapi ventrikel otak ke
beberapa waktu lagi, peritoneal
menurut klien kali ini yang
dioperasi adalah bagian Pemasangan VP shunt
kepala dan akan dipasang
selang ke bagian perutnya.
Rencana Operasi
DO:
1. Ekspresi wajah tegang
2. Menyatakan secara verbal Anxiety
cemas terhadap operasi
yang akan dihadapi dan
hasil operasi
3. Kontak mata yang kurang
4. Disomnia sehari sebelum
jadwal operasi
5. Klien terus bertanya-tanya
tentang prosedur operasi
yang akan dihadapi
6. Skore ansietas klien
termasuk dalam ansietas
ringan baik faktor
fisiologis, kognitif dan
perilaku (peningkatan BP,
takikardi, takipnea, wajah
tampak tegang, nafsu
makan menurun, mulut
kering, fokus pada hal-hal
seputar operasinya, tidak
percaya diri, bergantung
pada orang lain)

3 DS:Klien seringkali bertanya- Gangguan absorbsi Nanda: domain 5, class 4:


tanya lagi tentang cairan serebrospinal cognition – 00126
bagaimana operasi kepalaa (CSS) di otak deficient knowledge
akan berlangsung dan (kurang pengetahuan)
berapa lama, apakah tidak CSS overload dalam
berbahaya baginya setelah ventrikel otak
pemasangan saluran dari
kepala ke perutnya tersebut. Compartment sindrom

DO (NANDA): menekan persyarafan


1. Klien hanya mengetahui disekitar jaringan
bahwa dokter yang akan tulang kranial
31

membedahnya adalah dr.A


2. Saat ditanyakan klien tidak Nyeri kronik
mengetahui tentang
prosedur operasi, berapa Rencana Operasi
lama operasinya,
bagaimana perawatan Paparan informasi
setelah operasinya dan inadekuat
belum mendapatkan
penjelasan secara Deficient Knowledge
mendetailtentang
prosedurnya hanya
dijelaskan akan dioperasi
dan dipasang selang akan
menghubungkan antara
kepala dan bagian dalam
perutnya.
3. Klien tidak tahu nama team
operasi yang akan
menanganinya.
4. Klien tidak tau jam berapa
operasinya dimulai. Klien
hanya diminta berpuasa
dari semalam.
5. Klien adalah pelajar SMP
kelas 9.
4 Intraoperatif: Faktor risiko: NANDA, Class 2. Physical
DS: - a. Gangguan persepsi Injury: 00087- Risk for
DO (NANDA): sensori berhubungan perioperative positioning
1. Klien diposisikan supine dengan ASA (American injury (risiko cedera
dengan sanggahan plabot Society of akibat pemberian posisi
infus di bagian leher Anesthesiology) skor perioperasi)
sehingga hiperekstensi klasifikasi status fisik =
leher 1 : Prosedur Anastesi
2. Adduksi kedua Tangan General Anastesi (GA)
pada kedua arm sectionlalu Penurunan
difiksasikecuali lengan KesadaranKondisi
kanan karena dibalut imobilisasi
dengan duk orthodan rol b. Prosedur operasi
kassa c. Kekuatan otot 0
3. kondisi penurunan (paralisis)
kesadaran (disorientasi), d. Posisi operasi klien
penurunan persepsi sensori pronasi dengan
akibat General anesthesia menggunakan
(kondisi koma) diathermi blanket
4. Klien dalam keadaan sebagai alasnya.
imobilisasi dan kekuatan e. Pemasangan head
otot bernilai 1 fixator untuk
menyanggah kepala
tetap pada sumbu
simetri tubuh.
32

5 DS : - Faktor Risiko: NANDA: Domain 11, Class


DO: a. Tindakan 1: Infection – 00004
1. Klien terpasang DC hari I, pembedahan, luka Risk for infection (risiko
terpasang IV cath no.16 insisi, port de entre Infeksi)
menetes Ringofudin 20 tpm lingkungan ke tubuh
2. Penurunan fungsi siliaris b. Tindakan invasif
tubuh efek anastesi (IVFD, DC, dan
3. Perubahan integritas kulit pemasangan plate
pada kepala akibat fiksasi pada humerus)
dengan alat, open cranium c. Umur klien (61 tahun-
(stik golf marking), open lansia)
gaster minimal (peritoneal),
pemasangan selang silikon
dari ventrikel ke peritoneal
6 DS:- Faktor risiko menurut NANDA: Domain 11.
DO: NANDA: Safety/ Protection, Class
1. Klien mengalami 2. Physical Injury-00155
penurunan kesadaran a. ASA (American Risk for fall (risiko
dibawah efek GA Society of Jatuh)
(Propofol, Fentanil dan Anesthesiology) skor
Atracorium) dengan klasifikasi status fisik
Nitrogen 3L/menit dan 1 : Prosedur Anastesi,
Oksigen 6L/ menit General Anastesi
2. Kekuatan otot klien 1 (GA), Penurunan
3. Terpasang NT Kesadaran
(Nasofaringeal Tube) dan b. Terpapardalam
tubuh terpapar suhu ekstrim ruangan yang bersuhu
ruangan (suhu ruangan ekstrim
16˚C) (dingin)(˂36ºC/
4. Skoring MFS menunjukan 96.8ºF), dan
nilai 35 (risiko jatuh ringan) c. Prosedur operasi
d. Posisi operasi klien
pronasi dengan
ganjalan bantal pada
daerah perut dan lutut

7 DS:- Faktor risiko: NANDA: Domain 11.


DO (NANDA): a. Mild hypothermia, Safety/ Protection, Class
1. Suhu ruangan operasi suhu tubu hingga 6. Thermoregulation-
mencapai 16 ˚C 35ºC 00253 Risk for
2. Usia klien 16 tahun b. Pengaruh agen hypothermia (risiko
(remaja) dengan anastesi Hipotermi)
degeneratif fungsi tubuh c. Suhu lingkungan yang
3. Klien menggunakan linen ekstrim (21ºC)
33

yang tipis dan kemudian d. Lama operasi (±3


dibuka setengahnya jam) dan berhubungan
4. Vasodilatasi pembuluh dengan kranial dan
darah dan pori-pori kulit gaster
efek anastesi
5. proses perpindahan panas
tubuh ke ruangan melalui
konduksi (kulit ke meja
operasi), konveksi (tubuh
ke sekitar tanpa
pengantara), evaporasi
(penguapan) dan radiasi
6. suhu tubuh klien intra
operasi 35,6˚C
8 Postoperatif: Faktor risiko: NANDA: Domain 11.
DS: - a. ASA (American Safety/ Protection, Class
DO: Society of 2. Physical Injury-00155
1. Kesadaran composmentis Anesthesiology) skor Risk for fall (risiko
namun belum mampu klasifikasi status Jatuh)
berkomunikasi penuh, fisik 1 : Prosedur
tampak masih mengantuk Anastesi General
2. Kekuatan otot klien 3 Anastesi (GA),
3. Klien berada di ruang Penurunan
pemulihan (recovey room) Kesadaran
4. Vital sign, BP 120/75 b. Terpapardalam
mmHg, P= 93 x/menit, ruangan yang bersuhu
17x/menit, T=36 ˚C dan ekstrim
SpO2= 99% (dingin)(˂36ºC/
5. Skoring MFS menunjukan 96.8ºF), dan
nilai 35 (risiko jatuh c. Prosedur operasi
rendah)
34

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

TANGGAL : 07-08 Juni 2016

Diagnosa Preoperatif

1. Nyeri akut berhubungan dengan compartement sindromsekunder penumpukan CSS


dalam ruang intrakranial, menekan jaringan lunak disekitarnya dan merangsang
nocciceptor
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai proses
operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kondisi tubuh, nyeri, rencana operasidan hasil operasi
Diagnosa Intraoperatif
4. Risiko cidera akibat pemberian posisi perioperasi
5. Risiko infeksidengan faktor risiko prosedur invasif shunt silikon dari ruang intrakranial
ke rongga peritoneal dan luka insisi terbuka
6. Risiko Hipotermia dengan faktor risiko agen anatesi, lingkungan kamar operasi,
transfer panas (konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi), prosedur operasi vp shunt
7. Risiko jatuh dengan faktor risiko agen anastesi (kondisi coma)
Diagnosa Postoperatif
8. Risiko Jatuh dengan faktor risiko periode pemulihan postoperasi (recovery period)
35

RENCANA INTERVENSI
HARI/ DIAGNOSA KEPERAWATAN
WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
19: 24 Nanda: domain 12, Class 1: Physical comfort – (00132) NIC: Teaching (Pre operatif)
Acute Pain (Nyeri Akut) 1. Ajarkan klien untuk manajemen nyeri klien, baik
07 Juni 2016 NOC dan indikator NIC dan aktifitas rasional dengan teknik relaksasi napas dalam, teknik
NOC : Perilaku mengendalikan nyeri yang dirasakan distraksi dan teknik masase lembut sesuai tingkat
(pain control); Tingkat kenyaman klien meningkat kenyamanan klien dengan melibatkan keluarga.
(comfort level), Tingkat Nyeri: Nyeri dapat dilaporkan 2. Gunakan komunikasi yang terapeutik untuk
atau ditunjukan (Pain level), Efek merusak: perilaku mengetahui pengalaman nyeri klien
yang diamati/ dilaporkan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri klien
Indikator: Klien mampu: 4. Tingkatkan istirahat klien preoperasi
1. Mengontrol nyeri (tahu menyebab nyeri, mampu 5. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk nyeri
mengurangi nyeri yang dirasakan, mencari bantuan). 6. Dampingi dan dukung klien serta ajari keluarga
2. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman klien
dan tanda nyeri) dengan support penuh
3. Mempertahankan tingkat nyeri ringan dengan skala 1- NIC : Reassestment after teaching
3 atau tanpa nyeri dengan skala 0. Tanda vital dalam 7. Lakukan pengkajian ulang nyeri secara
batas normal komperhensif dengan pengkajian PQRST
4. Menunjukan efek merusak dengan indikator nilai 5 (Provocative, Quality, Region, Severity and Time)
36

yaitu tidak ada gangguan yang ditunjukan dengan meliputi predisposisi, kualitas dan karakteristik
tanpa ekspresi nyeri baik lisan maupun nonverbal, nyeri, daerah sebaran nyeri, keparahan nyeri
tidak gelisah, tanpa gangguan otot, hemodinamik klien dengan skala nyeri, durasi waktu nyeri timbul dan
dalam batas normal (Blood pressure, Heart rate, hilang.Pengkajian nyeri dengan meminta klien
Respiratory rate, oxygen saturation), untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala
5. Klien mengungkapakan secara verbal mengenai 0-10 (0= tidak ada nyeri, 1-3= nyeri ringan, 4-6=
6. kenyamanannya secara fisik dan psikologis nyeri sedang, 7-9= Nyeri berat, 10= sangat nyeri)
8. Observasi ulang kembali keluhan verbal dan
nonverbal khususnya klien yang tidak mampu
mengungkapkan nyeri secara verbal
9. Kaji kembali dampak faktor spiritualitas, budaya,
kepercayaan dan lingkungan terhadap nyeri dan
respon klien

07 Juni 2016 NANDA: Domain 5, Class 4: Cognition – 00126 NIC (Pengetahuan pembedahan):
Deficient Knowledge (Kurang Pengetahuan) 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
berhubungan inadekuatnya paparan informasi tentang 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
19: 27 prosedur operasi dan dampak operasi bagi klien identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan
NOC: Pengetahuan klien tentang prosedur, setelah kondisi tentang klien
diberikan penjelasan selama 10 menit, klien mengerti 3. Jelaskan tentang program pengobatan dan
proses penyakitnya dan Program perawatan serta alternatif pengobantan
37

Therapi yg diberikan dengan Kriteria hasil: 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
a. Klien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan. digunakan untuk mencegah komplikasi
b. Klien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi 5. Diskusikan tentang terapi dan
keperawatan. pilihannya
c. Klien dan keluarga secara subjektif menyatakan 6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau digunakan/ mendukung
prosedur prabedah yang telah dijelaskan. 7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang
d. Klien dan keluarga memahami tahap-tahap penyakit, prosedur operasi
intraoperatif daan pascaanestesi. NIC : Teaching (Pre operatif)
e. Klien dan keluarga mampu mengulang kembali secara 1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur
narasi mengenai itervensi prosedur pascaanestesi. operasi/perawatan
f. Klien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap 2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan
instruksi dan latihan praoperatif. prosedur operasi/perawatan
g. Klien dan keluarga memahami respons pembedahan 3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan
secara fisiologis dan psikologis. klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan
h. Secara subjektif klien menyatakan rasa nyaman dan 4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
relaksasi emosinonal. 5. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama
i. Klien mampu menghindarkan cedera selama periode prosedur operasi/perawatan
perioperatif. 6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
prosedur operasi/perawatan
7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping
38

untuk mengontrol beberapa aspek selama prosedur


operasi/perawatan (relaksasi da imagery)
8. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
9. Lengkapi ceklist operasi
07 Juni 2016 NIC: Penurunan kecemasan
NANDA: Domain 9, Class 2: Coping responses – 00146 -
1. Bina hubungan saling percaya
Anxiety (Kecemasan )
2. Libatkan keluarga
NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional
3. Jelaskan semua prosedur tindakan
NOC: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan
4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya
perawatan selama 2x24 jam cemas klien hilang atau
5. Bantu klien untuk mengefektifkan sumber
berkurang dengan indikator:
dukungannya
19:30 Klien mampu:
6. Berikan reinfocement untuk menggunakan
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas
sumber koping yang efektif
2. Mampu menggunakan koping
3. Dapat lebih rileks dan santai
4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang
dapat menyebabkan cemas

08 Juni 2016 NANDA, Class 2. Physical Injury: 00087- Risk for NIC: surgical precousen
08: 05 perioperative positioning injury (risiko cedera akibat Aktifitas:
pemberian posisi perioperasi) 1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi
39

Resiko cedera dengan faktor resiko: pemberian posisi sesuai kebutuhan: posisi klien pronasi dengan
perioperatif sanggahan head fixator dengan alas bantal pada
NOC: control resiko cedera bagian dada dan lutut. Bagian permukaan tubuh
Indikator: tidak terjadi injuri akibat posisi klien saat yang tertekan diolesi dengan vaselin utnuk menjaga
pembedahan kelembapan dan mengurangi efek tekanan.
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3. Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang
tertinggal dalam tubuh klien
4. Menjaga prosedur operasi sesuai dengan protap VP
shunt dan penggunaan instrumen yang sesuai
dengan protap yang ada
5. Memonitor perubahan hemodinamik klien selama
intraoperasi
08 Juni 2016 NANDA: Domain 11, Class 1: Infection – 00004 Risk for
infection (risiko Infeksi)
Resiko infeksi, dengan faktor resiko:
Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
08: 15
NOC: Kontrol infeksi, selama dilakukan tindakan operasi NIC: kontrol infeksi intra operasi
tidak terjadi transmisi agent infeksi dengan Kriteria Aktifitas:
hasil: Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi 1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi (scrubing,
gauning, gloving dengan prinsip steril)
40

2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik selama


fase intraoperasi

NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 6.


Thermoregulation-00254 Risk for perioperative
hypothermia (risiko Hipotermi perioperatif)
08 Juni 2016 NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: agen farmasi (obat Aktivitas:
anestesi – ASA (American Society of Anesthesiologists) 1. Atur suhu ruangan yang nyaman
skor klasifikasi status fisik ˃ 1 , terpapar dalam ruangan 2. Pasang dyathermi blanket pada permukaan meja
yang bersuhu ekstrim(dingin)(˂36ºC/ 96.8ºF), dan operasi dengan suhu 37ºC
12: 30
prosedur operasi. 3. Lindungi area diluar wilayah operasi dari
paparan udara ruangan langsung/ langsung ke
NOC: controleenvirontment and client temperature, heat meja operasi (mencegah kehilangan panas secara
transfer (konveksi, konduksi, radiasi, evaporasi)controle konduksi, konveksi, radiasi)
Kriteria : 4. Monitor perfusi perifer dan suhu tubuh klien
1. Temperature ruangan nyaman secara berkala selama operasi berlangsung
2. Tidak terjadi hipotermi (suhu tubuh klien ≥ 36ºC/ (setiap ±15menit)
96.8ºF ) selama perioperatif
41

08 Juni 2016 NIC


NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 2.
1. Pasang bedtrail sisi kanan kiri
Physical Injury-00155 Risk for fall (risiko Jatuh)
2. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score
NOC: klien bebas dari risiko jatuh di ruang recovery room
dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi
14.35 setalah mendapat pengaruh obat induksi / anestesi
3. Tingkatkan keamanan terhadap klien dengan
Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang
memperhatikan perubahan hemodinamik klien
RR sampai kembali ke ruang perawatan, tidak cedera
dengan bantuan Alderet score
(tidak ada risiko jatuh)
4. Jaga posisi imobile dan observasi vital sign klien
42

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No.
Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
1 NIC: Teaching (Pre operatif) √ 20.05
19.37 1. Mengajarkan klien untuk manajemen nyeri S: Klien mengatakan tidak banyak
klien, baik dengan teknik relaksasi napas menoleh ke kiri atau ke kanan
dalam, teknik distraksi dan teknik masase untuk mengurangi rasa sakit pada
lembut sesuai tingkat kenyamanan klien leher dan kepalanya. Klien
dengan melibatkan keluarga. mengatakan juga saat terasa sangat
19.32 2. Menerapkan komunikasi yang terapeutik sakit, klien sudah dapat mengontrol
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sakitnya dengan latihan napas
19.38 3. Mengurangi faktor presipitasi nyeri klien dalam, dan bercerita dengan
19.39 4. Menganjurkan klien untuk meningkatkan keluarganya diruangan tentang hal-
istirahat sebelum operasi hal yang klien sukai. Keluarga
19.43 5. Memonitor penerimaan klien tentang mengatakan sering mengelus
manajemen nyeri lembut daerah yang terasa sakit
19.44 6. Mendampingi dan mendukung klien serta O:
ajari keluarga untuk memenuhi kebutuhan 1. Klien tampak rileks
rasa nyaman klien dengan support penuh 2. Klien tidak hanya berfokus pada
19.55 7. Memonitor kemampuan klien mengontrol dirinya namun berbaur dengan
nyeri postoperasi (serah terima kepada keluarga ketika diajak
perawat interna klien) berkomunikasi
43

NIC : Reassestment 3. Vital sign dalam batas normal


19.30 8. Melakukan kembali pengkajian nyeri 4. Mampu menerapkan teknik distraksi
secara komperhensif dengan pengkajian dan relaksasi (napas dalam)
PQRST (Provocative, Quality, Region, 5. Mengungkapkan secara verbal
Severity and Time) meliputi predisposisi, bahwa sudah merasa nyaman dengan
kualitas dan karakteristik nyeri, daerah keadaan sekarang
sebaran nyeri, keparahan nyeri dengan 6. Posisi tubuh masih mempertahankan
skala nyeri, durasi waktu nyeri timbul dan daerah yang sakit, sehingga mampu
hilang.Pengkajian nyeri dengan meminta mengurangi gerakan kepala yang
klien untuk menilai nyeri/ mampu mencetuskan nyerinya
ketidaknyamanan pada skala 0-10 (0= tidak (ekstensi kepala dengan rotasi
ada nyeri, 1-3= nyeri ringan, 4-6= nyeri minimal)
sedang, 7-9= Nyeri berat, 10= sangat nyeri) 7. Skala nyeri 7 (nyeri berat) dengan
19.34 9. Memonitor kembali keluhan klien baik kontrol nyeri mandiri
verbal dan nonverbal khususnya klien yang A: Masalah teratasi sebagian
tidak mampu mengungkapkan nyeri secara P: Intervensi dipertahankan selama
verbal perioperatif klien, dan
19.35 10. Mengkaji kembali dampak faktor diserahterimakan kepada perawat yang
spiritualitas, budaya, kepercayaan dan menjemput klien untuk dibawa ke
lingkungan terhadap nyeri dan respon klien ruangan interna post recovery room
period
44

2 NIC (Pengetahuan pembedahan): √ 20.10

1. Menjelaskan tentang proses penyakit (tanda


19:32 S: klien mengatakan sudah cukup
dan gejala), identifikasi kemungkinan memahami mengenai prosedur
penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien operasi, lama operasi berlangsung
19.45 2. Menjelaskan tentang program pengobatan dan hal-hal yang harus dilakukan
19.48 3. Mendiskusikan bersama dengan klien dan diperhatikan setelah operasi.
mengenai perubahan gaya hidup yang O:
mungkin digunakan untuk mencegah 1. klien dapat menjelaskan kembali
komplikasi dan mengenai terapi pilihannya secara verbal apa yang telah
19.49 4. Melakukan pendekatan dan membina disampaikan oleh perawat
hubungan saling percaya dengan klien untuk mengenai prosedur operasi,
mengksplorasi kemungkinan sumber yang lamanya waktu operasi serta hal-
bisa digunakan/ mendukung hal yang perlu diperhatikan oleh
19.50 5. Menanyakan kembali pengetahuan klien klien post operasi

tentang penyakit, prosedur operasi 2. klien sudah tidak bnyak bertanya-

NIC : Teaching (Pre operatif) tanya menegani operasinya


19.35 6. Menjelaskan kepada klien waktu 3. klien kooperatif terhadap setiap
tahapan yang diberikan dan
pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
19.36 disiapkan dalam operasinya
7. Meginformasikan klien mengenai lama
4. klien nampak tenang di ruang
waktu pelaksanaan prosedur
45

penerimaan
operasi/perawatan
19.55 A: A: masalah teratasi
8. Melakukan pengkajian pengalaman klien
P: P: Intervensi dihentikan
dan tingkat pengetahuan klien tentang
5.
prosedur operasi yang akan dilakukan
9. Menjelaskan tujuan prosedur
19.58
operasi/perawatan bagi penyakit klien saat
ini
10. Menganjurkan klien untuk berpartisipasi
20.00
secara kooperatif selama prosedur
operasi/perawatan

20.02 11. Menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan


setelah prosedur operasi/perawatan
meliputi hal-hal asuhan keperawatan
anastesi dan bedah meliputi tahapan-
tahapan bangun postoperasi, pantangan
makan jika klien merasa mual bahkan
muntah, tidur tanpa bantal tinggi, serta
boleh bangun dalam jangka waktu yang
telah ditentukan.
20.05 12. memastikan kembali mengenai persetujuan
46

20.06
operasi telah ditandatangani
13. melengkapi ceklist operasi yang telah
disedikan
3 √ 09.15 S: Klien mengatakan sudah mulai
NIC: Penurunan kecemasan
19.31 tenang dibandingkan sebelumnya
1. Membina hubungan saling percaya dengan
karena sudah paham tentang
cara memperkenalkan diri dan tim kepada
prosedur operasi yang kan dihadapi
klien. Menjelaskan tugas dan peran setiap
olehnya karena telah dijelaskan
tim dalam tindakan operasi yang akan
oleh perawat bedah serta diberi
dijalani oleh klien
dukungan penuh oleh orang tua
2. Melibatkan keluarga klien saat menjelaskan
19.54 serta keluarga besarnya. Klien juga
tentang prosedur operasi
sudah paham bahwa selang yang
3. Menjelaskan semua prosedur tindakan
20.02 ditanam pada kepala hingga dalam
20.01 4. Menghargai setiap pengetahuan klien perutnya itu tidak akan
tentang penyakitnya membahayakan dirinya setelah
19.50 5. Membantu klien untuk mengefektifkan operasi karena akan dipantau secara
sumber dukungannya yang bersumber dari berkelanjutan setelah operasi
keluarganya baik berupa doa dan dukungan tersebut
dari pihak keluarga O:
6. Memberikan reinfocement positif kepada 1. Klien tampak rileks/ santai saat
20.07 klien untuk menggunakan sumber koping diajak berkomunikasi di ruang
47

penerimaan
yang efektif dalam mengahadapi operasinya
2. Klien kooperatif dalam setiap
tahapan prosedur operasi
3. Status hemodinamik klien dalam
batas normal. Vital sign klien,
BP= 120/ 75 mmHg, P=92x/menit,
RR= 19x/menit, T= 36,8ºC/ axilla
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
4.
4 NIC: surgical precaution √ 14.45 S:-
O:
Aktifitas:
1. Klien tampak tiduran di meja
1. Memposisikan klien pada meja operasi
12.05 operasi dengan posisi pronasi
dengan posisi sesuai kebutuhan: posisi klien
dengan alas meja operasi berupa
pronasi dengan sanggahan head fixator
dyathermi blanket bersuhu 37ºC
dengan alas bantal pada bagian dada dan
terpasang fiksasipada kepala dan
lutut. Bagian permukaan tubuh yang
terpasang linen gurita pada bagian
tertekan diolesi dengan vaselin utnuk
intraop gluteal klien
menjaga kelembapan dan mengurangi efek
2. Klien bebas dari cedera tekanan
tekanan.
sendi terhadap meja
2. memonitor penggunaan instrumen, jarum
48

14.05 dan kasa operasi(bagian tubuh klien yang


3. memastikan tidak ada instrumen, jarum atau menempel dengan meja operasi
kasa yang tertinggal dalam tubuh klien diolesi dengan vaselin dan dialasi
4. Menjaga prosedur operasi sesuai dengan dengan bantal pada bagian
protap VP shunt dan penggunaan instrumen tertentu yang rawan terjadi luka
yang sesuai dengan protap yang ada tekan (bahu, perut, pinggul, lutut
5. Memonitor perubahan hemodinamik klien dan kaki)
selama intraoperasi 3. Tidak ada jejas apapun pada sendi
tubuh klien
4. Sirkulasi perifer klien baik, CRT
< 2 detik
A: masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

5 NIC: kontrol infeksi intra operasi √ 12.50


S :-
Aktifitas:
O:
1. Operator,asisten operator,
1. Menggunakan pakaian khusus ruang
intrumen menerapkan scrubing,
gauning dan gloving dengan
operasi dengan mempertahankan prinsip
memperhatikan prinsip steril
2. Semua alat yg digunakan dijamin
sterilitas
strerilisasinya
3. Kelengkapan alat, cara kerja alat
2. Mempertahankan prinsip steril di
dipastikan tidak merusak jalannya
49

ruangan selama proses operasi operasi


A : masalah teratasi
berlangsung P : pertahankan intervensi

6 NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif √ 10.50 S: -


O:
Aktivitas:
1. Klien bebas hipotermi, Suhu
1. Mengatur suhu ruangan yang
36,9ºC
nyamanbagi klien dan sesuai dengan
2. Akral klien teraba hangat
protap kamar bedah yakni sebesar 22ºC
3. Klien tidak menggigil selama
dengan suhu AC 18ºC
operasi berlangsung
2. Memasang dyathermi blanket pada
4. Sirkulasi perifer baik, CRT < 2
permukaan meja operasi dengan suhu
detik
37ºC
A: Masalah teratasi, masalah tidak
3. Melindungi area diluar wilayah operasi
menjadi aktual
dari paparan udara ruangan langsung/
P: mempertahankan intervensi hingga
langsung ke meja operasi (mencegah
postoperasi
kehilangan panas secara konduksi,
konveksi, radiasi)
4. Monitor perfusi perifer dan suhu tubuh
klien secara berkala selama operasi
berlangsung (setiap ±15menit)
50

7 Intraop NIC √ 14.47 S:


O:
1. Mencegah risiko jatuh dengan
1. Linen gurita terpasang pada area
pemasangan linen gurita pada bagian
gluteal, terpasangarm belt pada
gluteal klien bagian ekstremitas atas
2. Skoring MFS sebesar 35 dalam
2. Memasang arm beltuntuk fiksasi lengan
kategori risiko jatuh rendah
dan dada klien
12.25 3. Klien bebas dari jatuh
3. Mengidentifikasi risiko jatuh dengan 4. Perubahan hemodinamik klinik
terkontroldan terpantau oleh tim
Morse Fall Score
anastesi.
4. Meningkatkan keamanan klien dengan
A: Masalah teratasi, masalah
memantau perubahan hemodinamik klien keperawatan risiko jatuh tidak
menjadi aktual
dengan memantau perubahan vital sign
P: Intervensi dipertahankan hingga ke
klien dan SpO2 klien
recovery room.

8 NIC √ 12.50 S:
14.10 O:
1. Mencegah risiko jatuh dengan
1. Bedtrail sisi kiri dan kanan
51

pemasangan bedtrail/ pagar brankartpada terpasang


2. Skoring MFS sebesar 35 dalam
sisi kiri dan kanan klien
kategori risiko jatuh rendah
2. Mengidentifikasi risiko jatuh dengan
3. Klien bebas dari jatuh
Morse Fall Score 4. Skor post anestesi (Aldrete score)
sebesar 10 atau klien dapat
3. Meningkatkan keamanan klien dengan
ditransfer ke ruangan interna
memantau perubahan hemodinamik klien
5. Klien sudah paham hal-hal yang
dengan menggunakan skala Alderet score harus dilakukan setelah general
anastesi
(penilaian skor pemulihan pasca anestesi)
A: Masalah teratasi,
dan memantau perubahan vital sign klien
P: Intervensi dipertahankan hingga ke
dan SpO2 klien ruangan rawat inap.
52

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hidrochephalus arrested adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan serebrospinal (CSS) yang
berlebihan didalam ventrikal otak, dan pemasangan ventriculoperitoneal shunt merupakan
pilihan terapi yang luas digunakan pada kondisi ini. Komplikasi yang terjadi antara malfungsi,
migrasi dari ventriculoperitoneal shunt dapat menyebabkan infeksi sehingga menyebabkan
malfungsi. Terapi yang direkomendasikan pada komplikasi infeksi yaitu pencabutan
ventriculoperitoneal shunt, pemasangan extraventricular drainage yang dikombinasikan dengan
terapi antibiotic sesuai kultur cairan serebrospinal.

B. Saran
Memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai ventriculoperitoneal shunt serta gejala
dan tanda yang mungkin akan terjadi.
Perlunya pengetahuan tenaga medis dan para medis megenai teknik pengambilan laboratrium
yang benar terutama pada sampel yang akan diukur.
53

DAFTAR PUSTAKA

Ropper, Allan H. and Robert H. Brown Adams and Victor’s. Principles of Neurology. Eight
Edition : USA ; 2005.

Muttaqien, Arief. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persyarafan. Salemba
Medika : Jakarta ; 2008. Hal 396-399.

John Gipson. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC:
Jakarta; 2003.

American Academy of Pediatrics. The Pediatric Emergency Medicine Resource. American


College of Emergency Physicians: Canada ; 2007. Page 605

Martin P. Sandler. Diagnostic Nuclear Medicine. Wolters Kliwer Health : London ; 2008.
Page 842.

George Devanto et.al. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. Penerbit Buku Kedokteran,
EGC : Jakarta ; 2007. Hal 161.

Lionel Ginsberg. Neurologi, Eight Edition. Penerbit Buku Erlangga : Jakarta ; 2007. Hal 119.

Dunphy & Botsford. Pemeriksaan Fisik Bedah. Yayasan Essentia Medica: Jakarta; 2011.

Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG ; 2012.
54

LAMPIRAN 1 :

Prosedur tindakan operasi VP Shunt

Alat yang dibutuhkan

Set Craniectomy 1

A. BASIC SURGERY
1. Dressing forcep ovarium clam foester sponge Holding forceps 2
2. Wash bowl/ kom kecil 3
3. Wash bowl/ kom sedang 1
4. Kidney tray/ kom bengkok 3
5. Towel clam/ duk klem 5
6. Handle scalpel no. 3 1
7. Handle scalpel no. 4 1
8. Clamp Mosquito Hartmann LURUS (MINI) 4
9. Clamo Mosquito Hartman Bengkok MINI 4
10. Clamp artery kecil/ pean Pendek 4
11. Clamp Dandy Delicate Bengkok 8
12. Pinzet chirurgis 2
13. Pinzet Anatomis 1
14. Pinset Adson Boy /BOYONET 1
15. Pinset Adson Tissue (ANATOMIS) 2
16. Pinset Adson Tissue (CHIRURGIS) 1
17. Gunting jaringan kecil panjang METZENBAUM 2
18. Gunting Mayo Bengkok 1
19. Gunting Mayo Lurus 1
20. Gunting Dura shmeiden Taylor Bengkok Ganggang Lengkung 1
21. Needle Holder Gold 1
22. Needle Holder Gold untuk Dura D Bakey (ujung kecil) 1
23. Needle Holder 1
24. Spring Galea Fixaxi (RETRAKTOR MATA PANCING ) 3
25. Spreader Retraktor 2
26. Spreader Retraktor 1
27. Hak / Rtraktor gigi 4 tajam 2
28. Canul Suction / suction Tube Teardrop B & madrainnya no. 8 1
29. Canul suction/ suction Tube Teardrop B &mandrainnya KECIL no. 6 1

B. MACAM MACAM SPATULA & RASPARATORIUM & DISECTOR


30. Disector Pennfield 1
31. Dissector Pennfield 1
55

32. Dissector Yasargil 1


33. Spatula Brain Flat 1
34. Spatula Brain Flat 1
35. Spatula “ Abdominal Retraktor Malea 1
36. ADSON RASPARATORIUM 1
37. Elevator Freer (DURATASTER KECIL ) 1
38. Elevator Quervain / elevator kembar 2
39. LAMBOTTE Rasparatori RIB (Spt Tulang Iga ) Kecil 1
40. LAMBOTTE Rasparatori RIB (Spt Yulang Iga ) Besar 1

C. GERGAJI PEMOTONG
41. GIGLI WIRE SAW / Kawat gergaji 4

D. ALAT BOR DAN PERLENGKAPANNYA


42. ALAT BOR / Drill Brace HUDSON 1
43. MATA BOR SATU LANCIP 1
44. ULIR KECIL / TWIST DRILL BURR 1
45. ULIR KECIL TAJAM / TWIST DRILL BURR 1
46. MATA BOR BULAT BESAR 1
47. MATA PEDANG “ CUSHING FLAT DRILL / BOR 1 1
48. APLIKATOR MATA BOOR / EXTENTSION PIECE AESC 1
E. MACAM –MACAM TANG KNABEL /RONGUER
49. KERRISON HITAM NO. 3 1
50. KERRISON HITAM NO. 4 1
51. KNABEL Tang / Bone Ronguler Luer 1
52. KNABEL Tang / Bone Ronguler Leksell 1
53. Knabel Tang / Bone Ronguler Fry Kholn 1
54. Knabel Tang / Bone Ronguler BENGKOK ATAS /UP 1
55. LOVE GRUENWALD RONGUERS 1
56. Tang pemandu mata boor/ Safety forcep bor holes 1
57. TANG RANEY APLLY HOLDER 2

F. LAIN –LAIN
58. Sendok Kuret Tulang /Bone Curretes “kecil” Volkmann 1
59. CLIP-CLIP SCALP RANEY (pouches) 1
60. HOOK DURA RETRAKTOR FRAZIER 1
61. HOOK DURA RETRAKTOR KILNER 1
62. HOOK “STIK GOLF” NERVE / VESSEL HOOK STUMPF 1
63. MANDRIN MANDRIN & SONDE SONDE PANJANG SHUNTING 2
64. Couter Bipolar , Monopolar 1.1
56

65. Underpad penghangat (Temperature display )


66. Hak sedang 1
67. Hak kecil 2
68. Darm kas 3
Set Tambahan Habis Pakai

1. Hanscoon Steril 3 pasang


2. Netral plate 1
3. Kassa steril 60 lembar
4. Bisturi no. 21 1
5. Bisturi no.15 1
6. Tip cleaner 1
7. NaCl 0,9 %
8. Monofilamen non absorbable 2.0 Taper 1
9. Side atraumatik 2.0 cutting 1
10. Side 3.0 round 1
11. PGA 2.0 round 1
12. Gentamicin 2ml
13. Pehacaine 2ml
14. Ventricular tube 1
15. Peritoneal tube 1
16. Flushing Device 1
17. Salep Chloramphenicol
18. Tegadrem

LINEN

1. Jas operasi 3
2. Handuk kecil 3
3. Duk Kecil 2
4. Duk Sedang 2
5. Duk Besar 2
Premedikasi

Ondancentron 4mg

Methylprednisolone 125mg

Dipenhyramine 20mg

Midazolam 3mg
57

Anasthesi

Propofol 150 mg

Fentamine 100mg

Ecron 8mg

Cairan infus: Ringer fudine 500ml

Antidoctum

1. Neostigmine 3amp
2. Sulfat Atropin 2amp
3. Nocoba 4cc
Obat tambahan:

Jam 10.00 : Ketorolac 1amp

Vit C 1amp

Decinon (untuk hentikan perdarahan)

Jam 10.30 : Ketororal 1amp

Tramadol 1amp

Allergy (-)

Asma (-)

Langkah Operasi

Pre Operasi

1. Pengkajian H-1
Tgl 6 juni 2016, jam 19.00 wib
 Mengucapkan salam, memperkenalkan diri perawat (BHSP)
 Identifikasi pasien
 Menanyakan keluhan pasien
 Menanyakan kesiapan pasien saat mau operasi
 Persiapan fisik dan psikologis pada pasien oleh perawat di ruangan
 Persiapan pembersihan diri pasien yaitu mandi keramas
2. Pasien datang di ruang serah terima IBS RSUD Kota Semarang dari ruang Nakula 1
RSUD Kota Semarang
58

3. Timbang terima perawat IBS, perawat ruangan (mengisi checklist penerimaan pasien)
 Mempersiapkan dan melengkapi inform concent yang dibutuhkan
 Memeriksa identitas pasien dan kelengkapan pasien yang akan dioperasi
 Memeriksa keadaan umum pasien dan memberikan tanda jika ada tanda khusus
(fall risk atau allergy)

4. Pasien diantar ke OK 1
5. Pasien diposisikan dalam keadaan supine dimeja operasi dengan kepala miring kearah
kiri dan kepala dada perut di satu bidang datar dengan bantalan bulat yang mempunyai
lubang tengah.

SIGN IN (dilakukan sebelum induksi di hadiri oleh perawat IBS, dr. Anastesi)
Tabel (lampiran 2)
6. Persiapan proses induksi oleh tim anasthesi (GA)

Intra Operasi
7. Perawat instrument menyiapkan alat , cuci tangan bedah , gauning , gloving
8. Asepsis dan antisepsis daerah operasi
9. Memberikan salep chlorampenicol pada kedua mata tutup dengan menggunakan dressing
transparan film
10. Membuat site marking dan di parietal oxipital bentuk stik golf di Keens Point Dextra
dan di abdomen 2jari dibawah arkus costa
59

11. Melakukan desinfeksi pada area parietal oxipital sampai 2jari dibawah arkus costa di
abdomen dengan di saflon kemudian desinfeksi dengan povidon iodine melingkar dari
arah parietal oxipital ke seluruh kepala ke leher ke dada dan abdomen (disapu dari dalam
keluar)

12. Drapping arah kaudal ,sisi kanan kiri arah cranial dan drapping menutup seluruh bagian
kecuali area insisi

13. Menjahit kulit dengan linen( jahitan tegel ) di tiap sisi untuk fiksasi dengan menggunakan
benang side atraumatik 2.0 cutting, pinset anatomis, needle holder, gunting benang.
Time Out (kode time out oleh scrub nurse dan dibacakan oleh sirculating nurse)
Tabel Time Out (Lihat Lampiran 2)
60

No. Langkah-langkah tindakan operasi Alat yang digunakan


1. Operator membersihkan area insisi/desinfeksi area Kassa basah dengan alkohol
insisi dengan alkohol 70% dan kassa kering
2. Menutup pinggir bagian insisi dengan kassa Kassa, alkohol 70%, spuit
alkohol, injeksi dengan pehacain encer (2 amp 10 cc, pehacain 2 amp,
menjadi 10 cc ) disekitar insisi (golf rute) aquabides

3. Operator bedah melakukan insisi di parietal Bisturi No.21, couter


oxipital (golf rute) sampai ke skull, rawat bipolar, suction, kassa dan
perdarahan dengan couter bipolar Coag 20 volt dan menyiapkan gentamicin
di suction/ deep kasa 2amp+NaCl (untuk
merendam tube shunt)

4. Melebarkan area insisi dan menghentikan Hak cakar, couter bipolar


perdarahan
5. Untuk membuka lapisan yang sudah terinsisi Kenail retraktor, kassa
kemudian di fiksasi lapisan tersebut dengan basah Nacl 0,9 %, pinset
menggunakan kenail retraktor anatomis

6. Setelah di fiksasi lapisan yang terinsisi kemudian Dissector yasargil


61

mencapai lapisan periosteum


7. Setelah lapisan periosteum terpisah persiapan Bor perforator (yang akan
untuk pengeboran skull mencapai 1,2cm, dibor berhenti otomatis ketika
sampai batas skull dan bor akan berhenti otomatis, lapisan yang tidak keras),
sambil di semprot NaCl 0,9% dan disuction NaCl 0,9%, spuit 10 cc,
suction

8. Sementara insisi kepala ditutup dengan kassa Bisturi No.21, Kassa basah,
basah, operator melakukan insisi pada bagian couter bipolar
abdomen subkutis , rawat perdarahan
9. Melebarkan area insisi Pean kecil, pinset chirugis
10. Masukan mandrain dari insisi lapisan subkutis Mandrain, kassa, pinset
abdomen menuju ke dada sampai di buat insisi di anatomis, bisturi No.21
clavikula.

11. Setelah mandrain sampai di clavikula masukan Mandrain ,kassa, kateter


kateter shunt peritoneal tube ke lubang mandrain peritoneal tube, povidon
kemudian mandrain ditarik perlahan iodine (untuk mengolesin
mandrain)
12. Olesi mandrain dengan povidon iodine kemudian Mandrain, kassa, kateter
masukan mandrain yang lubang mandrain sudah peritoneal tube, povidon
ada kateter peritoneal tube dari clavikula melewati iodine, pean kecil
batas vena jugularis sampai ke daerah parietal
oxipital.
13. Siapkan NaCl 0,9% + gentamicin 2amp untuk NaCl 0,9%, gentamicin
merendam ventricular tube 2amp, kom
14. Potong kateter sesuai ukuran (8cm) Gunting benang
62

15. Sambungkan antara kateter peritoneal dengan Benang side atraumatik 4.0
kateter ventricular dengan mengikat dengan tapper ,needle holder,
benang kateter peritoneal dan
ventricular gunting benang
16. Setelah tersambung, sambungkan dengan flushing Benang side atraumatik 4,0
device dan kateter ventricular, kemudian fungsi tapper ,needle holder
pompa untuk mengetahui fungsi pompa mengalir (micro) pinset mikro ,
atau tidak kateter peritoneal dan
ventricular gunting benang

17. Operator melakukan insisi pada lubang dura dan Bisturi No.15, couter
couter di pinggir dan lubang dura monopolar
18. Pada media orbital sinistra tusuk dengan jarum Jarum pungsi, spuit 10cc
pungsi tampung cairan cerebrospinal fluid ke
dalam spuit 10cc, angkat jarum pungsi masukan
kateter ke dalam lubang , cek kembali fungsinya
mengalir atau tidak
19. Setelah berfungsi dengan baik, Flushing Benang side atraumatik 4.0,
device(pompa) di jahit dengan lapisan periosteum needle holder,pinset
untuk memfiksasi dengan benang side autraumat anatomis
4.0
20. Desinfeksi area periosteum dengan povidon iodine Povidon iodine, kassa
21. Menjahit lapisan periosteum dengan PGA 2.0 Needle holder, PGA 2.0
tapper Tapper pinset anatomis
22. Sementara area cranial di tutup dengan kassa Hak kecil 2, klem tiap lapis
basah, area abdomen dibuka dengan pean kecil 2
63

23. Setelah sampai pada lapisan peritonium masukan Jarum pungsi, Pinset
jarum pungsi untuk mengecek sudah masuk ke anatomis kecil, kassa
peritoneum
SIGN OUT
24. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat
instrumen, dan kassa

25. Menjahit fasia dengan benang PGA 2.0 atraumatik Needle holder, benang PGA
Braided absorbable 2.0
26. Untuk menjahit subkutis abdomen menggunakan Needle holder , benang
benang premilene 2.0 taper pemilene 2.0 pinset
anatomis kecil
27. Setelah semua berfungsi dengan baik, dilanjutkan Needle holder,Benang Side
menjahit di lapisan pada cranial dengan 3.0, pinset anatomis
monofilament non absorbseble

1. Bersihkan area insisi cranial dan abdomen dengan kassa yang dibasahi dengan NaCl
0,9%
2. Selanjutnya pemberian povidon iodin 10% dan lapisi dengan framisetin sulfat dan
tutup dengan kassa steril dan di plester menggunakan hipafix
3. Rapikan linen dari pasien lepas doek clamp
4. Pasang dengan penutup kepala
5. Mengakhiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anastesi)
6. Mempersiapkan pemindahan pasien untuk di bawa ke ruang recovery room

Post Operasi

Pemantauan di Recovery Room

1. Posisi tidur supinasi

2. Vital sign dalam batas normal


64

TD: 130/60 mmHg Nadi: 88x/menit RR:20x/menit SpO2: 98%


Alderet score
Aktivitas : 2 (mampu menggerakan kedua ekstremitas bawah)
Pernafasan : 2(dapat bernafas dalam)
Sirkulasi : 2 (TD= 20 mmHg level pra anastesi)
Kesadaran : 2 (sadar sempurna)
Saturasi : 2 (dapat mempertahankan SO2>92% pada udara kamar membutuhkan inhalasi
O2 untuk mempertahankan)
3. Setelah 15 menit di ruang recovery room, pasien di pindahkan ke ruang rawat oleh
perawat ruangan
4. Timbang terima dengan perawat ruangan
Operan pada perawat ruangan ,medikasi (lampiran 3), klien boelh makan minum jika tidak ada
mual dan muntah, dan boleh bergerak setelah 1x24 jam (jika tidak pusing).
65

Lampiran 3
66
67
68
69

Nama :.Nn. R Umur 20th (P) Reg: Ruang


364086 Prabu
Kresna
V
I Alamat : : Jawa Tengah JaminanBPJS Non IPB
S
I DPJP. Dr.Andrew Robert diyoSp.BS Anestetis dr. Donny, Sp.An
T
E Ajarkan pasien cara batuk efektif, nafas dalam, exercise extrimitas bawah dan anjurkan pada pasien
untuk melakukan segera setelah pasien sadar dari anestesi
R
A
W
A
T

I
N Diagnosa praoperasi Rencana Operasi
A
Hidrosepalus arrested VP Shunt
P
Rencana anestesi TT Pembimbing TT Pratikan

Premedikasi diberikan di OK Dwy Setyana Team


70

Istimasi waktu yang dibutuhkan 3jam Alat khusus set bedah saraf

Diskriptifkan area
Berikan tanda garis (–) menggunakan pental permanent marker pada
gambar di bawah ini dan pada tubuh pasien sesuai dengan rencana area operasi dan tempat
tempat insisi luka operasi bila memungkinkan. insisi operasi

Depan Belakang Sisi kanan Sisi kanan dibuat langsung pada


hasil foto rontgen klien.

Posisi pasien dalam operasi…: supine position, cranial

I Persiapan Preoperasi oleh parawat asal pasien dan timbang terima dengan perawat kamar operasi
R
N  Gelang
A identitas Mandi Keramas Penyakit Kronis Asal pasien IBS
71

&  IC Bedah Tens 130/6 Tens


(L/TL) Persiapan Kulit  DM i 0 i 130/60
I
B IC Anestesi 90……
S (L/TL) Lavement  TB Paru Nadi 98 Nadi …

Puasa Nafa 16… Nafa


Gigi palsu jam…24.00  Hipertensi s … s 20…

 Hepatitis B- 36,5
Soft lens  Infus C-A Suhu …… Suhu 36.5…

Lipstik  DC  HIV/AIDS

 Kutek  NGT  BB 71 kg

Premedikasi di ruang Ok jam


09.15………..dengan profilaksis Cefotaxime 2x1
Rose  WSD gram/ IV di ruangan interna

Eyes shadow  Drainage

Asesoris  Bidai  Catatan Alergi tidak ada alergi……

………………………………………………………
Oral Higyne  Colar fiksasi ………………………………
72

LAMPIRAN 2 (DOKUMENTASI VISITE H-1): SURGICAL SAFETY FORM

Surgical Safety Checklist Patient Safety


Dilakukan sebelum induksi anestesi, Dilakukan sebelum insisi, minimalnya Dilakukan sebelum pasien meninggalkan OK, diisi oleh
minimalnya oleh perawat & ahli anestesi oleh perawat, ahli anestesi, operator perawat, ahli anestesi, operator
Y
Indikator Sdh Blm Indikator Tdk Indikator Ya Tdk
a
1. Sebutkan nama dan peran 1. Perawat melakukan konfirmasi secara
1. Pasien
telah dikonfirmasi
masing2 seluruh anggota √ verbal dengan tim nama prosedur √
meliputi :
tim tindakan
2. Jumlah instrument, sponge, jarum
1) Idenitas dan gelang pasien √ 2. Konfirmasi meliputi :
sesuai ?
2) Lokasi operasi √ 1) Nama pasien √ Item Pre Intra + Post
3) Prosedur √ 2) Prosedur √ Instrument
4) Persetujuan operasi √ 3) Lokasi insisi √ Sponge
4. Antibiotik profilaksis sudah
3. Lokasi operasi sudah diberi
√ diberikan 60 menit √ Jarum
tanda
sebelumnya ?
5. Mesin dan obat-obat anestesi 6. Pencegahan Kejadian Tidak 3. Spesimen telah diberi label ( termasuk
√ √ √
sudah di cek lengkap Diharapkan ( KTD ) nama pasien dan asal jaringan specimen )
7. Pulse oximeter sudah 4. Adakah masalah dengan peralatan
√ Bidang Bedah √
terpasang dan berfungsi selama operasi
1) Apakah kemungkinan
5. OlehAhli Bedah, Ahli Anesthesi dan Perawat :
timbul kesulitan dalam
Ya Tdk √ Pesan khusus dari dokter bedah, dokter anestesi dan
operasi ?
perawatan untuk perawatan di RR
Apakah tindakan alternatif?
73

8. Apakah pasien mempunyai 2) Berapa istimasi lama



riwayat alergi operas 60 menit 1. Tidur tanpa menggunakan bantal
9. Kesulitan bernafas/risiko 2. Makan jika tidak mual dan muntah
8. Apakah antisipasi
aspirasi? Tersediakah √ √ 3. Bergerak secara bertahap setelah 1x24 jam
kehilangan darah ?
peralatan/bantuan 4. Diit lunak selama masa penyembuhan luka
10. Risiko kehilangan darah > 5. Menjaga hygiene mulut setiap hari
500 ml (7 ml/ Kg BB pada √ Bidang Anestesi 6. Observasi vital sign
anak) 7. ………………………………………………….…
11. Dua akses intravena/akses ………………………………………………………
Adakah masalah spesifik pada ……….……………………………………………
sentral dan rencana terapi √ √
pasien/kasus ini ? …………………….………………………………
cairan
Bidang Keperawatan ………………………………….…………………
……………………………………………….……
1) Sudahkan cek alat steril √ ………………………………………………………
2) Adakah alat khusus √ …….………………………………………………
………………….…………………………………
……………………………….……………………
…………………………………………….………
7. Sudahkah
hasil MRI, CT-
√ ………………………………………………………
Scan, Foto Ro” terpasang ? ….…………………………………………………
……………….……………………………………
…………………………….

Tanda tangan
Operator Anesthetist Pratikan Trainer/pembimbing

dr. Andrew Robert diyo Sp.BS dr Donny, Sp.An Team CI IBS RSD Kota Semarang
74

Anda mungkin juga menyukai