OLEH :
SEMARANG
2016
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam laporan kasus ini
kami membahas “Asuhan keperawatan perioperatif pada klien Nn. Rdengan tindakan medik
berupa operasi VP (Ventricle Peritoneal) Shuntatas indikasi a medis Hidrosefalus Arrested”.
Laporan kasus ini kami buat melalui penyusunan dari berbagai refrensi pustaka dan
hasil proses pemahaman observasi serta langkah tindakan pembedahan pemasangan VP
Shunt. Penyusunan laporan kasus ini juga disusun berdasarkan Standar Operasional Prosedur
Rumah Sakit dan tidak terlepasdari etika perawat instrumen berdasarkan peraturan yang telah
disusun oleh Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia sehingga kemudian hari dapat
dipertanggung jawabkan hasilnya. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak, kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Ketua Himpunan Perawat Kamar
Bedah Indonesia, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, Kepala Ruangan Instalasi
Bedah, Pembimbing Ruangan, Dokter Operator, Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral, dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan, kasih dan kepercayaan yang begitu besar
sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan baik dan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasari dalam
penyusunan makalah laporan kasus ini.Oleh karena itu kami mengharapkan dan menerima
masukan dan saran demi melengkapi laporan kasus ini, sehingga dikemudian hari mampu
dipergunakan untuk perkembangan pengetahuan ilmu bedahan khususnya peran perawat
instrumen khususnyakasus ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi pembacanya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani, hydro (air) dan cephalos (kepala), adalah
terdapatnya akumulasi abnormal/berlebihan CSS (Cairan Serebrospinal) dalam ventrikel,
sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Hidrosefalusmenyebabkan dilatasi sistem
ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel
atau ruang subarachnoid.
Secara keseluruhan, insiden Hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.
Insidensihidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus cerebrii. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk
kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua
umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh
toksoplasmosis.Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak,
50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior. Secara internasional, insidenhidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui
jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi
untuk negara-negara lain masih sedikit.
Keadaan Hidrosefalus ini disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara
produksi dan absorpsi dari CSS. Kondisi ini bisa terjadi pada semua umur. Hidrosefalus sudah
ditemukan di jaman Mesir Kuno, sekitar 2500 SM- 500 M. Hippocrates sudah menulis
tentang hidrosefalus, dan bahasan tentang hidrosefalus lebih jelas ditulis oleh Galen pada
abad ke-2. Tindakan operatif pada bayi hidrosefalus pertama kali ditulis oleh Abulkassim al
Zahrowi (1000 M). Pada 1800, Carl Wernicke melakukan tindakan pungsi ventrikel dan
drainase hidrosefalus.Antara 1898-1925, dikenalkan teknik ventrikulo peritoneal-pleural-
ureteral. Ventrikuloperitoneal (VP) shunt adalah jenis pilihan pembedahan dari pengaliran
CSS yang paling aman dan paling sering digunakan. Keuntungan dari shunt inia adalah tidak
terganggunya fungsi dari shunt akibat pertambahan dari panjang badan pasien, hal ini dapat
dihindari dengan penggunaan kateter peritoneal yang panang.
Berbagai jenis pembedahan yangditawarkan untuk kasus Hidrosefalus bervariasi
namun yang paling menarik bagi kelompok adalah jenis VP Shunt sehingga kelompok tertarik
untuk menyusun makalah laporan kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Perioperatif
pada Nn. R dengan tindakan tindakan operasi pemasangan VP Shunt atas indikasi medik
Hidrosefalus Arrested di RSU Kota Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana pemberian asuhan keperawatan
perioperatif pada klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt atas indikasi medis
Hidrosefalus arrested.
5
4
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengenal dan memahami
penerapan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan pemasangan VP
Shunt atas indikasi medis Hidrosefalus arresteddi RSUD Kota Semarang
b. Tujuan Khusus
1. Mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt
2. Memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan
perioperatif klien dengan tindakan operatif pemasangan VP Shunt
3. Mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan
pemasangan VP Shunt
4. Mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif klien dengan
tindakan pemasangan VP Shunt
5. Mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan perioperatif
klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penyusunan makalah asuhan keperawatan perioperatif ini adalah
sebagai berikut:
a. Dapat memberikan informasi mengenai tindakan pemasangan VP Shunt atas indikasi
medis Hidrosefalus arrested
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat kamar bedah mengenai penerapan
asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan pemasangan VP Shunt atas
indikasi medis Hidrosefalus arrested
c. Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan baik bagi masyarakat dan terutama bagi mahasiswa keperawatan sendiri
tentang tentang proses asuhan keperawatan perioperatif di kamar bedah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan
"kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan
serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang
vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi,
dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran
ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang
dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi
CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem
Ventricular (nining,2008).
2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus
kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis
aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga
dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan
dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis,
dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
2.3 Etiologi
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak
oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak
dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The
Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah
CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono,
2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel
III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem
kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam
klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada
bayi dan anak ialah :
atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat
sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2. Spina bifida dan kranium bifida. Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang
berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3. Sindrom Dandy-Walker. Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama
ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang
besar di daerah fosa pascaerior.
4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah. Dapat terjadi congenital tapi dapat juga
timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
5. Anomali Pembuluh Darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila
aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau
system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala
dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis.
Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis
purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di
angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya
suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
2.4 Klasifikasi
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian
terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan
hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan
otak dan kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi
CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada
orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah
sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS.
Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan
malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi
pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di
dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak
dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–
tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya
tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala
dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini
berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada
beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan
tersebut.
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat
dari tiga mekanisme yaitu:
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi
pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran
lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi
tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan
dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan
pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan
diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara
spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi,
malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
A. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan
tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
1. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
2. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat
jelas.
3. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
4. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
5. Strabismus, nystagmus, atropi optic
6. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
12
6. Strabismus
7. Perubahan pupil
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu :
1) Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
2) Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3) Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui
satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun
waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan
oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional atau secara
menyeluruh.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4) Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu
menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras
masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.
Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan
lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5) Ultrasonografi
13
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan
sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6) CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada
anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di
kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit
hingga tidak terlihat dari luar.
8. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
a. Eksternal : CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
b. Internal
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
Tujuan tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase, yaitu untuk mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke
dalam rongga perut untuk kemudian diserap kembali oleh tubuh melalui pembuluh
darah. Setelah Operasi, tanda vital dan status saraf pasien dipantau ketat. Obat-
obatan diberikan untuk nyeri. Cairan intravena dan antibiotic diberikan. Pasien
dipantau ketat untuk meyakinkan bahwa shunt berfungsi baik. Seringkali, studi
gambar seperti CT scan dilakukan setelah operasi untuk menyakinkan posisi shunt
baik dan resolusi hidrosephalus.
1. Posisikan kepala pasien supine dengan 15 – 30 derajat head up, setelah itu persiapan lain
meliputi penggambaran pola, disinfeksi dsb kemudian diincisi scalp.
3. Setelah di burr hole (melubangi tengkorak dengan bor khusus), pasang pada area yang
telah ditentukan tersebut
4. Untuk lebih jelasnya kita lihat dalamnya otak sebagai berikut, jadi diletakkan dimasukkan
melalui ventrikel bagian lateral atau luar
Nah demikian langkah-langkah operasi VP-Shunt yang telah diringkas secara sederhana.
18
Pada prinsipnya aliran otak yang diproduksi oleh plexus choroidalis berkisar 400-500 ml per
hari, sehingga sumbatan pada aliran tersebut dapat membuat gangguan pada otak. Dengan
konsep sederhana ini penderita dapat tertolong bahkan hingga usia dewasa.
2.9 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan –
bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis
peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,
infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.
2.10 Prognosis
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar
51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan.
Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan
kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
20
BAB III
STUDI KASUS
Tanggal MRS : 05 Juni 2016 ke ruangan Prabu Kresna, Jam Masuk : 08.10 WIB
Tanggal pengkajian : 07Juni 2016 No. RM :147xxx
Jam pengkajian : 21.50 WIB
Diagnosa masuk : hydrocephalus arrested
Hari rawat ke : ke-3
Identitas
1. Nama klien : Nn. R
2. Umur : 16 th
3. Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Pelajar
7. Alamat : Jawa Tengah
8. Biaya : BPJS
Keluhan utama
1. Keluhan utama : Klien mengatakan kepalanya sakit sekali jika digunakan untuk
menoleh secara cepat.
spesialis bedah saraf dr. Andrew, Sp.BS klien dipersiapkan untuk menjalani operasi pada
tanggal 07 Juni 2016. Klien kemudian dirawat inap selama sehari dan menjalani puasa dan
persiapan operasi yang lain sehari sebelumnya.
3. Sistem kardiovaskuler
a. Td :130/60 mmhg Masalah Keperawatan :
b. N :98x/menit Ansietas (perubahan fisiologis)
c. RR :20x/menit
d. keluhan nyeri dada : ya tidak
P irama jantung : reguler ireguler
e. Suara jantung : normal (s1/s2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : tidak tampak
g. CRT :< 2 detik
h. akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin
i. sirkulasi perifer : normal menurun
j. JVP :tanpa distensi vena jugulasris
22
4. Sistem Persyarafan
a. S :36,7ºC per axilla
Masalah Keperawatan :
b. GCS : E=4, V=5 dan M=6 total 15
c. Refleks Fisiologis : Patella Tricep Bicep
Nyeri Akut
d. Refleks Patologis : Babinsky Brudzinsky Kernig
e. Keluhan Pusing : Ya Tidak
P :Nyeri kepala semakin berat ketika menolehkan kepala ke sisi samping baik ke kiri
maupun ke kanan secara cepat
Q :nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar dari leher ke kepala sisi kanan atas
R : nyeri pada kepala yang terdapat pembesaran hingga leher
S : skala nyeri 8 (rentang skala 0-10) menurut klien saat diberikan pain rule
T : nyeri yang dirasakan setiap kali bertahan hingga 10-15 menit
6. sistem pencernaan
Masalah Keperawatan :
a. Tb :165 cm BB :71 kg
b. IMT :26,1 (Obesitas)interpretasi :gizi baik Tidak ada masalah
7. Sistem integumen
a. pergerakan sendi : bebas terbatas
b. kekuatan otot : 55
5 5
Masalah Keperawatan :
Pengkajian psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien sangat cemas terhadap operasi yang akan dihadapi keesokan harinya. Klien
mengatakan agak cemas terhadap operasi yang akan dihadapi beberapa waktu lagi,
menurut klien walaupun klien sudah pernah menjalani operasi mata kanannya
sebelumnya namun klien tetap cemas mengenai operasi besar yang akan dijalani
keesokan harinya karena operasi kali ini adalah operasi kepala yang akan dipasang
selang ke perutnya
Ekspresi klien terhadap penyakitnya
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
b. reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
c. Gangguan konsep diri :
klien mengatakan semoga lancar operasinya, bisa sembuh dan bisa seperti anak-anak
remaja lainnya di sekolah.
Masalah Keperawatan :
Ansietas
Defisit pengetahuan
25
Intraoperatif
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI
1 Riwayat jatuh :apakah Tidak 0 0
klien pernah jatuh Ya 0
dalam 3 bulan terakhir?
2 Diagnosa sekunder: apakah Tidak 0
klien memiliki lebih Ya 15 15
dari satu penyakit?
3 Alat bantu jalan: 0 0
- Bed rest/ dibantu
perawat
- Kruk/ tongkat/ Walker 15
- Berpegangan pada 30
benda-benada di sekitar
(kursi, lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah Tidak 0
saat ini klien terpasang Ya 20 20
infus?
5 Gaya berjalan/ cara 0 0
berpindah:
- Normal/ bed rest/
immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak 10
bertenaga)
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6 Status mental
- Klien menyadari
kondisi dirinya 0 0
- Klien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL NILAI 35 (risiko jatuh
rendah)
Postoperatif
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI
1 Riwayat jatuh :apakah Tidak 0 0
klien pernah jatuh Ya 25
dalam 3 bulan terakhir?
2 Diagnosa sekunder: apakah Tidak 0 0
klien memiliki lebih Ya 15 15
dari satu penyakit?
3 Alat bantu jalan: 0 0
- Bed rest/ dibantu
perawat
- Kruk/ tongkat/ Walker 15
26
- Berpegangan pada 30
benda-benada di sekitar
(kursi, lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah Tidak 0
saat ini klien terpasang Ya 20 20
infus?
5 Gaya berjalan/ cara 0
berpindah:
- Normal/ bed rest/
immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak 10 0
bertenaga)
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6 Status mental
- Klien menyadari
kondisi dirinya 0 0
- Klien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL NILAI 35 (risiko jatuh
rendah)
3. Foto Rontgen
Terapi
1. Preoperasi:
Cairan RL 20 tpm/iv
Cefotaxime 2 x 1 gr /iv
2. Premedikasi induksi:
Ondansentron 4mg
Methylprednisolone 125 mg
Dipenhydramine 10 mg
3. Analgetik perioperative:
a. Tramadol 100 mg/iv dripp dalam Tetrasfan 500cc
b. Dextrometorpan 50mg/iv bolus
4. Induksi general anesthesi:
a. Nasofaringeal Tube no. 6.5
b. Propofol 150mg/IV,
c. Fentanyl 100mg/IV,
d. Atrakurium 15m/IV
4. Maintainance
a. N2O 3 L/ menit dan
b. O2 nasal 6 L/ menit
(Team)
29
Analisa Data
DO:
1. Klien fokus pada diri
sendiri
2. Tampak berhati-hati saat
bergerak
3. Wajah meringis kesakitan
setiap kali diajak berbicara
dari samping karena klien
harus menoleh ke sisi
samping dan menimbulkan
nyeri kepala
4. Ekspresi wajah tegang
5. Menyatakan secara verbal
nyeripada bagian leher dan
kepala
6. Kontak mata yang kurang
dan berfokus pada kondisi
tubuhnya saat diajak
berkomunikasi
7. Klien tidak bisa melakukan
teknik manajemen nyeri
ketika diminta
8. Vital sign, BP=
130/60mmHg, N=98x/
menit, RR= 20x/menit
30
Diagnosa Preoperatif
RENCANA INTERVENSI
HARI/ DIAGNOSA KEPERAWATAN
WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
19: 24 Nanda: domain 12, Class 1: Physical comfort – (00132) NIC: Teaching (Pre operatif)
Acute Pain (Nyeri Akut) 1. Ajarkan klien untuk manajemen nyeri klien, baik
07 Juni 2016 NOC dan indikator NIC dan aktifitas rasional dengan teknik relaksasi napas dalam, teknik
NOC : Perilaku mengendalikan nyeri yang dirasakan distraksi dan teknik masase lembut sesuai tingkat
(pain control); Tingkat kenyaman klien meningkat kenyamanan klien dengan melibatkan keluarga.
(comfort level), Tingkat Nyeri: Nyeri dapat dilaporkan 2. Gunakan komunikasi yang terapeutik untuk
atau ditunjukan (Pain level), Efek merusak: perilaku mengetahui pengalaman nyeri klien
yang diamati/ dilaporkan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri klien
Indikator: Klien mampu: 4. Tingkatkan istirahat klien preoperasi
1. Mengontrol nyeri (tahu menyebab nyeri, mampu 5. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk nyeri
mengurangi nyeri yang dirasakan, mencari bantuan). 6. Dampingi dan dukung klien serta ajari keluarga
2. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman klien
dan tanda nyeri) dengan support penuh
3. Mempertahankan tingkat nyeri ringan dengan skala 1- NIC : Reassestment after teaching
3 atau tanpa nyeri dengan skala 0. Tanda vital dalam 7. Lakukan pengkajian ulang nyeri secara
batas normal komperhensif dengan pengkajian PQRST
4. Menunjukan efek merusak dengan indikator nilai 5 (Provocative, Quality, Region, Severity and Time)
36
yaitu tidak ada gangguan yang ditunjukan dengan meliputi predisposisi, kualitas dan karakteristik
tanpa ekspresi nyeri baik lisan maupun nonverbal, nyeri, daerah sebaran nyeri, keparahan nyeri
tidak gelisah, tanpa gangguan otot, hemodinamik klien dengan skala nyeri, durasi waktu nyeri timbul dan
dalam batas normal (Blood pressure, Heart rate, hilang.Pengkajian nyeri dengan meminta klien
Respiratory rate, oxygen saturation), untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala
5. Klien mengungkapakan secara verbal mengenai 0-10 (0= tidak ada nyeri, 1-3= nyeri ringan, 4-6=
6. kenyamanannya secara fisik dan psikologis nyeri sedang, 7-9= Nyeri berat, 10= sangat nyeri)
8. Observasi ulang kembali keluhan verbal dan
nonverbal khususnya klien yang tidak mampu
mengungkapkan nyeri secara verbal
9. Kaji kembali dampak faktor spiritualitas, budaya,
kepercayaan dan lingkungan terhadap nyeri dan
respon klien
07 Juni 2016 NANDA: Domain 5, Class 4: Cognition – 00126 NIC (Pengetahuan pembedahan):
Deficient Knowledge (Kurang Pengetahuan) 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
berhubungan inadekuatnya paparan informasi tentang 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
19: 27 prosedur operasi dan dampak operasi bagi klien identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan
NOC: Pengetahuan klien tentang prosedur, setelah kondisi tentang klien
diberikan penjelasan selama 10 menit, klien mengerti 3. Jelaskan tentang program pengobatan dan
proses penyakitnya dan Program perawatan serta alternatif pengobantan
37
Therapi yg diberikan dengan Kriteria hasil: 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
a. Klien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan. digunakan untuk mencegah komplikasi
b. Klien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi 5. Diskusikan tentang terapi dan
keperawatan. pilihannya
c. Klien dan keluarga secara subjektif menyatakan 6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau digunakan/ mendukung
prosedur prabedah yang telah dijelaskan. 7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang
d. Klien dan keluarga memahami tahap-tahap penyakit, prosedur operasi
intraoperatif daan pascaanestesi. NIC : Teaching (Pre operatif)
e. Klien dan keluarga mampu mengulang kembali secara 1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur
narasi mengenai itervensi prosedur pascaanestesi. operasi/perawatan
f. Klien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap 2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan
instruksi dan latihan praoperatif. prosedur operasi/perawatan
g. Klien dan keluarga memahami respons pembedahan 3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan
secara fisiologis dan psikologis. klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan
h. Secara subjektif klien menyatakan rasa nyaman dan 4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
relaksasi emosinonal. 5. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama
i. Klien mampu menghindarkan cedera selama periode prosedur operasi/perawatan
perioperatif. 6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
prosedur operasi/perawatan
7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping
38
08 Juni 2016 NANDA, Class 2. Physical Injury: 00087- Risk for NIC: surgical precousen
08: 05 perioperative positioning injury (risiko cedera akibat Aktifitas:
pemberian posisi perioperasi) 1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi
39
Resiko cedera dengan faktor resiko: pemberian posisi sesuai kebutuhan: posisi klien pronasi dengan
perioperatif sanggahan head fixator dengan alas bantal pada
NOC: control resiko cedera bagian dada dan lutut. Bagian permukaan tubuh
Indikator: tidak terjadi injuri akibat posisi klien saat yang tertekan diolesi dengan vaselin utnuk menjaga
pembedahan kelembapan dan mengurangi efek tekanan.
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3. Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang
tertinggal dalam tubuh klien
4. Menjaga prosedur operasi sesuai dengan protap VP
shunt dan penggunaan instrumen yang sesuai
dengan protap yang ada
5. Memonitor perubahan hemodinamik klien selama
intraoperasi
08 Juni 2016 NANDA: Domain 11, Class 1: Infection – 00004 Risk for
infection (risiko Infeksi)
Resiko infeksi, dengan faktor resiko:
Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
08: 15
NOC: Kontrol infeksi, selama dilakukan tindakan operasi NIC: kontrol infeksi intra operasi
tidak terjadi transmisi agent infeksi dengan Kriteria Aktifitas:
hasil: Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi 1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi (scrubing,
gauning, gloving dengan prinsip steril)
40
penerimaan
operasi/perawatan
19.55 A: A: masalah teratasi
8. Melakukan pengkajian pengalaman klien
P: P: Intervensi dihentikan
dan tingkat pengetahuan klien tentang
5.
prosedur operasi yang akan dilakukan
9. Menjelaskan tujuan prosedur
19.58
operasi/perawatan bagi penyakit klien saat
ini
10. Menganjurkan klien untuk berpartisipasi
20.00
secara kooperatif selama prosedur
operasi/perawatan
20.06
operasi telah ditandatangani
13. melengkapi ceklist operasi yang telah
disedikan
3 √ 09.15 S: Klien mengatakan sudah mulai
NIC: Penurunan kecemasan
19.31 tenang dibandingkan sebelumnya
1. Membina hubungan saling percaya dengan
karena sudah paham tentang
cara memperkenalkan diri dan tim kepada
prosedur operasi yang kan dihadapi
klien. Menjelaskan tugas dan peran setiap
olehnya karena telah dijelaskan
tim dalam tindakan operasi yang akan
oleh perawat bedah serta diberi
dijalani oleh klien
dukungan penuh oleh orang tua
2. Melibatkan keluarga klien saat menjelaskan
19.54 serta keluarga besarnya. Klien juga
tentang prosedur operasi
sudah paham bahwa selang yang
3. Menjelaskan semua prosedur tindakan
20.02 ditanam pada kepala hingga dalam
20.01 4. Menghargai setiap pengetahuan klien perutnya itu tidak akan
tentang penyakitnya membahayakan dirinya setelah
19.50 5. Membantu klien untuk mengefektifkan operasi karena akan dipantau secara
sumber dukungannya yang bersumber dari berkelanjutan setelah operasi
keluarganya baik berupa doa dan dukungan tersebut
dari pihak keluarga O:
6. Memberikan reinfocement positif kepada 1. Klien tampak rileks/ santai saat
20.07 klien untuk menggunakan sumber koping diajak berkomunikasi di ruang
47
penerimaan
yang efektif dalam mengahadapi operasinya
2. Klien kooperatif dalam setiap
tahapan prosedur operasi
3. Status hemodinamik klien dalam
batas normal. Vital sign klien,
BP= 120/ 75 mmHg, P=92x/menit,
RR= 19x/menit, T= 36,8ºC/ axilla
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
4.
4 NIC: surgical precaution √ 14.45 S:-
O:
Aktifitas:
1. Klien tampak tiduran di meja
1. Memposisikan klien pada meja operasi
12.05 operasi dengan posisi pronasi
dengan posisi sesuai kebutuhan: posisi klien
dengan alas meja operasi berupa
pronasi dengan sanggahan head fixator
dyathermi blanket bersuhu 37ºC
dengan alas bantal pada bagian dada dan
terpasang fiksasipada kepala dan
lutut. Bagian permukaan tubuh yang
terpasang linen gurita pada bagian
tertekan diolesi dengan vaselin utnuk
intraop gluteal klien
menjaga kelembapan dan mengurangi efek
2. Klien bebas dari cedera tekanan
tekanan.
sendi terhadap meja
2. memonitor penggunaan instrumen, jarum
48
8 NIC √ 12.50 S:
14.10 O:
1. Mencegah risiko jatuh dengan
1. Bedtrail sisi kiri dan kanan
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrochephalus arrested adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan serebrospinal (CSS) yang
berlebihan didalam ventrikal otak, dan pemasangan ventriculoperitoneal shunt merupakan
pilihan terapi yang luas digunakan pada kondisi ini. Komplikasi yang terjadi antara malfungsi,
migrasi dari ventriculoperitoneal shunt dapat menyebabkan infeksi sehingga menyebabkan
malfungsi. Terapi yang direkomendasikan pada komplikasi infeksi yaitu pencabutan
ventriculoperitoneal shunt, pemasangan extraventricular drainage yang dikombinasikan dengan
terapi antibiotic sesuai kultur cairan serebrospinal.
B. Saran
Memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai ventriculoperitoneal shunt serta gejala
dan tanda yang mungkin akan terjadi.
Perlunya pengetahuan tenaga medis dan para medis megenai teknik pengambilan laboratrium
yang benar terutama pada sampel yang akan diukur.
53
DAFTAR PUSTAKA
Ropper, Allan H. and Robert H. Brown Adams and Victor’s. Principles of Neurology. Eight
Edition : USA ; 2005.
Muttaqien, Arief. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persyarafan. Salemba
Medika : Jakarta ; 2008. Hal 396-399.
John Gipson. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC:
Jakarta; 2003.
Martin P. Sandler. Diagnostic Nuclear Medicine. Wolters Kliwer Health : London ; 2008.
Page 842.
George Devanto et.al. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. Penerbit Buku Kedokteran,
EGC : Jakarta ; 2007. Hal 161.
Lionel Ginsberg. Neurologi, Eight Edition. Penerbit Buku Erlangga : Jakarta ; 2007. Hal 119.
Dunphy & Botsford. Pemeriksaan Fisik Bedah. Yayasan Essentia Medica: Jakarta; 2011.
Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG ; 2012.
54
LAMPIRAN 1 :
Set Craniectomy 1
A. BASIC SURGERY
1. Dressing forcep ovarium clam foester sponge Holding forceps 2
2. Wash bowl/ kom kecil 3
3. Wash bowl/ kom sedang 1
4. Kidney tray/ kom bengkok 3
5. Towel clam/ duk klem 5
6. Handle scalpel no. 3 1
7. Handle scalpel no. 4 1
8. Clamp Mosquito Hartmann LURUS (MINI) 4
9. Clamo Mosquito Hartman Bengkok MINI 4
10. Clamp artery kecil/ pean Pendek 4
11. Clamp Dandy Delicate Bengkok 8
12. Pinzet chirurgis 2
13. Pinzet Anatomis 1
14. Pinset Adson Boy /BOYONET 1
15. Pinset Adson Tissue (ANATOMIS) 2
16. Pinset Adson Tissue (CHIRURGIS) 1
17. Gunting jaringan kecil panjang METZENBAUM 2
18. Gunting Mayo Bengkok 1
19. Gunting Mayo Lurus 1
20. Gunting Dura shmeiden Taylor Bengkok Ganggang Lengkung 1
21. Needle Holder Gold 1
22. Needle Holder Gold untuk Dura D Bakey (ujung kecil) 1
23. Needle Holder 1
24. Spring Galea Fixaxi (RETRAKTOR MATA PANCING ) 3
25. Spreader Retraktor 2
26. Spreader Retraktor 1
27. Hak / Rtraktor gigi 4 tajam 2
28. Canul Suction / suction Tube Teardrop B & madrainnya no. 8 1
29. Canul suction/ suction Tube Teardrop B &mandrainnya KECIL no. 6 1
C. GERGAJI PEMOTONG
41. GIGLI WIRE SAW / Kawat gergaji 4
F. LAIN –LAIN
58. Sendok Kuret Tulang /Bone Curretes “kecil” Volkmann 1
59. CLIP-CLIP SCALP RANEY (pouches) 1
60. HOOK DURA RETRAKTOR FRAZIER 1
61. HOOK DURA RETRAKTOR KILNER 1
62. HOOK “STIK GOLF” NERVE / VESSEL HOOK STUMPF 1
63. MANDRIN MANDRIN & SONDE SONDE PANJANG SHUNTING 2
64. Couter Bipolar , Monopolar 1.1
56
LINEN
1. Jas operasi 3
2. Handuk kecil 3
3. Duk Kecil 2
4. Duk Sedang 2
5. Duk Besar 2
Premedikasi
Ondancentron 4mg
Methylprednisolone 125mg
Dipenhyramine 20mg
Midazolam 3mg
57
Anasthesi
Propofol 150 mg
Fentamine 100mg
Ecron 8mg
Antidoctum
1. Neostigmine 3amp
2. Sulfat Atropin 2amp
3. Nocoba 4cc
Obat tambahan:
Vit C 1amp
Tramadol 1amp
Allergy (-)
Asma (-)
Langkah Operasi
Pre Operasi
1. Pengkajian H-1
Tgl 6 juni 2016, jam 19.00 wib
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri perawat (BHSP)
Identifikasi pasien
Menanyakan keluhan pasien
Menanyakan kesiapan pasien saat mau operasi
Persiapan fisik dan psikologis pada pasien oleh perawat di ruangan
Persiapan pembersihan diri pasien yaitu mandi keramas
2. Pasien datang di ruang serah terima IBS RSUD Kota Semarang dari ruang Nakula 1
RSUD Kota Semarang
58
3. Timbang terima perawat IBS, perawat ruangan (mengisi checklist penerimaan pasien)
Mempersiapkan dan melengkapi inform concent yang dibutuhkan
Memeriksa identitas pasien dan kelengkapan pasien yang akan dioperasi
Memeriksa keadaan umum pasien dan memberikan tanda jika ada tanda khusus
(fall risk atau allergy)
4. Pasien diantar ke OK 1
5. Pasien diposisikan dalam keadaan supine dimeja operasi dengan kepala miring kearah
kiri dan kepala dada perut di satu bidang datar dengan bantalan bulat yang mempunyai
lubang tengah.
SIGN IN (dilakukan sebelum induksi di hadiri oleh perawat IBS, dr. Anastesi)
Tabel (lampiran 2)
6. Persiapan proses induksi oleh tim anasthesi (GA)
Intra Operasi
7. Perawat instrument menyiapkan alat , cuci tangan bedah , gauning , gloving
8. Asepsis dan antisepsis daerah operasi
9. Memberikan salep chlorampenicol pada kedua mata tutup dengan menggunakan dressing
transparan film
10. Membuat site marking dan di parietal oxipital bentuk stik golf di Keens Point Dextra
dan di abdomen 2jari dibawah arkus costa
59
11. Melakukan desinfeksi pada area parietal oxipital sampai 2jari dibawah arkus costa di
abdomen dengan di saflon kemudian desinfeksi dengan povidon iodine melingkar dari
arah parietal oxipital ke seluruh kepala ke leher ke dada dan abdomen (disapu dari dalam
keluar)
12. Drapping arah kaudal ,sisi kanan kiri arah cranial dan drapping menutup seluruh bagian
kecuali area insisi
13. Menjahit kulit dengan linen( jahitan tegel ) di tiap sisi untuk fiksasi dengan menggunakan
benang side atraumatik 2.0 cutting, pinset anatomis, needle holder, gunting benang.
Time Out (kode time out oleh scrub nurse dan dibacakan oleh sirculating nurse)
Tabel Time Out (Lihat Lampiran 2)
60
8. Sementara insisi kepala ditutup dengan kassa Bisturi No.21, Kassa basah,
basah, operator melakukan insisi pada bagian couter bipolar
abdomen subkutis , rawat perdarahan
9. Melebarkan area insisi Pean kecil, pinset chirugis
10. Masukan mandrain dari insisi lapisan subkutis Mandrain, kassa, pinset
abdomen menuju ke dada sampai di buat insisi di anatomis, bisturi No.21
clavikula.
15. Sambungkan antara kateter peritoneal dengan Benang side atraumatik 4.0
kateter ventricular dengan mengikat dengan tapper ,needle holder,
benang kateter peritoneal dan
ventricular gunting benang
16. Setelah tersambung, sambungkan dengan flushing Benang side atraumatik 4,0
device dan kateter ventricular, kemudian fungsi tapper ,needle holder
pompa untuk mengetahui fungsi pompa mengalir (micro) pinset mikro ,
atau tidak kateter peritoneal dan
ventricular gunting benang
17. Operator melakukan insisi pada lubang dura dan Bisturi No.15, couter
couter di pinggir dan lubang dura monopolar
18. Pada media orbital sinistra tusuk dengan jarum Jarum pungsi, spuit 10cc
pungsi tampung cairan cerebrospinal fluid ke
dalam spuit 10cc, angkat jarum pungsi masukan
kateter ke dalam lubang , cek kembali fungsinya
mengalir atau tidak
19. Setelah berfungsi dengan baik, Flushing Benang side atraumatik 4.0,
device(pompa) di jahit dengan lapisan periosteum needle holder,pinset
untuk memfiksasi dengan benang side autraumat anatomis
4.0
20. Desinfeksi area periosteum dengan povidon iodine Povidon iodine, kassa
21. Menjahit lapisan periosteum dengan PGA 2.0 Needle holder, PGA 2.0
tapper Tapper pinset anatomis
22. Sementara area cranial di tutup dengan kassa Hak kecil 2, klem tiap lapis
basah, area abdomen dibuka dengan pean kecil 2
63
23. Setelah sampai pada lapisan peritonium masukan Jarum pungsi, Pinset
jarum pungsi untuk mengecek sudah masuk ke anatomis kecil, kassa
peritoneum
SIGN OUT
24. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat
instrumen, dan kassa
25. Menjahit fasia dengan benang PGA 2.0 atraumatik Needle holder, benang PGA
Braided absorbable 2.0
26. Untuk menjahit subkutis abdomen menggunakan Needle holder , benang
benang premilene 2.0 taper pemilene 2.0 pinset
anatomis kecil
27. Setelah semua berfungsi dengan baik, dilanjutkan Needle holder,Benang Side
menjahit di lapisan pada cranial dengan 3.0, pinset anatomis
monofilament non absorbseble
1. Bersihkan area insisi cranial dan abdomen dengan kassa yang dibasahi dengan NaCl
0,9%
2. Selanjutnya pemberian povidon iodin 10% dan lapisi dengan framisetin sulfat dan
tutup dengan kassa steril dan di plester menggunakan hipafix
3. Rapikan linen dari pasien lepas doek clamp
4. Pasang dengan penutup kepala
5. Mengakhiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anastesi)
6. Mempersiapkan pemindahan pasien untuk di bawa ke ruang recovery room
Post Operasi
Lampiran 3
66
67
68
69
I
N Diagnosa praoperasi Rencana Operasi
A
Hidrosepalus arrested VP Shunt
P
Rencana anestesi TT Pembimbing TT Pratikan
Istimasi waktu yang dibutuhkan 3jam Alat khusus set bedah saraf
Diskriptifkan area
Berikan tanda garis (–) menggunakan pental permanent marker pada
gambar di bawah ini dan pada tubuh pasien sesuai dengan rencana area operasi dan tempat
tempat insisi luka operasi bila memungkinkan. insisi operasi
I Persiapan Preoperasi oleh parawat asal pasien dan timbang terima dengan perawat kamar operasi
R
N Gelang
A identitas Mandi Keramas Penyakit Kronis Asal pasien IBS
71
Hepatitis B- 36,5
Soft lens Infus C-A Suhu …… Suhu 36.5…
Lipstik DC HIV/AIDS
Kutek NGT BB 71 kg
………………………………………………………
Oral Higyne Colar fiksasi ………………………………
72
Tanda tangan
Operator Anesthetist Pratikan Trainer/pembimbing
dr. Andrew Robert diyo Sp.BS dr Donny, Sp.An Team CI IBS RSD Kota Semarang
74