Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH SEMINAR

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN HIDROSEFALUS”

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 10


AULA RAHMAWATI 1711123067
KHAIDAR ISMAIL 1711110905
RAHMATIWI WALIDAINI 1711113887
TIA ASTUTI 1711110485

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021

1
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Hidrosefalus”. Penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Yesi Hasneli N, S.Kp., MNs selaku Koordinator Profesi mata ajar Keperawatan Medikal
Bedah dan Keperawatan Gawat Darurat Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
2. Ns. Darwin Karim, S.Kep. M.Biomed selaku Koordinator Profesi Fakultas Keperawatan
Universitas Riau.
3. Ns. Desty Aristiyanti, S.Kep selaku Pembimbing Akademik di Fakultas Keperawatan
Universitas Riau yang telah bersedia memberikan masukan, bimbingan, serta dukungan
bagi penulis.
4. Ns. Evi Darmayanti, S.Kep selaku Pembimbing Klinik di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru yang telah bersedia memberikan masukan, bimbingan, serta dukungan bagi
penulis.
5. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi dunia keperawatan.

Pekanbaru, 25 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
C. Manfaat Penulisan...........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................2
A. Definisi............................................................................................................................2
B. Etiologi............................................................................................................................2
C. Klasifikasi.......................................................................................................................5
D. Patofisiologi dan WOC (Web of Caution)......................................................................6
E. Manifestasi Klinis...........................................................................................................6
F. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................7
G. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang...............................................7
H. Asuhan Keperawatan......................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN KASUS............................................................................................8
A. Gambaran Kasus.............................................................................................................8
B. Hasil Pengkajian..............................................................................................................8
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................25
BAB V PENUTUP...................................................................................................................26
A. Kesimpulan...................................................................................................................26
B. Saran..............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan
maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinalis (Darto Suharso,2009).
Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan gangguan keseimbangan
antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam ventrikel otak. Jika sistem
produksi cairan serebrospinal lebih besar daripada absorpsi, cairan serebrospinal akan
terakumulasi dalam sistem ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan
menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong, 2008).
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak, walaupun pada kasus hidrosefalus
eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga arakhnoid
(Amin, Hardhi. 2015). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,
sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun (DeVito EE et al, 2007)
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang
sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Menurut Wong
(2008) hidrosefalus disebabkan oleh berbagai keadaan, dapat merupakan penyakit
kongenital (gangguan perkembangan janin dalam uterus atau infeksi intrauteri) atau
didapat (neoplasma, perdarahan, atau infeksi).
Ropper dan Robert (2005) mengatakan bahwa hampir 60-90% penderita
hidrosefalus disebabkan karena kongenital. Hidrosefalus kongenital disebabkan
karena adanya gangguan perkembangan janin dalam uterus atau infeksi intrauteri.
Infeksi yang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah terinfeksi Toxoplasma gondii
pada saat hamil (Reeder, 2011). Insidensi hidrosefalus antara 0.2-4 setiap 1000
kelahiran.

1
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0.5-1.8 pada tiap 1000 kelahiran dan
11%- 43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Stenosis aquaductus serebri
adalah penyempitan pada bagian aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam perbedaan ras. Hidrosefalus infantil,
46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan
subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior
(Darsono, 2005).
Menurut penelitian WHO tahun 2012 untuk wilayah ASEAN jumlah penderita
Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9
thn: 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di Indonesia
berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia terdapat
3%. Menurut data dari RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2015 dan 2016, di ruang bedah
umun terdapat 12 kasus dan 14 kasus, sedangkan pada tahun 2017 Januari-Maret 4
kasus.
Secara statistik ditemukan bahwa dengan penanganan bedah dan
penatalaksanaan medis yang baik sekalipun, didapatkan hanya sekitar 40% dari
penderita hidrosefalus mempunyai kecerdasan yang normal dan sekitar 60%
mengalami cacat kecerdasan dan fungsi motorik yang bermakna. Dari data statistik
tersebut dapat dilihat bahwa walaupun dengan penanganan bedah saraf dan
pelaksanaan bedah saraf dan pelaksanaan medis yang baik ternyata sekitar 60%
penderita masih memiliki sekuel gangguan yang cukup bermakna. Maka berdasarkan
uraian data diatas penulis tertarik ingin menegetahui lebih mendalam kasus yang
berkaitan dengan hidrosefalus.

B. Tujuan Penulisan

1. Menganalisa kasus keloaan pada pasien dengan diagnosa medis hidrosefalus di


Ruang HCU RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
2. Mengidentifikasi asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan hidrosefalus.

C. Manfaat Penulisan
1. Ilmu Keperawatan
Dapat menambah pengetahuan dan menjadi sumber informasi bagi perkembangan
ilmu keperawatan khususnya terkait asuhan keperawatan pada pasien dengan
hidrosefalus.

2
2. Instansi Rumah Sakit
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi agar dapat meningkatkan keilmuan
dalam bidang keperawatan gawat darurat dan memberikan sumbangan pikiran
bagi tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus hidrosefalus.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam menambah ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang lebih mendalam dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada pasien dengan hidrosefalus.

D.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Hidrosefalus berasal dari Bahasa latih “hydro” yang artinya air dan “cepalus”
yang artinya kepala, secara singkat arti hidrosefalus adalah air didalam kepala. Secara
umum hidrosefalus dapat didefinisikan sebagai penumpungan cairan serebrospinal (CSS)
yang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau rung
subarachnoid yang dapat menyebabkan dilatasi system ventrikel otak (Dermawaty &
Oktaria, 2017). Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam produksi dan penyerapan CSS dalam ventrikel, ketika produksi
lebih besar dari penyerapan, CSS terakumulasi dalam system ventrikel, biasanya dibawah
tekanan dan menghasilkan dilatasi atau pelebaran pasif ventrikel (Wong, 2008).

B. Etiologi
Pada umumnya hidrosefalus terjadi akibat gangguan yang berasal dari sirkulasi
cairan serebrospinal yang terdapat di dalam sistem ventrikel atau dapat terjadi juga oleh
karena produksi cairan serebrospinal yang melebihi batas normal. Penyebab lain
hidrosefalus juga berkaitan dengan penyumbatan yang terjadi pada lubang yang ada
diantara ventrikel 3 dan ventrikel 4 yaitu foramen Luschka dan lubang yang terdapat
didekat ventrikel 4 yaitu foramen Magendie. Hidrosefalus juga dapat terjadi karena
penyempitan pada akuaduktus sylvii (Khalilullah, 2011).
Beberapa faktor risiko terkait hidrosefalus misalnya ibu yang dalam masa
kehamilannya terinfeksi virus seperti Cytomegalovirus, Toxoplasma atau miningitis
bakterial. Paparan ibu terhadap obat-obatan atau minuman beralkohol pada saat hamil,
misalnya seorang ibu yang makan obat antidepresan saat sedang mengandung atau
seorang ibu yang sedang hamil suka mengkonsumsi minuman beralkohol. Kedua hal
tersebut dapat mempengaruhi janin yang ada didalam rahimnya seperti terkena
hidrosefalus (Kalyvas, 2016).
1. Hidrosefalus Akibat Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis aquaduktus Sylvii
Sekitar 60% hingga 90%, Stenosis akuaduktus Sylvii dapat terjadi pada
masa bayi. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab yang paling umum
terjadi pada hidrosefalus kongenital dengan keadaan obstruktif atau tersumbatnya
cairan serebrospinal yang mengalir. Hal ini disebabkan karena penyempitan pada
bagian akuaduktus sylvii. Stenosis akuaduktus Sylvii terjadi pada 10% kasus pada

4
neonatus yang baru lahir. Hidrosefalus yang terjadi biasanya 11-43% disebabkan
oleh stenosis aqueduktus serebri (Fitriyah, 2013).
b. Spina bifida
Spina bifida adalah suatu defek neural tube kongenital yang ditandai
dengan kelainan penutupan tulang vertebrae. Hal ini menyebabkan terbentuknya
tonjolan mirip kista (Kurnia dkk, 2017). Spina bifida dapat menyebabkan
gangguan fisik dan intelektual yang bervariasi dari ringan sampai berat (Saputra,
2017). Pada spina bifida, kelainan ini mirip dengan sindrom Arnold-Chiari yaitu
keadaan dimana tertariknya bagian batang otak, cerebellum, dan medula
oblongata ke dasar tengkorak sehingga memblokir jalan keluar cairan
serebrospinal ke ventrikel ke 4 dan mengakibatkan hidrosefalus (Nurhayati,
2013).
c. Sindrom Dandy Walker
Sindrom Dandy Walker adalah kelainan neurologis yang diwarisi secara
autosomatik resesif dan berhubungan dengan kelainan kromosom tertentu (Titlic,
2015). Dandy Walker Syndrome, merupakan suatu keadaan tidak adanya lubang
pada Luschka yang terdapat diantara ventrikel 3 dan ventrikel ke 4 serta pada
bagian Magendie yang terdapat pada ventrikel ke 4 (Saputra, 2017). Sindrom
Dandy Walker ini adalah kelainan kongenital yang jarang terjadi dengan
karakteristik lainnya ditandai dengan adanya agenesis atau hipoplasia dari vermis
serebelum, dilatasi kistis dari ventrikel 4 dan pembesaran fosa posterior. Sindroma
ini tidak jarang disertai dengan banyak kelainan (Rosalina, 2007). Sekitar 2 - 4 %
kelainan akibat sindrom dandy walker dapat terjadi pada neonatus.
Ketidakseimbangan ini mengakibatkan hubungan antara ruang subarakhnoid dan
dilatasi ventrikel ke-4 menjadi tidak adekuat, sehingga menimbulkan kelainan
kongenital yaitu hidrosefalus (Apriyanto dkk, 2013).
d. Kista Arakhnoid
Kista araknoid adalah keadaan dimana membran yang terisi dengan cairan
serebrospinal dapat bersirkulasi dimana saja. Beberapa kista bersifat mandiri
artinya kista ini bisa saja tidak terhubung dengan ruang subaraknoid. Bila kista
araknoid muncul di daerah pineal hal inilah yang mengakibatkan hidrosefalus
(Canady, 2002).

5
e. Anomali Pembuluh Darah
Hidrosefalus terjadi akibat kelainan pada pembuluh darah diakibatkan
adanya sumbatan pada bagian akuaduktus, misalnya adanya obstuksi pada bagian
tersebut (Khalilullah, 2011).
2. Hidrosefalus Akibat Infeksi
a. Infeksi TORCH
Infeksi TORCH merupakan singkatan dari Toksoplasma, Others, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex. Pada infeksi TORCH, gejala klinis sering kali
tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit lainnya (Listiorini,
2009).
b. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin
kongenital sehingga mengalami kerusakan organ/struktur, salah satunya ialah
hidrosefalus (Yudrawati, 2017). Selama kehamilan trimester pertama, ibu lebih
mudah terpapar atau terinfeksi dengan virus, bakteri atau protozoa yang ada
disekitarnya. Hal ini yang mengakibatkan ibu mampu terinfeksi toksoplasma
selama masa kehamilan dan mengakibatkan ibu melahirkan bayi dengan
hidrosefalus (Cahaya, 2003).
c. CMV (Cytomegalovirus)
Cytomegalovirus merupakan infeksi virus yang dapat mengakibatkan
mortalitas pada manusia yang terinfeksi virus ini. Virus ini pertama kali diisolasi
oleh Rowe, Weller, Smith dan rekan-rekannya (Ross, 2011). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Zhang dkk (2014) di China, diperoleh angka kejadian
cytomegalovirus pada wanita hamil yaitu 42%-68%, hal ini dikarenakan populasi
padat penduduk di negara ini sehingga penyebaran virus lebih banyak terjadi.
Cytomegalovirus yang menginfeksi selama kehamilan menyebabkan anak yang
dilahirkan mengalami kelainan kongenital. Cytomegalovirus juga dapat diperoleh
melalui paparan air liur, air mata, urine, tinja, ASI, air mani atau seluruh sekresi
yang dihasilkan oleh tubuh penderita. Cytomegalovirus juga dapat diperoleh dari
transfusi darah atau transplantasi organ donor. (Razonable, 2013).
d. Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial adalah peradangan selaput otak yang ditandai dengan
demam dengan awitan akut (>38,5ºC rektal atau 38ºC aksilar) disertai dengan satu
6
atau lebih gejala kaku kuduk, penurunan kesadaran, dan tanda Kernig atau
Brudzinski. Pada meningitis bakterial, akan terjadi hipoksia, produk neurotoksik
bakteri, dan gabungan dari mediator akan menyebabkan kerusakan neuron.
Kerusakan neuron disebabkan bakteri atau derivat leukosit, dan elemen toksik
akhir adalah radikal bebas. oksigen reaktif intermediate dan nitrogen reaktif
inetrmediate yang mempunyai efek toksik langsung pada neuron. Aktivasi sel
yang mengalami apoptosis dan nekrosis menyebabkan kerusakan sel neuronal
yang menyebabkan sekuele neurologis yang menetap atau bahkan kematian.
Beberapa faktor risiko terkait dengan prognosis meningitis bakterial adalah
perjalanan klinis yang disebabkan oleh sifat patogen (spesifikasi bakteri atau
peningkatan jumlah resistensi obat), derajat gejala klinis awal, yaitu komplikasi
sistem saraf pusat misalnya edema otak, hidrosefalus dan abses otak (Novariani,
2008).

C. Klasifikasi
Menurut Arif Muttaqin 2008 klasifikasi Hidrosefalus adalah:
1. Hydrocephalus komunikans
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran
bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat
obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam
jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa,
biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah
terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus
arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non
komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang

7
berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari
lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai
akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas
luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang
berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya
tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali.
Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis
sutura dan pembesaran kepala.
D. Patofisiologi dan WOC (Web of Caution)
Hidrosefalus secara lebih ringkas terjadi karena yaitu produksi cairan
serebrospinal yang berlebihan di pleksus koroideus, obstruksi aliran cairan serebrospinal
di sistem ventrikel otak, dan penurunan absorbsi cairan serebrospinal di vili-vili
arakhnoid. Akibat dari tiga cara tersebut mengakibatkan terjadinya bertambahnya tekanan
dari dalam otak akibat terganggunya keseimbangan antara penyerapan dan pengeluaran. 3
hal tersebut mengakibatkan terjadinya dilatasi ventrikel pada hidrosefalus sebagai akibat
dari: (Zahl, 2011)
a. Cairan serebrospinal diproduksi terus-menerus melewati batas normal.
b. Villi Araknoid tidak mampu lagi dalam menyerap cairan serebrospinal yang di
produksi terus-menerus.
c. Akumulasi cairan serebrospinal mengakibatkan meluasnya ventrikel dan ruang
subaraknoid.
d. Pembesaran volume tengkorak akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial.

8
WOC (Web of Caution)

Infeksi Kongenital Neoplasma Trauma

Peningkatan Peradangan Stenosis Poliferasi sel Perdarahan Keluarnya cairan


Metabolis Tubuh selaput Meningen akuaduktus sylvi, abnormal cerebral darah
spina bifida dan
cranium bifida
syndrome dandy Fibrosis
Peningkatan suhu walker Terbentuknya leptomeningen Masuk ke ruang
Meningia massa diotak pada daerah basal intrakranial
tubuh
otak

HIPERTERMI Terbentuknya Mengganggu


jaringan parut Obstruksi aliran Obstruksi tempat aliran dan
pada selaput CSS aliran CSS reabsorbsi CSS
meningen

Desakan pada jaringan


HIDROSEFALUS
otak

Akumulasi CSS dan kornu anterior Sakit/nyeri kepala


ventrikulus lateral melebar

Tekanan intravaskuler NYERI AKUT


meningkat
9
Peningkatan tekanan
intrakranial

Merangsang reseptor Kelebihan cairan pada Desakan pada otak &


Desakan pada otak SSP selaput meningen
tekanan intrakranial ventrikel/ruang intrakranial

Merangsang pusat
Absorbsi cairan Pemasangan VP Vasokontriksi pembuluh
Menekan saraf kranial muntah didorsolateral
terganggu/menurun Shunt darah otak
formation retikularis

Kontraksi duodenum PENURUNAN Suplai O2 dan nutrisi


Papil oedema RESIKO INFEKSI
dan antrum lambung KAPASITAS ADAPTIF keotak terganggu
INRAKRANIAL

Disfusi persepsi visual- Tekanan intra abdomen Kerusakan jaringan Hipoksia otak
spasial meningkat serebral

KETIDAKEFEKTIFAN
GANGGUAN Peristaltik retrograde Nekrosis jaringan PERFUSI JARINGAN
PERSEPSI SENSORI SEREBRAL
Lambung penuh Kematian otak
diagfragma naik
Penurunan kesadaran
RESIKO KEMATIAN
Tekanan intratorak Penurunan reflek
menelan/batuk
Spingter esofagus
membuka
BERSIHAN JALAN
KETIDAKSEIMBANGAN NAFAS TIDAK EFEKTIF
Muntah Ketidakmampuan makan NUTRISI KURANG DARI
10
KEBUTUHAN TUBUH
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Nanny Lia Dewi, Vivian (2010):
1. Tengkorak kepala mengalami pembesaran
2. Muntah dan nyeri kepala
3. Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
4. Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang dan
menonjol
5. Dahi lebar, kulit kepal tipis, tegang dan mengkilat Pelebaran vena kulit kepala Saluran
tengkorak belum menutup dan teraba lebar.
6. Terdapat cracked pot sign bunyi pot kembang retak saat dilakukan perkusi kepala
7. Adanya sunset sign dimana sklera berada di atas iris sehingga iris seakan-akan
menyerupai matahari terbenam
8. Pergerakan bola mata tidak teratur
9. Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis berupa:
a. Gangguan Kesadaran
b. Kejang
c. Terkadang terjadi gangguan pusat vital

F. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien/data demografi
Nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, dll
b. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan
tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan
meningens) sebelumnya.
b) Tingkat kesadaran menurun (GCS <15)
c) Kejang, muntah, sakit kepala

1
d) Wajahnya tanpak kecil cecara disproposional
e) Anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum
f) Akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung
g) Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya
perubahan di dalam intracranial
h) Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelaian bawaan
pada otak dan riwayat infeksi.
d. Pengkajian tingkat kesadaran
Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat
latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
e. Pengkajian fungsi serebral
1) Status mental
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah
dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak
pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan. Fungsi intelektual. Pada beberapa
kedaan klien hidrosefalus didapatkan. Penurunan dalam ingatan dan memori,
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2) Saraf cranial
a) Saraf I (Olfaktori)
Pada beberapa keadaan hidrosefalus menekan anatomi dan
fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/
anosmia lateral atau bilateral.
b) Saraf II (Optikus)
Kemungkinan terdapat edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan
funduskopi.
c) Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)
Tanda dini herniasi tertonium adalah midriasis yang tidak bereaksi
pada penyinaran. Paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak
bisa melihat keatas. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan
pada anak dengan hidrosefalus.
d) Saraf V (Trigeminius)
Karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek.
e) Saraf VII(facialis)
Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
f) Saraf VIII (Akustikus)
Biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran.
g) Saraf IX dan X (Glosofaringeus dan Vagus).

2
h) Saraf XI (Aksesorius)
i) Saraf XII (Hipoglosus)
Indra pengecapan mengalami perubahan.
f. Pengkajian fisik

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret pada saluran nafas
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d hambatan aliran darah ke otak
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d peningkatan kerja otot pernafasan
c. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan fisiologis
d. Nyeri b.d agen cedera biologis
e. Resiko infeksi b.d imunosupresi atau tindakan pembedahan pemasangan VP Shunt
f. Ketidakseimbangan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak mampuan
untuk makan
g. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
h. Kekurangan volume cairan b.d diaphoresis
i. Resiko cedera b.d hipoksia jaringan

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Bersihan jalan Ekspektasi: Manajemen jalan napas:
napas tidak efektif Meningkat a. Observasi
Kriteria Hasil: - Monitor pola napas
2. Produksi (frekuensi, kedalaman, usaha
sputum napas)
menurun - Monitor bunyi napas
3. Tidak tambahan (mis. Gurgling,
terdapat mengi, wheezing, ronkhi)
suara - Monitor sputum (jumlah,
napas warna, aroma)
tambahan b. Terapeutik
4. Dispnea - Pertahankan kepatenan jalan
menurun napas dengan head-tilt dan
5. Gelisah chin-lift
menurun - Posisikan pasien semi
6. Sianosis fowler/fowler
menurun - Berikan minum hangat
7. Frekuensi - Lakukan fisioterapi dada, jika
napas perlu
membaik - Lakukan penghisapan lender
8. Pola (suction) selama kurang dari
napas 15 detik
membaik - Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
3
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Perfusi serebral Ekspektasi: Manajemen peningkatan TIK:
tidak efektif Meningkat a. Observasi
Kriteria Hasil: - Identifikasi penyebab
1. Tingkat peningkatan TIK
kesadaran - Monitor tanda/gejala
meningkat peningkatan TIK
2. Tekanan - Monitor MAP
intracranial - Monitor CVP
menurun - Monitor status pernapasan
3. Sakit - Monitor intake dan outpun
kepala cairan
menurun - Monitor cairan serebrospinal
4. Gelisah b. Terapeutik
menurun - Minimalkan stimulus dengan
5. Demam menyediakan lingkungan
menurun yang tenang
6. Tekanan - Berikan posisi semi fowler
darah - Hindari manuver valsava
sistolik - Cegah terjadinya kejang
membaik - Hindari pemberian cairan
7. Tekanan hipotonik
darah - Pertahankan suhu tubuh
diastolic normal
membaik c. Kolaborasi
8. Refleks - Kolaborasi pemberian sedasi
saraf dan antikonvulsan, jika perlu
membaik - Kolaborasi pemberian
dieuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pelunak tinja, jika
perlu
3 Ketidakseimbangan Ekspektasi: Manajemen cairan
cairan dan Meningkat a. Observasi
elektrolit Kriteria Hasil: - Monitor status hidrasi
1. Serum - Monitor status hemodinamik
natrium b. Terapeutik
membaik - Catat intake-output dan
2. Serum hitung balance cairan 24 jam
kalium - Berikan asupan cairan sesuai
membaik kebutuhan
3. Serum - Berikan cairan intravena, jika
klorida perlu
membaik c. Kolaborasi
4. Serum - Kolaborasi pemberian
kalsium diuretic, jika perlu
membaik
5. Serum Pemantauan Elektrolit

4
magnesium a. Observasi
membaik - Identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan
elektrolit
- Monitor kadar elektrolit
serum
- Monitor kehilangan cairan,
jika perlu
- Monitor tanda dan gejala
hipokalemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia
- Monitor tanda dan gejala
hyponatremia
- Monitor tanda gejala
hypernatremia
- Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
b. Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4 Resiko Infeksi Ekspektasi: Pencegahan Infeksi
menurun a. Observasi
Kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala
1. Demam infeksi lokal dan sistemik
menurun b. Terapeutik
2. Bengkak - Batasi jumlah pengunjung
menurun - Berikan perawatan kulit pada
3. Nyeri area edema
menurun - Cuci tangan sebelum dan
4. Kadar sel sesudah kontak dengan pasien
darah putih dan lingkungan pasien
membaik - Pertahankan teknik aseptik
pada pasien dengan berisiko
tinggi
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

5
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Gambaran Kasus
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada
tanggal 28 September 2021. Sebelum dibawa kerumah sakit pasien mengeluh nyeri
kepala hebat, mual dan muntah serta demam sejak 4 hari yang lalu. Lalu keluarga
membawa pasien ke bidan setempat untuk mendapatkan penanganan dan pasien sudah
mengalami penurunan kesadaran. Selanjutnya pada tanggal 29 September 2021 pukul
04.37 WIB pasien masuk ke ruang rawat Edelweis III dan selanjutnya pasien dilakukan
tindakan operasi pemasangan VP shunt pada tanggal 29 September 2021. Selanjutnya
pasien dipindahkan ke HCU hingga kondisi membaik. Pada tanggal 30 september 2021
pasien di pindahkan kembali di ruang rawat Edelwies III. Karena pasien masih
mengalami penuruan kesadaran, selanjutnya pasien dipindahkan kembali ke HCU pada
tanggal 10 Oktober 2021 dari Ruang Rawat Edelweis III pukul 21.30 WIB dengan
penurunan kesadaran (somnolen).

B. Hasil Pengkajian
1. Informasi Umum
Nama : Ny. M Umur : 47 Tahun
Tanggal Lahir : 04-03-1974 Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Melayu Tanggal Masuk : 29-09-2021
Tanggal Pengkajian : 15-10-2021 Dari/Rujukan : Edelweis III
Diagnosa Medik : Hidrosefalus No.RM : 01071828

2. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan pasien sudah mengalami penurunan kesadaran sudah 18 hari
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan pada mulut pasien tampak keluar secret
kental berwarna putih bercampur saliva.
PENGKAJIAN PRIMER
Airway : Terdapat secret pada jalan napas pasien, dan keluar secret berwarna
putih kental dari mulut pasien.
Breathing : Pasien terpasang simple mask (+) 6 L/m, RR: 40x/menit, SpO2: 98%
Circulation : Akral teraba dingin, TD: 153/100 mmHg, Nadi: 115 x/menit, Suhu:
36℃ , CRT < 2 detik.
Disability : Kesadaran Somnolen, GCS (E2, V2, M3).

6
Exposure : Terdapat bekas luka operasi dengan jahitan, tampak sedikit
menonjol, dan kondisi luka bersih.
Foley Kateter : Terpasang kateter urine ukuran 18, urine output: 500 cc, warna urine
kuning, tidak terdapat perdarahan.
Gastric Tube : Terpasang NGT ukuran 16
Heart Monitor : Terpasang heart monitor (+), TD: 153/100 mmHg, Nadi: 115
x/menit, SpO2: 100%, RR: 40x/menit, MAP: ?

PENGKAJIAN SEKUNDER
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan magh.
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien mengeluh nyeri kepala hebat dan mual muntah
dan demam. Lalu klien dibawa ke bidan setempat untuk mendapatkan penanganan
dan pasien sudah mengalami penurunan kesadaran.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
yang sama dengan pasien. Keluarga mengatakan ibu dari pasien memiliki riwayat
penyakit hipertensi juga.
5. Pemeriksaan Fisik
Tanda-Tanda Vital:
TD : 153/100 mmHg Suhu :36℃
Nadi : 115 x/menit Pernapasan : 40 x/menit
Tinggi Badan : 153 cm Berat Badan : 60 kg
a. Kepala
1) Rambut
Kondisi rambut pendek ± 2 cm karena post operasi pemasangan Vp shunt
shunt, tampak bersih, terdapat bekas luka operasi dengan jahitan.
2) Mata
Mata tampak simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
reflek cahaya (+), pupil isokor diameter 2 cm.
3) Hidung
Tidak terdapat perdarahan, terpasang NGT ukuran 16.
4) Mulut

7
Bibir tampak pucat, terdapat secret berwarna putih kental keluar dari mulut
bercampur dengan saliva, dan gigi tampak kotor.
5) Gigi
Kondisi gigi tidak lengkap, tidak terdapat gigi palsu, tidak terdapat
perdarahan, tampak kotor.
6) Telinga
Telinga tampak bersih, tidak terdapat perdarahan.
d. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, terdapat kaku kuduk (+).
e. Dada
Inspeksi : Bentuk dada normal, payudara tampak simetris, tidak tampak
adanya lesi, pengembangan dada simetris, penggunaan otot bantu
pernapasan (+).
Palpasi : Payudara teraba lembek
Perkusi : Terdengar resonan/sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Terdapat bunyi napas tambahan stridor
f. Tangan
Tangan utuh, CRT < 2 detik, akral teraba dingin, terdapat edema di tangan,
g. Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka bekas operasi dengan balutan, kondisi balutan bersih,
tampak striae (+).
Palpasi : Tidak teraba pembesaran organ
Perkusi : Kuadran I: Redup Kuadran III: Redup
Kuadran II: Timpani Kuadran IV: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
h. Genitalia
Terpasang kateter urine, tidak terdapat perdarahan.
i. Kaki
Tidak terdapat edema, tidak ada lesi, teraba dingin.
j. Punggung
Bentuk punggung normal

Hasil pemeriksaan Laboratorium


Tanggal: 16 Oktober 2021
8
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph 7.44 7.35 – 7.45
pCO2 36 mmHg 34 – 35
pO2 H 232 mmHg 80 – 100
HCO3 25 mmol/L 22 – 26
TC02 26 mmol/L 24 – 30
BE 1 (-2) – (+2)
S02C 100 % >9

Elektrolit
Na+ L 124 mmol/L 135 – 145
K+ 3.9 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium 1.00 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat 1.00 mmol/L 0.36 – 1.70

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal: 18 Oktober 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph 7.44 7.35 – 7.45
pCO2 L 32 mmHg 34 – 35
pO2 H 162 mmHg 80 – 100
HCO3 22 mmol/L 22 – 26
TC02 L 23 mmol/L 24 – 30
BE -2 (-2) – (+2)
S02C 100 % >9
Albumin L 2.9 g/dl 3.4 – 4.8
Ureum 17.0 mg/dl 12.8 – 42.8
Kreatinin L 0.50 mg/dl 1.55 – 1.30

Elektrolit
Na+ LL 117 mmol/L 135 – 145
K+ 4.0 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium 1.07 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat 1.50 mmol/L 0.36 – 1.70

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal: 19 Oktober 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin L 11.0 g/dL 12.0 – 16.0
9
Leukosit 8.95 10^3/ μ L 4.80 – 10.80
Trombosit 224 10^3/ μ L 150 – 450
Eritrosit L 3.89 10^6/ μ L 4.20 – 5.40
Hematokrit L 32.6 % 37.0 – 47.0
MCV 83.8 fL 79.0 – 99.0
MCH 28.3 pg 27.0 – 31.0
MCHC 33.7 g/dL 33.0 – 47.0
RDW-CV H 14.7 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 44.6 fL 35.0 – 47.0
PDW 9.0 fL 9.0 – 13.0
MPV 8.8 fL 7.2 – 11.1
P-LCR 16.7 % 15.0 – 25.0

Hitung Jenis
Basofil 0.7 % 0–1
Eosinofil 1.6 % 1.0 – 3.0
Neutrofil H 77.0 % 40.0 – 70.0
Limfosit L 13.7 % 20.0 – 40.0
Monosit 7.0 % 2.0 – 8.0

Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph H 7.47 7.35 – 7.45
pCO2 L 27 mmHg 34 – 35
pO2 H 199 mmHg 80 – 100
HCO3 L 20 mmol/L 22 – 26
TC02 L 21 mmol/L 24 – 30
BE L -3 (-2) – (+2)
S02C 100 % >9

Elektrolit
Na+ L 123 mmol/L 135 – 145
K+ 43.5 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium LL 0.71 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat H 1.90 mmol/L 0.36 – 1.70

Hasil Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan: CT, kepala atau otak, tanpa kontras
Tanggal: 28 September 2021
Hasil:
1. Tidak tampak lesi hipodens dan hiperdens patologis pada parenkim otak
2. Sulci menyempit
3. Sistem ventrikel melebar
4. Tidak tampak deviasi struktur garis tengah
5. Cerebellum dan batang otak normal
10
6. Tidak tampak gambaran SOL
Kesan: Hydrocephalus

Gambar 1: Hasil CT Scan kepala atau otak, tanpa kontras

Pemeriksaan: CT, kepala atau otak, tanpa kontras


Tanggal: 11 Oktober 2021
Hasil:
1. Post pemasangan VP shunt pada ventrikel lateral dextra
2. Tidak tampak lesi hipodens dan hiperdens patologis pada parenkim otak
3. Sulci menyempit
4. Sistem ventrikel melebar
5. Tidak tampak deviasi struktur garis tengah
6. Cerebellum dan batang otak normal
7. Tidak tampak gambaran SOL
Kesan: Masih tampak hydrocephalus

11
Gambar 2: Hasil CT Scan kepala post pemasangan Vp Shunt

Pemeriksaan Radiografi Thorax


Tanggal: 14 Oktober 2021
Hasil:
1. Jantung: kesan tidak membesar, aorta dan mediastinum superior tidak melebar
2. Paru:
a. Corakan bronkovaskular baik
b. Tidak tampak konsolidasi di kedua lapang paru
c. Kedua hilus idak melebar
d. Kedua hemidiafragma licin
e. Kedua sinus kostofrenikus lancip
f. Tulang-tulang dinding dada kesan intak
g. Jaringan lunak kesan tenang

Kesan: Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru saat ini.

12
Gambar 3: Hasil Rontgen Thorax

Medikasi/Obat-obatan yang diberikan saat ini

Nama Obat Dosis/Waktu


Parcetamol 500 mg 3x1
Meropenem 3x1
Nicardipin 4,5 cc/Jam
Levofloxacin 750 mg 1x1
Omeprazol 40 Mg 2x1
Takelin tablet 2x1
Pehnitoin 100 mg 3x1
Achetyl Systein 3x1
Infus Wida KN 2 60 cc/jam
Resfar 35 mg 1x1
Kapsul Garam 1 cup
Asam Valproat 3 x 1 tablet
NaCl 0.9%

Nebu: Combivent + Pulmicort 3x1

6. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Penumpukan CSS dalam Bersihan
- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif Jalan Napas
dikaji secara verbal Tidak Efektif

DO: Peningkatan TIK


- Kesadaran Somnolen
(E2M3V2)
- Terdapat penumpukan Desakan pada otak dan

13
secret berwarna putih selaput meningen
kental dan saliva
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak sesak Vasokonstriksi pembuluh
- Terdengar suara napas darah otak
tambahan stridor
- Reflek batuk (-)
- Terpasang oksigen Gangguan aliran darah ke
dengan nasal canul 3 otak
l/i

TTV: Suplai O2 dan nutrisi ke otak


TD: 153/110 mmHg terganggu
Nadi: 115 x/menit
RR: 40 x/menit Penurunan kesadaran
Suhu: 36℃
SpO2: 98%
Penurunan reflek batuk

Peningkatan secret di
saluran pernapasan

Obstruksi saluran napas

Bersihan jalan napas tidak


efektif

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
2 DS: Penumpukan CSS dalam Perfusi
- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif Cerebral
dikaji secara verbal Tidak Efektif

DO: Peningkatan TIK


- Kesadaran Somnolen
(E2M3V2)
- Reflek cahaya (+), Desakan pada otak dan
pupil isokor diameter selaput meningen
2 cm
- Post pemasangan Vp
shunt Vasokonstriksi pembuluh
- Kaku kuduk (+) darah otak
- Terpasang oksigen
dengan nasal canul 3 Gangguan aliran darah ke
l/i

14
TTV:
TD: 153/110 mmHg otak
Nadi: 115 x/menit
RR: 40 x/menit
Suhu: 36℃ Suplai O2 dan nutrisi ke otak
SpO2: 98% terganggu

Hasil pemeriksaan CT Scan:


1. Post pemasangan VP Hipoksia Serebral
shunt pada ventrikel
lateral dextra
2. Sulci menyempit Perfusi jaringan serebral
3. Sistem ventrikel melebar tidak efektif
4. Masih tampak
hidrosefalus

15
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
3 DS: Penumpukan CSS dalam Ketidakseimbangn
- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif cairan dan
dikaji secara elektrolit
verbal
Peningkatan TIK
DO:
- Tampak edema
ditangan pasien Desakan pada otak dan
- Cairan masuk: selaput meningen
3085
- Cairan keluar:
3800 Vasokonstriksi pembuluh
- Balance cairan: darah otak
(-)1340
- Turgor kulit Gangguan aliran darah ke
berubah otak
- IWL = 625

TTV: Suplai O2 dan nutrisi ke otak


TD: 153/110 mmHg terganggu
Nadi: 115 x/menit
RR: 40 x/menit
Suhu: 36℃ Difusi, filtrasi, transport aktif
BB: 60 Kg
TB: 153 cm
IMT: 26 Gangguan keseimbangan
elektrolit:
Hasil pemeriksaan hiponatremia/hipernatremia,
laboratorium: hipokalemia/hiperkalemia,
1. Natrium: 123 mmol/L hipokalsemia/hipokalsemia.
2. Kalium: 43.5 mmol/L
3. Kalsium: 0.71
mmol/L Ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
4 DS: Penumpukan CSS dalam Risiko Infeksi
- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif
dikaji secara verbal

DO: Hidrosefalus

16
- Post pemasangan Vp
shunt
Tindakan Pembedahan
(Vp Shunt)
TTV:
TD: 153/110 mmHg
Nadi: 115 x/menit Adanya port de entry dan
RR: 40 x/menit benda asing masuk
Suhu: 36℃

Hasil pemeriksaan CT Scan: Risiko Infeksi


1. Post pemasangan VP
shunt pada ventrikel
lateral dextra
2. Sulci menyempit
3. Sistem ventrikel melebar
4. Masih tampak
hidrosefalus

7. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan nafas
2. Perfusi cerebral tidak efektif b.d hipoksia serebral
3. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal

8. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Bersihan jalan Ekspektasi: Manajemen jalan napas:
napas tidak efektif Meningkat a. Observasi
Kriteria Hasil: - Monitor pola napas
9. Produksi (frekuensi, kedalaman, usaha
sputum napas)
menurun - Monitor bunyi napas
10. Tidak tambahan (mis. Gurgling,
terdapat mengi, wheezing, ronkhi)
suara - Monitor sputum (jumlah,
napas warna, aroma)
tambahan b. Terapeutik
11. Dispnea - Pertahankan kepatenan jalan
menurun napas dengan head-tilt dan
12. Gelisah chin-lift
menurun - Posisikan pasien semi
13. Sianosis fowler/fowler
menurun - Berikan minum hangat
14. Frekuensi - Lakukan fisioterapi dada, jika
napas perlu
membaik - Lakukan penghisapan lender
15. Pola (suction) selama kurang dari

17
napas 15 detik
membaik - Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Perfusi serebral Ekspektasi: Manajemen peningkatan TIK:
tidak efektif Meningkat d. Observasi
Kriteria Hasil: - Identifikasi penyebab
9. Tingkat peningkatan TIK
kesadaran - Monitor tanda/gejala
meningkat peningkatan TIK
10. Tekanan - Monitor MAP
intracranial - Monitor CVP
menurun - Monitor status pernapasan
11. Sakit - Monitor intake dan outpun
kepala cairan
menurun - Monitor cairan serebrospinal
12. Gelisah e. Terapeutik
menurun - Minimalkan stimulus dengan
13. Demam menyediakan lingkungan
menurun yang tenang
14. Tekanan - Berikan posisi semi fowler
darah - Hindari manuver valsava
sistolik - Cegah terjadinya kejang
membaik - Hindari pemberian cairan
15. Tekanan hipotonik
darah - Pertahankan suhu tubuh
diastolic normal
membaik f. Kolaborasi
16. Refleks - Kolaborasi pemberian sedasi
saraf dan antikonvulsan, jika perlu
membaik - Kolaborasi pemberian
dieuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pelunak tinja, jika
perlu
3 Ketidakseimbangan Ekspektasi: Manajemen cairan
cairan dan Meningkat d. Observasi
elektrolit Kriteria Hasil: - Monitor status hidrasi
6. Serum - Monitor status hemodinamik
natrium e. Terapeutik
membaik - Catat intake-output dan
7. Serum hitung balance cairan 24 jam
kalium - Berikan asupan cairan sesuai
membaik kebutuhan
8. Serum - Berikan cairan intravena, jika
klorida perlu

18
membaik f. Kolaborasi
9. Serum - Kolaborasi pemberian
kalsium diuretic, jika perlu
membaik
10. Serum Pemantauan Elektrolit
magnesium d. Observasi
membaik - Identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan
elektrolit
- Monitor kadar elektrolit
serum
- Monitor kehilangan cairan,
jika perlu
- Monitor tanda dan gejala
hipokalemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia
- Monitor tanda dan gejala
hyponatremia
- Monitor tanda gejala
hypernatremia
- Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
e. Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
f. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4 Resiko Infeksi Ekspektasi: Pencegahan Infeksi
menurun d. Observasi
Kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala
5. Demam infeksi lokal dan sistemik
menurun e. Terapeutik
6. Bengkak - Batasi jumlah pengunjung
menurun - Berikan perawatan kulit pada
7. Nyeri area edema
menurun - Cuci tangan sebelum dan
8. Kadar sel sesudah kontak dengan pasien
darah putih dan lingkungan pasien
membaik - Pertahankan teknik aseptik
pada pasien dengan berisiko
tinggi

19
f. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

9. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
15/10/21 Bersihan jalan - Memonitor pola S: pasien tidak dapat
napas tidak efektif napas dikaji secara verbal
b.d penumpukan - Mengauskultasi bunyi
secret napas tambahan O:
- Memonitor sputum - Terdengar bunyi
- Memposisikan pasien napas tambahan
semi fowler (stridor)
- Melakukan fisioterapi - Jala napas bersih
dada setelah dilakukan
- Melakukan suction
penghisapan lendir - Pernapasan mulai
(suction) membaik RR:
- Memberikan oksigen 31x/menit
simple 7 l/m - SpO2: 100%

A: Masalah belum
teratasi

P: Intervensi
dilanjutkan
- Monitor sputum
- Monitor pola
napas
- Monitor bunyi
napas tambahan
- Lakukan suction,
jika perlu
- Berikan oksigen

15/10/20 Perfusi serebral - Mengidentifikasi S: Pasien tidak dapat


21 tidak efektif penyebab dikaji secara verbal
peningkatan TIK
- Memonitor MAP O:
- Meminimalkan - Pasien tampak
stimulus dengan tenang
menyediakan -
lingkungan yang A:
tenang
- Memposisikan pasien P:
semi fowler
- Kolaborasi ?

20
15/10/20 Ketidak - Memonitor kadar S: Pasien tidak dapat
21 seimbangan cairan elektrolit serum dikaji secara verbal
dan elektrolit - Mencatat intake-
output dan O:
menghitung balance -
cairan A: masalah belum
- Memonitor status teratasi
hemodinamik
- Memberikan cairan P:
intravena
15/10/20 Risiko Infeksi b.d - Memonitor tanda dan S: Pasien tidak dapat
21 tindakan gejala infeksi dikaji secara verbal
pembedahan sistemik dan local
(pemasangan Vp - Membatasi jumlah O:
shunt) pengunjung - Luka tampak
- Mencuci tangan bersih
sebelum dan sesudah - Tidak tampak
kontak dengan pasien kemerahan
dan lingkungan - Tidak tampak
pasien edema
- Leukosit: ?

A: Masalah belum
teratasi

P: Intervensi
dilanjutkan
- Memonitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan local
- Batasi jumlah
pengunjung
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien

21
BAB IV
PEMBAHASAN

22
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

23
DAFTAR PUSTAKA

24

Anda mungkin juga menyukai