Anda di halaman 1dari 33

“ASKEP PADA ANAK HIDROSEFALUS”

DOSEN PENGAMPU :SUHARTI,S.Pd,M.Pd

DISUSUN OLEH :

1. Sandra Dwi Ulva


2. Siti nurhaliza
3. Surya Ardiansyah
4. Syamsul Bahri
5. Tamara Helmatiana
6. Ulpa Nurholiza
7. Wahyu Syahputra
8. Widiawati
9. Yulia Ariska

DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
JURUSAN KEPERAWATAN

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya. Salawat dan salam kita sanjungkan kepangkuan Nabi besar Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan. Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan
dan masukan sehingga makalah yang berjudul ”ASKEP ANAK DENGAN
HIDROSEFALUS”dapat penulis selesaikan.

Pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kami dalam
menempuh pembelajaran di semester ini, kami mengucapkan terimah kasih kepada Dosen
pembimbing.

Kiranya makalah ini bisa bermanfa’at bagi pihak yang membaca. Meski begitu, kami
sadar bahwa makalah ini perlu perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik
yang membangun dari pembaca akan diterima dengan senang hati. Akhirnya, kami ucapkan
terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jambi,10 oktober 2019

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1

B. TUJUAN PEMBELAJARAN.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

A. DEFINISI........................................................................................................................2

B. ETIOLOGI......................................................................................................................3

C. PATOFISIOLOGI...........................................................................................................5

D. TANDA DAN GEJALA.................................................................................................5

E. MANIFESTASI KLINIK...............................................................................................6

F. KLASIFIKASI................................................................................................................7

G.KOMPLIKASI....................................................................................................................8

H.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................................................8

I. PENATALAKSANAAN................................................................................................9

J. PROGNOSIS.................................................................................................................11

ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCHEFALUS............................................................12

BAB III PEMBAHASAN KASUS..........................................................................................23

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................29

B. Saran..............................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal
sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembang
maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi
factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat
rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah
Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per
seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit
yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang
ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan
pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya
saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan
diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya
penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang
pada orang dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai
hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk
mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus
b. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalu
c. Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus
d. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus
e. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus

1
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
2
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngatisyah, 1997).

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).

Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal
melebar ( Mumenthaler, 1995).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempasepanjang


perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal
dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi
kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat
diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi.

Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat
lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu

2. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit
– penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak
tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian
teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara
hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak
dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;

1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)

Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid,


sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan

3
2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)

Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel


sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus
nonkomunikan.

B. ETIOLOGI

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );

1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus
kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi
( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar
pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai
hidrosefalus idiopatik

2. Sebab-sebab Postnatal

a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan


kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista
neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan
liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala,
ruptura malformasi vaskuler.
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis
leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan
karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani,
trombosis jugularis

4
Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada
bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi
adalah.

1. Kelainan bawaan
1. Stenosis Aquaductus sylv

Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah
saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya
gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama
setelah lahir.

2. Spina bifida dan cranium bifida

Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis


dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.

3. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus
obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista
yang besar di daerah losa posterior.

4. Kista Arachnoid

Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi

5. Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang
subarakhnoid,misalnya meningitis.

3. Perdarahan

5
4. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap
aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:

 Tumor Ventrikel kiri


 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma

5. Degeneratif.

Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.

6. Gangguan Vaskuler
• Dilatasi sinus dural
• Thrombosis sinus venosus
• Malformasi V. Galeni
• Ekstaksi A. Basilaris

C. PATOFISIOLOGI

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi


(meningitis,pneumonia,TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus
sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut
dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi
menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif,
sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga
selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus
emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak
akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga /
keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah,

6
pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol
secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi
obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae
posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan
wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi
masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral
menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus
tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan
absorbsi total akan menyebabkan kematian.

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

D. TANDA DAN GEJALA

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan
bayi.Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar
denganpenonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena
superfisialisdan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang


terpisahpisah dan pelebaranvontanela.Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim
ventrikel . CT scan dapatmenggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan
adnya massa padaruangan Occuptional.

Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi
optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan
terjadi retardasi mental dan fisik.

7
E. MANIFESTASI KLINIK

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah –
pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim
ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan
adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas
normal. P

roses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus
dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian,
jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasandan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
 peningkatan tonus otot ekstrimitas
 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas

8
b) Anak yang telah menutup suturanya;

Tanda – tanda peningkatan intarakranial

 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

F. KLASIFIKASI

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan;

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest ( overt hydrocephalus ) dan


hidrsefalus tersembunyi ( occult hydrocephalus )
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal


menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada
saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi
kasusventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada
orang tua. (Darsono, 2005)

G. KOMPLIKASI

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)

1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran Kepala

9
3. Kerusakan Ota
4. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
8. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik
dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu;

1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai
lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi
sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam

10
kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini
disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit
yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan
dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan
USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan
anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari


ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital
horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan
densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari


semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan

7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

I. PENATALAKSANAAN

11
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan


tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah


diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala
dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan
dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut
lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.

5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:

a. Eksternal

12
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal

b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2. Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan


operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak
di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan
yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).

Ventriculo-Peritneal Shunt :

a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan


b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak


diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.Komplikasi yang sering

13
terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah,
ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,
infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.

J. PROGNOSIS

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau


tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang
bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil
mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika
tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah
saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi,
sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik
bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).

ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCHEFALUS

14
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
a) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes
”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

3. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :

kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi dan
terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda macewe),Mata
melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan
kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi

15
dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas
stridor, kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.

b) Masa Kanak-Kanak

Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi , Letargy
Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang
abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang
intra cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam
system ventrikular atau sub – arakhnoid.

5. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

6. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahua

B. Diagnosa KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal
2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial

16
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume
cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.
6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan


serebrospinal.

Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien tidak
mengalami peningkatan TIK.

Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6
tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

1. Intervensi
a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status


neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.

b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam

R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral.
Adanya peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK.

17
c. Evaluasi pupil

R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.

d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan


mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.

e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala

R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena
serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK

f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
komulatif.

g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan
yang tidak gaduh.

R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah.

h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.

R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari


peningkatan TIK.

i. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.

j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.

18
R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan Tik

k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine


secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik

l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat TIK
meningkat.

R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m


engurangi kecemasan

2. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan


intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah,
kepala membesar

Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala
klien hilang.

Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0),
dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.

1. Intervensi :
a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan
menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri
sekali)

R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk
ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.

19
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk
mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya
dengan baik.

c. Pantau dan catat TTV.

R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.

d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka
ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.

R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus
didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.

e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan


boneka, nafas dalam, dll.

R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang
dirasakan.

3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan

Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak
adanya mual-muntah.

1. Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah
makanan.

R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan
mual.

b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang
pada lambung.

20
R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran
pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat
hidrocefalus.

c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat
individu ingin makan.

R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.

d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.

R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk
mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient

e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis
dan adekuat.

R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan
kebutuhan kalorinya

f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3
hari kemudian diberikan makanan lunak.

4. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume


cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.

1. Intervensi:
Observasi TTV
a. Kaji data dasar neurologi
b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi pembedahan
c. Tentukan posisi anak :
 tempatkan pada posisi terlentang
 tinggikan kepala
d. Hindari penggunaan obat – obat penenang

21
5. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik

1. Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
b. Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ).
c. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda kemerahan atau
pembengkakan.
6. DX6: Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.

Tujuan : keluarga klien akan menerima support dengan adekuat

1. Intervensi :
a. Jelaskan tentang penyakit tindakan dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan
perasaan.
c. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak.

D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada


rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :

Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:

a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi


b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

E. EVALUASI

22
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan
sehingga :

• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)


• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

KASUS 

Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak lantai III RSUP
Guna Bangsa sejak tanggal 20 Oktober 2016. Klien dibawa ke rumah sakit dengan alasan
mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien mengatakan, klien lahir di bidan
secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat agak besar, namun bidan
mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat badan klien 6,7 kg.
Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien telah dilakukan operasi
pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien compos mentis dan
keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka operasi. Selain itu di abdomen
juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup stabil yaitu N: 110 x/menit,
pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8OC. Klien terlihat berbaring di tempat tidur. Klien
terlihat sering menangis, terutama pada saat dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan
infus dan pengambilan sampel darah. Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara makroskopi

23
didapatkan hasil Tes Nonne (+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl,
dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas
normal.

PENGKAJIAN

Identitas Data

1. Nama : An.L
2. Tempat/tgl lahir : Sleman, 29 Agustus 2016
3. Usia                    : 2 bln
4. Nama Ayah/Ibu : Ibu S
5. Alamat               : Jln. Nusa Indah no 23, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta
6. Agama                : Islam
7. Suku Bangsa       : Jawa

Keluhan Utama

An. L (2 bulan), perempuan, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada tanggal 2 November
2016  dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Klien direncanakan untuk
operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak mengatakan anak lahir di bidan secara normal.
Pada saat lahir kepala klien terlihat agak besar, namun bidan mengatakan anak normal. Saat
masuk RS, lingkar kepala anak 49,8 cm.

Riwayat Penyakit masa lalu

1. Penyakit waktu kecil                : batuk pilek dan demam


2. Pernah dirawat di RS                 : belum pernah
3. Obat-obatan yang digunakan      : tidak ada
4. Tindakan (operasi)                     : belum pernah
5. Alergi                                       : tidak ada alergi
6. Kecelakaan                                : tidak pernah
7. Imunisasi                                   : BCG dan polio

Riwayat Sosial

1. Yang mengasuh                                  : orang tua


2. Hubungan dengan anggota keluarga : baik
3. Hubungan dengan teman sebaya : baik
4. Pembawaan secara umum                       : sedikit rewel
5. Lingkungan rumah                                 : pemukiman padat penduduk

Kebutuhan Dasar

1. Makanan yang disukai/tidak disukai : ASI


2. Selera                             : baik

24
3. Alat makan yang dipakai : botol susu
4. Pola makan/jam               : minum ASI 3 jam sekali
5. Pola tidur                        : tidur malam hari 9-10 jam
6. Kebiasaan sebelum tidur : benda yang dibawa saat tidur yaitu boneka, diberi dot
7. Tidur siang                     : 2 jam
8. Mandi                            : 2 X sehari, pagi dan sore
9. Aktifitas bermain            : terbatas karena kepala membesar

Eliminasi                        : –     BAB 1X sehari konsistensi lunak

BAK 5-6 kali sehari kuning jernih

Riwayat Kesehatan saat ini

1. Diagnosa medis : hidrosefalus


2. Tindakan operasi : Pemasangan VP shunt
3. Status nutrisi                   : BB 6,7 kg, PB 58 cm
4. Status cairan                    : rumus 0-10 kg 1000ml
5. Obat-obatan                    : ketorolac 2×7,5 mg , ceftriaxone 2×200 mg
6. Aktifitas                          : terbatas karena kepala membesar
7. Tindakan keperawatan : manajemen nyeri nonfarmakologis
8. Hasil laboratorium : hasil lab hematologi dalam batas normal, hasil pemeriksaan
cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil tes Nonne (+) dan tes Pandy (+)
9. Hasil CT scan                  : tampak dilatasi ventrikel

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : baik, compos mentis


2. TB/BB                : PB= 58cm, BB= 6,7 kg
3. Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, “sunset eyes”
4. Hidung                : jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak terdapat sekresi sputum
5. Mulut                : mukosa lembab berwarna merah muda
6. Telinga                : tidak ada sekresi dan tidak ada gangguan pendengaran
7. Tengkuk             : tidak ada sakit tengkuk
8. Dada                 : simetris
9. Jantung               : BJ 1 dan BJ2 (+),
10. Paru-paru            : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-)
11. Perut : datar, bising usus (+), tidak ada distensi dan tidak ada nyeri tekan, terdapat
balutan luka op
12. Punggung           : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
13. Genitalia             : tidak ada kelainan
14. Ekstremitas        : akral hangat CRT<3
15. Kulit                  : turgor baik

25
16. Tanda vital          : HR 110 x/mnt , RR 28 x/mnt, S= 36,8 OC
17. Pemeriksaan tingkat perkembangan

Kemandirian dan bergaul :

Anak bermain dengan ibunya di tempat tidur. Anak jarang digendong. 2. Perkembangan

Kognitif (piaget) dan bahasa:

Anak belum bisa berbicara, hanya menangis.

Perkembangan Psikososial (erikson)

Anak hanya bersosialisasi dengan orangtua.

Perkembangan Spiritual

Belum dapat dikaji

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang lain

1. CT scan
2. Makroskopi cairan otak

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan


intrakranial).
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

N Data Klien Masalah Keperawatan


O
1 Data Subjektif: Gangguan rasa nyaman; Nyeri
Ibu klien mengatakan, klien rewel dan
menangis.
 
Data Objektif:
–          Anak tampak meringis dan sering
menangis
–          Pengkajian nyeri neonatus 6 dari 7
–           Terpasang balutan luka op di kepala
26
dan abdomen

2 Data Subjektif: Resiko infeksi



Data Objektif:
–          Terpasang balutan luka op di kepala
dan abdomen
–          Leukosit 10.000 uL
–          Suhu 36,8 oC

3 Data Subjektif: Resiko gangguan perfusi serebral


Ibu klien mengatakan, kepala klien
membesar sejak lahir
 
Data Objektif:
–          Kepala tampak membesar, lingkar
kepala 49,8 cm terlihat “sunset eyes” pada
anak
–          Hasil CT Scan tampak dilatasi
ventrikel
–          Hasil pemeriksaan makroskopi
cairan otak: tes Nonne (+), tes Pandy (-).

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK


(tekanan intrakranial).
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

N Intervensi Implementasi
O
1 Kriteria hasil:  Mempertahankan tirah baring dengan
 Tidak terjadi peningkatan posisi kepala datar dan pantau tanda
TIK (ditandai dengan nyeri vital`
kepala hebat, kejang,  Memantau status neurologis
muntah, dan penurunan  Memantau frekuensi/irama jantung dan
kesadaran) denyut jantung
 Tanda-tanda vital dalam  Memantau pernapasan, catat pola, irama
batas normal (nadi: 60- pernapasan dan frekuensi pernapsan.
120x/menit , suhu: 36,5-  Meninggikan kepala tempat tidur sekitar
37,5 oC, RR: 20-40x/menit) 30 derajat sesuai indikasi
 Klien akan mempertahankan  Menjaga kepala pasien tetap berada pada
atau meningkatkan kesadaran posisi netral.
 Mengukur lingkar kepala setiap 1
minggu sekali, observasi fontanel dari
cembung dan palpasi sutura cranial

27
 Diagnosa: Gangguan rasa nyaman: nyeri
berhubungan dengan luka post operasi

2  Skala nyeri berkurang  Mengkaji tingkat nyeri menurut skala


menjadi 3 pengkajian neonatus (0-7)
 Klien tampak tenang dan  Memberikan posisi nyaman pada klien
ekspresi wajah tidak  Memberikan terapi non-nutritive sucking
menyeringai  Melibatkan orangtua dalam setiap
 Klien mampu berpartisipasi tindakan
dalam aktifitas dan istirahat  Melakukan kolaborasi pemberian
ketorolac 2×7,5 mg

3  Suhu dan tanda-tanda vital  Memonitor tanda-tanda vital.


dalam batas normal (nadi:  Mengbservasi tanda infeksi: perubahan
60-120x/menit , suhu: 36,5- suhu, warna kulit, malas minum,
37,5oC, RR: 20-40x/menit) irritability.
 Luka insisi operasi bersih,  Mengubah posisi kepala setiap 3 jam
tidak ada pus untuk mencegah dekubitus
 `Tidak ada tanda-tanda  Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada
infeksi pada luka post luka insisi yang terpasang shunt,
operasi (kemerahan, panas, melakukan perawatan luka pada shunt
dan bengkak) dan upayakan agar shunt tidak tertekan
 Hasil lab: leukosit dalam  Melakukan kolaborasi pemberian
batas normal (9.000- ceftrixone 2×200 mg
12.000/uL )

Evaluasi

1. Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan

Peningkatan TIK (tekanan intrakranial)

Evaluasi:

Subjektif:

 Ibu mengatakan tidak ada demam dan muntah pada anak

Objektif:

 Suhu: 36,5 Oc
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah`
 Lingkar kepala 49 cm

Analisa:

 Gangguan perfusi serebral tidak terjadi

28
Planning:

 Pantau tanda-tanda vital


 Pantau adanya kejang
 Pertahankan posisi kepala 30˚

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.

Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem
ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi
CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat
berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan
terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi
CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :

1. Hidrochepalus komunikan
2. Hidrochepalus non-komunikan

29
3. Hidrochepalus bertekanan normal

Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan
kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing rumah
sakit.

A. Saran

Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang
mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacan ini perlu.Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses
pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. EGC: Jakarta.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. Buku kuliah 2 Ilmu kedokteran:
EGC

Ngoerah, I Gusti Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

30

Anda mungkin juga menyukai