OLEH :
NAMA : WIWIN
NIM : P201801077
KELAS : L2 KEPERAWATAN
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya tugas makalah fototerapi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan
makalah ini merupakan persyaratan sebelum memasuki program profesi Ners pada Program
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun dalam
penulisan laporan pendahuluan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun sebagai masukan untuk dapat menyempurnakan laporan pendahuluan ini
dikemudian hari. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelahiran bayi dengan BBLR masih mejadi satu masalah kesehatan yang penting dinegara-
negara berkembang. Hal ini disebabkan karena angka kejadian, angka kesakitan dan angka
kematian yang masih tinggia (Gumilar, 2010). Kuning atau sering juga disebut dengan istilah
ikterus, merupakan kondisi klinis bayi yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit dan sklera
mata akibat peningkatan bilirubin. Ikterus pada bayi usia 2-3 hari pertama kehidupan, merupakan
hal yang normal (fisiologis) tetapi dapat juga ditemukan kondisi yang tidak normal (non
fisiologis). Angka kejadian ikterus fisiologis cukup tinggi. Frekuensi pada bayi cukup bulan 50-
60% dan kurang bulan 80%. Pada usia 1 minggu pertama, lebih dari 85% bayi cukup bulan
Ikterus terjadi akibat penumpukan bilirubin dalam darah, dan akan tampak pada jelas pada
kulit bila kadar bilirubin antara 5-7 mg/dL. Cara visual untuk menentukan ikterus dilakukan
dengan menekan kulit secara ringan memakai jari tangan kemudian lepaskan. Warna kulit dinilai
dibawah penerangan yang cukup sehingga tampak jelas. Ikterus sulit dinilai bila penerangan
kurang, terutama pada bayi dengan warna kulit gelap. Amati warna kulit dan tentukan luasnya
daerah ikterus pada anggota tubuh. Pemeriksaan bilirubin serum harus tetap dilakukan karena
meskipun cara visual mudah dan praktis tetapi hasilnya kurang akurat (suraiyah, 2014).
Waktu terjadinya ikterus juga mempunyai arti yang penting dalam menentukan
kemungkinan diagnosis, faktor penyebab, dan tata laksana (suraiyah, 2014). Hal ini meliputi
produksi, transportasi, konjugasi dan ekskresi bilirubin. Ada 2 jenis bilirubin yaitu bilirubin
indirek (bilirubin tak terkonjugasi) dan direk (bilirubin terkonjugasi). Produksi bilirubin berasal
dari degradasi heme hemoglobin dari sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi.
Satu gram hemoglobin menghasilkan sekitar 35 mg bilirubin indirek, bilirubin ini tidak larut
dalam air tetapi larut dalam lemak. Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang
darah bilirubin indirek berikatan dengan albumin dan di transfer (transportasi) ke sel hati.
Dengan bantuan beberapa enzim di dalam sel hati, terjadi proses konjugasi sehingga berubah
Bilirubin direk ini larut dalam air dan dieksresikan ke sistem empedu, dan selanjutnya
kedalam saluran cerna (usus halus). Bilirubin direk dengan bantuan flora normal usus diubah
menjadi urobilinogen dan sebagian kecil di hidrolisis dengan bantuan enzim β glukoronidase
menjadi bilirubin indirek dan di reabsorbsi ke sel hati (siklus enterohepatis). Metabolisme akhir
urobilinogen menjadi sterkobilin yang nantinya akan memberi warna kuning pada feses.
Hiperbilirubinemia adalah tingginya kadar bilirubin di dalam darah yang didapat dari
pemeriksaan laboratorium. Faktor penyebab tingginya bilirubin pada bayi baru lahir karena
tingginya eritrosit bayi dengan masa hidup yang lebih pendek (70-90 hari), belum matangnya
fungsi hati dan meningkatnya reabsorbsi bilirubin indirek dari usus (siklus enterohepatis).
Tingginya kadar bilirubin ini terjadi pada bayi usia 2-3 hari pertama, mencapai puncaknya pada
hari ke 5-7.
Pada hiperbilirubinemia fisiologis, kadar biliriubin akan turun kembali pada hari ke 10-14.
Batasan kadar bilirubin yang aman pada bayi dapat dilihat pada tabel sesuai American Academy
of Pediatric (AAP) tetapi secara umum dipakai batasan tidak > 10 mg/dL untuk untuk bayi
kurang bulan dan tidak > 15 mg/dL pada bayi cukup bulan (suraiyah, 2014).
Ikterus dianggap fisiologis bila memenuhi kriteria sebagai berikut: ikterus timbul pada usia
2-3 hari dengan kadar bilirubin indirek pada usia tersebut tidak > 15 mg/dL (bayi cukup bulan)
dan tidak > 10 mg/dL (bayi kurang bulan). Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak > 5
mg/dL per 24 jam, dengan kadar bilirubin direk > 1 mg/dL. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan faktor resiko
terjadinya kerniterus, misalnya kadar bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis
diakukan dibawah sinar biasa atau day light (Hindryawati, 2011 dalam Bunyaniah, 2013).
Terapi sinar (fototerapi) bertujuan untuk mengendalikan kadar bilirubin serum agar tidak
mencapai nilai yang membahayakan sampai terjadi bilirubin ensefalopati maupun kern-ikterus.
Fototerapi bertujuan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dikeluarkan
melalui empedu atau air seni. Pada saat bilirubin menyerap cahaya, maka terjadi reaksi
foto kimia yaitu isomerisasi sehingga terjadi konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya
yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah
produk terbanyak degradasi bilirubin akibat foto terapi. Sejumlah kecil bilirubin indirek diubah
oleh cahaya menjadi dipyrole yang dikeluarkan lewat air seni. Foto isomer bilirubin lebih polar
dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dikeluarkan melalui empedu ke dalam
usus untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati, karena hanya produk foto
oksidan saja yang bisa dikeluarkan melalui air seni (suraiyah, 2014).
Fototerapi bekerja memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas tinggi (a bound of
flourescent light bulbs or bulbs in theblue light spcetrum) akan menurunkan bilirubin dalam
kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi bilirubin tak
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir sebelum dilakukan fototerapi.
b. Untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir setelah dilakukan fototerapi.
c. Untuk mengetahui pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi baru lahir.
C. Manfaat
Sebagai bahan acuan untuk penatalaksanaan dalam menurunkan kadar bilirubin darah pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta, 2015). Fototerapi merupakan penatalaksanaan
hiperbilirubinemia yang bertujuan untuk menurunkan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau
mencegah peningkatan kadar bilirubin. Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar
yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu
fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini
adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan
tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar. Bayi dengan ikterus
perlu diamati apakah fisiologis atau akan berkembang menjadi ikterus patologis. Anamnesis
kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatan klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk
melakukan pemeriksaan yang tepat. Early feeding yaitu pemberian makanan dini pada bayi dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada bayi. Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar
melalui bolam lampu fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu dan matres optik fiber.
Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung dari efektifitas dan minimnya komplikasi yang
B. Indikasi
1. Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan
2. Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3. Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram. (wong et al., 2009).
C. Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin tinggi.
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan interstitial dengan reaksi
fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer (isomerisasi struktural dan konfigurasi) secara cepat,
yang larut dalam air dan dapat diekskresi melalui hepar tanpa proses konjugasi sehingga mudah
diekskresi dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total paling besar terjadi pada 6 jam pertama.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit tidak adekuat, sumber cahaya
terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan kuadrat jarak), lamu flouresens
yang terlalu panas menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu
yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk
D. Efektivitas Fototerapi
1. Jenis Cahaya Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm merupakan
cahaya yang paling efektif dalam fototerapi karena dapat menembus jaringan dan diabsorbsi oleh
bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada cahaya biru dengan spektrum 460 nm ini).
2. Saluran energi atau imadiance sumber cahaya Imadiance diukur dengan radiometer atau
spektroradiometer dalam satuan watt/cm2 atau µ watt/cm2 nm. Sebagai contoh, sumber cahaya
(tipe konvensional atau standar) yang diletakkan ±20 cm diatas bayi dapat menghantarkan
spektrum imadiance, berkisar 8-10 µ watt/cm2 nm pada panjang gelombang cahaya 430-490
nm.
Adapun cahaya flourenens biru dapat menghantarkan spektrum imadiance berkisar 30-40 µ
fototerapi dengan spektrum imadiance berkisar 30-40 µ watt/cm2 nm yang dapat menjangkau
permukaan tubuh bayi dengan lebih luas. (Maisels & McDonagh, 2008).
3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang terpajan Jarak antara
Penelitian terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit yang terpajan,
semakin besar reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al., 2009). Efektivitas fototerapi
tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu (panjang gelombang), intensitas
cahaya (iridasi), luas permukaan tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi, lama paparan cahaya,
8. Dokumentasikan nama bayi, no RM, tanggal dan jam dimulai dan selesainya fototerapi,
jumlah jam pemakaian alat fototerapi dalam lembar dokumentasi pemakaian alat.
9. Dokumentasikan pula tanggal dan jam penggunaan fototerapi, tampilan klinis bayi, dan
tindakan lainnya yang dilakukan terkait fototerapi dalam lembar dokumentasi perawatan
bayi.
F. Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Toksisitas cahaya terhadap retina bayi yang imatur sehingga selama pemberian
2. Gunakan diapers selama fototerapi untuk melindungi genetalia bayi (Wong et al., 2009).
G. Durasi Fototerapi
Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total serum bilirubin saat
mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai total serum bilirubin mencapai nilai
kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et al, 2004 dalam Rahmah et al, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Bunyaniah, Dahru. 2013. Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD
Gumilar, Hairul. 2010. Pemberian Fototerapi Dengan Penurunan Kadar Bilirubin Dalam Darah Pada Bayi
Diakses11oktober 2015. Kosim, M,S., Soetandio, Robert. M Sakundaro. 2008. Dampak Lama Fototerapi
Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir Hiperbilirubinemia Dengan
10 oktober 2015.