Anda di halaman 1dari 110

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pembimbing : Ns.Siti Lia Amaliah,S.Kep

Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Buldansyah
NIM : 04416021044
Tingkat: 2

AKADEMI KEPERAWATAN BUNTET PESANTREN CIREBON


Jl.Buntet Pesantren Cirebon Kec.Astanajapura Kab.Cirebon
Telp/Fax: (0231)635747/636985
2022/2023
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
A. Pengertian ............................................................................................1
B. Jenis, Rentang, Respon, Fase Komponen............................................. 1
C. Tanda dan gejala................................................................................... 3
D. Factor Predisposisi dan Presitipasi....................................................... 4
E. Pohon Masalah (Kerangka Pikir / Pathway)......................................... 6
F. Fokus Pengkajian.................................................................................. 6
G. Diagnosis Keperawatan Utama............................................................. 7
H. Focus Intervensi.................................................................................... 7
Daftar pustaka
Strategi pelaksanaan isolasi social

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah Utama..................................................................................... 23
B. Proses Terjadinya Masalah................................................................... 23
Strategi Pelaksanaan...................................................................................25
Daftar Pustaka............................................................................................. 48

LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH


A. Pengertian ............................................................................................ 49
B. Jenis-jenis Harga Diri Rendah.............................................................. 49
C. Rentang Respon.................................................................................... 49
D. Tanda dan Gejala.................................................................................. 50
E. Penyebab............................................................................................... 51
F. Pohon Masalah Harga Diri Rendah...................................................... 53
G. Focus Pengkajian.................................................................................. 53
H. Diagnose Keperawatan......................................................................... 54
I. Intervensi.............................................................................................. 54
Daftar Pustaka............................................................................................. 56
Strategi Pelaksanaan................................................................................... 57
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
A. Pengertian............................................................................................. 68
B. Jenis, Rentan Respon, Fase................................................................... 68
C. Fase Halusinasi..................................................................................... 72
D. Tanda dan Gejala.................................................................................. 74
E. Penyebab Halusinasi............................................................................. 74
F. Pohon Masalah...................................................................................... 77
G. Fokus Pengkajian.................................................................................. 77
H. Diagnosa............................................................................................... 79
I. Focus Intervensi.................................................................................... 79
Strategi Pelaksanaan................................................................................... 81

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


A. Definisi................................................................................................. 93
B. Etiologi................................................................................................. 93
C. Tanda dan Gejala.................................................................................. 94
D. Penatalaksanaan.................................................................................... 94
E. Mekanisme Koping............................................................................... 94
F. Pohon Masalah...................................................................................... 96
Daftar Pustaka............................................................................................. 97
Strategi Pelaksanaan................................................................................... 98
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi sosial merupakn kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, merasakan kebutuhan atau keinginan untuk lebih terlibat dalam
aktivitas bersama oranglain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito
dalam Rola 2013).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berintraksi dengan
oranglain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
oranglain (Stuart & Sundeen dalam Rola, 2013).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan oranglain sebagai pernyataan negatif
atau mengancam (NANDA-1 dalam Damayanti, 2012).

B. Jenis, rentang respon, fase, komponen


1. Jenis
Dilihat dari faktornya, jenis jenis isolasi sosial adalah sebagai berikut
(Rawlins, Haecock dalam digilib unimus ac.id) :
- Stressor sosiokultural
- Stressor psikologik
- Stressor intelektual
- Stressor fisik
2. Rentang respon
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen dalam Rola,2013)

Respon adaptif respon maladaptif

1
Menyendiri merasa sendiri manipulatif
Otonomi menarik diri impulsif
Bekerjasama tergantung narsisme
Saling tergantung

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara


yang dapat diterima dengan norma norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh
dalam Rola (2013) respon adaptif meliputi :
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang terjadi
atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan
rencana rencana.
b. Autonomy atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan
untuk interdependen dan pengalaman diri.
c.  Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling member
menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Interdependen atau saling ketergantungan
Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan
cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat.
Menurut Sujono & Teguh dalam Rola (2013) respon maladaptif tersebut
adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai
obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan
individu cenderung  berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan  pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan
dapat menjadi alat untuk berkuasa  pada orang lain.

2
b. Impulsif 
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak
dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang
lain.

3. Fase
Sedangkan fase gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada
rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, dalam Rola 2013), yaitu :
a. Menarik diri. individu menemukan kesulitan dalam membangun
hubungan dengan orang lain.  
b. Tergantung (dependen). individu sangat tergantung dengan lain,
individu gagal mengembangkan rasa percaya diri.
c. Manipulasi. Individu tidak dapat dekat dengan orang lain, oranglain
hanya sebagai objek.
d. Curiga. tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan
lingkungan.

C. Tanda dan gejala


Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA dalam Rola (2013)
isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi :
1. Data subjektif
a. Mengekpresikan perasaan kesendirian
b. Mengekpresikan perasaan penolakan
c. Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
d. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
e. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain

3
f. Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan
kelompok kultural dominant
g. Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
h. Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
i. Tidak merasa aman di masyarakat
2. Data objektif
a. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,
kelompok)
b. Perilaku permusuhan
c. Menarik diri
d. Tidak komunikatif 
e. Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
f. Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur 
g. Senang dengan pikirannya sendiri
h. Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
i. Kontak mata tidak ada
j. Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
k. Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
l. Sedih, afek tumpul

D. Faktor predisposisi dan presitipasi


Menurut Stuart dan Sundeen dalam Rola (2013) prilaku menarik diri
dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan presitipasi.
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial yang
maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
a. Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mencetuskan
seseorang akan mempunyai masalah respon maladaptif.
b. biologik 
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum yang
lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya

4
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetapi masih perlu
penelitian.
c. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang berbeda
dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat perkembangan usia,
kecacatan,  penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain.
2. Faktor presitipasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor pencetus dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,
misalnya  perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan, konflik sosial
(peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan sebagainya.
b. Stressor Psikologik 
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan keterb
kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan cemas yang
mengambang, merasa terancam.

5
E. Pohon masalah (kerangka pikir/pathway)
(Simbolon, 2013)

Risiko prilaku
kekerasan terhadap akibat
diri sendiri

Ketidakefektifan Gangguan
Gangguan
penatalaksanaan sensori/persep
pemeliharaan
program si : halusinasi
kesehatan
terapeutik pendengaran

Defisit perawatan
Isolasi sosial : menarik diri diri : mandi dan
Masalah utama berhias

Ketidakefektifan
koping keluarga :
ketidakmampuan Gangguan konsep diri : harga
penyebab
keluarga merawat diri rendah kronis
klien dirumah

F. Fokus pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien
dan keluarga klien (O’brien, 2014).
Pengkajian awal mencakup :
1. Identitas klien
a. Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang nama
klien, nama panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan.
b. Usia
c. Nomor rekam medik  
d. Perawat menuliskan sumber data yang didapat

6
2. Keluhan utama/alasan masuk  Menanyakan pada klien atau keluarga
penyebab klien datang ke rumah sakit saat ini dan bagaimana koping
keluarga yang sudah dilakukan untuk me masalah ini dan bagaimana
hasilnya.
3. Faktor predisposisi Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
menyaksikan penganiayaa seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan kriminal, baik itu yang dilakukan, dialami , disaksikan
oleh orang lain, apakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
pengalaman yang tidak menyenangkan.
4. Aspek fisik   Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan
dan adanya keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
5. Aspek psikososial
Konsep diri (citra tubuh, identitas diri,harga diri, ideal diri)

G. Diagnosis keperawatan utama


Menurut Keliat, B. A. Dalam Rola (2013) merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri, sebagai
berikut :
1. Isolasi sosial  
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Koping individu tidak efektif 
5. Defisit perawatan diri
6. Risiko mencederai diri sendiri, lingkungan dan oranglain.
H. Fokus Intervensi
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan
gangguan isolasi sosial memiliki tujuan yaitu keterlibatan sosial meningkat
dengan kriteria hasil (SLKI, 2018):
1. Minat interaksi: menurun (1) – meningkat (5)
2. Verbalisasi social: meningkat (1) – menurun (5)

7
3. Verbalisasi ketidakamanan ditempat umum: meningkat (1) – menurun
(5)
4. Perilaku menarik diri: meningkat (1) – menurun (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018),
tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan isolasi social
antara lain:
Promosi sosialisasi
Observasi:
 Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
 Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
Terapeutik:
 Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
 Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
 Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
 Motivasi berinteraksi diluar lingkungan (mis.jalan-jalan, ketoko buku)
 Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
orang lain
 Diskusikan perencanaan kegiatan dimasa depan
 Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
 Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan
Edukasi
 Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
 Anjurkan ikut serta kegiatan social dan kemasyarakatan
 Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
 Anjurkan meningktakan kejujuran diri dan menghormati hak orang
lain
 Anjurkan penggunaan alat bantu (mis.kacamata dan alat bantu dengar)
 Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan
khusus
 Latih bermain peran untuyk meningkatkan keterampilan komunikasi
 Latih mengekspresikan marah dengan tepat

8
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. (2012). Asuhan keperawatan isolasi sosial. Diunduh dari


https://www.google.com/repository.pkr.ac.id. Pada tanggal 24 Desember
2020.
Kirana, SAC. (2018). Gambaran kemampuan interaksi sosial pasien isolasi
sosial. Diunduh dari https://www.google.com/journal.unusa.ac.id. Pada
tanggal 24 Desember 2020.
Lita, Nurul. (2015). BAB II. Diunduh dari
https://www.google.com/digilib.unimus.ac.id. Pada tanggal 24 Desember
2020.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Simbolon, Rola Mesrani. (2013). LP ISOLASI SOSIAL. Diunduh dari
https://www.scribd.com/doc/133836690/LP-ISOLASI-SOSIAL.Pada
tanggal 24 Desember 2020.
Suciati, NMA. (2019). Terapi aktivitas kelompok dengan isolasi sosial. Diunduh
dari https://www.google.com/repository.poltekkes-denpasar.ac.id. Pada
tanggal 24 Desember 2020.

9
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
ISOLASI SOSIAL
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
Data subjektif :
- Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
- Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
- Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif :
- Klien tampak menyendiri.
- Klien terlihat mengurung diri.
- Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri dengan orang lain
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.

10
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang
lain.
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

B. STRATEGI PELAKSANAAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 PASIEN: MEMBINA HUBUNGAN
SALING PERCAYA, MENGENAL PENYEBAB ISOLASI SOSIAL,
MENGENAL KEUNTUNGAN BERHUBUNGAN SOSIAL DAN
KERUGIAN MENARIK DIRI, MENGENALKAN PASIEN BERKENALAN

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya A. Saya mahasiswa Akper
Buntet Pesantren Cirebon yang sedang praktek di ruangan ini selama 2
minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07.30 pagi sampai jam 14:00
siang. Saya akan merawat bapak selama di rumah sakit ini. Nama
bapak siapa? Bapak senang dipanggil siapa?
b. Evaluasi/Validasi.
Bagaimana perasaan bapak hari ini?
c. Kontrak ;
Topik : Baiklah pak, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
tentang perasaan bapak yang bapak rasakan saat ini atau penyebab
bapak menarik diri? Apakah bapak bersedia? Tujuananya agar bapak
dengan saya dapat saling mengenal sekaligus dapat mengetahui
penyebab menarik diri, dan dapat mengetahui keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
Waktu : Berapa lama bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?
Tempat : Bapak mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau
di ruang makan?

11
2. Fase Kerja
Dengan siapa bapak tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan
bapak? Apa yang menyebabkan bapak dekat dengan orang tersebut? Siapa
anggota keluarga dan teman bapak yang tidak dekat dengan bapak? Apa
yang membuat bapak tidak dekat dengan orang lain? Apa saja kegiatan
yang biasa bapak lakukan saat bersama keluarga? Bagaimana dengan
teman-teman yang lain? Apakah ada pengalaman yang tidak
menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain? Apa yang menghambat
bapak dalam berteman atau bercakap-cakap dengan orang lain? Menurut
bapak apa keuntungan kita jika mempunyai banyak teman? Wah, benar
kita mempunyai teman untuk bercakap-cakao. Apa lagi pak? (sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa). Nah jika kerugian kita tidak
mempunyai teman apa pak? Ya apa lagi? (sampai menyebutkan beberapa)
jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu apakah
bapak ingin berteman dengan orang lain? Nah untuk memulainya sekarang
bapak latihan berkenalan dengan saya terlebih dahulu. Begini pak, untuk
berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu nama kita dan nama
panggilan yang kita sukai. Contohnya: nama saya Belia Okta Permatasari,
senang dipanggil abel.
Selanjutnya bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya nama bapak siapa? Senangnya dipanggil apa? Ayo pak coba
praktekkan. Misalnya saya belum kenal dengan bapak. Coba bapak
berkenalan dengan saya. Ya bagus sekali pak! Coba sekali lagi pak! Bagus
sekali pak! Setelah berkenalan dengan orang lain tersebut bapak bisa
melanjutkan percakapan yang lain. Misalnya tentang hobi, tentang
keluarga, tentang pekerjaan dan sebagainya, nah bagaimana kalau
sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan bapak (dampingi pasien
bercakap-cakap).
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif:

12
Bagaimana perasaan bapak setelah kita mengenal penyebab menarik
diri? Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan
dengan orang lain.
b. Rencana tindak lanjut:
Baiklah bapak, dalam satu hari mau berapa kali bapak latihan
bercakap-cakap dengan teman? Bagaimana jika dua kali pak? Baiklah
jam berapa bapak akan latihan?
c. Kontrak yang akan datang:
Topik : Baiklah pak bagaimana jika besok kita berbincang-
bincang tentang pengalaman bapak bercakap-cakap dengan teman-
teman baru dan latihan bercakap-cakap dengan topik tertentu. apakah
bapak bersedia?
Waktu : Bapak mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00?
Tempat : Bapak maunya dimana kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang makan? Baiklah pak besok saya akan kesini
jam 11.00 sampai jumpa besok pak. Saya permisi Assalamualaikum
wr.wb.

13
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 2 ISOLASI SOSIAL

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif : Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
a. Klien menyendiri di kamar.
b. Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
c. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan
a. Klien dapat mempraktekan cara berkenalan dengan orang lain.
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara
berkenalan dengan satu orang
c. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

B. PROSES PELAKSANAAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 2 PASIEN : MENGAJARKAN
PASIEN BERINTERAKSI SECARA BERTAHAP (BERKENALAN
DENGAN ORANG PERTAMA : SEORANG PERAWAT)

1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi / validasi
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap cakap

14
dengan teman? Apakah ibu sudah mula berkenalan dengan orang
lan? Bagaimana perasaan ibu setelah mulai berkenalan?
c. Kontrak
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagaimana dan cara mempraktikan berkenalan dan brcakap cakap
dengan 1 orang agar ibu semakin banyak teman. Apakah ibu
bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang bincang? Bagaimana kalo 10
menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang bincang dimana? Bagaimana kalua disini saja?
2. Fase kerja
Baiklah apakah ibu masih ingat bagaimana cara berkenalan? (beri
pujian jika pasien masih ingat, jika pasien lupa, bantu pasien
mengingat Kembali cara berkenalan) nah silahkan ibu mulai. Wah
bagus sekali ibu, selain nama, alamat, hobby apakah ada yang ingin
ibu ketahui tentang perawat? (bantu pasien mengembangkan topik
pembicaraan), baik ibu ingin menanyakan sudah berapa lama kami
bekerja disini ya bu… wah bagus sekali ibuu, jadi ibu sudah mulai
mengerti dan mau mencoba mempraktikan bagaimana cara berkenalan
dengan orang lain.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan? Coba ibu
sebutkan Kembali bagaimana caranya berkenalan?
b. Rencana tindak lanjut
Bagaimana kalua ditambah lagi jadwal kegiatan ibu ya, saya harap
ibu bisa menerapkan cara berkenalan ini ke teman sekamar ibu ya,
supaya ibu bisa mempunyai banyak teman dan tidak merasa
kesepian lagi ya bu.

15
c. Kontrak yang akan datang
Topik :
Baiklah bu bagaimana kalo besok saya kan mendampingi ibu untuk
berkenalan dengan 2 orang, dan latihan bercakap cakap saat
melakukan kegiatan harian lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Baiklah bu besok saya akan kesini ya bu
untuk menemui ibu
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang bincang? Baiklah bu sampai
jumpa besok ya. Assalamu’alaikum wr.wb

16
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 3 ISOLASI SOSIAL

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lan.
b. Klien mengatakan masih sedikit malas berinteraksi dengan orang lain.

Data objektif :

a. Klien tampak sudah mau keluar kamar.


b. Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2. Diagnose keperawatan : isolasi social
3. Tujuan
a. Klien mampu berkenalan dengan 2 orang atau lebih.
b. Memberikan kesempatan pada klien untuk berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. STRATEGI PELAKSANAAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 3 PASIEN : MENGAJARKAN
PASIEN BERINTERAKSI SECARA BERTAHAP (BERKENALAN
DENGAN ORANG KEDUA : SEORANG PASIEN LAIN)

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Assalamu’alaikum bu, selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi / validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan
bercakap cakap, apakah sudah dilakukan? Apakah ibu kemarin
sudah bercakkap cakap dengan perawat Dhea? Bagaimana perasaan
ibu setlah bercakap cakap dengan perawat Dhea? Bagus sekali ibu
menjadi senang karena punya teman baru lagi, kalua begitu ibu mau
punta teman lebih banyak lagi?

17
c. Kontrak
Topik :
Baiklah sesuai janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagaimana berkenalan dan bercakap cakap dengan 2 orang agar ibu
semakin banyak teman. Nanti kita akan bercakap cakap dengan mba
Desi ya ibu, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang bincang? Bagaimana kaloaiu 10
menit
Tempat :
Ibu mau berbincang bincang dimana? Bagaimana kalua diruang
tamu?
2. Fase Kerja
Baiklah ibu mari kita temui mba Desi diruang tamu ya.
(mendampingi pasien mendekati pasien lain). Selamat pagi, ini ada
pasien saya yang ingin berkenalan. Baiklah bu, ibu sekarang bisa
berkenalan dengannya seperti yang telah ibu lakukan sebelumnya.
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam,
menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan
hal yang sama).
Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada mba Desi? Kalua tidak ada
lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu ibu
bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti.
(pasien membuat janji untuk bertemu kembali dengan pasien lain).
Baklah mba Desi karena pasien saya sudah selesa berkenalan, saya dan
Ibu Aminah akan Kembali lagi ke ruangan, Assalamu’alaikum wr.wb
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan mba Desi?
Dibandingkan kemarin,, ibu tampak leih baik saat berkenalan
dengan mba Desi. Pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi.

18
Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan mba Desi jam 4 sore
nanti.
b. Rencana tindak lanjut :
Selanjutnya bagaimana jika ditambah lagi kegiatan bercakap cakap
dengan orang lain sebanyak 3 kali, jam 10, jam 1 siang, dan jam 8
malam, ibu bisa bertemu dengan perawat Buldan, dan ditambah
dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan
dengan orang lan lagi secara bertahap. Bagaimana ibu, setuju?
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baiklah ibu bagaimana kalua besok saya akan mendampingi ibu
berkenalan dengan 3 orang, dan latihan bercakap cakap saat
melakukan kegiatan harian lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalua jam 10.00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang bincang? Bagaimana kalua di
ruang makan? Baiklah ibu, besok kita akan berbincang bincang
diruang makan jam 10. Sampai jumpa besok bu. Saya permisi,
Assalamu’alaikum wr.wb

19
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 4 ISOLASI SOSIAL

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif
a. Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
b. Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.

Data objektif :

a. Klien sudah mau keluar kamar


b. Klien bisa melakukan aktifitas diruangan
2. Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan
a. Klien mampu berkenalan dengan 2 orang atau lebih
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan
c. Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. STRATEGI PELAKSANAAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 4 PASIEN : BERKENALAN
DENGAN 2 ORANG ATAU LEBIH
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi ibu, gimana kabarnya hari ini?
b. Evaluasi / validasi
Apakah ibu sudah hafal cara berkenalan dengan orang lan? Apakah
ibu sudah mempraktikannya kepada teman atau perawat yang ada
disini? Baik ibu bagus sekali.
c. Kontrak
Topik :

20
Baik bu sekarang kita akan berlatih berkenalan dengan 2 orang
atau leih kepada teman teman ibu dan ibu juga nnti bisa berbincang
bincang setelah berkenalan.
Waktu :
Mau berapa lama waktu berkenalannya bu?
Tempat :
Dimana tempatnya, disini saja ya bu? Dan nanti setelah ini baru
kita menemui teman teman ibu.
2. Fase kerja
Ibu sudah tau cara berkenalan kan ya bu? Coba ibu praktikan Kembali.
Ya bagus sekali ibu. Sekarang mari kita temui teman teman yang lagi
berkumpul disana ya bu.
Selamat pagi ibu ibu. Ini ibu aminah ingin berkenalan sama ibu-ibu
disini. Baiklah bu sekarang silahkan ibu berkenalan seperti yang sudah
kita praktikan tadi.
Ya bagus sekali ibu! Ada lagi yang ingin ibu tanyakan kepada teman
teman ibu, coba ibu tanyakan tentang hobi nya. Nah kalau sudah tidak
ada lagi yang ibu tanyakan, ibu bisa menyudahi perkenalan ini, lalu ibu
bisa membuat janji untuk bertemu Kembali dengan teman teman ibu.
Misalnya nanti sore. Baiklah ibu ibu, karen aibu aminah sudah selesai
berkenalan dengan teman teman yang ada disini semua, Ibu aminah
izin pamit dulu ya.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan teman teman
ibu tadi? Mari kita masukkan kedalam jadwal harian ibu ya!
b. Rencana tindak lanjut
Jangan lupa praktekkan lagi ya bu, dan jangan lupa untuk
menanyakan hobi dan makanan kesukaannya agar perkenalan ibu
semakin lancar, besok kita ketemu lagi ya bu, kita akan menjumpai
teman teman ibu untuk mengulang cara berkenalan lagi

21
c. Kontrak
Topik :
Besok kita ketemu lagi ya bum kita akan menjumpai teman teman
ibu untuk mengulang cara berkenalan lagi.
Waktu :
Mau jam berapa bu? Jam 8 pagi ya bu?
Tempat :
tempatnya dimana bu? Oh disini, baik sampai jumpa besok pagi
bu.

22
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. MASALAH UTAMA
Defisit Perawatan Diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya . Klien dinyatakan
terganggu perawatan dirinya ika tidak dapat melakukan perawatan dirinya
(Mukhripah & Iskandar, 2012:147).
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari – hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur,
tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan
tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan dir,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil
sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif
dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat
(Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154).

2. Penyebab

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri


adalah :
a. kelelahan fisik dan,
b. penurunan kesadaran.
Sedangkan Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri
adalah :

23
a. Faktor presdiposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah & Iskandar,
2012:147 - 148).
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri (Mukhripah & Iskandar, 2012:
148).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar,

2012:148) faktor – faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah

a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi


kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b. Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.

24
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan
lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

3. Jenis
Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari : a.
Defisit perawatan diri: Mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri: Berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
c. Defisit perawatan diri: Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
sendiri.
d. Defisit perawatan diri: Eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas eliminasi sendiri (Nurjannah, 2004:79)

4. Rentang respon

Adaptif Mala daptif

Pola Kadang Tidak


perawatan perawatan melakukan
diri diri kadang perawatan
seimbang tidak diri

25
Gambar 1. Rentang Respon Defisit Perawatan Diri Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

5. Proses terjadinya masalah

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri,berhias diri
secara mandiri, dan toileting ( buang air besar [BAB]atau buang air kecil
[BAK])secara mandiri (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154).
Sedangkan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang
perawatan diri adalah :

a. kelelahan fisik dan,


b. penurunan kesadaran.
Sedangkan Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri
adalah :
a. Faktor presdiposisi

1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial

26
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah & Iskandar,
2012:147 - 148).
c. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah


kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri (Mukhripah & Iskandar, 2012:
148).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar,
2012:148).
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b. Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan
lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

6. Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut: a. Mandi/hygiene

27
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam,memilih pakaian, meggunakan alat
tambahan, emngguakan kancig tarik, melepaskan pakaian, menggunakan
kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskkan,
mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
meggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah
lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut cara diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
(Mukhripah & Iskandar, 2012:149-150).
Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah :
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis

28
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Manarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri (Mukhripah & Iskandar,
2012:150).

7. Akibat

Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.


Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam.
Akibat dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :
a. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan
macam penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau
frambosa, dan borok).
b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan.
Disamping itu kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan
sebagai penyakit cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut.
c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang,
bau mulut, dan penyakit gusi
d. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena
hygiene BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk.,2015:159).
Sedangkan menurut (tarwoto dan wartonah, 2010:117) akibatnya adalah
:

a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.

29
b. Dampak psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

8. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi sosial, menarik diri
d. Intelektualisasi (Mukhripah & Iskandar, 2012:153).
Sedangkan menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam
(Herdman Ade, 2011:153-154) mekanisme koping menurut
penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatn diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut (Herdman Ade,
2011:154) adalah sebagai berikut :
a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
d. BHSP (bina hubungan saling percaya)

30
10. Pohon masalah

Gangguan pemeliharaan
Effect
kesehatan (BAB/BAK,mandi,
makan minum)

Defisit perawatan diri


Core problem

Menurunnya motivasi dalam


Causa perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri

Gambar 2 : Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri


(Sumber : Keliat, 2006)

11. Diagnosa keperawatan


Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan,
BAB/BAK (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:155).

12. Rencana Asuhan Keperawatan


Defisit perawatan diri merupakan core probem atau diagnosa utama
dalam pohon masalah di atas, berikut ini adalah rencana asuhan keperawatan
dari defisit perawatan diri menurut (Kelliat,2006)

Dioagnosa Perencanaan Intervensi


keperawatan
Tujuan Kriteria evaluasai

Defisit TUM: Ekspresi wajah Bina hubungan saling


perawatan bersahabat, percaya dengan prinsip
Pasien dapat
menunjukkan rasa
diri memelihara

31
kesehatan diri secara senang, klien komunikasi terapeutik
mandiri TUK: bersedia berjabat
1. Sapa klien dengan
tangan, klien
1. Klien dapat bersedia ramah baik verbal
membina menyebutkan nama, maupun nonverbal
ada kontak mata,
hubungan saling 2. Perkenalkan diri
klien bersedia duduk
percaya berdampingan dengan sopan
dengan perawat,
3. Tanyakan nama
klien bersedia
mengutarakan lengkap klien dan
masalah yang nama panggilan
dihadapinya
4. Jelaskan tujuan
pertemuan
5. Jujur dan menepati
janji
6. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
7. Beri perhatian
pada pemenuhan
kebutuhan dasar
klien
2. Mengidentifikasi Klien dapat 1. Kaji pengetahuan
kebersihan diri menyebutkan klien tentang
klien. dirinya kebersihan diri
dan tandanya
2. Beri kesempatan
klien untuk
menjawab
pertanyan
3. Berikan pujian
terhadap
kemampuan klien
menawab
pertanyaan.

32
3. Menjelaskan Klien dapat 1. Menjelaskan
pentingnya memahami pentingnya
kebersihan diri
pentinya kebersihan kebersihan diri
diri
2. Meminta klien
menjelaskan
kembali
pentingnya
kebersihan diri
3. Diskusikan
dengan klien
tentang tentang
kebersihan diri
4. Beri penguatan
positif atas
jawabannya

4. menjelaskan Klien dapat 1. Menjelaskan alat


peralatan yang menyebutkan dan
yang dibutuhkan
digunakan untuk dapat
menjaga mendemonstrasikan dan cara
kebersihan diri dengan alat membersihkan
dan cara kebersihan
diri
melakukan
kebersihan diri 2. Memperagakan
cara membrsihkan
diri dan
mempergunakan
alat untuk
membersihkan
diri
3. Meminta klien
untuk
memperagakan
ulang alat dan cara
kebersihan diri
4. Beri pujian positif
terhadap
klien

33
5. Menjelaskan cara Klien dapat 1. Menjelaskan cara
makan yang benar mengerti cara
makan yang benar
makan yang benar
2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara benar
3. Memberikan
pujian positif
terhadap klien
6. Menjelasakan cara Klien dapat mengerti 1. Menjelaskan cara
mandi yang benar cara mandi yang
mandi yang
benar
benar
2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhdap
klien
7. Menjelaskan cara Klien dapat 1. Menelskan cara
berdandan yang mengerti cara berdandan yang
benar
berdandan yang benar
benar 2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhdap
klien

34
8. Menjelaskan Klien dapat toileting 1. Menjelaskan
yang benar
cara toileting yang cara toileting
benar
yang benar
2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhdap
klien

9. Mendiskusikan Keluarga dapat 1. Menjelsakan


masalah yang mengerti tentang kepada keluarga
dirasakan merawat klien tentang
pengertian tanda
dan gejala tanda
defisit perawatan
diri, dan jenis
perawatan diri.

35
36
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) SP1
KEBERSIHAN DIRI

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien
Seorang klien mengalami defisit perawatan diri. Klien terlihat kotor,
rambut kotor dan kusam, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku panjang dan
kotor, BAB/BAK disembarangan tempat.
b. Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri

c. Tujuan khusus
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
3) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
4) Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
5) Menganjurkan pasien Memasukkan kedalam jadwal harian
d. Tindakan keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya


2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
3) Jelaskan cara menjaga kebersihan diri
4) Bantu pasien mempraktekkan cara mejaga kebersihan diri
5) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


a. Orientasi

1) Salam Terapeutik
Selamat pagi bapak atau ibu, perkenalkan nama saya naina fitri. saya
biasanya dipanggil fitri. Nama bapak atau ibu siapa? Biasanya
dipanggil siapa ? Saya mahasiswa Akes Rustida yang akan merawat
bapak hari ini dari jam 7 sampai jam 2 siang. Dari tadi saya lihat
Bapak atau ibu menggaruk – garuk badannya, apakah gatal ?
2) Evaluasi

37
Bagaimana keadaan bapak atau ibu hari ini ? bapak atau ibu apakah
sudah mandi ? Sudah berganti baju ?
3) Kontrak
Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang

TentangPentingnya Kebersihan

Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ?
berapa lama ? bagaimana jika jam 09.30-
09.45 ?

Tempat : Bapak atau ibu dimana kita akan berbincang – bincang?


Bagaimana kalau ditaman ?

b. Kerja
Bapak atau ibu mengapa anda garuk – garuk badan ? Apakah Bapak atau
ibu sudah mandi ? Apa alasan Bapak atau ibu tidak merawat diri ? Kalau
kita tidak teratur menaga kebersihan diri masalah apa menurut Bapak atau
ibu yang bisa muncul ? Ya betul, selain Bau badan , masalah yang dapat
timbul yaitu kudis, panu, kutu , gatal – gatal, dan lain – lain.
Menurut Bapak atau ibu kita mandi harus bagaimana ? sebelum mandi
apa yang perlu kita siapkan ? benar sekali, Bapak atau ibu perlu
menyiapkan handuk, sikat gigi dan pasta gigi, sabun, shampoo, dan sisir.
Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi , saya akan membimbing
Bapak atau ibu melakukannya. Sekarang,buka pakaian dan siram seluruh
tubuh Bapak atau ibu termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokan pada
kepala Bapak atau ibu sampai berbusa, lalu bilas sampai bersih. Bagus
sekali! Selanjutnya ambil sabun, gosokan diseluruh tubuh secara merata,
lalu disiram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai pasta
gigi, giginya disikat mulai dari atas sampai bawah. Gosok seluruh gigi
bapak atau ibu mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur –
kumur sampai bersih. Terakhir, siram lagi seluruh badan Bapak atau ibu
sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. Bapak atau ibu bagus sekali
melakukannya.

c. Terminasi
1) Evaluasi Subyektif

38
Bagaimana perasaan Bapak atau ibu setelah belajar cara menjaga
kebersihan diri (mandi) yang benar.
2) Evaluasi Obyektif
Coba Bapak atau ibu sebutkan lagi apa saja cara – cara mandi yang
baik yang sudah Bapak atau ibu lakukan. 3) Kontra
- Topik
Bagaimana kalau besok kite bertemu lagi dan berbincang –
bincang lagi tentang cara makan yang baik.
- Tempat
Bapak atau ibu mau berbincang – bincang dimana?
Bagaimana kalau diruang makan ?

- Waktu
Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali besok jam
08.00 – 08.15 ?, apakah bapak atau ibu setuju ?
4) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan cara menjaga kebersihan diri
dan jangan lupa memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
(Aprilianti, dkk, 20145-7).

39
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) SP2
MAKAN

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien:
Klien mengatakan malas makan sendiri dn tidak mampu untuk makan
sendiri. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
b. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri makan

c. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengetahui cara dan alat makan yang benar.
3) Klien dapat melakuakan kegiatan makan
4) Klien dapat memasukkan kegiatan makan dalam jadwal kegiatan
harian.
d. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya
2) Jelaskan cara dan alat makan yang benar.
3) Latih kegiatan makan
4) Anjurkan pasien memasukkan kegiatan makan dalam jadwal kegiatan
harian.
2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Orientasi
1) Salam Terapeutik
Selamat siang Bapak atau ibu, tampak rapi hari ini. Siang ini kita akan
latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di
ruang makan ya!Mari.....itu sudah datang makanan.
2) Evaluasi
a) Bagaiman Bapak atau ibu sudah mandi hari ini ?
b) Alat apa saja yang dibutuhkan ketika mau mandi ?
3) Kontrak

40
Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang tentangcara
dan alat makan yang benar.
Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ?
Dan berapa lama ? Bagaimana jika jam 08.00 – 08-15.
Tempat :dimana kita berbincang – bincang ? Bagaimana kalau kita
berbincang diruan makan ?

b. Kerja

“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana


Bapak atau Ibu makan?”

“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktikkan!”

“ Bagus, setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita
berdoa dulu. Silakan Bapak atau Ibu yang pimpin! Bagus.”

“Mari kita makan! Saat makan kita harus menyuap makanan satu persatu
dengan pelan-pelan. Ya, ayo......sayurnya dimakan ya. Setelah makan kita
bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya betul ......dan kita akhiri dengan
cuci tangan.”

“Ya bagus ! itu suster sedang membagikan obat, coba Bapak atau

Ibu minta sendiri obatnya.’’

c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang – bincang
dengan saya dan setelah kita makan bersama.

2) Evaluasi Obyektif
Coba bapak atau ibu sebutkan kembali apa saja yang harus kita
lakukan pada saat makan. 3) Kontrak
- Topik

41
Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang –
bincang lagi tentang cara toileting yang baik.
- Tempat
Besok kita akan berbincang – bincang dimana ? Bagaimana kalau
ditaman ?
- Waktu
Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali besok jam
08.00 – 08.15 ? Apakah Bapak atau ibu setuju ?
5) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan makan secara mandiri dan
jangan lupa masukkan dalam jadwal kegiatan harian
(Kelliat, 2007:173).

42
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) SP3
TOILETING

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien
Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau
BAB. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai BAB atau
BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB atau BAK.
b. Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri Toileting

c. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan salingan percaya
2) Klien dapat melakukan BAB dan BAK yang baik
3) Klien dapat menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
4) Klien dapat menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAK dan
BAB

d. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya
2) Latihan cara BAB dan BAK dengan baik
3) Jelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
4) Jelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


a. Orientasi
1) Salam Terapeutik
Selamat pagi bapak atau ibu, bagaimana perasaan hari ini ? baik.
Sudah dijalankan jadwal kegiatannya ?. . kita akan membicarakan
tentang cara BAB dan BAK yang baik ya. Kira – kira 30 menit
yah .. ? dimana kita duduk ?
2) Evaluasi
a) Bagaimana bapak atau ibu makannya sudah habis 1 porsi ?
b) Bapak atau ibu ketika makan apa saja yang harus dilakukan ?

43
3) Kontrak
Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang
tentangmelakukan BAB dan BAK secar mandiri

Waktu
:Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam

berapa ? Dan berapa ? Dan berapa lama ?

Bagaiman jika jam 08.00 – 08.00?

Tempat : Dimana kita akan berbincang – bincang ?


bagaimana jika kita berbincang – bincang di taman ?

b. Kerja

Untuk pasien laki-laki:

Dimana biasanya bapak buang air besar dan buang air kecil? Benar bapak
buang air besar atau kecilyang bail itu di WC, kamar mandi atau tempat
lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotoran. Jadi kita tidak
boleh buang air besar atau kecil di sembarang tempat. Sekarang, apakah
bapak tau bagaimana cara cebok? Yang perlu diingat saat mencebok adalah
bapak membersihkan bokong atau kemaluan dengan air yang bersih dan
pastikan tidak ada tinja atau air kencing yang di tubuh bapak. Setelah
bapak selesai cebok, jangan lupa tinja atau air kencing yang ada di WC di
bersihkan. Caranya siram tinja atau air kencing yang ada di WC
secukupnya sampai tinja atau air kencing itu tidak tersisa di WC. Setelah
itu cuci tangan dengan menggunakan sabun.

Untuk perempuan:

Cara membilas yang bersih setelah ibu buang air besar yaitu dengan
menyiram air kea rah depan ke belakang. Jangan terbalik yah.. cara seperti
ini berguna untuk mencegah masuknya kotoran/tinja yang ada di bokong
ke bagian kemaluan kita. Setelah ibu selesai cebok, jangan lupa tinja atau
air kecingyang ada di WC di bersihkan. Caranya siram tinja atau air
kencing tersebut dengan air secukupnya sampai air kencing atau tinja tidak
tersisa di WC. Lalu cuci dengan menggunakan sabun.

44
c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif
Bagaiman perasaan Bapak atau ibu setelah berbincang – bincang lagi
tentang Buang air besar atau kecil yang baik.
2) Evaluasi Obyektif
Coba bapak atau ibu jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang
baik. 3) Kontrak
- Topik
Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang –
bincang lagi tentang cra berhias/berdandan.
- Tempat
Besok kita akan berbincang – bincang dimana ? Bagaimana kalau
di ruangan ?
- Waktu
Besok jam berapa Bapak atau ibu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau jam 08.00 – 08.15 seperti biasa.

6) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan toileting yang baik dan jangan
lupa masukkan dalam jadwal kegiatan harian(Aprilianti, dkk, 20145-
7).

45
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) SP4
BERDANDAN/BERHIAS

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien
Klien mengatakan dirinya malas berdandan. Ketidakmampuan berpakaian
atau berhias ditandai dengan rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak
rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki – laki) atau tidak berdandan
(wanita).
b. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri Berhias/berdandan

c. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat menjelaskan pentingnya berhias/berdandan
3) Latihan cara berhias/ berdandan
4) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
d. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya
2) Jelaskan pentingnya berhias/berdandan
3) Latihan cara berhias/ berdandan
4) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Orientasi
1) Salam Terapeutik
Selamat pagi Bapak atau ibu, bagaimana perasaan hari ini ? Baik.
Sudah dijalankan jadwal kegiatannya ?., Hari ini kita akan latihan
berhias/berdandan, mau dimana latihannya? Bagaimana kalau diruang
tamu ? bagaimana kalau kita melakukannya selama 30 menit?
2) Evaluasi
a) Bagaimana Bapak atau ibu hari ini sudah BAB/BAK ?
b) Bapak atau ibu ketika BAB/BAK apa saja yang harus dilakukan.?
3) Kontrak

46
Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang tentang
melakukan berhias/berdandan.
Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ?
Dan berapa lama ? Bagaimana jika jam 08.00 – 08.15 ?
Tempat : Dimana kita akan berbincang – bincang ?

Bagaimana kalau kita berbincang – bincang di ruangan?

b. Kerja

“apa yang bapak lakukan setelah selesai mandi? Apa Bapak sudah ganti
baju?”

“untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti


pakaian yang bersih 2 kali sehari. Sekarang coba bapak ganti baju. Ya,
bagus seperti itu.”

“apakah bapak menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir? Coba kita


praktikkan, lihat ke cermin, bagus sekali

“apakah bapak suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur? Betul 2 kali
seminggu

“tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari pak dirapikan!
ya, bagus!” (catatan : janggut dirapikan jika pasien tidak memelihara
janggut).

c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan bapak setelah berhias/berdandan?

2) Evaluasi Obyektif
Coba Bapak, sebutkan cara berhias diri yang baik sekali lagi 3)
Kontrak
- Topik
Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang –
bincang lagi tentang kondisi bapak/ibu yang lain.
- Tempat

47
Besok kita akan berbincang – bincang dimana ? bagaimana kalau
di taman ?
- Waktu
Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali hari ini jam
08.00 selama 30 , apakah bapak atau ibu setuju ?
4) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan berhias atau berdandan yang
baik dan jangan lupa masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
(Kelliat, 2007:171).

48
DAFTAR PUSTAKA

Wahit, I. M., Lilis, I., & Joko, S. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.

Damaiyanti, M., & Iskandar, I. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung. PT.
RefikaAditama.

Rohima, D. A. STUDI DOKUMENTASI DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA


PASIEN DENGAN SKIZOFRENIA. Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta.

Keliat, B. A., Panjaitan, R. U., & Helena, N. (2006). Proses keperawatan kesehatan jiwa.
Cetakan I, EGC, Jakarta.

Tarwoto, & Wartonah. (2010). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.
Salemba medika.

Yusuf, A. H., Fitryasari PK, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar keperawatan
kesehatan jiwa.

Keliat, B. A. (2019, July). Model praktik keperawatan profesional jiwa. EGC.

49
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH (HDR)
A. Pengertian
Menurut Windarwati (2016) Harga diri rendah adalah evaluasi diri
yang negatif,berupa mengkritik diri sendiri, dimana seseorang memiliki
fikiran negatif dan percaya bahwa mereka di takdirkan untuk gagal.
Menurut Stuart (2013) Harga diri rendah adalah suatu perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, gagal mencapai
tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri
sendiri, termasuk tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis,
tidak ada harapan dan putus asa (Depkes RI, 2000 dalam Nurarif &
Hardhi, 2015, p. 55)

B. Jenis-jenis Harga Diri Rendah


Menurut (Fitria, 2013) Jenis-jenis harga diri rendah yaitu:
 Harga Diri Rendah Situasional
Adalah dimana keadaan individu yang sebelumnya memiliki harga
diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon terhadap suatu kejadian.
 Harga Diri Rendah Kronik
Apabila dari harga diri rendah situasional tidak ditangani segera,
maka lama kelamaan dapat menjadi harga diri kronik.

C. Rentang Respon
Sumber : (Fajariyah,2012)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Akualisasi diri Konsep diri positif Harga diri Keracunan


Depersonalisasi rendah identitas

50
a) Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
b) Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif
dakam beraktualisasi diri.
c) Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
d) Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
e) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta
tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain (Fajariyah,
2012).

D. Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito,L.J dan keliat, B A Dalam buku kartika sari (2015)
tanda dan gejala pada harga diri rendah adalah :
1. Data Subyektif
a) Mengintrospeksi diri sendiri
b) Perasaan diri yang berlebihan
c) Perasaan tidak mampu dalam semua hal
d) Selalu merasa bersalah
e) Sikap selalu negatif pada diri sendiri
f) Bersikap pesimis dalam kehidupan
g) Mengeluh sakit fisik
h) Pandangan hidup yang terpolarisasi
2. Data Obyektif
a) Produktivitas mejadi menurun
b) Perilaku distruktif yang terjadi pada diri sendiri
c) Perilaku distruktif yang terjadi pada orang lain.
d) Penyalah gunaan suatu zat
e) Tindakan menarik diri dari hubungan sosial

51
f) Mengungkapkan peraasaan bersalah dan malu
g) Muncul tanda depresi seperti sukar tidur dan makan
h) Gampang tersinggung dan mudah marah

E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Prabowo (2014), Faktor predisposisi terjadinya harga diri
rendah yaitu :
a) Penolakkan
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,
tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar.
Menurut Irman,Alwi, & Patricia (2016), Hal-hal yang dapat
mempengaruhi terjadinya harga diri rendah, meliputi :
a) Faktor biologis
Adanya faktor keturunan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma kepala.
b) Faktor psikologis
Adanya pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
seperti kegagalan yang berulang, penolakkan dan harapan
orang tua yang tidak realistis, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan
penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri.
c) Faktor sosial budaya
Adanya penilaian negatif dari lingkungan individu yang
dapat mempengaruhi penilaian individu tersebut, tingkat
pendidikan yang rendah, sosial ekonomi yang rendah, dan
riwayat penolakan sesama individu dalam tumbuh kembang
anak.

52
2. Faktor Presipitasi
Menurut Prabowo (2014), Faktor presipitasi terjadinya harga diri
rendah yaitu :
a. Hilangnya sebagian anggota tubuh
b. Berubahnya penampilan atau bentuk tubuh
c. Mengalami kegagalan
d. Menurunnya produktivitas
Menurut Irman et al. (2016), Faktor presipitasi terjadinya harga diri
rendah antara lain :
a. Trauma : dapat berupa penganiayaan seksual dan psikologis
atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran : berhubungan dengan posisi atau peran yang
diharapkan dan individu yang mengalainya frustasi.
- Transisi peran perkembangan : perubahan yang normatif
yang berkaitan dengan pertumbuhan
- Transisi peran situasi : terjadinya pertambahan atau
pengurangan anggota keluarga baik itu karena kelahiran
atau kematian.
- Transisi peran sehat-sakit : sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat dan sakit, meliputi kehilangan bagian
anggota tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan
keperawatan.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional maupun kronik :
a) Situasional : bisa disebabkan oleh trauma yang muncul
secara tiba-tiba misalnya harus di operasi, mengalami
kecelakaan, korban pemerkosaan, menjadi narapidana.
b) Kronik : biasanya sudah berlangsung sejak lama yang di
rasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat.

53
F. Pohon masalah harga diri rendah
Isolasi sosial : Menarik Diri

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

(Navisha, Calya. 2017)

G. Fokus Pengkajian
Meurut Sutejo (2017) pengkajian keperawatan antara lain :
a) Identitas pasien
b) Keluhan utama / alasan masuk
c) Faktor presdisposisi
d) Faktor presipitasi
e) Pemeriksaan fisik
f) Faktor psikososial
- Genogram
g) Konsep diri
Menurut Muhtith (2015)
- Gambaran diri
- Ideal diri
- Harga diri
- Identitas
- Peran
h) Faktor kognitif
i) Faktor afetif

54
j) Faktor fisiologis
k) Perilaku
l) Faktor sosial
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Navisha, Calya. 2017) diagnose yang muncul pada pasien
dengan gangguan harga diri rendah adalah:
a) Isolasi sosial
b) Gangguan konsep diri
c) Koping individu tidak efektif.
I. Intervensi
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien
dengan gangguan harga diri rendah memiliki tujuan yaitu peningkatan
terhadap perasaan positif terhadap diri sendiri meningkat dengan kriteria
hasil:
1. Penilaian diri positif: menurun (1) – meningkat (5)
2. Penerimaan penilaian positif terhadap diri sendiri: menurun (1) –
meningkat (5)
3. Postur tubuh menampakkan wajah: menurun (1) – meningkat (5)
4. Perasaan malu: meningkat (1) – menurun (5)
5. Perasaan bersalah: meningkat (1) – menurun (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI,
2018), tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan harga
diri rendah antara lain:
Dukungan penampilan peran
Observasi:
 Identifikasi berbagai peran dan periode transisi sesuai tingkat
perkembangan
 Identifikasi peran yang ada dalam keluarga
 Identifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi
Terapeutik:
 Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang
tidak diinginkan

55
 Fasilitasi bermain peran dalam mengantisipasi reaksi oran lain
terhadap perilaku
 Fasilitasi diskusi perubahan peran anak terhadap bayi baru lahir,
jika perlu
 Fasilitasi diskusi tentang peran orang tua, jika perlu
 Fasilitasi diskusi harapan adaptasi peran saat anak meninggalkan
rumah, jika perlu
 Fasilitasi diskusi harapan dengan keluarga dalam peran timbal
balik
Edukasi
 Diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk pengembangan peran
 Diskusikan perubahan peran yang diperlukan akibat penyakit atau
ketidakmampuan
 Diskusikan perubahan peran dalam menerima ketergantungan
orang tua
 Diskusikan strategi positif untuk mengelola perubahan peran

56
DAFTAR PUSTAKA
D Atika. (2018). Laporan Pendahuluan Harga Diri Rendah. Di unduh dari
http://scholar.unand.ac.id/41401/2/BAB%201.pdf pada tanggal
8september2022.
ED, Rahmawati. (2019). BAB II Tinjauan Pustaka. Diunduh dari
https://eprints.umpo.ac.id/5092/3/03.%20BAB%202.PDF pada tanggal
8september2022.
Fitria. (2014). BAB II Tinjauan Pustaka. Diunduh dari
http://eprints.umbjm.ac.id/232/3/BAB%202.pdf pada tanggal 8 september
2022.
Navisha, Calya Puri. (2017). Apa yang dimaksud dengan gangguan harga diri
rendah?. Diunduh dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-
gangguan-harga-diri-rendah/13738. Pada tanggal 9september 2022.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
S, Rahayu. (2019). Tanda Gejala Harga Diri Rendah. Diunduh dari
https://ejournal.akperrspadjakarta.ac.id/index.php/JEN/article/download/
10/10 pada tanggal 8september 20222.
YP, Aisyah. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Diunduh dari
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/index.php?p=show_detail&id=6142 pada
tanggal 9 september 2022.

57
STRATEGI PELAKSANAAN
HARGA DIRI RENDAH (HDR)

A. PROSESKEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Subjektif:
 Klien Mengkritik diri sendiri
 Klien mengatakan merasa tidak mampu
 Klien pesimis terhadap hidupnya
Data Objektif:
 Terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
 Produktifitas klien menurun
 Penolakan terhadap kemampuandiri
 Berpakaian tidak rapih
 Selera makan kurang
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk.
2. Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Tujuan : Pasien mampu:
 Membina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
 Menilai kemampuan yang dapat digunakan
 Menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
 Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
 Merencanakan kegiatan yang telah dilatih
4. TindakanKeperawatan
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien
3) Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat
digunakan

58
4) Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan
berdasarkan daftar kegiatan yang dilakukan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih pasien
sesuaikemampuan
6) Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai
kemampuannya dan menyusun rencanakegiatan

B. PROSES PELAKSANAAN
SP 1 HARGA DIRI RENDAH (HDR)
1. Fase Orientasi
 Salam Terapeutik:
“Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya ..... senang
dipanggil....., saya mahasiswa keperawatan dari Akademi
Keperawatan Buntet Pesantren Cirebon, saya akan
merawat ibu dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang nanti.
Nama ibu siapa?, senang dipanggil apa?
 Evaluasi/ Validasi:
Bagaimana perasaan ibu pada pagi hari ini? saya merasa
tidak berguna kalau dirumah. oo jadi ibu merasa tidak
berguna kalau dirumah?
 Kontrak:
 Topik:
Baiklah bagaimana kalau kita membicarakan
tentang perasaan ibu dan kemampuan yang ibu
miliki? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana
yang masih dapat ibu dilakukan. Setelah kita nilai,
kita akan pilih beberapa kegiatan untuk kita latih.
 Waktu :
Mau berapa lama kita berbicang-bincang bu?
bagaimana kalau 15 menit?
 Tempat:
Dimana ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau disini saja.

59
2. Fase Kerja
“Sebelumnya saya ingin menanyakan tentang penilaian ibu
terhadap diri ibu, tadi ibu mengatakan merasa tidak berguna kalau
dirumah. Apa yang menyebabkan ibu merasa demikian?
Jadi ibu merasa telah gagal memenuhi keinginan orang tua
ibu, apakah ada hal lain yang tidak menyenangkan yang ibu
rasakan? Bagaimana hubungan ibu dengan keluarga dan teman-
teman setelah setelah ibu merasakan hidup ibu yang tidak berarti
dan tidak berguna?, oo jadi ibu menjadi malu, ada lagi bu?. Tadi
ibu mengatakan gagal dalam memenuhi keinginan orang tua.
Sebenarnya apa saja harapan dan cita-cita ibu? Bagaimana usaha
ibu untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi? Agar dapat
mencapai harapan-harapan ibu, mari kita sama-sama menilai
kemampuan yang ibu miliki untuk dilatih dan dikembangkan.
Coba ibu sebutkan kemampuan apa saja yang ibu pernah miliki?
membersihkan tempat tidur, menyapu, mencuci piring, bagus
apalagi bu? Kegiatan rumah tangga yang bisa ibu lakukan?
Bagus, apalagibu?
Wah bagus sekali ada 5 kemampuan dan kegiatan yang ibu
miliki. Nah sekarang dari lima kemampuan yang ibu miliki mana
yang masih dapat dilakukan dirumah sakit? Coba kita lihat yang
pertama bisa bu? Yang kedua bu? ( sampai yang kegiatan yang
kelima). Bagus sekali, ternyata ada empat kegiatan yang masih
dapat ibu lakukan dirumahsakit.
Nah dari keempat kegiatan yang telah dipilih untuk
dikerjakan dirumah sakit, mana yang dilatih hari ini?. Baik mari
kita latihan merapikan tempat tidur, tujuannya agar ibu dapat
meningkatkan kemampuan merapikan tempat tidur dan
merasakan manfaatnya. Dimana kamaribu?
Nah kalau kita akan merapikan tempat tidur, kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya, kemudian kita angkat seprainya dan
kasurnya kita balik. Nah sekaramg kita pasang lagi seprainya.

60
Kita mulai dari arah atas ya bu. Kemudian bagian kakinya, tarik
dan masukan, lalu bagian pinggir dimasukan, sekarang ambil
bantal, rapikan dan letakkan dibagian atas kepala. Mari kita lipat
selimut. Nah letakkan dibagian bawah. Bagus . Menurut ibu
bagaiman perbedaan tempat tidur setelah dibersihakan
dibandingkan tadi sebelum dibersihakan?”
3. Fase Terminasi
 Evaluasi subjektif:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latiahn merapikan
tempat tidur?”
 Evaluasi objektif:
“Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah merapikan
tempat tidur? Bagus”
 Rencana Tindak Lanjut
“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu,
mau berapa kali ibu melakukannya? Bagus 2 kali…pagi-
pagi setelah bangun tidur dan jam 4 setelah istiraht siang.
Jika ibu melakukannya tanpa diingatkan perawat ibu beri
tanda M, tapi kalau ibu merapikan tempat tidur dibantu
atau diingatkan perawat ibu beri tanda B, tapi kalau ibu
tidak melakukannya ibu buat T.”
 Kontrak
 Topik :
“Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih
kemampuan ibu yang kedua.”
 Waktu :
“Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
 Tempat:
“Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini
saja, jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya
wassalamualaikum ibu”

61
SP II HARGA DIRI RENDAH (HDR)
1. Fase orientasi
 Salam terapeutik
“Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat dengan
saya? Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.”
 Evaluasi / validasi:
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana dengan
perasaan negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti
perasaan tidak berguna yang ibu rasakan sudah berkurang.
Bagaimana dengan kegiatan merapikan tempat tidurnya?,
boleh saya lihat kamar tidurnya? Tempat tidurnya rapi
sekali.
Sekarang mari kita lihat jadwalnya, wah ternyata ibu telah
melaukan kegiatan merapikan tempat tidur sesuai jadwal,
lalu apa manfaat yang ibu rasakan dengan melaukan
kegiatan merapikan tempat tidur secara terjadwal?”
 Kontrak:
 Topik:
“Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan
kegiatan yang kedua. Hari kita mau latihan cuci
piring kan?”
 Waktu :
“Kita akan melakukan latihan cuci piring selamaa
15 menit bu”
 Tempat:
“Dimana tempat mencuci piringnya bu?”
2. Fase kerja
“Baik, sebelum mencuci piring, kita persiapkan dulu
perlengkapan untuk mencuci piring. Menurut ibu apa saja yang
kita perlu kita siapkan saat mencuci piring?, ya bagus, jadi
sebelum mencuci piring kita perlu menyiapkan alatnya yaitu
sabun cuci piring dan spoons untuk mencuci piring. Selain itu

62
juga tersedia air bersih untuk membilas piring yang telah kita
sabuni
Nah sekarang bagaimana langkah-langkah atau cara
mencuci yang biasa ibu lakukan? Benar sekali, tapi sebaiknya
sebelum kita mencuci piring pertama kita bersihkan pirimng dari
sisa-sisa makanan dan kita kumpulkan disuatu tempat atau tempat
sampah. Kemudian kita basahi piring dengan air, lalu sabuni
seluruh permukaan piring, dan kemudian dibilas hingga bersih
sampai piringnya tidak teras licin lagi. Kemudian kita letakkan
pada rak piring yang tersedia. Jika ada piring dan gelas, maka
yang pertama kali kita cuci adalh gelasnya, setelah itu baru
piringnya. Sekarang bisa kita mulai bu. Bagus sekali, ibu telah
mencuci piring dengan cara yang baik. Menurut ibu bagaiman
perbedaan setelah piring dicuci dibandingkan tadi sebelum piring
belum dicuci”

3. Fase terminasi

 Eavaluasi subjektif:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan mencuci
piring?”
 Evaluasi objektif:
“Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah mencuci
piring yang baik bu? Bagus bu”
 Rencana Tindak Lanjut
“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau
berapa kali ibu melakukannya? Bagus 3 kali…setelah selesei
makan sarapan, siang dan malam ya bu. Jika ibu melakukannya
tanpa diingatkan perawat ibu beri tanda M, tapi kalau ibu
mencuci piring dibantu atau diingatkan perawat ibu beri tanda
B, tapi kalau ibu tidak melakukannya ibu buat T.”

63
 Kontrak
 Topik :
“Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih
kemampuan ibu yang ketiga.”
 Waktu :
“Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
 Tempat:
Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita
ketemu lagi disini jam 10 ya w. Assalamualaikum ibu

SP III HARGA DIRI RENDAH (HDR)

1. Fase orientasi
 Salam terapeuti
“Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat dengan saya?
Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.”
 Evaluasi / validasi:
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana dengan perasaan
negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti perasaan tidak
berguna yang ibu rasakan sudah berkurang.
Bagaimana dengan jadwalnya? Boleh saya lihat bu? Yang
merapikan tempat tidur sudah dikerjakan. Bagus sekali, boleh
saya lihat kamar tidurnya? Tempat tidurnya rapi sekali.
Untuk cuci piringnya sudah dikerjakan sesuai jadwal, coba kita
lihat tempat cuci piringnya? B ersing sekali tidak ada piring dan
gelas yang kotor, semua sudah rapi di rak piring.wah ibu luar
biasa smua kegiatan dikerjakan sesuai jadwal lalu apa manfaat
yang ibu rasakan dengan melaukan kegiatan secara terjadwal?”
 Kontrak:
 Topik:
“Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan kegiatan
yang ketiga. Hari kita mau latihan menyapu kan? Tujuan
pertemuan pagi ini adalah untuk berlatih menyapu

64
sehingga ibu dapat menyapu dengan baik dan merasakan
manfaat dari kegiatan menyapu
 Waktu :
“Kita akan melakukan latihan menyapu selamaa 15
menit bu”
 Tempat:
“Ibu mau menyapu dimana? Bagaimana kalau dikamar
ibu bu?”
2. Fase kerja
“Baik menurut ibu, apa saja yang kita perlukan untuk menyapu lantai?,
bagus sebelum mulai kita menyapu kita perlu menyiapkan sapu dan
pengki. Bagaimana cara menyapu yang biasa ibu lakukan? Yah bagus
jadi menyapu kita lakukan dari arah sudut ruangan. Menyapu juga
dilakukan dibawah meja dan kursi, bila perlu meja dan kursinya
digeser, agar dapat menyapu pada bagian lantainya dengan lebih bersih.
Begitu juga untuk dibawah kolong tempat tidur perlu disapu. Mari kita
mulai berlatih bu? Ya bagus sekali ibu menyapu dengan bersih.
Menurut ibu bagaiman perbedaan setelah ruangan ini disapu
dibandingkan tadi sebelum disapu?”
3. Fase terminasi
 Evaluasi subjektif:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan menyapu?”

 Evaluasi objektif:
Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah menyapu yang
baik bu? Bagus bu.
 Rencana Tindak Lanjut
Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau
berapa kali ibu melakukannya? Bagus 2 kali…jam berapa ibu
mau melakukannya ,jadi ibu mau melaukannya jam 8 pagi dan
jam 5 sore. Jika ibu melakukannya tanpa diingatkan perawat
ibu beri tanda M, tapi kalau ibu mencuci piring dibantu atau
diingatkan perawat ibu beri tanda B, tapi kalau ibu tidak

65
melakukannya ibu buat T.
 Kontrak
 Topik :
“Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih
kemampuan ibu yang keempat”
 Waktu :
“Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
 Tempat:
“Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja,
jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya w.
Assalamualaikum ibu.”

SP IV HARGA DIRI RENDAH (HDR)


1. Fase orientasi
 Salam terapeutik
”Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat dengan saya?
Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.”
 Evaluasi / validasi:
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana dengan perasaan
negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti perasaan tidak
berguna yang ibu rasakan sudahberkurang.
Bagaimana dengan jadwalnya? Boleh saya lihat bu? Yang
merapikan tempat tidur sudah dikerjakan. Bagus sekali, boleh
saya lihat kamar tidurnya? Tempat tidurnya rapi sekali.
Untuk cuci piringnya sudah dikerjakan sesuai jadwal, coba kita
lihat tempat cuci piringnya? Bagus bersih sekali tidak ada piring
dan gelas yang kotor, semua sudah rapi di rak piring. Bagaimana
dengan menyapu? Bagus lantai kamar ibu juga sudah bersih,
wah ibu luar biasa smua kegiatan dikerjakan sesuai jadwal lalu
apa manfaat yang ibu rasakan dengan melaukan kegiatan secara
terjadwal?”
 Kontrak:
 Topik :

66
“Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan kegiatan
yang keempat. Hari kita mau latihan mencuci pakaian
kan? Tujuan pertemuan pagi ini adalah untuk berlatih
menyapu sehingga ibu dapat mencuci pakaian dengan baik
dan merasakan manfaat dari kegiatan menyapu”
 Waktu :
“Kita akan melakukan latihan mencuci pakaian selamaa
15 menit bu”
 Tempat:
“Mari bu kita ke kamar mandi

3. Fase kerja
“Baik menurut ibu, apa saja yang kita perlukan untuk mencuci pakaian?,
bagus sebelum mulai kita menyapu kita perlu menyiapkan ember, deterjen,
gundar kain. Bagaimana cara mencuci pakaian yang biasa ibu lakukan? Yah
bagus jadi sebelum kita mencuci pakaian kita pisahkan pakaian yang bewarna
dengan pakain putih, kemudian masukan deterjen secukupnya disesuaikan
dengan jumlah baju dan tambahkan air sampai adanya busa, masukan pakaian
yang kotor tadi rendam 10-15 menit. Setelah 10-15 menit kucek pakaian
sampai bersih, apabila ada noda yang tidak mau dikucek maka ibu bisa
mengunakan gundar. Kemudian bilas pakaian sampai busanya hilang
kemudian pakaian bisa dijemur. Ayo kita cobakn bu Ya bagus sekali ibu
mencuci pakaian dengan bersih. Menurut ibu bagaiman perbedaan pakaian
setelah dicuci dibandingkan tadi sebelum dicuci?”
4. Fase terminasi
 Eavaluasi subjektif:
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan mencuci pakaian?
 Evaluasi objektif:
Nah coba ibu sebutkan lagi langkah-langkah mencuci yang baik bu? Bagus
bu.
 Rencana Tindak Lanjut
“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal harian ibu, mau berapa kali
ibu melakukannya? Bagus 2 kali seminggu…hari apa saja ibu mau
melakukannya ,jadi ibu mau melaukannya hari rabu dan minggu?. Jika ibu
melakukannya tanpa diingatkan perawat ibu beri tanda M, tapi kalau ibu

67
mencuci piring dibantu atau diingatkan perawat ibu beri tanda B, tapi kalau
ibu tidak melakukannya ibu buat T.”
 Kontrak
 Topik:
“Baik, besok saya akan kembali lagi untuk berbicara tentang kebersihan
diri ibu ya.”
 Waktu :
“Ibu mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
 Tempat:
“Tempatnya dimana ibu? bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita
ketemu lagi disini jam 10 ya . Assalamualaikum ibu.

68
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. PENGERTIAN
Menurut Agustin, (2021) Halusinasi merupakan sensasi yang
diciptakan oleh pikiran seseorang tanpa adanya sumber yang nyata.
Gangguan ini dapat memengaruhi fungsi kelima pancaindra. Penderita
gangguan halusinasi sering kali memiliki keyakinan kuat bahwa apa
yang mereka alami adalah persepsi yang nyata, sehingga tak jarang
menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa Pasien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduaan tanpa
adanya stimulus yang nyata. (Keliat, 2014).
Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputisemua sistem penginderaan. (Dalami,
Ermawati dkk 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
halusinasi adalah adanya gangguan persepsi sensori tentang suatu
objek atau gambaran dan pikiran sering terjadi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan dengan persepsi yang salah terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata.

B. JENIS, RENTAN RESPON, FASE


1. jenis – jenis
Menurut Agustin, (2021) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-
kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah

69
mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri,
marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan
ada gerakan tangan.
b. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar,
orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang
menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah
tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada objek yang dilihat.
c. Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau
darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang
muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan
cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu, menutup
hidung.
d. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti
rasa darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti
mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah,
muntah.
e. Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang.
Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang
kecil dan makhluk halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap,
menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan kulit, terlihat
menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
f. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya
melayang diatas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien

70
terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan
sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

Rentang respon :

Respon Adaptif
Respon Maladptif

Pikiran logis Distorsi pikiran


gangguan pikir/delusi

Persepsi akurat ilusi


Halusinasi

Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit


berespon emosi

Pengalaman atau kurang


perilaku disorganisasi

Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa isolasi


sosial

Berhubungan sosial Menarik diri

Keterangan:

1) Respon adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

71
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan
lingkungan.
2) Respon psikosial meliputi
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera
c) Emosi berlebihan atau berkurang
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain.
3) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur.
e) Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.

72
C. FASE HALUSINASI
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada
lima fase yaitu:

a. Stage I (Sleep Disorder)


Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
Karakteristik:
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalahmakin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah
di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk Sulit tidur berlangung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
b. Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristik:
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba untuk
memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan
bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya
dalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat. respon verbal
lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
c. Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien.
Karakteristik:
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias. Klien mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai

73
berupaya untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas
watu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan
sistem syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan,
seperti: pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi
menurun, konsentrasi menurun.Stage IV (Controling Severe Level of
Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.
Karakteristik:
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik. Perilaku yang
biasanya muncul yaitu individu cenderung mengikuti petunjuk sesuai
isi halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya beberapa detik/menit.
d. Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya,
Karakteristik:
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi
dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien
tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik
berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh
diri atau membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan isi
halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri).

D. TANDA DAN GEJALA


1. Data Subjektif

74
a. Merasakan sensasi di tubuh (seperti perasaan merayap di kulit atau
gerakan)
b. Mendengar suara (seperti musik, langkah kaki, atau benturan pintu.
c. Mendengar suara (dapat mencakup suara positif atau negatif, seperti
suara yang memerintahkan Anda untuk menyakiti diri sendiri atau
orang lain)
d. Melihat benda, makhluk, atau pola atau cahaya
e. Mencium bau (bisa menyenangkan atau busuk dan di salah satu atau
kedua lubang hidung)
f. Mencicipi sesuatu (seringkali rasa logam)
2. Data Objektif
a. Tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau
d. menutup telinga
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
g. Menghidu seperti membaui bau-bauan tertentu
h. Menutup hidung
i. Sering meludah
j. Muntah
k. Menggaruk permukaan kulit
E. PENYEBAB HALUSINASI (Predisposisi dan Presipitasi)
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi
dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
 Faktor Biologis:

Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).

75
 Faktor Psikologis

Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban,


pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih
sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif

 Sosiobudaya dan lingkungan

Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan


sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan
dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah
mengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,hidup
sendiri), serta tidak bekerja.

b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau
adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan
atau tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
stress lingkungan
(1) Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
(2) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stress(Prabowo, 2014).
c. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan nyata dan tidak.
d. Dimensi fisik

76
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
e. Dimensi emosiona
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
f. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
g. Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
h. Dimensi spiritual

77
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu. (Damaiyanti, 2012).
F. POHON MASALAH

G. FOKUS PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan


keperawatan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara pada klien dan keluarga pasien (O'brien, 2014).
Pengkajian awal mencakup:
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
g. Pemakaian obat yang diresepkan
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual

78
Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan
wawancara. Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai
secara observasional.

Menurut Videbook dalam Yosep (2014) data perigkajian

terhadap klien halusinasi yaitu:

a) Data Subjektif

 Mendengar suara menyuruh


 Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
 Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
 Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang
menyenangkan
 Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau
dingin
 Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah
sesuatu
b) Data Objektif
 Mengarahkan telinga pada sumber suara
 Bicara atau tertawa sendiri
 Marah-marah tanpa sebab
 Tatapan mata pada tempat tertentu
 Menunjuk-nujuk arah tertentu
 Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara, melalui
pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan?
b. Apakah melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
c. Apakah mencium bau tertentu yang menjijikkan?

79
d. Apakah merasakan sesuatu yang menjalar di tubuhnya?
e. Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
f. Seberapa sering mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?
g. Kapan mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
h. Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
i. Bagaimana perasaan mendengar suara atu melihat bayangan tersebut?
j. Apa yang telah dilakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut?

H. DIAGNOSA

Diagnosa yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi


menurut (Yosep, 2014) yaitu:

1. Resiko Perilaku Kekerasan


2. Perubahan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi Sosial
I. FOKUS INTERVENSI
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi memiliki tujuan yaitu
klien mampu mengelola dan meningkatkan respon, perilaku pada
perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI, 2018) dan kriteria hasil:
1. Perilaku halusinasi klien: menurun (1) - meningkat (5)
2. Verbalisasi panca indera klien merasakan sesuatu: menurun (1)
meningkat (5)
3. Distorsi sensori klien: menurun (1)- meningkat (5)
4. Perilaku melamun: menurun (1)- meningkat (5)
5. Perilaku mondar-mandir klien: menurun (1)- meningkat (5)
6. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: meningkat (1) - menurun (5)
7. Orientasi terhadap lingkungan: meningkat (1)-menurun (5) Dalam
buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018),

80
tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi antara lain:
a. Observasi
 Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
 Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
 Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
b. Teraupetik
 Ciptakan lingkungan yang aman
 Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi 3) Hindarkan
perdebatan tentang halusinasi
 Bantu klien membuat jadwal aktivitas
 Edukasi

1) Berikan informasi tentang halusinasi

2) Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi

3) Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya

4) Ajarkan klien mengontrol halusinasi

5) Jelaskan tentang aktivitas terjadwal

6) Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal

7) Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi

d. Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas

2) Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien

3) Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal

81
SRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSISNASI
PENDENGARAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Subjektif:
 Klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan
 Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya
bercakap-cakap
 Klien mengatakan mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya

Data Objektif:

 Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri


 Klien terlihat mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup
telinga.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinassi pendengaran
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal halusinasinya
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan menghandriknya
halusinasi.
4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
B. PROSES PENATALAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamualaikum..... selamat pagi ibu.... perkenalkan nama saya
Riska Dewi Lestari bisa dipanggil Riska ya bu saya mahasiswa

82
AKPER Buntet Pesantren Cirebon yang akan dinas di ruangan
Dewa Suci ini selama 3 minggu. Hari ini saya diness pagi dari
jam 07.00 ssampai jam 14.00 siang. Saya akan merawat ibu di
rumah sakit ini nama ibu siapa?... senengnya dipanggil apa ibu?...
b. Evaluasi / Validasi
“ bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak
Topik:
“ apakah ibu tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya?
Menurut ibu sebaiknya kita mengobrol apa ya? Bagaimana kalau
kita mengobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini ibu
dengar?”
d. Waktu:
“ berapa lama kira kira kita bisa mengobrol? Bagaimana kalau 15
menit saja? Ibu bisa?”
e. Tempat:
“ ibu mau berbincang bincang dimana? Bagaimana kalau diruang
tamu?”
2. Fase Kerja
“ apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apakah yang
dikatakan suara tersebut? Apakah ibu melihat sesuatu atau orang atau
bayangan atau makhluk? Apakah terus menerus atau sewaktu waktu
saja? Kapan paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut? Berapa kali sehari ibu mengalaminya? Pada keadaan apa ibu
mendengar suara-suara itu, apakah pada waktu sendirian? Apa yang
ibu lakukan saat mendengar suara-suara tersebut? Apakah dengan cara
itu suara tersebut hilang? Bagimana kalau kita belajar cara untuk
mencegah suara suara itu muncul? Ibu ada 4 cara untuk mencegah
suara suara itu muncul pertama dengan menghardik suara tersebut,
kedua dengan cara minum obat dengan teratur, ketiga dengan cara

83
bercakap-cakap dengan orang lain, keempat melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan cara
menghardik, caranya seperti ini:
Saat suara itu muncul, langsung ibu bilang : pergi... pergi... saya tidak
mau dengar kamu suara palsu. Begitu di ulang-ulang sampai suara itu
tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!..nah begitu bagus!..coba
lagi! Ya bagus ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi ssubjektif dan objektif
“ bagaimana perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi? Setelah kita mengobrol tadi
sekarang coba ibu simpulkan pembicaraan kita tadi. Coba ebutkan
cara untuk mencegah suara agar tidak muncul lagi”.
b. Rencana Tindak Lanjut
“ kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba acara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Jika ibu
melakukannya ssecara mandiri maka ibu bisa menulisskannya di
kolom M, jika ibu melakukannya secara dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu bisa menuliskannya di kolom B,
tetapi jika ibu tidak melakukannya ibu bisa menuliskannya di
kolom T. Apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi? Nah bagus ibu”.
c. Kontrak yang akan datang
Topik:
“ baiklah ibu bagaimana kalau kita berbincang bincang lagi
tentang cara mengontol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu
dengan patuh minum obat.”
d. Waktu:
“ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00?”
e. Tempat:

84
“ibu maunya dimana kita berbincang bincang? Bagaimana kalau
diruang tamu? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11.00 sampai
jumpa besok ibu. Ssaya permisi Assalamualaikum ibu.

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2) HALUSINASI


PENDENGARAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
 Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu
tidak jelas.
Data objektif :
 Klien tenang
2. Diagnosa Keperawatan Halusinasi pendengaran
3. Tujuan
Klien dapat mengontrol halusinasi dengan meminum obat.
4. Tindakan Keperawatan
 Mengevaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
 Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat
yaitu minum obat secara teratur.
 Membantu pasien memasukkan jadwal minum obat sebagai salah
satu kegiatan harian.

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“assalamu’alaikum bu, masih ingat dengan saya? Baik ibu kita
perkenalan lagi yah”.
b. Evaluasi/ Validasi

85
“Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Sudah siap berbincang-
bincang? Kemarin kita sudah berdiskusi tentang halusinasi,
apakah suara-suara yang ibu dengar sudah berkurang dan apakah
ibu bisa mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara
pertama yang saya ajarkan kemarin yaitu dengan menghardik?”.
c. Waktu :
“Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”
d. Tempat
“Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”.
2. Fase Kerja
“Baiklah ibu hari ini saya akan berbincang-bincang dengan ibu
mengenai cara mengontrol halusinasi yang ibu alami dengan cara
meminum obat. Nah disini saya akan menjelaskan terlebih dahulu,
disini ada tiga jenis obat ya bu. Yang pertama disini ada obat namanya
CPZ bentuknya bulat kecil warnanya oren gunanya untuk
menghilangkan suara-suara yang sering ibu dengar, nah kemudian ada
juga obat namanya Haloperidol (HP) bentuknya bulat kecil warnanya
pink gunanya agar pikiran ibu menjadi tenang, tidak gelisah dan takut
lagi, nah selanjutnya ada obat namanya THP bentuknya bulat warna
putih nah gunanya untuk merilekskan tubuh ibu agar lebih nyaman dan
tidak kaku lagi, obatnya diminum satu hari tiga kali. Jadi setiap jam 7
pagi kemudian siang jam 14.00 dan malam jam 19.00 yah bu ya, nah
obatnya jangan sampai kelewatan harus diminum secara teratur. Nah
obatnya harus dihabiskan ya bu, diminum secara rutin ya bu, nanti kalo
tidak rutin ibu akan mendengar suara-suara itu lagi, ibu tidak mau kan?
Baik karena sekarang sudah jam 7 pagi ibu minum ya obatnya, ibu bisa
kan minum obat tablet? Setiap kali minum satu tablet ya bu. Ibu mau
dibantu minum obatnya atau bisa sendiri? Baik kalau begitu”.
3. Terminasi
a. Evaluasi subjekif dan objektif :

86
“Alhamdulillah ibu sudah minum obatnya yah bu, bagaimana
perasaan ibu setelah minum obat? Apakah ibu masih mendengar
suara-suaranya bu? Nah iya, ibu tadi saya sudah menjelaskan ya bu
mengenai obat ibu bisa jelaskan Kembali apa saja obat ini dan
kegunaannya, berapa kali dalam satu hari diminumnya? Baik ibu
masih ingat? Baik ibu bagus sekali berarti ibu tadi mendengarkan
saya ya”.
b. Rencana tindak lanjut
“Tolong nanti ibu minta obat ke perawat ya kalau saatnya minum
obat. Karena obat ini harus diminum secara rutin saya masukkan ke
jadwal harian ya bu supaya ibu tidak terlewat minum obatnya”.
c. Kontrak yang akan datang :
e. Topik :
“Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi
tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain”.
f. Waktu :
g. “Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00? Baiklah ibu
besok saya akan kesini jam 10:00”
h. Tempat :
“Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditaman? Baik ibu kalau begitu sampai bertemu besok,
Assalamualaikum.

87
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP3) HALUSINASI PENDENGARAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Data Subjektif

• Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak


jelas.

Data Objektif

• Klien tenang

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.

4. Tindakan Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain

PROSES PELAKSANAAN

C. Fase Orientasi :
1. Salam terapeutik :
" Selamat pagi, Bu? bagaimana kabarnya hari ini? ibu masih ingat
dong dengan saya? ibu sudah mandi belum? apakah ibu sudah
makan?

2. Evaluasi validasi :
"Bagaimana perasaan ibu hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi
tentang halusinasi. apakah ibu bisa menyebutkan kepada saya
tentang isi suara-suara yang mas dengar dan apakah ibu bisa

88
mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu
dengan menghardik"

3. Kontrak :
• Topik:

Sesuai dengan kontak kita kemarin, kita akan berbincang-


bincang di ruang tamu mengenai cara-cara yang ketiga yaitu
menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat"

• Waktu :

"jam berapa ibu bisa? Bagaimana kalau besok jam..? Ibu


setuju?"

• Tempat

"dimana tempat yang menurut ibu cocok untuk kita berbincang-


bincang? Bagaimana kalau diruang tamu? Ibu setuju?

2. Fase kerja
" kalau ibu mendengar suara yang kata ibu kemarin menganggu
dan membuat ibu jengkel. Apa yang ibu lakukan pada saat itu?
Apa yang sudah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?
cara yang kedua adalah ibu langsung pergi ke perawat. Katakan
kepada perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat dan
mengajak ibu mengobrol sehingga suara itu hilang dengan
sendirinya"

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif
"Tidak terasa kita sudah berbincang bincang lama. saya senang
sekali ibu mau berbincang-bincang dengan saya bagaimana
perasaan ibu setelah kita berbincang bincang?"

b. Evaluasi obyektif :

89
"Jadi seperti yang ibu bicarakan tadi, cara yang ibu pilih untuk
mengontrol halusinasi nya adalah..."

c. Tindak lanjut :
" Nanti kalau suara itu terdengar lagi, Ibu terus praktekan cara
yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai
pikiran ibu"

4. Kontrak yang akan datang :


Topik :

"Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara


mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan
diri dengan kegiatan yang bermanfaat".

Waktu :

" jam berapa ibu bisa? Bagaimana kalau besok jam...? Ibu setuju?"

Tempat :

"Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih


ibu sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok
pagi."

90
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 4 HALUNISASI

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :

Klien mengatakan mendengar suara-suara kegaduhan , klien


mengatakan mendengar suara yang bercakap- cakap .

Data Objektif :

Klien terlihat berbicara sendiri, klien terlihat menutup telinga.

2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan
Klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan sehari-hari

4. Intervensi
Ajarkan klien mengontrol dengan cara melakukan aktivitas sehari-
hari klien.

B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum ibu, apakah ibu masih kenal dengan saya? Sesuai
kesepakatan kemarin saya datang lagi ya bu”

b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Sudah siap kita berbincang-
bincang? Apapkah ibu masih mendengar suara-suara yang kita
bicarakan kemarin? Bagaimana dengan jadwalnya? Boleh saya lihat
bu? Lalu apa manfaat yang ibu rasakan dengan melakukan kegiatan
secara terjadwal?"

c. Kontrak:
"Sekarang kita akan lanjutkan latihan keempat. Mengenai cara
mengatasi suara-suara yang sering ibu dengar agar ibu bisa
mengontrol dengan cara melakukan kegiatan harian".

5. Tempat :
"Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di sini
bu?"

91
6. Waktu:
"Kita akan berbincang-bincang sekitar 10 menit, bagaimana bu
setuju?"

2. Fase kerja
"Cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara. Kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama,kedua,dan ketiga. Cara lain megontrol halusinasi
nyaitu dengan cara ke empat adalah dengan melakukan kegiatan
harian,dimana ibu menyibukan diri dengan berbagai kegiatan
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja. Jika ibu
mulai mendengar suara-suara,segera menyibukan diri dengan kegiatan
seperti menyapu mengepel atau kegian bermanfaat lainnya."

3. Fase Terminasi
"Cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara. Kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama,kedua,dan ketiga. Cara lain megontrol halusinasi
nyaitu dengan cara ke empat adalah dengan melakukan kegiatan
harian,dimana ibu menyibukan diri dengan berbagai kegiatan
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja. Jika ibu
mulai mendengar suara-suara,segera menyibukan diri dengan kegiatan
seperti menyapu mengepel atau kegian bermanfaat lainnya."

4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjek:
"Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang cukup lama,bagaimana
perasaan ibu setelah berbincang-bincang tadi? Nah coba ibu jelaaskan
lagi cara mengontrol halusinasi yang ke empat? Bagus bu."

b. Rencana tindak lanjut


"Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian ibu, mau berapa
kali ibu melakukannya? Bagus 2 kali. Jam berapa ibu
maumelakukannya bagus. Jika ibu melakukannya tanpa di ingatkan
perawat ibu beri tanda M, tapikalau ibu mencuci piring atau yang
lainnya dibantu atau diingatkan perawat ibu beri tanda B, tapi kalau
ibu tidak melakukannya ibu buat tanda T."

c. Kontrak:
"Baik, bagaimana kalo kita akan mengikuti kegiatan terapi aktivitas
kelompok yaitu menggambar sambal mendengarkan musik. Ibu mau
jam berapa? Baik jam 10 pagi ya."

d. Tempat
"Tempatnya dimana ibu? Bagaimana kalau disini saja, jadi besok pagi
kita ketemu lagi disini jam 10 ya Wassalamualaikum bu."

92
93
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. DEFINISI
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang muncul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman oleh individu (Riyadi, 2009). Perilaku
kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan bahwa ia dapat
membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan, baik secara fisik,
emosional, seksual dan verbal (Heardman, 2011).
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan
bahwa dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain dan lingkungan, baik fisik,
emosional, seksual dan verbal. Resiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu
resiko perilaku kekrasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan resiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other directed violence). Resiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang rentan dimana
seorang individu bisa menunjukkan atau mendemonstrasikan tindakan yang
membahayakan diri sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang
sama juga berlaku untuk resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain, hanya saja
ditunjukkan langsung kepada orang lain (Mauila & Aktifah, 2021).

B. ETIOLOGI
Faktor predisposisi menurut ( Salamah & Nyimirah, dikutip dalam Stuart, 2013)
faktor biologis : teori neurologi, Sistem limbic sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif. Factor genetic; adanya faktor gen
yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif, Factor biokimia,:
faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak (ephineprin, norephineprin,
dopamine, asetilkolin dan serotonin). teori dorongan naluri. Faktor psikologis: teori
agresif frustasi, teori perilaku, teori eksistensi. Faktor social kultural : teori lingkungan
dan teori belajar social.
Faktor presipitasi menurut (Stuart, 2013) ekspresi diri karena eksistensi diri,
ekspresi diri karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan keadaan social ekonomi,
kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga, ketidaksiapan

94
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah, adanya riwayat perilaku antisosial
dan kamatian anggota keluarga yang terpenting.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut (Vahurina & Rahayu, 2021) tanda dan gejala yang ditemui pada klien
melalui observasi atau wawancara tentang resiko perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/orang lain
10.Merusak benda atau barangTidak memiliki kemampuan mencegah / mengendalikan
perilaku kekerasan.

D. PENATALAKSANAAN
Menurut Salamah & Nyumirah, penatalaksanaan medis untuk pasien perilaku
kekerasaan adalah sebagai berikut:
1.Risperidhone 2 mg (2x1)
2. Trihexyphenidyl 2 mg (2x1)
3. Depacote 250 mg (1x1)
4. Injeksi Valdimex 10 mg (ketika gelisah dan gaduh)
5. Injeksi Lodomer 5 mg (ketika gelisah dan gaduh).

E. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping dapat bersikap adaptif atau maladaptive tergantung dari
stressor yang di hadapi. Mekanisme adaptif terjadi ketika kecemasan di perlakukan
sebagai sinyal peringatan dan individu menerima sebagai tantangan untuk segera

95
menyelesaikan masalah, sedangkan mekanisme maladaptif cenderung menghindari
kecemasan tanpa menyelesaikannya. Mekanisme koping dapat di kategorikan sebagai
taks oriented reaction dan ego oriented reaction. Taks oriented reaction adalah berpikir
secara hati-hati dalam menyelesaikan masalah. Taks oriented reaction berorientasi
dengan kesadaran secara langsung dan tindakan. Sedangkan ego oriented reaction sering
digunakan untuk melindungi diri, membantu mengatasi kecemasan dalam skala ringan.
Ego oriented reaction dilakukan pada tingkat tidak sadar. Jenis Mekanisme Koping ada
beberapa diantaranya: Fantasi, keinginan yang tidak terkabul dipuaskan dalam
imajinasi, menghayal seolah-seolah menjadi seperti yang diinginkan. Denial,
Melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan dengan menolak
menghadapi hal itu yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri, tidak berani
mengakui kenyataan yang menakutkan. Rasionalisasi, berusaha membuktikan bahwa
perbuatannya (yang sebenarnya tidak baik) rasional adanya, sehingga dapat disetujui
dan di terima oleh diri sendiri dan masyarakat. Identifikasi yaitu, menambah harga diri
dengan menyamakan dirinya dengan seseorang atau suatu hal yang dikagumi.
Introyeksi, identifikasi yang berbentuk primitive. Menyatukan nilai dan norma luar
dengan struktur egonya sehingga individu tidak tergantung pada belas kasih tentang hal-
hal yang dirasakan sebagai ancaman. Represi, Secara tidak sadar menekan pikiran yang
berbahaya dan menyedihkan dari alam sadar kedalam alam tidak sadar, semacam
menyingkirkan. Supresi, individu secara sadar menolak pikirannya keluar dari alam
alam sadarnya dan memikirkan hal yang lain. Supresi tidak begitu berbahaya karena
dilakukan secara sadar, sengaja dan individu mengetahui apa yang dibuatnya. Proyeksi,
Menyalahkan orang lain mengenai kesulitannya sendiri atau melemparkan kepada orang
lain keinginan yang tidak baik. (Bagus, dikutip dalam Ahmad, 2015).

96
F. POHON MASALAH
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Effect

Resiko prilaku Core Problem

Harga diri rendah Causa

RENTANG RESPON
Rentang adaptif Respon Maladptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Asertif: Kemarahan yang diungkapkan tapa menyakiti orang lain


Frustasi: Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat
Pasif: Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan
Agresif: Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk: Perilaku destruktif yang tidak terkontrol

97
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat, P. D., S. Hamid, P. A. Y., & Eka Putri, Y. S. (2019). Asuhan
Keperawatan Jiwa (P. D. Budi Anna Keliat (ed.); Ist ed.). Buku Kedokteran
EGC.

Mauila, A., & Aktifah, N. (2021). Literature Review : Gambaran Penerapan Terapi
Assertiveness Training Terhadap Penurunan Resiko Perilaku Kekerasan Klien
Skizofrenia. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan, 1, 1314–1322.
https://doi.org/10.48144/prosiding.v1i.830

98
STRATEGI PELAKSANAAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Pertemuan  : Ke 1 (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan.
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4. Tindakan Keperawatan
a. SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi :
"Assalamu'alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Bambang nurjaman, saya
biaya dipanggil Bambang. Saya perawat yang dinas diruang Madrim ini, saya dinas
diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang,
jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat bu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?" dan "Bagaimana perasaan ibu R saat
ini?"
"masih ada perasaan kesal atau marah?
"Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang ibu
rasakan,"

99
"Berapa lama bu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit" "Dimana
kita akan bincang-bincang? "Bagaimana kalau diruang tamu?"

2. Fase Kerja:
"apa yang menyebabkan ibu R marah? Apakah sebelumnya ibu R pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang tidak
tersedia, air tak tersedia (misalnya ini penyebab marah klien), apa yang ibu R rasakan?"
Apakah bu R merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal? apa yang ibu lakukan selanjutnya"
"Apakah dengan bu R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
"Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
"maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
" ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara
dulu”
"begini bu, kalau tanda- marah itu sudah bu rasakan ibu berdiri lalu tarik nafas dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti
mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu R
sudah dapat melakukan nya.
"nah sebaiknya latihan ini ibu R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu- waktu rasa
marah itu muncul ibu R sudah terbiasa melakukannya".

3. Fase Terminasi :
"Bagaimana perasaan ibu R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bu?"
"Coba ibu R sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan dan apa yang ibu
lakukan serta akibatnya.
"Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu"
"berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?" Bagus..
"Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu dibantu dan T,
bila ibu tidak melakukan" "baik Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu R.

100
"Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?"
"Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja" "Saya pamit dulu
Ibu...Assalamu'alaikum."

Pertemuan Ke 2 (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah mengontrol perilaku kekerasan secara fisik kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2 pukul kasur dan bantal d. Menyusun jadwal kegiatan harian
cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
a. SP 2 klien:
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke
dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik ke dua: pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara ke
dua.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
"Assalamu'alaikum Ibu R, masih ingat nama saya" bagus Ibu,.,ya saya Anwar"
"sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi. "Bagaimana perasaan ibu
saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?"
"Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua."
"mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?"
"Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu"

101
2. Fase Kerja
"Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain nafas
dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal. Sekarang mari kita latihan memukul bantal
dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti bu kesal atau marah, ibu langsung
kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah
coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali ibu melakukannya!" Nah
cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidur Ya!"

3. Fase Terminasi
"Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?"
" Coba bu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!" "Mari kita masukkan
kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu mau mempraktikkan
memukul kasur/bantal? Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan
jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya
Bu."
“sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar mengendalikan
marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa!" Assalamu'alaikum.”

Pertemuan Ke 3 (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada bicara agak
tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik d. Menyusun jadwal latihan
mengungkapkan secara verbal.

102
4. Tindakan Keperawatan
a. SP3 klien:
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
(evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan,
latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN.


1. Fase Orientasi
"Assalamu'alaikum Ibu R, masih ingat nama saya" bagus Ibu,,,ya saya Anwar", sesuai
dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita ketemu lagi"
"Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?"
"Coba saya lihat jadual kegiatan hariannya. "Bagus, "Bagaiman kalau kita sekarang
latihan cara bicara untuk mencegah marah?"
"Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau ditempat yang sama?"
"Berapa lama bu mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 10 menit?"

2. Fase Kerja
"Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka
kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya bu:
Yang pertama : Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu mengatakan penyebab marahnya karena
makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba ibu minta sediakan makan dengan
baik:" bu, tolong sediakan makan dan bereskan rumah" Nanti biasakan dicoba disini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktekkan. Bagus bu."
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin
melakukannya, katakan: 'maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan.
Coba bu praktekkan. Bagus bu."

103
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal ibu dapat mengatakan:'Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu'.
Coba praktekkan. Bagus."

3. Fase Terminasi
"Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?'
"Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari."
"Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?"
"Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll.
Bagus nanti dicoba ya bu!"
"Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?"
"besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu dengan
cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti ya Ibu...
Assalamu'alaikum

Pertemuan : Ke 4 (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan

104
a. SP 4 klien:
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
"Assalamu'alaikum Ibu R, masih ingat nama saya" Betul Ibu
"Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa marahnya?"
"Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?"
"Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?"
"Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?"

2. Fase kerja
"Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana yang mau
di coba?"
"Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan langsung tarik nafas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat"."Ibu bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan."
"Coba bu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan
caranya?"

3. Fase terminasi
"Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?"
" Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus"
"Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa kali ibu
sholat. Baik kita masukkan sholat...............(sesuai kesebuatan pasien)."
"Coba bu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang marah"
"Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi"

105
L "2 jam lagi kita ketemu ya bunanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat!"
"Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah ibu, setuju bu?"...Assalamu'alaikum.

Pertemuan Ke 5 (lima)
A PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien Klien tenang, kooperatif,
kontak mata ada saat komunikasi.
2 Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi psikofarmaka
4. Tindakan Keperawatan
a. SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat (bantu pasien minum obat
secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
"Assalamu'alaikum Ibu R, masih ingat nama saya" bagus Ibu....ya saya Anwar, "sesuai
dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita ketemu lagi" "Bagaimana bu, sudah
dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat
kegiatannya".
"Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?"
"Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat tadi?" "Berapa
lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?"

106
2. Fase Kerja (Perawat membawa obat pasien)
"Ibu sudah dapat obat dari dokter?"
"Berapa macam obat yang ibu minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu
minum?Bagus Obatnya ada 3 macam bu, yang wamanya oranye namanya CPZ gunanya
agar pikiran tenang yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang
merah jambu ini namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bu minum
3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam"
"Bila nanti setelah minum obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya
bu bias mengisap-isap es batu".
"Bila terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu".
"Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada
suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya".
"Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya bu,
karena dapat terjadi kekambuhan."" Sekarang kita masukkan waktu minum obat
kedalam jadwal ya bu"

3. Fase Terminasi
"Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum obat
yang benar?"
"Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum! Bagaiman cara minum obat
yang benar?"
"Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya".
"Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan
dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai jumpa."...
Assalamu'alaikum.

107

Anda mungkin juga menyukai