Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISOLASI SOSIAL

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 5 :

RESHA AZZA (2120006)

TANTI PUTRI DIAPRADITA ( 2120012 )

DIGAWAHYU (21200

PRODI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISOLASI
SOSIAL” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis itu sendiri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pengajar yang telah memberikan
bimbingannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu,saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Surabaya, 19 April 2023


DAFTAR ISI

COVER………………………….……………………………………………………………

KATA PENGANTAR.…………...………………………………......................................

DAFTAR ISI……………………….………………………………………………………...

MATERI PERTEMUAN.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………………..
………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di
sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan
yang ditujukan untuk mencapai pemuasaan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk
melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri) termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering
pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam
membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai dengan
maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari isolasi sosial?


b. Bagaimana proses terjadinya masalah?
c. Bagaimana terjadinya komplikasi?
d. Apa saja pengkajian keperawatan?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :

a. Mengetahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien yang menderita


penyakit isolasi sosial
b. Mampu mendiagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami isolasi sosial
c. Dapat mengetahui perencanaan keperawatan selanjutnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Isolasi Sosial


Setiap individu memiliki potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial, pada
berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim yang biasa hingga ketergantungan.
Keintiman pada tingkat ketergantungan, dibutuhkan individu dalam menghadapi dan
mengatasi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Individu tidak mampu memenuhi
kebutuhannya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Maka dari itu
hubungan interpersonal perlu dibina oleh setiap individu. Namun, hal tersebut akan
sulit dilakukan bagi individu yang memiliki gangguan isolasi sosial (Sutejo, 2018).
Gangguan hubungan intrapersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian
yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Deden & Rusdi, 2013). Kesendirian yang dialami
oleh individu dan dianggap timbul karena orang lain dan sebagai suatu pernyataan
negatif atau mengancam (Herdman, 2015).
B. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri Kesendirian Manipulasi

Otonomi Mengisolasi diri Impulsive

Kebersamaan Ketergantungan Narsisme

Saling tergantung

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih
dapat diterima oleh norma sosial dan buaya yang umum berlaku, respon ini meliputi :

1) Solitute (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan


seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu
cara untuk menentukan langkahnya.
2) Otonomi : Kemapuan individu untuk mentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling ketergantungan dalam membina
hubungan interpersonal.
4) Saling ketergantungan (Interdependent) : Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon yang sering ditemukan
meliputi :

1) Mengisolasi diri : Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu
2) Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan
berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
3) Ketergantungan : Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki
4) Impulsive : Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat
diandalkan.
5) Narkisme : Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak mendukung ( Deden & Rusdi,
2013).
C. Etiologi
Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor prespitasi.
Kegagalan pada gangguan ini akan menimbulkan ketidakpercayaan pada individu,
menimbulkan rasa pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada orang lain dan
merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak seseorang tidak
ingin untuk berkomunikasi dengan orang lain, suka menyendiri, lebih suka berdiam
diri dan tidak mementingkan kegiatan sehari hari ( Direja, 2011).
1) Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku
isolasi sosial
a) Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas
perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi
pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah respon sosial
mengisolasi diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri. Organisasi anggota
keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara
kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya
dapat mengurangi masalah respon sosial.
b) Faktor Biologik Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon
sosial maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c) Faktor Sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan
berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Deden & Rusdi,
2013).
2) Faktor presipitasi
Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat
menyebabkan seseorang mengisolasi diri. Faktorfaktor tersebut dapat berasal
dari berbagai stressor antara lain:
a) Stressor sosiokultural
Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan
keluarga. Perceraian adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas
dapat memecahkan keluarga besar, merampas orang yang menjadi
sistem pendukung yang penting pada semua usia. Kurang kontak yang
terjadi antara generasi. Tradisi, yang menyediakan hubungan yang kuat
dengan masa lalu dan rasa identitas dalam keluarga besar, sering
kurang dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi. Ketertarikan
pada etnis dan ”budaya” mencerminkan upaya orang yang terisolasi
untuk menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu.
b) Stressor psikologik
Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas
yang berkepanjangan atau terus menerus dengan kemampuan koping
yang terbatas dapat menyebabkan masalah hubungan yang berat.
Orang dengan gangguan kepribadian borderline kemungkinan akan
mengalami tingkat ansietas yang membuatnya tidak mampu dalam
menanggapi peristiwa kehidupan yang memerlukan peningkatan
otonomi dan pemisahan contohnya lulus dari sekolah, pernikahan
pekerjaan. Orang yang memiliki gangguan kepribadian narsistik
cenderung mengalami ansietas yang tinggi, dan menyebabkan
kesulitan berhubungan, ketika orang berarti tidak memadai lagi
memperhatikan untuk memelihara harga diri seseorang yang rapuh.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Deden & Rusdi, (2013) tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :
Gejala subjektif :
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Respon verbal kurang dan sangat singkat
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7. Klien merasa tidak berguna
8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9. Klien merasa ditolak

Gejala objektif :

1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara


2. Tidak mengikuti kegiatan
3. Banyak berdiam dikamar
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5. Klien tampak sedih, ekpresi datar dan dangkal
6. Kontak mata kurang
7. Kurang spontan
8. Apatis
9. Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11. Mengisolasi diri
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13. Masukkan makanan dan minuman terganggu
14. Retensi urin dan feses
15. Akktivitas menurun
16. Kurang energy
17. Rendah diri
18. Postur tubuh berubah
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping
yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber
koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan
(Deden & Rusdi, 2013).
F. Komplikasi
Pasien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah
laku masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi risiko gangguan
sensori persepsi: halusinasi, menciderai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan
penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden &
Rusdi, 2013).
G. Penatalaksanaan
Menurut Deden & Rusdi, (2013) penatalaksanan dapat dibagi:
1) Terapi kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa.
Terapi ini bertujuan memberi stimulus bagi pasien dengan gangguan
interpersonal. Terapi aktivitas kelompok : sosialisasi TAKS merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk membantu dan
memfasilitasi klien isolasi sosial untuk mampu bersosialisasi secara bertahap
melalui tujuh sesi untuk untuk kemampuan sosialisasi klien. Ketujuh sesi
tersebut diarahkan pada tujuan khusus TAKS, yaitu : kemampuan
memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan, kemampuan bercakap-cakap,
kemampuan menyampaikan dan membicarakan topik tertentu, kemampuan
menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS. Langkah-langkah
kegiatan yang dilakukan TAKS yaitu : tahap persiapan, orientasi, tahap kerja
dan tahap terminasi dengan menggunakan metode dinamika kelompok, diskusi
atau tanya jawab serta bermain peran stimulasi (Surya, 2012).
Terapi aktivitas kelompok berfokus untuk menyadarkan pasien,
meningkatkan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya
(Keliet & Akemat, 2005 cit Handayani et.,al, 2013).
2) Terapi lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkunagn sehingga aspek
lingkungn harus mendapatkan perhatian khusus 24 dalam kaitanya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lngkungan berkaitan erat
dengan stimulus psikologis seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada
kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.
H. Konsep Dasar Keperwatan Jiwa
1. Proses Keperawatan
a) Pengkajian : Pengumpulan data melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual.
b) Analisa data : Melihat data subyektif & objektif bisa memilih
permasalahan yang dihadapi klien dengan menggunakan pohon
masalah mampu diketahuihpenyebab, affeck berdasarkan kasus
tersebut. Dari output analisa data inilah bisa menegakkan diagnosa
keperawatan.
c) Diagnosa
- Gangguan perubahan persepsi sensori: halusinasi D.0085
- Isolasi sosial: menarik diri D.0121
- Gangguan konsep diri: harga diri rendah
d) Intervensi
 Intervensi keperawatan dilakukan selama 3 hari dengan
melakukan Sp dengan pasien :
1. Melakukan SP 1 : Membina hubungan saling percaya,
Mengidentifikasi penyebabmisolasi sosial, Berdiskusi
dengn pasien tentang keutungan berinteraksi dengan
orang lain, Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan
satu orang.
2. Melakukan SP 2 : Membantu pasien memasukan
kegiatan berbincang – bincangmdengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
3. Melakukan SP 3 : Memberikan kesempatan kepada
pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
 Melakukan SP dengan keluarga :
1. Melakukan SP 1 : Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluargamdalam merawat pasien,
Menjelaskan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
2. Melakukan SP 2 : Melatih keluarga mempraktekan cara
merawat pasien dengan isolasi sosial
3. Melakukan SP 3 : Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsungikepada pasien sosial. (Buku
Keperawatan Jiwa, 2020-2021).
e) Tujuan
klien mengenali perilaku kekerasan yang dilalui , klien dapat
mengatur perilaku yang bersifat kekerasan, klien dapat bisa mengikuti
beberapa program kegiatan pengobatan secara optimal (Buku
Keperawatan Jiwa, 2020-2021).
f) Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan setelah menentukan
intervensi dan implementasi dilakukan sesuai intervensi keperawatan
g) Evaluasi
Evaluasi yakni tahap akhir asuhan keperawatan , mengevaluasi
keberhasilan tindakan sebelumnya yang di berikan pada klien. Evaluasi
dilakukan selama pelaksanaan intervensi.
I. Pohon Masalah
Perubahan sensorikpersepsi : Halusinasi Effect

Isolasi sosial: menarik diri Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah Causa


J. Contoh Kasus
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal Senin, 23
November 2020 10.30 WIB di Desa Mranggen Demak Provinsi Jawa Tengah, di
dapatkan hasil pengkajian pasien bernama Ny. K berusia 62 tahun jenis kelamin
perempuan. Pasien adalah seorang beragama Islam yang bertempat tinggal di Desa
Mranggen Demak. Pasien merupakan ibu dan sudah menikah. Pendidikan terakhir
pasien SD. Pasien pernah dibawa kerumah sakit tetapi pasien merasa bahwa dirinya
tidak sakit dan sejak saat itu pasien tidak pernah di bawa kerumah sakit jiwa kembali,
tetapi keluarga membawanya ke dukun tetapi tetap sama saja tidak ada perubahan
sama sekali. Pasien sering melamun, mengurung diri, bingung, dan berbicara sendiri.
A. Pengkajian
Keluarga pasien mengatakan jika pasien seperti setelah suami pasien
meninggal dunia. Dan sekarang pasien hanya di rawat dirumah dan tinggal
sendiri. Pengkajian Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 23 November
2020 jam 10.30 WIB di Desa Mranggen Demak Provinsi Jawa Tengah pasien
bernama Ny. K yang berusia 62 tahun, jenis kelamin perempuan. Pasien
adalah seorang beragama Islam yang bertempat tinggal di Desa Mranggen
Demak. Pasien merupakan ibu dan sudah menikah. Pendidikan terakhir pasien
SD. Pasien pernah dibawa kerumah sakit tetapi pasien merasa dirinya tidak
sakit dan saat itu pasien tidak pernah di bawa kerumah sakit jiwa kembali,
tetapi keluarga membawanya ke dukun dan hal tersebut juga tidak ada
perubahan sama sekali. Pasien sering melamun, mengurung diri, bingung, dan
berbicara sendiri. Keluarga pasien mengatakan jika pasien seperti setelah
suami pasien meninggal dunia, di dapatkan keluhan keluarga klien
mengatakan klien sering menyendiri sendiri didalam rumah, Keluarga klien
mengatakan bahwa klien sering asik dengan pikirannya sendiri, Keluarga klien
mengatakan sering mendengar klien bicara sendiri saat sendirian dirumah Dan
sekarang pasien hanya di rawat dirumah dan tinggal sendiri.
a. Alasan Masuk : Keluarga klien mengatakan setelah suami dari klien
meninggal dunia , klien sering menyendiri, klien sering diam di kamar,
dan keluarga klien mengatakan klien selalu merasa asik dengan pikiran
sendiri.
b. Faktor predisposisi : keluarga Ny. K mengatakan sebelumnya belum
pernah masuk rumah sakit jiwa dan belum pernah mengalami
gangguan jiwa. Ny. K juga mengatakan tidak pernah melakukan
pengobatan sebelumnya, tidak pernah menhalami penganiayaan, dan
tidak pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan
sebelumnya.
c. Fisik : Pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil : TD : 110/90
mmHg, N : 80x/menit, S : 35,8C , RR : 20x/menit dan BB : 48 kg,
TB : 165 cm. Keluarga Ny. K juga mengatakan tidak ada keluhan fisik
yang di alami
d. Genogram : Dari hasil pengkajian yang di lakukan penulis pada analisa
genogram didapatkan data bahwa keluarga Ny. K mengatakan orang
tua dari bapak dan ibu pasien sudah meninggal semua. Ny. K menikah
dengan seorang laki – laki dan beliau sudah meninggal dunia dan
pasien mempunyai 5 anak. Anak yang pertama laki – laki, yang kedua
perempuan, ke 3 laki – laki, ke 4 perempuan dan yang terakhir laki –
laki. Anak pasienyang nomer 2 dan 3 juga mengalami gangguan jiwa.
e. Konsep Diri : Keluarga Ny. K mengatakan pasien mengenal dirinya
sendiri, dapat mengetahui mana yang suka dan yang tidak suka, Ny. K
tampak kurus setelah suaminya meninggal dunia, pasien merasa bahwa
dirinya tidak sakit saat mau dibawa ke rumah sakit jiwa
f. Hubungan Sosial : Keluarga Ny. K mengatakan bahwa yang paling
berarti adalah suami pasien yang sudah meninggal dunia, Ny. K sudah
tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di sekitar rumah, keluarga
klien juga mengatakan klien sudah tidak bisa diajak komunikasi
kecuali beliau yang mau sendiri.
g. Status Mental : Keluarga klien mengatakan klien berpenampilan
kurang rapi, Ny. K tampak lesu, kuku klien kotor , tampak kurus dan
bingung. Ny. K saat diajak komunikasi hanya diam dan hanya
melakukan gerakan. Dan saat di wawancarai klien tidak kooperatif,
tidak ada kontak mata
h. Kebutuhan Pulang : Keluarga Ny. K mengatakan klien mampu makan
dan minum sendiri tampa dibantu. Ny. K tidak mampu menjaga
kebersihan rumah, tetapi bisa mandi sendiri tampa harus dibantu oleh
keluarga, mem\ncuci baju setelah klien mandi, BAK dan BAB secara
mandiri tanpa bantuan, mengenakan pakaian dengan baik walaupun
tidak rapi, keluarga klien mengatakan istirahat klien tidak menentu dan
terkadang suka berbicara sendiri.
i. Mekanisme Koping : Pasien tampak kurang mampu memulai
pembicaraan, pasien tampak acuh dan lebih banyak diam saat diajak
komunikasi.
B. Analisa Data
Hasil pengkajian yangptelah dilakukan penulis pada tanggal 23
November 2020 dapat ditemukan masalah keperawatan yaitu :
a) Isolasi Sosial : Menarik Diri Masalah tersebut ditandai dengan adanya
data subyektif pasien yaitu pasien mengatakan “ saya tidak tau apa-
apa, saya lebih suka diam” dan data objektif pasien tampak lebih sering
melamun, kontak mata kurang, tidak bergairah/lesu, tidak berbicara
dengan teman atau perawat, ekspresi datar
b) Halusinasi Pendengaran Masalah tersebut ditandai dengan adanya data
subyektif keluarga pasien mengatakan “klien sering mendengar klien
berbicara sendiri saat sendirian dirumah”, dan data objektif pasien
Nampak menyendiri, Nampak melamun , Nampak berbicara sendiri.

Dari data diatas penulis memperoleh data untuk diagnose utama yaitu Isolasi
Sosial

C. Rencana Keperawatan
Masalah yang muncul pada tanggal 23 November 2020 tersebut,
selanjutnya di susun rencana Tindakan Keperawatan yang digunakan sebagai
tindak lanjut asuhan keperawatan pada Ny. K Isolasi Sosial : Menarik Diri
setelah di lakukan Tindakanokeperawatan selama 2 x 8 jam diharapkan pasien
mampu berinteraksi dengan orang lain dengan, menunjukan rasa percaya
kepada keluarga maupun perawat, pasien mampu melakukan aktivitas dengan
baik.
Intervensi pertama yang dilakukan adalah SP 1 membina hubungan
saling pecaya seperti berkenalan menyebutkan nama dan menanyakan
perasaan atau masalah yang sedang di alami, rasionalnya hubungan saling
percaya merupakan Langkah pertama dalam melakukan interaksi. Yang kedua
SP 2 pasien menyebutkan penyebeb menarik diri seperti menanyakan orang
yang terdekat dirumah , menanyakan apa yang membuat pasien dekat dengan
orang ttersebut, menanyakan siapa saja yang tinggal dalam 1 rumah,
berdiskusi dengan pasien apa penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
rasionalnya dengan mengetahui tanda-tanda dan gejala kita dapat menentukan
langkah selanjutnya . Yang ketiga SP 3 yaitu pasien dapat menyebutkan
keuntungan berinteraksi sosial dan kerugian menarik diri seperti menanyakan
manfaat berinteraksi sosial dan menanyakan kerugian menarik diri,
rasionalnya dapat meningkatkan harga diri pasien
D. Implementasi
Implementasi telah disusun berdasarkan masalah, kemudian dilakukan
implementasi untuk tindak lanjut dari proses asuhan keperawatan pada Ny. K.
Implementasi yang dilakukan ini untuk mengatasi pasien pada tanggal 23
November 2020 yaitu
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Yaitu melakukan SP 1 pada tanggal 24 November 2020 jam 13.30
WIB yaitu menjalin hubungan saling percaya dengan respon pasien dapat
melakukan tindakan memperkenalkan diri. Dapat menyebutkan salam, nama
kemudian menanyakan perasaan pasien, pasien kurang kooperatif. Selanjutnya
melakukan SP 2 pada jam 14.50 WIB yaitu dapat menyebutkan penyebab
menarik diri dengan respon kurang bersedia, kurang berkonsentrasi, bingung,
hanya menggerakan kepala saja. Kemudian pada tanggal 25 November 2020
jam 08.35 WIB melakukan SP 3 yaitu pasien bisa menyebutkan keuntungan
berkomunikasi sosial dan kerugian menarik diri dengan respon cukup baik,
kurang kooperatif, pasien tampak ragu – ragu untuk menjawab tetapi hanya
menjawab dengan gerakan kepala.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk mengukur respon pasien terhadap
Tindakan asuhan keperawatan yang sudah diterima untuk kemajuan pasien
pada tanggal 24 November 2020
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Dilakukan evaluasi dubjektik pada tanggal 24 November 2020 pukul
15.20 WIB yaitu pasien kurang mampu memperkenalkan diri dan kurang
yakin menyebutkan penyebab mengapa pasien menarik diri, pasien
mengatakan tampak sedikit memberi kepercayaan kepeda perawat, pasien
tampak ragu dalam menjawab beberapa pertanyaan dan pasien kurang
berkosentrasi. Penulis merencanakan untuk melanjutkan intervensi pada hari
berikutnya yaitu mengajak berdiskusi pasien untuk dapat menyebutkan atau
menceritakan penyebab menarik diri. Pada jam 10.00 WIB dilakukan hasil
subjektif pasien yaitu mampu menyebutkan minimal keuntungan berinteraksi
dan kerugian berinteraksi. Evaluasi objektif : pasien kurang kooperatif, pasien
tampak lesu, ekspresi pasien datar, sulit memulai berbicara. Penulis
merencanakan untuk melanjutkan intervensi pada hari berikutnya yaitu
mengajak berdiskusi keuntungan berkomunikasi dan kerugian menarik diri
serta memberi dukungan kepada pasienj untuk menjalin komunikasi kepada
keluarga atau perawat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Saat memberi asuhan keperawatan pada klien dapat menciptakan
suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan yang di berikan serta klien
membutuhkan dukungan keluarga yang mengerti permasalahan dirinya
dimana keluarga harus mengajak pasien berkomunikasi dan bersosialisasi
dimana pasien isolasi sosial harus diberi semangat, dukungan dan peran
keluarga itu sangatlah penting.
B. Saran
Dalam menangani kasus isolasi sosial hendaknya perawat melakukan
pendekatan untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien
sehingga terciptanya suasana terapeutik dalam pelaksanaan dan bagi keluarga
hendaknya sering mengunjungi klien sehingga dapat mengetahui
perkembangan kondisi klien serta membantu perawat bekerja sama dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien.
A. Kesimpulan
B. Pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien
isolasi sosial dapat
disimpulkan:
C. 1. Saat memberi asuhan
keperawatan klien dapat
menciptakan suasana
teraupetik
D. dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan yang
diberikan
E. 2. Klien membutuhkan
dukungan keluarga yang
mengerti permasalahan
dirinya
F. dimana keluarga harus
mengajak pasien
berkomunikasi dan
bersosialisasi dimana
G. pasien isolasi social harus
diberi semangat dan
dukungan dan peran
keluarga itu
H. sangatlah penting
I. Kesimpulan
J. Pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien
isolasi sosial dapat
disimpulkan:
K. 1. Saat memberi asuhan
keperawatan klien dapat
menciptakan suasana
teraupetik
L. dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan yang
diberikan
M. 2. Klien membutuhkan
dukungan keluarga yang
mengerti permasalahan
dirinya
N. dimana keluarga harus
mengajak pasien
berkomunikasi dan
bersosialisasi dimana
O. pasien isolasi social harus
diberi semangat dan
dukungan dan peran
keluarga itu
P. sangatlah penti
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/10860183/ISOLASI_SOSIAL

http://repository.akperykyjogja.ac.id/295/1/LINDA%20ASTUTI%282317021%29.pdf

http://repository.unissula.ac.id/23670/1/40901800041_fullpdf.pdf

https://www.studocu.com/id/document/universitas-riau/keperawatan-jiwa/makalah-
keperawatan-jiwa-isolasi-sosial-kel-1-1/45127258

Anda mungkin juga menyukai