Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Dosen Pembimbing :

Wirdan Fauzi Rahman S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :

AKADEMI KEPERAWATAN RS. EFARINA PURWAKARTA PROGRAM

STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

2022
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Isolasi Sosial

1. Definisi Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina

hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011). Adapun kerusakan interaksi

sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain

karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran dan kegagalan, klien mengalami kesulitan dalam berhubungan

secara spontan dengan orang lain yang di manifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak

perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Direja, 2011).

Isolasi sosial juga didefinisikan sebagai suatu keadaan kesepian yang dialami

oleh seseorang karena orang lain mengatakan sikap yang negatif dan mengancam.

Seringkali orang yang mengalami isolasi sosial juga akan mengalami

gangguan/hambatan komunikasi verbal seperti penurunan, perlambatan, atau ketiadaan

kemampuan untuk menerima, memproses pesan (stimulus) yang diterima, dan tidak

mampu memberi respon yang sesuai karena kerusakan sistem di otak (Kusumawati &

hartono, 2011).

Setiap individu memiliki potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial, pada

berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim yang biasa hingga ketergantungan.

Keintiman pada tingkat ketergantungan, dibutuhkan individu dalam menghadapi dan


mengatasi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Individu tidak mampu memenuhi

kebutuhannya tanpa adanya hubungan interpersonal perlu dibina oleh setiap individu.

Namun, hal tersebut akan sulit dilakukan bagi individu yang memiliki gangguan isolasi

sosial (Sutejo,2018).

2. Rentang Respon

Bagan 2.1
Rentang respon

Respon Respon
adaptif maladaptif

Solitute Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsifitas
Mutualitas Ketergantungan narkisisme
Interdependen

Gambar 2.1 Rentang respon sosial (Stuart,2016)

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih

dapat diterima oleh norma sosial dan buaya yang umum berlaku, respon ini meliputi :

1) Solitute (Menyendiri): Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan

seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu

cara untuk menentukan langkahnya.

2) Otonomi: Kemapuan individu untuk mentukan dan menyampaikan ide, pikiran,

perasaan dalam hubungan sosial.

3) Kebersamaan (Mutualisme): Perilaku saling ketergantungan dalam membina

hubungan interpersonal.
4) Saling ketergantungan (Interdependent : Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal

dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon yang sering ditemukan

meliputi :

1) Mengisolasi diri: Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak

berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu

2) Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan

berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.

3) Ketergantungan : Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan

yang dimiliki

4) Impulsive: Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak

mampu belajar dari pengalaman, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat

diandalkan.

5) Narkisme: Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap

egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak mendukung ( Deden & Rusdi,

2013).

3. Etiologi

Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor prespitasi.

Kegagalan pada gangguan ini akan menimbulkan ketidakpercayaan pada individu,

menimbulkan rasa pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada orang lain dan masih

tertekan. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak seseorang tidak ingin
untuk berkomunkasi dengan orang lain, suka menyendiri, lebih suka berdiam diri dan

tidak mementingkan kegiatan sehari-hari (Dereja, 2011).

4. Faktor yang mempengaruhi

a. Faktor predisposisi

Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial :

1) Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi

sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai

masalah respon sosial mengisolasi diri. Sistem keluarga yang terganggu juga

dapat mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri. Organisasi anggota keluarga

bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangan gambaran yang

lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.

Pendekatan kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon sosial.

2) Faktor biologik

Faktor genetik dapat mengundang terhadap respon sosial maladaptif.

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan

struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume

otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

3) Faktor sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini

merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang

lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti

lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki

budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan

faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Deden & Rusdi, 2013).

b. Faktor presipitasi

Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat

menyebabkan seseorang mengisolasi diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari

berbagai stressor antara lain :

1) Stressor sosiokultural

Salah satu stressor sosial budaya adalah ketidakstabilan keluarga.

Perceraian adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas dapat memecahkan

keluarga besar, merampas orang yang menjadi sistem pendukung yang penting

pada semua usia. Kurang kontak yang terjadi antara generasi. Tradisi, yang

menyediakan hubungan yang kuat dengan masa lalu dan rasa identitas dalam

keluarga besar, sering kurang dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi.

Ketertarikan pada etnis dan budaya mencerminkan upaya orang yang terisolasi

untuk menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu.

2) Stressor psikologik

Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan kemampuan

untuk berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas yang berkepanjangan

atau terus menerus dengan kemampuan koping yang terbatas dapat

menyebabkan masalah hubungan yang berat.


5. Penatalaksanaan

Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial antara

lain pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi,

dan program intervensi keluarga (Yusuf, 2019).

a. Terapi Psikososial

Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting

dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa

aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,

menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan

perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien

(Videbeck, 2012).

b. Terapi Individu

Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada

individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-

perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan

klien(Videbeck, 2012). Terapi individu juga merupakan salah satu bentuk terapi

yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada klien secara tatap muka

perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018).

Salah satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat

kepada klien dengan isolasi sosial adalah pemberian strategi pelasanaan (SP).

Dalam pemberian strategi pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal yang paling

penting perawat lakukan adalah berkomunikasi dengan teknik terapeutik.


Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dank

klien, yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan

khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara

perawat dan Klien (Videbeck, 2012). Semakin baik komunikasi perawat, maka

semakin bekualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan kepadaklien karena

komunikasi yang baik dapat membina hubungan saling percaya antara perawat

dengan klien, perawat yang memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara

terapeutik tidak saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi

juga dapat menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah

lainnya, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan serta

memudahan dalam mencapai tujuan intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).

c. Farmakologi

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh

dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi

pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan

generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan

senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk

generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk

antipsikotik). (Wandono, 2017)

6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan

yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan

koping yang sering digunakan adalah regresi, represi, dan isolasi. Sedangkan
contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam

hubungan yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan

peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal

seperti kesenian, musik, atau tulisan (Deden & Rusdi, 2013).

7. Rencana Keperawatan

Tabel 2.1
Rencana keperawatan

Strategi Pelaksanaan 1(SP 1) untuk Klien

1) Mengidentifikasi penyebab isolasi social


2) Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3) Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4) Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan dengan satu orang
5) Menganjurkan kepada klien memasukkan kegiatan berbincang-bncang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk Klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikan cara berkenalan dengan satu
orang
3) Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan 3(SP 3) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2) Memberi kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3) Menganjurkan kepada klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan 1 (SP4)untuk Keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien


2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial beserta proses terjadinya
3) Menjelaskan cara-cara merawat klien isolasi social
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk Keluarga
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi sosial
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien isolasi social
Straegi Pelaksanaan 3 (SP 3) untuk Keluarga
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Indentitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,

pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, tanggal pengkajian, diagnosa medis.

Indentitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan,agama, hubungan dengan klien, dan alamat

1) Apa penyebab klien datang ke RSJ?

2) Apa yang sudah dilakukan keluarga?

3) Bagaimana hasilnya?

b. Faktor predisposisi

Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak

realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan

struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan

dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi

perlakuan orang lain yang tidak menghargai Klien/perasaan negatif terhadap diri

sendiri yang berlangsung lama.


c. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya dengan

klien depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak kotor, kulit

lengket di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan

gangguan aspek dan kondisi klien .

d. Psikososial

1) Konsep Diri:

Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah

atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.

Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh.

Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,

mengungkapkan ketakutan.

2) Ideal Diri

Menggungkapkan keputusan karena penyakitnya : menggungkapkan keinginan

yang terlalu tinggi

3) Harga Diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,

gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang

percaya diri.

a) Penampilan Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan

penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.

b) Identitas Personal: Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan

keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.


e. Hubungan sosial

Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan

sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam

masyarakat.

f. Spiritual

Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapap

gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan

masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah

secara individu atau kelompok.

g. Status mental

Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang

dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu

berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang

berharga dalam hidup.

1) Penampilan

Biasanya pada klien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan

penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti

biasanya (tidak tepat).

2) Pembicaraan

Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan

karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan Klien berbicara dan volume

di ukur dengan berapa keras klien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau
lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu, dan di tekan,

karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.

3) Aktifitas Motorik

Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien. Tingkat aktifitas :

letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor.

Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya dengan ansietas,

mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau

kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.

4) Alam Perasaan

Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status emosional

dan cerminan situasi kehidupan klien. Alam perasaan dapat di evaluasi

dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak mengarah seperti

“bagaimana perasaan anda hari ini” apakah klien menjawab bahwa ia merasa

sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas.

5) Afek

Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang dapat di observasi

oleh perawat selama wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah

sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil

sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering tampak

pada skizofrenia.

6) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi dan ilusi.

Halusinasi di definisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah.

Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.

Halusinasi perintah adalah yang menyuruh klien melakukan sesuatu seperti

membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.

7) Interaksi Selama Wawancara

Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan dengan perawat.

Apakah klien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung,

berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau sedatif.

8) Proses Pikir

Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien proses diri klien

diobservasi melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih

pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya.

9) Isi Pikir

Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan dalam

komunikasi klien. Merujuk pada apa yang dipikirkan klien walaupun klien

mungkin berbicara mengenai berbagai subjek selama wawancara, beberapa

area isi harus dicatat dalam pemeriksaan status mental. Mungkin bersifat

kompleks dan sering disembunyikan oleh klien.

10) Tingkat Kesadaran


Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi klien terhadap

situasi terakhir. Berbagai istilah dapat digunakan untuk menguraikan tingkat

kesadaran klien seperti bingung, tersedasi atau stupor.

11) Memori

Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat

tehadap masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan

jawaban definitif apakah terdapat kerusakan yang spesifik. Pengkajian

neurologis diperlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan

memori. Memori didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat

pengalaman lalu.

12) Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi

Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama

jalannya wawancara.Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk mengerjakan

hitungan sederhana.

13) Penilaian

Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif

termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari

hubungan.

14) Daya Titik Diri

Penting bagi perawat untuk menetapkan apakahklien menerima atau

mengingkari penyakitnya.

15) Kebutuhan Persiapan Pulang


Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan

keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga

klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya penjelasan atau pemberian

pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin dan

teratur.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Kusumowati dan Hartono, (2010) diagnosa keperawatan merupakan

suatu pernyataan masalah keperawatan pasien mencakup baik respon sehat adaptif

atau maladaptif serta stressor yang menunjang. Diagnosa keperawatan yang diangkat

adalah:

a. Isolasi sosial

b. Harga diri rendah

c. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2

Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (TUM/TUK) Evaluasi akhir Intervensi

1. Gangguan sensori TUM : Setelah di lakukan Strategi Pelaksanaan 1

persepsi: Halusinasi Klien tidak menciderai diri tidakan keperawatan di (SP1) untuk Klien

sendiri / orang lain / harapkan klien mampu 1. Mengidentifikasi

lingkungan TUK : mengenali halusinasinya jenis halusinasi:

1. Klien dapat membina dengan kriteria hasil : 2. Mengidentifikasi isi


hubungan saling 1. Klien dapat halusinasi

percaya dengan menyebutkan 3. Mengidentifikasi

perawat. waktu, timbulnya waktu halusinasi

halusinasi 4. Mengidentifikas

2. .Klien dapat frekwensi halusinasi

mengidentifikasi 5. Mengidentifikasi

kapan frekuensi situasi yang

situasi saat terjadi menimbulkan

halusinasi halusinasi

3. Klien dapat 6. Mengidentifikasi

mengungkapkan respon klien

prasaannya saat terhadap halusinasi

muncul halusinasi Strategi Pelaksanaan 2

(SP 2) untuk Klien

1. Mengevaluasi

jadwal kegiatan

harian klien

2. Melatih klien

mengendalikan

halusinasi dengan

cara bercakap-cakap

dengan orang lain

3. Menganjurkan klien
memasukkan dalam

jadwal kegiatan

harian

Strategi Pelaksanaan 3

(SP 3) untuk Klien

1. Mengevaluasi

jadwal kegiatan

harian klien

2. Melatih klien

mengendalikan

halusinasi dengan

melakukan kegiatan

(kegiatan yang biasa

dilakukan klien di

rumah)

3. Menganjurkan klien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan

harian

Strategi Pelaksanaan 4

(SP 4) untuk Klien

1. Mengevaluasi

jadwal kegiatan
harian klien

2. Memberikan

pendidikan

kesehatan tentang

penggunaaan obat

secara teratur

3. Menganjurkan klien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan

harian

2. Isolasi sosial Strategi Pelaksanaan 1

(SP 1) untuk Klien

1. Mengidentifikasi

penyebab isolasi

social

2. Berdiskusi dengan

klien tentang

keuntungan

berinteraksi dengan

orang lain

3. Berdiskusi dengan

klien tentang
kerugian tidak

berinteraksi dengan

orang lain

4. Mengajarkan

kepada klien tentang

cara berkenalan

dengan satu orang

5. Menganjurkan

kepada klien

memasukkan

kegiatan

berbincang-bncang

dengan orang lain

dalam kegiatan

harian

Strategi Pelaksanaan 2

(SP 2) untuk Klien

1. Mengevaluasi

jadwal kegiatan

harian klien

2. Memberikan

kesempatan kepada

klien mempraktikan
cara berkenalan

dengan satu orang

3. Membantu klien

memasukkan

kegiatan

berbincang-bincang

dengan orang lain

sebagai salah satu

kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan 3(SP

3) untuk klien

1. Mengevaluasi

jadwal kegiatan

harian klien

2. Memberi

kesempatan kepada

klien berkenalan

dengan dua orang

atau lebih

3. Menganjurkan

kepada klien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan
harian

3 Harga diri rendah Strategi Pelaksanaan 1

(SP 1) untuk klien

1. Mengidentifikasi

kemampuan dan

aspek positif yang

dimiliki klien

2. Membantu klien

menilai kemampuan

yang masih dapat

dilakukan

3. Membantu klien

menentukan

kegiatan yang akan

dilatih sesuai

dengan kemampuan

klien

4. Melatih klien sesuai

dengan kemampuan

yang dipilih

5. Memberikan pujian

yang wajar terhadap


keberhasilan klien

6. Menganjurkan klien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan

harian

Strategi Pelaksanaan 2

(SP 2) untuk |Klien

1. Mengevaluasi

jadwal kegiatan

harian klien

2. Melatih kemampuan

kedua

3. Menganjurkan klien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan

harian

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam

bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah di

tetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi

adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan utnuk menciptakan saling

percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan teknik, psikomotor,

kemampuan melakukan observasi sistemis, kemampuan memberikan pendidikan

kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi (Anggit, 2021).

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan,

perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan

dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012).

Salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan rencana tindakan keperawatan

adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini dapat digunakan dengan verbal; kata

pembuka, informasi, fokus. Selain teknik verbal, perawat juga harus menggunakan

teknik non verbal seperti; kontak mata, mendekati kearah klien, tersenyum,

berjabatan tangan, dan sebagainya. Kehadiran psikologis perawat dalam komunikasi

terapeutik terdiri dari keikhlasan, menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2019).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai

efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan

SOAP sebagai berikut, S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan, 0 : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan, A:Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data

yang kontradiksi terhadap masalah yang ada, dan P : Tindak lanjut berdasarkan hasil

analisis respon pasien rencana tindak lanjut dapat berupa hal rencana dilanjutkan (jika

masalah tidak berubah) atau rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah

dilaksanakan semua tindakan terapi hasil belum memuasakan) (Anggit, 2021).


DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade herman surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha

Medika

Wachidah, Nurzahrotul. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia Dengan Masalah

Isolasi Sosial Di Ruang Plamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Diambil Dari KTI

http://repository.unusa.ac.id/4387/ Diakses pada tanggal 15 November 2021

Cahyati, A. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Ny. W Dengan Isolasi Sosial.

Sutejo. 2017. Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Gangguan Jiwa dan

Psikososial. Yogyakarta:PT.Pustaka Baru.

Rustandi, D.&.2013. Konsep Keperawatan Jiwa dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan

Jiwa. Edisi 1.

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211007/1338675/kemenkes-beberkan-

masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-indonesia/ Diakses pada tanggal 15 November 2021

Anda mungkin juga menyukai