Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. H DENGAN MASALAH ISOLASI


SOSIAL DI RUANG KEPERAWATAN PALEM RSUD HAJJA ANDI DEPU
POLEWALI MANDAR

DISUSUN OLEH :

AFLUL DIAN MALITA THAMRIN


NIM : 111200020046

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
ANDINI PERSADA MAMUJU
2023
LEMBARAN PENGESAHAN
Laporan Asuhan Keperawatan Pada TN. H Dengan Masalah Isolasi Sosial Di Ruang
Keperawatan Palem RSUD Hajja Andi Depu Polewali Mandar

Telah di setujui oleh Pembimbing Klinik dan Pembimbing Pendidikan


pada tanggal Maret 2023

Polewali Mandar, Maret 2023


Praktikan

Mengetahui/Menyetujui,

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Ns. Akbar Nur, S.Kep.,M.Kep Muhammad Ali. K.Amk


LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

Polewali Mandar, Maret 2023


Praktikan

Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Klinik

Muhammad Ali. K.Amk Aflul Dian Malita Thamrin

Pembimbing Pendidikan/Institusi

Ns. Akbar Nur, S.Kep.,M.Kep


A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya
(Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2001)

B. ETIOLOGI
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan
yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara
lain yaitu:

a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1). Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan tingkah
laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi
yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan
sebagai objek.
2). Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3). Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah
otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat
kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
volume otak serta perubahan struktur limbik.

b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal meliputi:
1). Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2). Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti, 2012:
79)
Rentang respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling
tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam
suatu hubungan

Respon adaptif Respon maladaptif


Menyendiri

Kesepian manipulasi

Otonomi menarik diri impulsif

Bekerja sama Ketergantungan Narcisme

Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku
dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan
tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a) Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b) Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
c) Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
d) Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e) Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f) Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus,
sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak
mendukungnya. (Trimelia, 2011: 9)
C. PATOFISIOLOGI
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain,
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia,
orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negative dan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi
emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.

b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo, 2014:
111)

D. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna

b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)
E. KOMPLIKASI
Pada pasien isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang auntistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori
persepsi: halusinasi, menciderai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan
penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawtan diri (Deden &
Rusdi, 2013)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri
seseorang. (Prabowo, 2014: 113)

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan


mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada.

Tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi dan mendapatkan data yang sesuai


tentang klien. Oleh karenanya, fokus utama dari pengumpulan data adalah respon
klien terhadap kekhawatiran, atau masalah kesehatan yang bersifat biofisik,
sosiokultural, psikologis, dan spiritual.

Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan pengkajian pada  pasien dengan
isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.

a. Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut :

1) Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.

2) Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk
sendirian.

3)  Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.

4) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.

5) Pasien merasa tidak aman dengan orang lain

6) Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup


7) Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.

b.  Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut :

1) Ekspresi wajah kurang berseri

2) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

3) Mengisolasi diri

4) Tidak ada/kurang kontak mata.

5) Aktivitas menurun.

6)  Asupan makanan dan minuman terganggu.

7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.

8) Tampak sedih, afek tumpul.

Pohon Masalah

Resiko menciderai diri dan orang lain

Perubahan persepsi sensori

Isolasi social

Harga diri rendah


2. DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian yang
interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi
dan evaluasi. (NANDA, 2011, hlm. 2)

a. Diagnosa utama : Isolasi social

b. Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006,
hlm. 20 ) adalah sebagi berikut :

1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

2) Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

3) Gangguan konsep diri: harga diri rendah

4) Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik

5) Defisit perawatan diri

6) Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga


merawat pasien dirumah

7) Gangguan pemeliharaan kesehatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009, hlm. 36)
adalah sebagai berikut :

1) Isolasi social

2) Harga diri rendah kronis

3) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

4) Koping individu tidak efektif

5) Koping keluarga tidak efektif


6) Malas beraktivitas

7) Defisit perawatan diri

8) Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

3. PERENCANAAN

Intervensi keperawatan/rencana keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku


spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Intervensi keperawatan harus spesifik, dinyatakan dengan jelas dan dimulai
dengan kata kerja aksi.

Rencana/intervensi keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis dari


status kesehatan klien, kekuatan, dan masalah klien. Komponen perencanaan
meliputi menilai prioritas, menentapkan tujuan jangka panjang, menetapkan tujuan
jangka pendek, mengidentifikasi strategi dan mengurai intervensi keperawatan untuk
implementasi.

Perencanaan adalah kategori dari perilaku kesehatan dimana memiliki tujuan yang
berpusat pada pasien dari hasil yang dapat diperkirakan dan ditetapkan, intervensi
keperawatan dipilih untuk tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005, hlm. 180)

Menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99)  intervensi keperawatan untuk pasien
dengan isolasi sosial adalah

a. Tindakan keperawatan pada klien

1. Tujuan keperawatan

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya

b) Klien dapat menyadari penyebab isolasi social

c) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain


2. Tindakan keperawatan

SP 1 klien : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal


manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan klien berkenalan.

1. Bina hubungan saling percaya


a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
b) Berkenalan dengan klien : perkenalkan nama lengkap dan na ma panggilan
perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama
akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f) Tunjukan sikap empati terhadap klien setiap saat
g) Penuhi kebutuhan dasar klien jika mungkin

2. Bantu klien mengenal penyebab isolasi social


a) Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b) Tanyakan penyebab klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain

3. Bantu klien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika klien memiliki banyak teman.
4. Bantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dengan
cara :
a) Diskusikan kerugian jika klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain
b) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
c) Bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
d) Ajarkan klien berkenalan

SP 2 klien     : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan


orang pertama/perawat).

SP 3 klien     : Melatih klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan


orang kedua/klien).

4. PELAKSANAAN

Implementasi adalah pelaksanaan rencan keperawatan oleh perawat dan klien,


perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada klien
dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan.

Tujuan dari pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai


tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping dalam rencana.

Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemberian asuhan


keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan multifocal.

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan


yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendy, dalam Nurjannah, 2004, hlm.
63). Menurut Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah (2004, hlm. 63) menyebutkan
beberapa kondisi dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan
implementasi keerawatan :

a. Kondisi perawat: memiliki pengalaman klinik, pengetahuan tentang riset,


responsif dan tindakan mempunyai dimensi perawatan.

b. Perilaku perawat: mempertimbangkan sumber yang tersedia,


mengimlementasikan aktifitas perawatan, memunculkan alternatif,
berkoordinasikan dengan petugas kesehatan yang lain.
5. EVALUASI

Menurut Stuart (2007, hlm. 283) ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan
perawat dalam mengevaluasi pasien yang mengalami respon sosial diantaranya :

1. Apakah pasien menjadi kurang impulsif, manipulatif, atau narsisistik?

2. Apakah pasien mengekspresikan kepuasan dengan kualitas hubungan


interopersonalnya?

3. Dapatkah pasien berperan serta dalam hubungan interpersonal yang akrab?

4. Dapatkah pasien menggunakan kesadarannya tentang perubahan perilaku yang


positif?
H. DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT


Refika Aditama.

Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM
Doenges E, Marylin et. al. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi 3.(alih
bahasa oleh Laili Mahmudah, dkk, 2006). Jakarta : EGC

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa
Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC

NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (alih bahasa, Sumarwati


et. al., 2011) Jakarta EGC

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (alih bahasa Ramona P Kapoh,  Egi
Komara Yudha, 2006). Jakarta: EGC

http://frincebloger.blogspot.com/2012/05/askep-jiwa.html

http://gombetcsa.blogspot.com/2012/06/askep-jiwa-isolasi-sosial.html

http://jrpatrickgaskins.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-jiwa-pada-tn-
dengan.html

Anda mungkin juga menyukai