Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI DIRI

Tanggal 14 – 26 September 2020

Oleh:
ADITYA DWI SAPUTRA
2030913310014

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Tanggal 14 – 26 September 2020

Oleh:
Kelompok 2 Profesi Ners

Banjarbaru, 14 September 2020


Mengetahui,

Koodinator Stase Jiwa Penguji/Preseptor Akademik

Dhian Ririn Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kep Nama


NIP. 19801215 200812 2 003 nip

2
ISOLASI SOSIAL

A. Definisi
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat
dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya
(Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart
& Sundeen, 2006).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhdap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. (Dalami dkk, 2009).

B. Rentang Respon sosial


Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang
maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif ResponMaladaptif

Menyendiri Merasa Sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik Diri Impulsif

Bekerjasama Tergantung Narsissme

Saling Bergantung

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan


cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono &
Teguh (2009) respon adaptif meliputi :

3
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencanarencana
b. Autonomy atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan
untuk interdependen dan pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi,
dan menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Interdependen atau saling ketergantungan
Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan


masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama
dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif tersebut
adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang
lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan,
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan

4
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang
lain.

Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada


rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
a. Menarik diri; individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
b. Tergantung (dependen); individu sangat tergantung dengan orang lain,
individu gagal mengembangkan rasa percaya diri.
c. Manipulasi; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain, orang lain
hanya sebagai objek Curiga; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang
lain dan lingkungan

C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya
gangguan jiwa.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon
sosial yang maladaptif. .Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk
(Damaiyanti, 2012) :
a. Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan
mencetuskan seseorang akan mempunyai masalah respon maladaptif.
b. Biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan
umum yang lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang
terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini,
tetepi masih perlu penelitian.
c. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai
yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat

5
perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan,
pekerjaan dan lain-lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negative dan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan,
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
2. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,
konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan
sebagainya.
b. Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan
cemas yang mengambang, merasa terancam.

D. Tanda dan Gejala


Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri
akan ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul,
menghindari dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari
orang lain, misalnya pada saat makan, komunikasi kurang/tidak ada, klien
tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada kontak
mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat terpisah,
klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain, klien

6
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data subjektif
sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata “tidak”, “ya”,
atau “tidak tahu”.
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005) isolasi
sosial memiliki batasan karakteristik meliputi:
Data Obyektif :
1. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,
kelompok)
2. Perilaku permusuhan
3. Menarik diri
4. Tidak komunikatif
5. Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
6. Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
7. Senang dengan pikirannya sendiri
8. Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9. Kontak mata tidak ada
10. Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11. Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12. Sedih, afek tumpul

Data Subyektif:
1. Mengekpresikan perasaan kesendirian
2. Mengekpresikan perasaan penolakan
3. Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan
kelompok kultur dominant
7. Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan

7
8. Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
9. Tidak merasa aman di masyarakat

E. Asuhan Keperawatan
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang :
nama klien, nama panggilan klien, nama perawat, panggilan
perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan.
2) Usia
3) Nomor rekam medik
4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat
b. Keluhan utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang
ke rumah sakit saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah
dilakukan untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan,
mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal,
baik itu yang dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman
yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan
dan adanya keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan
sebagainya.

8
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang
menggambarkan hubungan klien dengan keluarganya yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh,
pertumbuhan individu dan keluarga.
2) Konsep diri, meliputi : Kaji lebih dalam secara bertahap dengan
komunikasi yang sering dan singkat, meliputi :
a) Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap
tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi
klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan
posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan
klien sebagai perempuan atau laki-laki.
c) Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam
keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan
tugas / peran.
d) Ideal diri
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi,
status, tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan
(keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat).
e) Harga diri.
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan
hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi
dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupannya
3) Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)
a) Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling
berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat
bicara, minta bantuan atau sokongan

9
b) Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang
diikuti dalam masyarakat.
c) Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana
klien terlibat dalam kelompok di masyarakat.
4) Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien
terhadap gangguan jiwa sesuai dengan agama yang dianut,
kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di rumah.
f. Aspek Mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
1) Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
2) Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,
inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3) Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan,
kegelisahan, agitasi, tik (gerakan involunter pada otot),
grimasen (gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak
dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif.
4) Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau
khawatir.
5) Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
6) Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif,
kontak mata kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.
7) Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
8) Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi
sampai pada tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan
berbelit-belit tidak sampai pada tujuan pembicaraan),
kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungan
satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang
meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa
gangguan eksternal, kemudian dilanjutkan kembali),
perseverasi (pembicaraan yang diulang berkali-kali).
9) Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien
berusaha menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis

10
pada objek / situasi tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap
adanya gangguan organ di dalam tubuh yang sebenarnya tidak
ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang
lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien
terhadap kejadian yang banyak di lingkungan yang bermakna
dan terkait pada dirinya), pikiran magis dan waham.
10) Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu,
tempat dan orang.
11) Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang,
gangguan daya ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat
ini, konfabulasi.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah
dialihkan, tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
13) Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan
gangguan kemampuan penilaian bermakna.
14) Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita,
menyalahkan hal-hal di luar dirinya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar rumah.
h. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan
klien dengan menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat
perkembangan yang lebih rendah dengan respon yang kurang
matang), represi (koping yang menekan keadaan yang tidak
menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan
diri dari lingkungan sosial).
i. Aspek medic
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka
dan terapi lainnya.

11
Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu
data objektif dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata
dan didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung,
sedangkan data subjektif merupakan data yang disampaikan oleh
klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui wawancara
perawat kepada klien dan keluarga.
2. Pohon Masalah
Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:

Risiko perilaku
Penyebab
kekerasan terhadap
diri sendiri

Risiko perilaku Gangguan Gangguan


kekerasan terhadap sensori/persepsi: pemeliharaan
diri sendiri halusinasi kesehatan
pendengaran

Isolasi sosial: menarik


Defisit perawatan diri:
diri
Mandi dan berhias
Masalah utama

Ketidakefektifan Gangguan konsep diri:


koping keluarga: Harga diri rendah Akibat
ketidakmampuan kronis
keluarga merawat
klien di rumah

Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005)

12
3. Diagnosis Keperawatan Keliat, B. A. (2005) merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri,
sebagai berikut :
1) Isolasi sosial
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4) Koping individu tidak efektif
5) Defisit perawatan diri
6) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

4. Intervensi keperawatan

Sp pasien Sp Keluarga
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Mengidentikasi penyebab isolasi pasien : 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
siapa yang serumah, siapa yang dekat, keluarga dalam merawat pasien
yang tidak dekat, dan apa sebabnya. 2. Jelaskan pengertian isolasi sosial, tanda
2. Mendiskusikan dengan pasien tentang dan gejala serta proses terjadinya
keuntungan punya teman dan bercakap- isolasi sosial (gunakan booklet)
cakap 3. Jelaskan cara merawat pasien dengan
3. Mendiskusikan dengan pasien tentang isolasi sosial
kerugian tidak punya teman dan tidak 4. Latih dua cara merawat : cara
bercakap-cakap. berkenalan, berbicara saat melakukan
4. Latih cara berkenalan dengan pasien dan kegiatan harian.
perawat atau tamu. 5. Ajurkan membantu pasien sesuai
5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk jadwal dan memberikan pujian saat
latihan berkenalan. besuk.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
orang beri pujian merawat / melatih pasien berkenalan
2. Latih cara berbicara saat melakukan dan berbicara saat melakukan kegiatan
kegiatan harian (latih 2 kegiatan) harian. Beri pujian
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk 2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang

13
latihan berkenalan 2-3 orang pasien, dapat melibatkan pasien berbicara
perawat dan tamu, berbicara saat (makan, sholat bersama) di rumah
melakukan kegiatan harian. 3. Latih cara membimbing pasien
berbicara dan memberi pujian
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal saat besuk
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
(berapa orang) dan bicara saat merawat / melatih berkenalan,
melakukan dua kegiatan harian. Beri berbicara pasien saat melakukan
pujian. kegiatan harian. Beri pujian.
2. Latih cara berbicara saat melakukan 2. Jelaskan cara melatih pasien
kegiatan harian (2 kegiatan baru) melakukan termasuk minum obat
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk ( discharge planning)
latihan berkenalan 4-5 orang, berbicara 3. Menjelaskan follow up pasien setelah
saat melakukan 4 kegiatan harian. pulang
Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
bicara saat melakukan empat kegiatan merawat / melatih pasien berkenalan,
harian. Beri pujian berbicara saat melakukan kegiatan
2. Latih cara bicara sosial : meminta harian / RT, berbelanja. Beri pujian.
sesuatu, menjawab pertanyaan. 2. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM,
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk tanda kambuh dan rujukan.
latihan berkenalan >5 oang, orang baru, 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
berbicara saat melakukan kegiatan jadwal kegiatan dan memberikan
harian dan sosialisasi. pujian.
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
bicara saat melakukan kegiatan harian merawat / melatih pasien berkenalan,
dan sosialisasi. Beri pujian berbicara saat melakukan kegiatan
2. Latih kegiatan harian harian. RT, berbelanja dan kegiatan lan
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri dan follow up. Beri pujian.
4. Nilai apakah isolasi sosial teratasi. 2. Nilai kemampuan keluarga merawat

14
pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke RSJ / PKM

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku saku Diagnosa Keperawatan, (Alih Bahasa)
Monica Ester. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Dalami dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
Trans Info Media.

Damaiyanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

15
Kelliat, Budi Ana. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi


2005 -2006. Editor : Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika.

Rawlin, R.P.1993. Clinical Manual of Psychiatic Nursing. First Edition. ST.


Louis. Mosby Year Book

Stuart & Sundeen. 1998. Buku Keperawatan (Alih Bahasa) Achir Yani S. Hamid.
Edisi 3. Jakarta : EGC.

Stuart & Sundeen, 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5, Alih bahasa,
Ramona P. Kapoh, Jakarta : EGC.

Sujono, Riyadi dan Purwanto Teguh. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa (Edisi. 1)


Cetakan pertama, Yogyakarta.

Waluyo. 2010. Penderita Gangguan Jiwa Masih Tinggi. Diakses 16 November


2017. Dari http://www.wawasandigital.com/index.php?
option=com_content &task=view&id=42002&Itemid=34

Yosep. Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

16

Anda mungkin juga menyukai