Anda di halaman 1dari 76

MAKALAH SEMINAR

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN HIDROSEFALUS”

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 10


AULA RAHMAWATI 1711123067
KHAIDAR ISMAIL 1711110905
RAHMATIWI WALIDAINI 1711113887
TIA ASTUTI 1711110485

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
HALAMAN PENGESAHAN
(Seminar Kasus)
Asuhan Keperawatan pada kasus ini telah disetujui untuk diseminarkan
di hadapan tim preseptor akademik dan klinik
Program Studi Keperawatan
Fakultas Keperawatan
Universitas Riau

Pekanbaru, 6 Desember 2021

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Desty Aristiyani, S.Kep Ns. Evi Darmayanti, S.Kep

Koordinator

Ns. Yesi Hasneli N, S.Kp., MNs

ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Hidrosefalus”. Penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak dalam penyusunan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Yesi Hasneli N, S.Kp., MNs selaku Koordinator Profesi Mata Ajar Keperawatan Medikal
Bedah dan Keperawatan Gawat Darurat Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
2. Ns. Darwin Karim, S.Kep. M. Biomed selaku Koordinator Profesi Fakultas Keperawatan
Universitas Riau.
3. Ns. Desty Aristiyanti, S.Kep selaku Pembimbing Akademik di Fakultas Keperawatan
Universitas Riau yang telah bersedia memberikan masukan, bimbingan, serta dukungan
bagi penulis.
4. Ns. Evi Darmayanti, S.Kep selaku Pembimbing Klinik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
yang telah bersedia memberikan masukan, bimbingan, serta dukungan bagi penulis.
5. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi dunia keperawatan.

Pekanbaru, 2 Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
C. Manfaat Penulisan ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 3
A. Definisi ...................................................................................................................... 3
B. Etiologi ...................................................................................................................... 3
C. Klasifikasi .................................................................................................................. 6
D. Patofisiologi dan WOC (Web of Caution) ................................................................... 7
E. Manifestasi Klinis..................................................................................................... 10
F. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang ........................................... 11
G. Asuhan Keperawatan ................................................................................................ 11
BAB III PEMBAHASAN KASUS .................................................................................... 22
A. Gambaran Kasus ...................................................................................................... 22
B. Hasil Pengkajian ....................................................................................................... 22
C. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................. 34
D. Intervensi Keperawatan ............................................................................................ 34
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .................................................................. 38
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................. 59
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 68
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 68
B. Saran ........................................................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 70

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrosefalus adalah salah satu jenis kelainan kongenital yang disebabkan oleh
faktor genetic maupun non genetik. Hidrosefalus berkaitan erat dengan cairan serebrospinal
yang terganggu penyerapan dan pengeluarannya dalam ventrikel yang ada didalam otak.
Kondisi ini mengakibatkan cairan bertambah banyak dan selanjutnya akan menekan
jaringan otak disekitar otak, khususnya pusat-pusat saraf yang vital (Andriati, 2014). Jika
sistem produksi cairan serebrospinal lebih besar daripada absorpsi, cairan serebrospinal
akan terakumulasi dalam sistem ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan
menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong, 2008).

Hydrocepalus yang terjadi pada umumnya karena Infeksi TORCH (Toxoplasma,


Orther's, Herpes simplex Virus, Rubella, Cytomegalovirus), Kelainan bawaan (Stenosis
aquaduktus sylvii, Spina bifida dan cranium bifida, Sindrom Dandy-Walker), Neoplasma
dan Perdarahan (Andriati, 2011). Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering
ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50% (Apriyanto, dkk 2013).
Hidrosefalus banyak terjadi pada bayi tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi pada
orang dewasa. Pada bayi gejala klinis hidrosefalus lebih terlihat dikarenakan ubun-ubun
bayi yang masih terbuka sehingga terlihat pembesaran pada lingkar kepala bayi yang masih
dalam masa pertumbuhan.

Di negara maju kejadian hidrosefalus kongenital diperkirakan sekitar 0,5 kasus per
1000 kelahiran hidup dengan insiden keseluruhan hidrosefalus neonatus diperkirakan
sekitar 3-5 kasus per 1000 kelahiran hidup ( Mulugeta;dkk, 2021) Insidensi kejadian
hidrosefalus di Afrika dan Amerika Serikat berkisar 1,45 – 3,16 kejadian per 1000 kelahiran
dengan angka kejadian terendah terdapat di United State dan Kanada berkisar 0,68 kejadian
per 1000 kelahiran, sedangkan di Indonesia kasus hidrosefalus bervariasi antara 2-3 angka
per 1000 kelahiran (Suhaymi & Ilhamsyah, 2021). Pada hidrosefalus infantil, 50% terjadi
akibat perdarahan subarakhnoid dan meningitis, 46% terjadi akibat abnormalitas
perkembangan otak, sedangkan kurang dari 4% terjadi akibat tumor yang terdapat pada
bagian fossa posterior. Hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Pada
daerah perkotaan memungkinkan terjadinya penularan bakteri yang begitu cepat karena
padatnya penduduk. Selain itu, di wilayah perkotaan tingkat kesejahteraan penduduk belum
merata sehingga masih banyak penduduk yang kurang memperhatikan asupan

1
makanannya, terutama ibu hamil yang seharusnya memakan makanan yang bergizi dan
bernutrisi agar perkembangan janin tidak terganggu (Fitriyah, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmayani dkk (2017) tentang Profil
klinis dan faktor risiko hidrosefalus komunikans dan non komunikans pada anak di RSUD
dr. Soetomo Surabaya diperoleh 80 data pasien yang menderita hidrosefalus dengan 33
orang menderita hidrosefalus komunikans dan 47 orang menderita hidrosefalus non
komunikans. Dari hasil analisis diperoleh jumlah pasien hidrosefalus terbanyak berjenis
kelamin laki-laki yaitu 54 orang (67.5%) dan menurut kategori umur jumlah pasien
terbanyak berada pada rentang umur 1 bulan - 2 tahun yaitu sebanyak 37 orang (46.25%)
dan paling sedikit pada kategori neonatus 4 orang (5%). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Saputra dkk (2014) di RSUP H. Adam Malik Medan dengan desain penelitian kohort
retrospektif dalam kurun waktu Januari 2010 sampai Desember 2012 diperoleh 169 pasien
dan telah di tindak lanjuti dengan pemasangan VP Shunt.

B. Tujuan Penulisan
1. Menganalisa kasus keloaan pada pasien dengan diagnosa medis hidrosefalus di Ruang
HCU RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
2. Mengidentifikasi asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan hidrosefalus.

C. Manfaat Penulisan
1. Ilmu Keperawatan
Dapat menambah pengetahuan dan menjadi sumber informasi bagi
perkembangan ilmu keperawatan khususnya terkait asuhan keperawatan pada pasien
dengan hidrosefalus.
2. Instansi Rumah Sakit
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi agar dapat meningkatkan
keilmuan dalam bidang keperawatan gawat darurat dan memberikan sumbangan
pikiran bagi tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus hidrosefalus.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam menambah ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada pasien dengan hidrosefalus.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Hidrosefalus berasal dari Bahasa latih “hydro” yang artinya air dan “cepalus” yang
artinya kepala, secara singkat arti hidrosefalus adalah air didalam kepala. Secara umum
hidrosefalus dapat didefinisikan sebagai penumpungan cairan serebrospinal (CSS) yang
secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau rung subarachnoid yang
dapat menyebabkan dilatasi system ventrikel otak (Dermawaty & Oktaria, 2017).
Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam
produksi dan penyerapan CSS dalam ventrikel, ketika produksi lebih besar dari penyerapan,
CSS terakumulasi dalam system ventrikel, biasanya dibawah tekanan dan menghasilkan
dilatasi atau pelebaran pasif ventrikel (Wong, 2008).

B. Etiologi
Pada umumnya hidrosefalus terjadi akibat gangguan yang berasal dari sirkulasi
cairan serebrospinal yang terdapat di dalam sistem ventrikel atau dapat terjadi juga oleh
karena produksi cairan serebrospinal yang melebihi batas normal. Penyebab lain
hidrosefalus juga berkaitan dengan penyumbatan yang terjadi pada lubang yang ada
diantara ventrikel 3 dan ventrikel 4 yaitu foramen Luschka dan lubang yang terdapat
didekat ventrikel 4 yaitu foramen Magendie. Hidrosefalus juga dapat terjadi karena
penyempitan pada akuaduktus sylvii (Khalilullah, 2011).
Beberapa faktor risiko terkait hidrosefalus misalnya ibu yang dalam masa
kehamilannya terinfeksi virus seperti Cytomegalovirus, Toxoplasma atau miningitis
bakterial. Paparan ibu terhadap obat-obatan atau minuman beralkohol pada saat hamil,
misalnya seorang ibu yang makan obat antidepresan saat sedang mengandung atau seorang
ibu yang sedang hamil suka mengkonsumsi minuman beralkohol. Kedua hal tersebut dapat
mempengaruhi janin yang ada didalam rahimnya seperti terkena hidrosefalus (Kalyvas,
2016).
1. Hidrosefalus Akibat Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis aquaduktus Sylvii
Sekitar 60% hingga 90%, Stenosis akuaduktus Sylvii dapat terjadi pada
masa bayi. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab yang paling umum
terjadi pada hidrosefalus kongenital dengan keadaan obstruktif atau tersumbatnya
cairan serebrospinal yang mengalir. Hal ini disebabkan karena penyempitan pada
bagian akuaduktus sylvii. Stenosis akuaduktus Sylvii terjadi pada 10% kasus pada

3
neonatus yang baru lahir. Hidrosefalus yang terjadi biasanya 11-43% disebabkan
oleh stenosis aqueduktus serebri (Fitriyah, 2013).
b. Spina bifida
Spina bifida adalah suatu defek neural tube kongenital yang ditandai dengan
kelainan penutupan tulang vertebrae. Hal ini menyebabkan terbentuknya tonjolan
mirip kista (Kurnia dkk, 2017). Spina bifida dapat menyebabkan gangguan fisik dan
intelektual yang bervariasi dari ringan sampai berat (Saputra, 2017). Pada spina
bifida, kelainan ini mirip dengan sindrom Arnold-Chiari yaitu keadaan dimana
tertariknya bagian batang otak, cerebellum, dan medula oblongata ke dasar
tengkorak sehingga memblokir jalan keluar cairan serebrospinal ke ventrikel ke 4
dan mengakibatkan hidrosefalus (Nurhayati, 2013).
c. Sindrom Dandy Walker
Sindrom Dandy Walker adalah kelainan neurologis yang diwarisi secara
autosomatik resesif dan berhubungan dengan kelainan kromosom tertentu (Titlic,
2015). Dandy Walker Syndrome, merupakan suatu keadaan tidak adanya lubang
pada Luschka yang terdapat diantara ventrikel 3 dan ventrikel ke 4 serta pada bagian
Magendie yang terdapat pada ventrikel ke 4 (Saputra, 2017). Sindrom Dandy
Walker ini adalah kelainan kongenital yang jarang terjadi dengan karakteristik
lainnya ditandai dengan adanya agenesis atau hipoplasia dari vermis serebelum,
dilatasi kistis dari ventrikel 4 dan pembesaran fosa posterior. Sindroma ini tidak
jarang disertai dengan banyak kelainan (Rosalina, 2007). Sekitar 2 - 4 % kelainan
akibat sindrom dandy walker dapat terjadi pada neonatus. Ketidakseimbangan ini
mengakibatkan hubungan antara ruang subarakhnoid dan dilatasi ventrikel ke-4
menjadi tidak adekuat, sehingga menimbulkan kelainan kongenital yaitu
hidrosefalus (Apriyanto dkk, 2013).
d. Kista Arakhnoid
Kista araknoid adalah keadaan dimana membran yang terisi dengan cairan
serebrospinal dapat bersirkulasi dimana saja. Beberapa kista bersifat mandiri
artinya kista ini bisa saja tidak terhubung dengan ruang subaraknoid. Bila kista
araknoid muncul di daerah pineal hal inilah yang mengakibatkan hidrosefalus
(Canady, 2002).

4
e. Anomali Pembuluh Darah
Hidrosefalus terjadi akibat kelainan pada pembuluh darah diakibatkan
adanya sumbatan pada bagian akuaduktus, misalnya adanya obstuksi pada bagian
tersebut (Khalilullah, 2011).
2. Hidrosefalus Akibat Infeksi
a. Infeksi TORCH
Infeksi TORCH merupakan singkatan dari Toksoplasma, Others, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex. Pada infeksi TORCH, gejala klinis sering kali
tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit lainnya (Listiorini, 2009).
b. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin
kongenital sehingga mengalami kerusakan organ/struktur, salah satunya ialah
hidrosefalus (Yudrawati, 2017). Selama kehamilan trimester pertama, ibu lebih
mudah terpapar atau terinfeksi dengan virus, bakteri atau protozoa yang ada
disekitarnya. Hal ini yang mengakibatkan ibu mampu terinfeksi toksoplasma
selama masa kehamilan dan mengakibatkan ibu melahirkan bayi dengan
hidrosefalus (Cahaya, 2003).
c. CMV (Cytomegalovirus)
Cytomegalovirus merupakan infeksi virus yang dapat mengakibatkan
mortalitas pada manusia yang terinfeksi virus ini. Virus ini pertama kali diisolasi
oleh Rowe, Weller, Smith dan rekan-rekannya (Ross, 2011). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Zhang dkk (2014) di China, diperoleh angka kejadian
cytomegalovirus pada wanita hamil yaitu 42%-68%, hal ini dikarenakan populasi
padat penduduk di negara ini sehingga penyebaran virus lebih banyak terjadi.
Cytomegalovirus yang menginfeksi selama kehamilan menyebabkan anak yang
dilahirkan mengalami kelainan kongenital. Cytomegalovirus juga dapat diperoleh
melalui paparan air liur, air mata, urine, tinja, ASI, air mani atau seluruh sekresi
yang dihasilkan oleh tubuh penderita. Cytomegalovirus juga dapat diperoleh dari
transfusi darah atau transplantasi organ donor. (Razonable, 2013).
d. Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial adalah peradangan selaput otak yang ditandai dengan
demam dengan awitan akut (>38,5ºC rektal atau 38ºC aksilar) disertai dengan satu
atau lebih gejala kaku kuduk, penurunan kesadaran, dan tanda Kernig atau
Brudzinski. Pada meningitis bakterial, akan terjadi hipoksia, produk neurotoksik
5
bakteri, dan gabungan dari mediator akan menyebabkan kerusakan neuron.
Kerusakan neuron disebabkan bakteri atau derivat leukosit, dan elemen toksik akhir
adalah radikal bebas. oksigen reaktif intermediate dan nitrogen reaktif inetrmediate
yang mempunyai efek toksik langsung pada neuron. Aktivasi sel yang mengalami
apoptosis dan nekrosis menyebabkan kerusakan sel neuronal yang menyebabkan
sekuele neurologis yang menetap atau bahkan kematian. Beberapa faktor risiko
terkait dengan prognosis meningitis bakterial adalah perjalanan klinis yang
disebabkan oleh sifat patogen (spesifikasi bakteri atau peningkatan jumlah
resistensi obat), derajat gejala klinis awal, yaitu komplikasi sistem saraf pusat
misalnya edema otak, hidrosefalus dan abses otak (Novariani, 2008).

C. Klasifikasi
Menurut Arif Muttaqin 2008 klasifikasi Hidrosefalus adalah:
1. Hydrocephalus komunikans
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat
aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak
terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada
orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah
sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan
gejala – gejala peningkatan ICP).
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non
komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang
berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari
lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai
akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau
bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura
yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan
intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP

6
dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat
pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
D. Patofisiologi dan WOC (Web of Caution)
Hidrosefalus secara lebih ringkas terjadi karena yaitu produksi cairan serebrospinal
yang berlebihan di pleksus koroideus, obstruksi aliran cairan serebrospinal di sistem
ventrikel otak, dan penurunan absorbsi cairan serebrospinal di vili-vili arakhnoid. Akibat
dari tiga cara tersebut mengakibatkan terjadinya bertambahnya tekanan dari dalam otak
akibat terganggunya keseimbangan antara penyerapan dan pengeluaran. 3 hal tersebut
mengakibatkan terjadinya dilatasi ventrikel pada hidrosefalus sebagai akibat dari: (Zahl,
2011)
a. Cairan serebrospinal diproduksi terus-menerus melewati batas normal.
b. Villi Araknoid tidak mampu lagi dalam menyerap cairan serebrospinal yang di produksi
terus-menerus.
c. Akumulasi cairan serebrospinal mengakibatkan meluasnya ventrikel dan ruang
subaraknoid.
d. Pembesaran volume tengkorak akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial.

7
WOC (Web of Caution)

Infeksi Kongenital Neoplasma Trauma

Peningkatan Peradangan Stenosis Poliferasi sel Perdarahan Keluarnya cairan


Metabolisme Tubuh selaput Meningen akuaduktus sylvi, abnormal cerebral darah
spina bifida dan
cranium bifida
syndrome dandy Fibrosis
Peningkatan suhu walker Terbentuknya leptomeningen Masuk ke ruang
Meningitis massa diotak intrakranial
tubuh pada daerah basal
otak

HIPERTERMI Terbentuknya
Mengganggu
jaringan parut Obstruksi aliran Obstruksi tempat aliran dan
pada selaput CSS aliran CSS reabsorbsi CSS
meningen

HIDROSEFALUS Desakan pada jaringan


otak

Akumulasi CSS dan kornu anterior Sakit/nyeri kepala


ventrikulus lateral melebar

NYERI AKUT
Tekanan intravaskuler
meningkat
9
Peningkatan tekanan
intrakranial

Desakan pada otak SSP Merangsang reseptor Kelebihan cairan pada Desakan pada otak &
tekanan intrakranial ventrikel/ruang intrakranial selaput meningen

Merangsang pusat Absorbsi cairan


Menekan saraf kranial Pemasangan VP Vasokontriksi pembuluh
muntah didorsolateral terganggu/menurun Shunt darah otak
formation retikularis

Kontraksi duodenum PENURUNAN RESIKO INFEKSI Suplai O2 dan nutrisi


Papil oedema dan antrum lambung KAPASITAS ADAPTIF keotak terganggu
INRAKRANIAL

Disfusi persepsi visual- Tekanan intra abdomen Kerusakan jaringan Hipoksia otak
spasial meningkat serebral

PERFUSI SEREBRAL
GANGGUAN Peristaltik retrograde Nekrosis jaringan
PERSEPSI SENSORI TIDAK EFEKTIF

Lambung penuh Kematian otak


diagfragma naik Penurunan kesadaran
RESIKO KEMATIAN
Tekanan intratorak
Penurunan reflek
menelan/batuk
Spingter esofagus
membuka BERSIHAN JALAN
NAFAS TIDAK EFEKTIF
DEFISIT NUTRISI
Muntah Ketidakmampuan
10 makan
E. Manifestasi Klinis
Hidrosefalus pada orang dewasa dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada
otak. Hidrosefalus pada orang dewasa tidak selalu langsung menunjukkan perubahan
ukuran kepala yang membesar. Hidrosefalus yang menyerang seseorang yang sudah
dewasa dapat menyebabkan tekanan hebat pada otak akibat tengkorak yang sudah tidak
fleksibel. Penumpukan cairan diotak ini dapat menimbulkan beberapa gejala tersebut.
Beberapa tanda dan gejala hidrosefalus pada orang dewasa menurut Rizal & Fadli (2021)
meliputi:

1. Peningkatakan tekanan intrakranial


2. Mual dan muntah
3. Nyeri kepala hebat
4. Penurunan tingkat kesadaran
5. Pergerakan bola mata tidak teratur
6. Gangguan penglihatan (pandangan kabur atau penglihatan ganda)
7. Perubahan kepribadian dan perilaku
8. Sulit melihat kejadian
9. Sulit berkonsentrasi atau demensia
10. Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis berupa:
a. Gangguan Kesadaran
b. Kejang
c. Terkadang terjadi gangguan pusat vital

Tanda dan Gejala pada anak menurut Nanny Lia Dewi, Vivian (2010):
1. Tengkorak kepala mengalami pembesaran
2. Muntah dan nyeri kepala
3. Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
4. Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang dan
menonjol
5. Dahi lebar, kulit kepal tipis, tegang dan mengkilat Pelebaran vena kulit kepala Saluran
tengkorak belum menutup dan teraba lebar.
6. Terdapat cracked pot sign bunyi pot kembang retak saat dilakukan perkusi kepala

10
7. Adanya sunset sign dimana sklera berada di atas iris sehingga iris seakan-akan
menyerupai matahari terbenam
8. Pergerakan bola mata tidak teratur
9. Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis berupa:
d. Gangguan Kesadaran
e. Kejang
f. Terkadang terjadi gangguan pusat vital

F. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


1. CT (computerized tomography) scan
CT Scan kepala menjadi alat diagnostik terpilih pada kasus-kasus ini, CT scan
mampu memberikan gambaran lebih jelas sehingga penyebabnya dapat dievaluasi lebih
baik dan mampu memberi gambaran prognosis lebih baik. CT Scan kepala dapat
memperlihatkan secara akurat bentuk dan ukuran dari ventrikel serta dapat juga
digunakan untuk melihat tempat terjadinya obstruksi.
2. USG (ultrasonography)
Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG dapat mendeteksi
hidrosefalus pada periode prenatal, daapt pula digunakan untuk mengukur dan
memonitor ukuran ventrikel terutama digunakan pada bayi premature.
3. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI merupakan pemeriksaan terpilih untuk meneliti penyebab anatomis yang
mendasari hidrosefalus. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran anatomis
otak dan lesi intrakranial (tumor, vaskuler) dengan lebih baik dan dapat membedakan
letak obstruksi dan umumnya digunakan pada kasus hidrosefalus nonkomunikans. MRI
sebenarnya lebih baik mendeteksi letak obstruksi daripada CT scan, namun karena
masalah biaya dan umumnya memerlukan pembiusan jika dilakukan pada anak.
4. Pemeriksaan LCS radioisitop
Diindikasikan jika ducurigai adanya hidrosefalus komunikan, dapat memperlihatkan
sirkulasi LCS yang abnormal.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
a. Airway
1) Adakah sumbatan jalan napas/benda asing, adakah penumpukan sputum.

11
2) Bagaimana bunyi napasnya?
3) Look (lihat adanya pergerakan dinding dada), Listen (dengarkan suara
pernapasan, adakah suara napas tambahan yang mengindikasikan adanya
sumbatan jalan napas, Feel (rasakan adanya hembusan udara saat klien ekspirasi
yang bisa kita rasakan di pipi maupun punggung tangan).
4) Kaji kepatenan jalan napas. Apakah pasien dapat berbicara atau bernapas
dengan bebas? Apakah terdapat obstruksi jalan napas karena benda asing?
b. Breathing
1) Inspeksi frekuensi napas dan pola napas.
2) Apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan.
3) Apakah ada sesak napas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya bunyi
napas tambahan.
4) Kaji adakah trauma pada dada yang menyebabkan takipnea atau dyspnea.
c. Circulation
1) Adakah perdarahan.
2) Periksa nadi dan tekanan darah.
3) Kaji kondisi kulit apakah ada tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (CRT).
d. Disability
Identifikasi status kesadaran pasien, dan status neuorologis pasien.
e. Exposure
1) Adakah jejas luka dan bagaimana karakteristiknya?
2) Adakah perdarahan dan bagaimanakan karakteristiknya?
Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien/data demografi
Nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, dll
b. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan
intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan
meningens) sebelumnya.
12
b) Tingkat kesadaran menurun (GCS <15)
c) Kejang, muntah, sakit kepala
d) Wajahnya tanpak kecil cecara disproposional
e) Kelelahan dan kelemahan fisik umum
f) Akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung
g) Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya
perubahan di dalam intracranial
h) Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus
sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelaian bawaan pada otak dan
riwayat infeksi.
d. Pengkajian tingkat kesadaran
Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat
latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
e. Pengkajian fungsi serebral
1) Status mental
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah
dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan
statuss mental tidak dilakukan. Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien
hidrosefalus didapatkan. Penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
f. Pengkajian fisik
1) Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran
(GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
2) B1 (Breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas.
Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan
didapatkan hal-hal sebagai berikut: Inspeksi umum: apakah didapatkan klien
batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,
dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada,
13
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh,
dan kesimetrisannya. Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan dan kiri.
Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi: bunyi nafas tambahan,
seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien hidrosefalus dengan penurunan tingkat kesadaran.
3) B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan
adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
4) B3 (Brain)
Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini
diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus
dibanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain
itu pengukuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala
yang progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak
menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar
atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena
kulit kepala. Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan
pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi
kepala. Bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang
subraorbita. Sclera tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang
akan terbenam atau sunset sign.
5) B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus
tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia urin karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan sistem perkemihan karena kerusakan control motorik dan
postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius eksternal hilang. Inkontensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
14
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya kontensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada
bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara
umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan
warna kulit; warna kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstermitas, telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah
dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
hemoglobinatau syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya
damam atau infeksi. Integritas kulit menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
8) Pengkajian saraf cranial
a) Saraf I (Olfaktori)
Pada beberapa keadaan hidrosefalus menekan anatomi dan fissiologis ssaraf
ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia lateral
atau bilateral.
b) Saraf II (Optikus)
Pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf otak II pada
pemeriksaan funduskopi.
c) Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)
Tanda dini herniasi tertonium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya.
Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat
keatas, Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada anak
dengan hidrosefalus.

15
d) Saraf V (Trigeminius)
Karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
e) Saraf VII (facialis)
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
f) Saraf VIII (Akustikus)
Biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran.
g) Saraf IX dan X (Glosofaringeus dan Vagus)
Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut
h) Saraf XI (Aksesorius)
Mobilitas kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher
klien
i) Saraf XII (Hipoglosus)
Indra pengecapan mengalami perubahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret pada saluran nafas (penurunan refleks
batuk).
b. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan kerja otot pernafasan.
c. Perfusi serebral tidak efektif b.d hipoksia serebral.
d. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis.
e. Resiko infeksi b.d imunosupresi atau tindakan pembedahan pemasangan VP Shunt
f. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Bersihan jalan Ekspektasi: Meningkat Manajemen jalan napas:
napas tidak Kriteria Hasil: a. Observasi
efektif b.d 1. Produksi sputum menurun - Monitor pola napas (frekuensi,
penumpukan 2. Tidak terdapat suara napas kedalaman, usaha napas)
secret tambahan - Monitor bunyi napas tambahan
(penurunan 3. Dispnea menurun (mis. Gurgling, mengi,
reflex batuk) 4. Gelisah menurun wheezing, ronkhi)
5. Sianosis menurun - Monitor sputum (jumlah,
6. Frekuensi napas membaik warna, aroma)
Pola napas membaik b. Terapeutik

16
- Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lender
(suction) selama kurang dari
15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
c. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Pola napas Ekspektasi: Pola napas Manajemen jalan napas:
tidak efektif membaik a. Observasi
b.d Kriteria Hasil: - Monitor pola napas (frekuensi,
peningkatan 1. Disnea menurun kedalaman, usaha napas)
kerja otot 2. Penggunaan otot bantu - Monitor bunyi napas tambahan
pernapasan napas mnurun (mis. Gurgling, mengi,
3. Pemanjangan fase ekspirasi wheezing, ronkhi)
menurun - Monitor sputum (jumlah,
4. Pernapasan cuping hidung warna, aroma)
menurun b. Terapeutik
5. Frekuensi napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan
Kedalaman napas membaik napas dengan head-tilt dan
chin-lift
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lender
(suction) selama kurang dari
15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas

17
- Monitor pola napas (mis:
bradipnea, takipnea, kusmaul,
dll)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya sputum
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray torax
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantaun
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3 Perfusi Ekspektasi: Meningkat Manajemen peningkatan TIK:


serebral tidak Kriteria Hasil: a. Observasi
efektif b.d 1. Tingkat kesadaran - Identifikasi penyebab
hambatan meningkat peningkatan TIK
aliran darah ke 2. Tekanan intracranial - Monitor tanda/gejala
serebral menurun peningkatan TIK
3. Sakit kepala menurun - Monitor MAP
4. Gelisah menurun - Monitor CVP
5. Demam menurun - Monitor status pernapasan
6. Tekanan darah sistolik - Monitor intake dan outpun
membaik cairan
7. Tekanan darah diastolic - Monitor cairan serebrospinal
membaik b. Terapeutik
Refleks saraf membaik - Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari pemberian cairan
hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh
normal
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, jika perlu

18
- Kolaborasi pemberian
dieuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pelunak tinja, jika
perlu
4 Nyeri Akut Ekspektasi: Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
b.d proses menurun a. Observasi
penyakit Kriteria Hasil: - Identifikasi lokasi,
(Infeksi) 1. Keluhan nyeri menurun karakterisitik, durasi,
2. Meringis menurun frekuensi, kualitas, intensitas
3. Sikap protektif menurun nyeri
4. Gelisah menurun - Identifikasi skal nyeri
5. Kesulitan tidur menurun - Identifikasi respons nyeri non
6. Frekuensi nadi membaik verbal
7. Pola napas membaik - Identifikasi faktor yang
8. Tekanan darah membaik memperberat dan
9. Nafsu makan meningkat memperingan nyeri
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan sebelumnya
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
b. Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5 Ketidakseimb Ekspektasi: Meningkat Manajemen cairan
angan cairan Kriteria Hasil: a. Observasi
dan elektrolit 1. Serum natrium membaik - Monitor status hidrasi
2. Serum kalium membaik - Monitor status hemodinamik
3. Serum klorida membaik
4. Serum kalsium membaik

19
5. Serum magnesium membaik b. Terapeutik
- Catat intake-output dan hitung
balance cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika
perlu
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic,
jika perlu

Pemantauan Elektrolit
a. Observasi
- Identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan
elektrolit
- Monitor kadar elektrolit serum
- Monitor kehilangan cairan,
jika perlu
- Monitor tanda dan gejala
hipokalemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia
- Monitor tanda dan gejala
hyponatremia
- Monitor tanda gejala
hypernatremia
- Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
b. Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
6 Resiko Infeksi Ekspektasi: menurun Pencegahan Infeksi
Kriteria hasil: a. Observasi
1. Demam menurun - Monitor tanda dan gejala
2. Bengkak menurun infeksi lokal dan sistemik
3. Nyeri menurun b. Terapeutik
4. Kadar sel darah putih - Batasi jumlah pengunjung
membaik - Berikan perawatan kulit pada
area edema

20
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik
pada pasien dengan berisiko
tinggi
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Gambaran Kasus
Ny. M dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tanggal
28 September 2021. Sebelum dibawa kerumah sakit pasien mengeluh nyeri kepala hebat,
mual dan muntah serta demam sejak 4 hari yang lalu. Lalu keluarga membawa pasien ke
bidan setempat untuk mendapatkan penanganan dan pasien sudah mengalami penurunan
kesadaran. Selanjutnya pada tanggal 29 September 2021 pukul 04.37 WIB pasien masuk
ke ruang rawat Edelweis III dan selanjutnya pasien dilakukan tindakan operasi pemasangan
VP shunt pada tanggal 29 September 2021. Selanjutnya pasien dipindahkan ke HCU hingga
kondisi membaik. Pada tanggal 30 september 2021 pasien di pindahkan kembali di ruang
rawat Edelwies III. Karena pasien masih mengalami penuruan kesadaran, selanjutnya
pasien dipindahkan kembali ke HCU pada tanggal 10 Oktober 2021 dari Ruang Rawat
Edelweis III pukul 21.30 WIB dengan penurunan kesadaran (somnolen).

B. Hasil Pengkajian
1. Informasi Umum
Nama : Ny. M Umur : 47 Tahun
Tanggal Lahir : 04-03-1974 Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Melayu Tanggal Masuk : 29-09-2021
Tanggal Pengkajian : 15-10-2021 Dari/Rujukan :-
Diagnosa Medik : Hidrosefalus No.RM : 01071828

2. Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran sudah 18 hari sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit dan pada mulut pasien tampak keluar secret kental berwarna putih
bercampur saliva.
PENGKAJIAN PRIMER
Airway : Terdapat secret pada jalan napas pasien, dan keluar secret berwarna
putih kental dari mulut pasien tidak terpasang Oropharyngeal
Airway (OPA).
Breathing : Pasien terpasang simple mask (+) 8 L/m, RR: 40x/menit, SpO2: 98%
Circulation : Akral teraba dingin, TD: 153/100 mmHg, Nadi: 115 x/menit, Suhu:
36℃, CRT < 2 detik.
Disability : Kesadaran Somnolen, GCS (E2, V2, M3).

22
Exposure : Terdapat bekas luka operasi dengan jahitan, tampak sedikit
menonjol, dan kondisi luka bersih.
Foley Kateter : Terpasang kateter urine ukuran 18, urine output pagi: 2100 cc pada
hari\Jum’at, 15 Oktober 2021 pukul 13.00 WIB, warna urine kuning,
tidak bercampur darah.
Gastric Tube : Terpasang NGT ukuran 16.
Heart Monitor : Terpasang heart monitor (+), TD: 153/100 mmHg, Nadi: 115
x/menit, SpO2: 100%, RR: 40x/menit, MAP: 118 mmHg.

PENGKAJIAN SEKUNDER
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan magh.
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien mengeluh nyeri kepala hebat, mual, muntah, dan
demam. Lalu klien dibawa ke bidan setempat untuk mendapatkan penanganan dan
pasien sudah mengalami penurunan kesadaran. Lalu dibawa ke IGD RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama dengan pasien. Keluarga mengatakan ibu dari pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi.
5. Pemeriksaan Fisik
Tanda-Tanda Vital:
TD : 153/100 mmHg Suhu :36℃
Nadi : 115 x/menit Pernapasan : 40 x/menit
Tinggi Badan : 153 cm Berat Badan : 60 kg
a. Kepala
1) Rambut
Kondisi rambut pendek ± 2 cm karena post operasi pemasangan Vp shunt
shunt, tampak bersih, terdapat bekas luka operasi dengan jahitan.
2) Mata
Mata tampak simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
reflek cahaya (+), pupil isokor diameter 2 cm kiri dan kanan.
3) Hidung
Tidak terdapat perdarahan, terpasang NGT ukuran 16
23
4) Mulut
Bibir tampak pucat, mukosa mulut lembab, terdapat secret berwarna putih
kental keluar dari mulut bercampur dengan saliva, dan gigi tampak kotor.
5) Gigi
Kondisi gigi tidak lengkap pada gigi depan bagian bawah, tidak terdapat gigi
palsu, tidak terdapat perdarahan, tampak kotor.
6) Telinga
Telinga tampak bersih, tidak terdapat perdarahan, tidak ada gangguan
pendengaran.
d. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, terdapat kaku kuduk (+).
e. Dada
Inspeksi : Bentuk dada normal, payudara tampak simetris, tidak tampak
adanya lesi, pengembangan dada simetris, penggunaan otot bantu
pernapasan (+).
Palpasi : Payudara teraba lembek, pengembangan dada simetris.
Perkusi : Terdengar resonan/sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Terdapat bunyi napas tambahan stridor
f. Tangan
Tangan utuh, terpasang infus pada tangan sebelah kanan, CRT < 2 detik, akral
teraba dingin, tampak edema derajat 1 di kedua punggung tangan dan kedua kaki
pasien.
g. Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka bekas operasi dengan balutan, kondisi balutan bersih,
tampak striae (+).
Palpasi : Tidak teraba pembesaran organ.
Perkusi : Kuadran I: Redup Kuadran III: Redup
Kuadran II: Timpani Kuadran IV: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+).
h. Genitalia
Terpasang kateter urine, tidak terdapat perdarahan.
i. Kaki
Tidak terdapat edema, tidak ada lesi, teraba dingin.

24
j. Punggung
Bentuk punggung normal, tidak terdapat luka dekubitus

Hasil pemeriksaan Laboratorium


Tanggal: 14 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph L 7.30 7.35 – 7.45
pCO2 H 46 mmHg 34 – 35
pO2 90 mmHg 80 – 100
HCO3 23 mmol/L 22 – 26
TC02 24 mmol/L 24 – 30
BE -2 (-2) – (+2)
S02C L 80 % > 95

Elektrolit
Na+ L 125 mmol/L 135 – 145
K+ 4.3 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium 1.05 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat 0.70 mmol/L 0.36 – 1.70

Tanggal: 16 Oktober 2021


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph 7.44 7.35 – 7.45
pCO2 36 mmHg 34 – 35
pO2 H 232 mmHg 80 – 100
HCO3 25 mmol/L 22 – 26
TC02 26 mmol/L 24 – 30
BE 1 (-2) – (+2)
S02C 100 % > 95

Elektrolit
Na+ L 124 mmol/L 135 – 145
K+ 3.9 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium 1.00 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat 1.00 mmol/L 0.36 – 1.70

25
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal: 18 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph 7.44 7.35 – 7.45
pCO2 L 32 mmHg 34 – 35
pO2 H 162 mmHg 80 – 100
HCO3 22 mmol/L 22 – 26
TC02 L 23 mmol/L 24 – 30
BE -2 (-2) – (+2)
S02C 100 % > 95
Albumin L 2.9 g/dl 3.4 – 4.8
Ureum 17.0 mg/dl 12.8 – 42.8
Kreatinin L 0.50 mg/dl 1.55 – 1.30

Elektrolit
Na+ LL 117 mmol/L 135 – 145
K+ 4.0 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium 1.07 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat 1.50 mmol/L 0.36 – 1.70

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal: 19 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin L 11.0 g/dL 12.0 – 16.0
Leukosit 8.95 10^3/𝜇L 4.80 – 10.80
Trombosit 224 10^3/𝜇L 150 – 450
Eritrosit L 3.89 10^6/𝜇L 4.20 – 5.40
Hematokrit L 32.6 % 37.0 – 47.0
MCV 83.8 fL 79.0 – 99.0
MCH 28.3 pg 27.0 – 31.0
MCHC 33.7 g/dL 33.0 – 47.0
RDW-CV H 14.7 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 44.6 fL 35.0 – 47.0
PDW 9.0 fL 9.0 – 13.0
MPV 8.8 fL 7.2 – 11.1
P-LCR 16.7 % 15.0 – 25.0

Hitung Jenis
Basofil 0.7 % 0–1
Eosinofil 1.6 % 1.0 – 3.0
Neutrofil H 77.0 % 40.0 – 70.0
Limfosit L 13.7 % 20.0 – 40.0

26
Monosit 7.0 % 2.0 – 8.0

Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
Ph H 7.47 7.35 – 7.45
pCO2 L 27 mmHg 34 – 35
pO2 H 199 mmHg 80 – 100
HCO3 L 20 mmol/L 22 – 26
TC02 L 21 mmol/L 24 – 30
BE L -3 (-2) – (+2)
S02C 100 % > 95

Elektrolit
Na+ L 123 mmol/L 135 – 145
K+ 43.5 mmol/L 3.5 – 5.5
Calsium LL 0.71 mmol/L 0.90 – 1.08
Lactat H 1.90 mmol/L 0.36 – 1.70

27
Hasil Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan: CT, kepala atau otak, tanpa kontras
Tanggal: 28 September 2021
Hasil:
1. Tidak tampak lesi hipodens dan hiperdens patologis pada parenkim otak
2. Sistem ventrikel melebar
3. Tidak tampak deviasi struktur garis tengah
4. Cerebellum dan batang otak normal
5. Tidak tampak gambaran SOL
Kesan: Hydrocephalus

Gambar 1: Hasil CT Scan kepala atau otak, tanpa kontras

Pemeriksaan: CT, kepala atau otak, tanpa kontras


Tanggal: 11 Oktober 2021
Hasil:
1. Post pemasangan VP shunt pada ventrikel lateral dextra
2. Tidak tampak lesi hipodens dan hiperdens patologis pada parenkim otak
3. Sistem ventrikel melebar
4. Tidak tampak deviasi struktur garis tengah
5. Cerebellum dan batang otak normal
6. Tidak tampak gambaran SOL
Kesan: Masih tampak hydrocephalus

28
Gambar 2: Hasil CT Scan kepala post pemasangan Vp Shunt

Pemeriksaan Radiografi Thorax


Tanggal: 14 Oktober 2021
Hasil:
1. Jantung: kesan tidak membesar, aorta dan mediastinum superior tidak melebar
2. Paru:
a. Corakan bronkovaskular baik
b. Tidak tampak konsolidasi di kedua lapang paru
c. Kedua hilus tidak melebar
d. Kedua hemidiafragma licin
e. Kedua sinus kostofrenikus lancip
f. Tulang-tulang dinding dada kesan intak
g. Jaringan lunak kesan tenang

Kesan: Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru saat ini.

29
Gambar 3: Hasil Rontgen Thorax

Medikasi/Obat-obatan yang diberikan saat ini

Nama Obat Dosis/Waktu


Parcetamol 500 mg 3x1
Meropenem 3x1
Nicardipin 4,5 cc/Jam
Levofloxacin 750 mg 1x1
Omeprazol 40 Mg 2x1
Takelin tablet 2x1
Pehnitoin 100 mg 3x1
Achetyl Systein 3x1
Infus Wida KN 2 60 cc/jam
Resfar 35 mg 1x1
Kapsul Garam 3 x 1 cup
Asam Valproat 3 x 1 tablet
Nebu: Combivent + Pulmicort 3x1

6. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Bersihan Jalan
Penumpukan CSS dalam
- Pasien tidak dapat Napas Tidak Efektif
ventrikel otak secara aktif
dikaji secara verbal
karena mengalami
penurunan
Peningkatan TIK
kesadaran

DO:
Desakan pada otak dan selaput
- Kesadaran
meningen
Somnolen (E2M3V2)
- Terdapat
penumpukan secret

30
berwarna putih Vasokonstriksi pembuluh
kental dan saliva darah otak
- Pasien tampak
gelisah
- Pasien tampak sesak Gangguan aliran darah ke otak
- Terdengar suara
napas tambahan
stridor Suplai O2 dan nutrisi ke otak
- Reflek batuk (-) terganggu
- Reflek muntah (+)
saat di suction
- Terpasang oksigen Penurunan kesadaran
dengan simple mask
8 l/m
Penurunan reflek batuk
TTV:
TD: 153/110 mmHg
Nadi: 115 x/menit Peningkatan secret di saluran
RR: 40 x/menit pernapasan
Suhu: 36℃
SpO2: 98%
Obstruksi saluran napas

Bersihan jalan napas tidak


efektif

2 DS: Pola Napas Tidak


Penumpukan CSS dalam
- Pasien tidak dapat Efektif
ventrikel otak secara aktif
dikaji secara verbal
karena mengalami
penurunan
Peningkatan TIK
kesadaran
DO:
- Kesadaran
Desakan pada otak dan selaput
Somnolen (E2M3V2)
meningen
- Tampak penggunaan
otot bantu
pernapasan
Vasokonstriksi pembuluh
- Pernapasan pasien
darah otak
mengalami fluktuasi
- Pasien tampak
gelisah
Gangguan aliran darah ke otak
- Pasien tampak sesak
- Terpasang oksigen
dengan simple mask
Suplai O2 dan nutrisi ke otak
8 l/m
terganggu
- Auskultasi suara
napas vesikuler
Metabolisme anaerob
TTV:
TD: 153/110 mmHg
Nadi: 115 x/menit
RR: 40 x/menit Penurunan produksi ATP

31
Suhu: 36℃
SpO2: 98%
Hasil pemeriksaan analisis Fungsi otot pernapasan
gas darah tanggal 14 melemah
Oktober 2021 didapatkan:
- Ph: 7.30 (Rendah)
- pCo2: 46 mmHg Penurunan ekspansi paru
(Tinggi)
- pO2: 90 mmHg
Dipsnea
(Normal)
- HCO3: 23 mmol/L
(Asidosis Respiratorik) Pola napas tidak efektif

3 DS: Penumpukan CSS dalam Perfusi Cerebral


- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif Tidak Efektif
dikaji secara verbal
karena mengalami
penurunan Peningkatan TIK
kesadaran

DO: Desakan pada otak dan selaput


- Kesadaran meningen
Somnolen (E2M3V2)
- Tekanan darah,
Nadi, MAP, Vasokonstriksi pembuluh
pernapasan darah otak
mengalami fluktuasi
- Reflek cahaya (+),
pupil isokor Gangguan aliran darah ke otak
diameter 2 cm
- Post pemasangan Vp
shunt Suplai O2 dan nutrisi ke otak
- Kaku kuduk (+) terganggu
- Terpasang oksigen
dengan simple mask
8 l/m Hipoksia Serebral

TTV:
TD: 153/110 mmHg Perfusi jaringan serebral tidak
Nadi: 115 x/menit efektif
MAP: 124 mmHg
RR: 40 x/menit
Suhu: 36℃
SpO2: 98%

Hasil pemeriksaan CT Scan:


1. Post pemasangan VP
shunt pada ventrikel
lateral dextra
2. Sistem ventrikel melebar
3. Masih tampak
hidrosefalus

32
4 DS: Penumpukan CSS dalam Ketidakseimbangan
- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif cairan dan elektrolit
dikaji secara verbal
karena mengalami
penurunan Peningkatan TIK
kesadaran

DO: Desakan pada otak dan selaput


- Tampak edema meningen
derajat 1 di kedua
punggung tangan
dan kedua kaki Vasokonstriksi pembuluh
pasien darah otak
- Cairan masuk: 3085
cc
- Cairan keluar: 3800 Gangguan aliran darah ke otak
cc
- IWL = 625 cc
- Balance cairan 24 Suplai O2 dan nutrisi ke otak
jam: (-) 1340 cc terganggu
- Turgor kulit baik

TTV: Suplai O2 ke jaringan ginjal


TD: 153/110 mmHg terganggu
Nadi: 115 x/menit
RR: 40 x/menit
Suhu: 36℃ Penurunan laju filtrasi
BB: 60 Kg glomerulus
TB: 153 cm
IMT: 26
Proses difusi, filtrasi, transport
Hasil pemeriksaan aktif cairan terganggu
laboratorium:
1. Natrium: 123 mmol/L
(Rendah) Ketidakseimbangn cairan dan
2. Kalium: 43.5 mmol/ elektrolit
(Normal)
3. Kalsium: 0.71 mmol/L
(Rendah)
4. Lactat: 1.90 mmol/L
(Tinggi)
5 DS: Penumpukan CSS dalam Risiko Infeksi
- Pasien tidak dapat ventrikel otak secara aktif
dikaji secara verbal
karena mengalami
penurunan Hidrosefalus
kesadaran

DO: Tindakan Pembedahan


- Tampak luka post (Vp Shunt)
pemasangan Vp
shunt
- Tampak luka dengan Adanya port de entry dan
jahitan pada kepala benda asing masuk
dengan panjang 8

33
cm tidak ditutup
dengan balutan
- Dolor: Tidak dapat Risiko Infeksi
dikaji
- Kalor: Tidak teraba
panas
- Tumor: Kondisi luka
tampak
membengkak
- Rubor: Tidak
tampak kemerahan
- Fungsio laesa: tidak
mengalami
perubahan fungsi
karena luka dibagian
kepala atas

TTV:
TD: 153/110 mmHg
Nadi: 115 x/menit
RR: 40 x/menit
Suhu: 36℃

Hasil pemeriksaan CT Scan:


1. Post pemasangan VP
shunt pada ventrikel
lateral dextra
2. Sistem ventrikel melebar
3. Masih tampak
hidrosefalus

C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret (penurunan reflex batuk)
2. Pola napas tidak efektif b.d peningkatan kerja otot pernapasan.
3. Perfusi cerebral tidak efektif b.d hipoksia serebral.
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal.
5. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif (pemasangan VP shunt).

D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Bersihan jalan Ekspektasi: Meningkat Manajemen jalan napas:
napas tidak efektif Kriteria Hasil: a. Observasi
1. Produksi sputum - Monitor pola napas (frekuensi,
menurun kedalaman, usaha napas)
2. Tidak terdapat - Monitor bunyi napas tambahan
suara napas (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
tambahan ronkhi)
3. Dispnea menurun

34
4. Gelisah menurun - Monitor sputum (jumlah, warna,
5. Sianosis menurun aroma)
6. Frekuensi napas
membaik b. Terapeutik
7. Pola napas - Pertahankan kepatenan jalan napas
membaik dengan head-tilt dan chin-lift
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender
(suction) selama kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Berikan oksigen
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Pola napas tidak Ekspektasi: Pola Manajemen jalan napas:
efektif b.d napas membaik a. Observasi
peningkatan kerja Kriteria Hasil: - Monitor pola napas (frekuensi,
otot pernapasan 1. Dipsnea kedalaman, usaha napas)
menurun - Monitor bunyi napas tambahan
2. Penggunaan otot (mis. Gurgling, mengi,
bantu napas wheezing, ronkhi)
mnurun - Monitor sputum (jumlah, warna,
3. Pemanjangan aroma)
fase ekspirasi b. Terapeutik
menurun - Pertahankan kepatenan jalan
4. Pernapasan napas dengan head-tilt dan chin-
cuping hidung lift
menurun - Posisikan pasien semi fowler
5. Frekuensi napas - Berikan minum hangat
membaik - Lakukan fisioterapi dada, jika
Kedalaman napas perlu
membaik - Lakukan penghisapan lender
(suction) selama kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas

35
- Monitor pola napas (mis:
bradipnea, takipnea, kusmaul,
dll)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya sputum
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray torax
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantaun
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

3 Perfusi serebral Ekspektasi: Meningkat Manajemen peningkatan TIK:


tidak efektif Kriteria Hasil: a. Observasi
1. Tingkat kesadaran - Identifikasi penyebab peningkatan
meningkat TIK
2. Tekanan - Monitor tanda/gejala peningkatan
intracranial TIK
menurun - Monitor MAP
3. Sakit kepala - Monitor CVP
menurun - Monitor status pernapasan
4. Gelisah menurun - Monitor intake dan outpun cairan
5. Demam menurun - Monitor cairan serebrospinal
6. Tekanan darah b. Terapeutik
sistolik membaik - Minimalkan stimulus dengan
7. Tekanan darah menyediakan lingkungan yang
diastolic membaik tenang
8. Refleks saraf - Berikan posisi semi fowler
membaik - Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari pemberian cairan hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh normal
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian dieuretik
osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pelunak tinja, jika perlu
4 Ketidakseimbangan Ekspektasi: Meningkat Manajemen cairan
cairan dan elektrolit Kriteria Hasil: a. Observasi
1. Serum natrium - Monitor status hidrasi
membaik - Monitor status hemodinamik

36
2. Serum kalium b. Terapeutik
membaik - Catat intake-output dan hitung
3. Serum klorida balance cairan 24 jam
membaik - Berikan asupan cairan sesuai
4. Serum kalsium kebutuhan
membaik - Berikan cairan intravena, jika perlu
5. Serum magnesium c. Kolaborasi
membaik - Kolaborasi pemberian diuretic, jika
perlu

Pemantauan Elektrolit
a. Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab
ketidakseimbangan elektrolit
- Monitor kadar elektrolit serum
- Monitor kehilangan cairan, jika
perlu
- Monitor tanda dan gejala
hipokalemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia
- Monitor tanda dan gejala
hyponatremia
- Monitor tanda gejala hypernatremia
- Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
5 Resiko Infeksi Ekspektasi: menurun Pencegahan Infeksi
Kriteria hasil: a. Observasi
1. Demam menurun - Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Bengkak menurun lokal dan sistemik
3. Nyeri menurun b. Terapeutik
4. Kadar sel darah - Batasi jumlah pengunjung
putih membaik - Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada
pasien dengan berisiko tinggi
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu

37
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Implementasi
Tgl Mahasiswa Evaluasi
Keperawatan Jam Tindakan
15/10/21 Bersihan jalan - Memposisikan pasien S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal Pasien tidak dapat
08.00 Aula
napas tidak semi fowler dikaji secara verbal karena mengalami penurunan
efektif b.d 08.00-14.00 - Memonitor pola napas, Aula kesadaran
penumpukan 15.00-21.00 saturasi oksigen, Tiwi
secret 22.00-08.00 frekuensi pernapasan. Tia O:
- Memberikan oksigen - Terdengar bunyi napas tambahan (stridor)
08.30 Aula
simple mask 8 l/m - Terpasang oksigen dengan simple mask 8 l/m
09.00 - Mengauskultasi bunyi Aula - Jalan napas bersih setelah dilakukan nebulizer dan
17.00 napas tambahan Tiwi suction
22.00 Tia - Pernapasan mulai membaik RR: 31x/menit
10.00 - Memonitor sputum Aula - SpO2: 100%
16.00 Tiwi
23.00 Tia A: Masalah belum teratasi
- Melakukan tindakan
10.00 Aula P: Intervensi dilanjutkan
nebulizer
10.40 - Melakukan fisioterapi Aula - Monitor sputum
19.30 dada Tiwi - Monitor pola napas
- Melakukan - Monitor bunyi napas tambahan
penghisapan lendir - Lakukan suction, jika perlu
10.45 (suction) Aula - Berikan oksigen
20.30 Tiwi

38
15/10/21 Pola Napas - Memposisikan pasien S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal Pasien tidak dapat
08.00 Aula
tidak efektif semi fowler dikaji secara verbal karena mengalami penurunan
- Memberikan oksigen kesadaran
08.30 dengan simple mask Aula
8 l/m O:
- Monitor pola napas - Terdengar bunyi napas tambahan (stridor)
08.00-14.00 Aula
(mis: bradipnea, - Terpasang oksigen dengan simple mask 8 l/m
15.00-21.00 Tiwi
takipnea, kusmaul, - Jalan napas bersih setelah dilakukan nebulizer dan
22.00-08.00 Tia
dll) suction
- Auskultasi bunyi - Pernapasan mulai membaik RR: 31x/menit
09.00 Aula
napas - SpO2: 100%
17.00 Tiwi
- Hasil pemeriksaan analisis gas darah tanggal 14
22.00 Tia
Oktober 2021
08.00-14.00 - Monitor saturasi Aula - Ph: 7.30 (Rendah)
15.00-21.00 oksigen Tiwi - pCo2: 46 mmHg (Tinggi)
22.00-08.00 Tia - pO2: 90 mmHg (Normal)
13.00 - Monitor nilai AGD Aula - HCO3: 23 mmol/L
13.30 - Monitor hasil x-ray Aula (Asidosis Respiratorik)
torax - Hasil pemeriksaan analisis gas darah terbaru belum
keluar.
- Hasil pemeriksaan x-ray thorax pada tanggal 14
Oktober 2021 tidak tampak kelainan pada jantung
dan paru saat ini.

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan oksigen
- Monitor pola napas

39
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Lakukan suction, jika perlu
- Berikan oksigen
15/10/21 Perfusi serebral 08.00-14.00 - Memonitor peningkatan Aula S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
tidak efektif 15.00-21.00 tekanan darah Tiwi mengalami penurunan kesadaran
22.00-08.00 Tia
08.00-14.00 - Memonitor peningkatan Aula O:
15.00-21.00 tekanan intrakranial Tiwi - Tekanan darah mengalami peningkatan tiap jam.
22.00-08.00 Tia - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran
08.00-14.00 - Memonitor MAP Aula (somnolen)
15.00-21.00 Tiwi - Status pernapasan mengalami fluktuasi
22.00-08.00 Tia - TTV:
- Meminimalkan - TD: 143/101 mmHg
08.00-14.00 stimulus dengan Aula - N: 93 x/menit
15.00-21.00 menyediakan Tiwi - RR: 31 x/menit
22.00-08.00 lingkungan yang tenang Tia - MAP: 115 mmHg
- CRT < 2 detik
- Memposisikan pasien Aula
08.00 semi fowler Tiwi A: Masalah belum teratasi
Tia
- Memonitor status P: Intervensi dilanjutkan
pernapasan - Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
08.00-14.00 Aula - Memonitor MAP
15.00-21.00 Tiwi - Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
22.00-08.00 Tia lingkungan yang tenang
- Memposisikan pasien semi fowler

40
15/10/2021 Ketidak - Memonitor kadar S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Aula
seimbangan elektrolit serum mengalami penurunan kesadaran
cairan dan - Mencatat intake-output O:
08.00-14.00 Aula
elektrolit dan menghitung - Tampak edema dikedua tangan pasien
15.00-21.00 Tiwi
balance cairan - Cm: 3561 cc
22.00-08.00 Tia
- Ck: 3200 cc
08.00-14.00 - Memonitor status Aula - IWL: 625 cc
15.00-21.00 hemodinamik Tiwi - Balance: - 264 cc
22.00-08.00 Tia - Urine berwarna kuning pucat, urin output 2100 cc.
08.00-14.00 - Memberikan cairan Aula Hasil pemeriksaan elektrolit tanggal 14 Oktober 2021
15.00-21.00 intravena Tiwi - Natrium: 125 mmol/l
22.00-08.00 Tia - Kalium: 4.3 mmol/l
- Calsium: 1.05 mmol/l
- Lactat: 0.70 mmol/l
- Hasil pemeriksaan elektrolit terbaru belum keluar.

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
- Memonitor kadar elektrolit serum
- Mencatat intake-output dan menghitung balance cairan
- Memonitor status hemodinamik
- Memberikan cairan intravena
15/10/21 Risiko Infeksi 08.00-14.00 - Memonitor tanda dan Aula S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
b.d tindakan 15.00-21.00 gejala infeksi Tiwi mengalami penurunan kesadaran
pembedahan 22.00-08.00 sistemik dan local Tia
(pemasangan 08.00-14.00 - Membatasi jumlah Aula
Vp shunt) 15.00-21.00 pengunjung Tiwi
22.00-08.00 Tia

41
5 Moment - Mencuci tangan Aula O:
menjaga sebelum dan sesudah Tiwi - Luka tampak bersih
kebersihan kontak dengan pasien Tia - Tidak tampak kemerahan
tangan dan lingkungan pasien - Tampak terdapat edema pada bekas luka operasi
- Hasil pemeriksaan laboratorium belum keluar

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
16/10/21 Bersihan jalan - Memposisikan pasien S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Mail
napas tidak semi fowler mengalami penurunan kesadaran
efektif b.d 08.00-14.00 - Memonitor pola napas, Mail
penumpukan 15.00-21.00 saturasi oksigen, Tiwi & O:
secret frekuensi pernapasan. Aula - Tidak terdengar nunyi napas tambahan
- Memberikan oksigen - Pasien terpasang nasal canul 4 L/m
08.30 Mail
simple mask 4 l/m - Jalan napas bersih setelah dilakukan suction
10.00 - Mengauskultasi bunyi Mail - Pernapasan mulai membaik RR: 22 x/menit
15.00 napas tambahan Tiwi - SpO2: 100%
10.00 - Memonitor sputum Mail
16.00 Aula A: Masalah belum teratasi
- Melakukan tindakan
10.00 Mail P: Intervensi dilanjutkan
nebulizer
10.40 - Melakukan fisioterapi Mail - Monitor sputum
19.30 dada Tiwi - Monitor pola napas

42
11.00 - Melakukan Mail - Monitor bunyi napas tambahan
penghisapan lendir - Lakukan suction, jika perlu
(suction) - Berikan oksigen
16/10/2021 Pola napas - Memposisikan pasien S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Mail
tidak efektif semi fowler mengalami penurunan kesadaran
- Memberikan oksigen
08.30 dengan nasal canul 4 Mail O:
l/m - Tidak terdengar nunyi napas tambahan
- Monitor pola napas - Pasien terpasang nasal canul 4 L/m
Mail
08.00-14.00 (mis: bradipnea, - Jalan napas bersih setelah dilakukan suction
Tiwi &
15.00-21.00 takipnea, kusmaul, - Pernapasan mulai membaik RR: 22 x/menit
Aula
dll) - SpO2: 100%
10.00 - Auskultasi bunyi - Hasil AGD pada tanggal 16 Oktober 2021
Tiwi
15.00 napas - Ph: 7.44 (Normal)
08.00-14.00 - Monitor saturasi Mail - pCo2: 36 mmHg (Normal)
15.00-21.00 oksigen Tiwi - pO2: 232 mmHg (Tinggi)
14.30 - Monitor nilai AGD Aula - HCO3: 25 mmol/L (Normal)
15.00 - Monitor hasil x-ray Aula - Tidak dilakukan pemeriksaan X-ray Thorax
torax
A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan oksigen
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Lakukan suction, jika perlu
- Berikan oksigen

43
16/10/21 Perfusi serebral - Memonitor peningkatan Mail S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00-14.00
tidak efektif tekanan darah Tiwi mengalami penurunan kesadaran
15.00-21.00
Aula
- Memonitor peningkatan Mail O:
08.00-14.00
tekanan intrakranial Tiwi - Tekanan darah mengalami fluktuasi.
15.00-21.00
Aula - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran
- Memonitor MAP Mail (somnolen)
08.00-14.00
Tiwi - Status
15.00-21.00
Aula - pernapasan mengalami fluktuasi
08.00-14.00 - Meminimalkan Mail - TTV:
15.00-21.00 stimulus dengan Tiwi - TD: 145/67 mmHg
menyediakan Aula - N: 110 x/menit
lingkungan yang tenang - RR: 22 x/menit
- MAP: 93 mmHg
- Memposisikan pasien - CRT < 2 detik
08.00 Mail
semi fowler
08.00-14.00 - Memonitor status Mail A: Masalah belum teratasi
15.00-21.00 pernapasan Tiwi
Aula P: Intervensi dilanjutkan
- Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
- Memonitor MAP
- Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Memposisikan pasien semi fowler

16/10/2021 Ketidak - Memonitor kadar S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Mail
seimbangan elektrolit serum mengalami penurunan kesadaran
cairan dan 08.00-14.00 - Mencatat intake-output Mail
elektrolit 15.00-21.00 dan menghitung Tiwi O:
balance cairan Aula - Tampak edema dikedua tangan pasien

44
- Cm: 3085 cc
08.00-14.00 - Memonitor status Mail - Ck: 3800 cc
15.00-21.00 hemodinamik Tiwi - IWL: 625 cc
Aula - Balance: - 1340 cc
- Memberikan cairan Mail - Urine berwarna kuning pucat, urin output 800 cc.
intravena Tiwi - Hasil pemeriksaan elektrolit tanggal 16 Oktober 2021
Aula didapatkan:
- Natrium: 124 mmol/l
- Kalium: 3,9 mmol/l
- Calsium: 1.00 mmol/l
08.00-14.00 - Lactat: 1.00 mmol/l
15.00-21.00
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
- Memonitor kadar elektrolit serum
- Mencatat intake-output dan menghitung balance cairan
- Memonitor status hemodinamik
- Memberikan cairan intravena
16/10/21 Risiko Infeksi 08.00-14.00 - Memonitor tanda dan Mail S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
b.d tindakan 15.00-21.00 gejala infeksi Tiwi mengalami penurunan kesadaran
pembedahan sistemik dan local Aula
(pemasangan 08.00-14.00 - Membatasi jumlah Mail O:
Vp shunt) 15.00-21.00 pengunjung Tiwi - Luka tampak bersih
Aula - Tidak tampak kemerahan
5 Moment - Mencuci tangan Mail - Tampak terdapat edema pada bekas luka operasi
menjaga sebelum dan sesudah Tiwi
kebersihan kontak dengan pasien Aula
A: Masalah belum teratasi
tangan dan lingkungan pasien

45
P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
17/10/21 Bersihan jalan - Memposisikan pasien S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Tia
napas tidak semi fowler mengalami penurunan kesadaran
efektif b.d - Memonitor pola napas, Tia
08.00-14.00
penumpukan saturasi oksigen, Aula & O:
15.00-21.00
secret frekuensi pernapasan. Mail - Tidak terdengar bunyi napas tambahan
22.00-08.00
Tiwi - Pasien terpasang nasal canul 4 l/m karena telah
- Memberikan oksigen mengalami perbaikan
08.30 Tia
simple mask 4 l/m - Jala napas bersih setelah dilakukan suction
09.30 - Mengauskultasi bunyi Tia - Pernapasan mulai membaik RR: 23 x/menit
19.00 napas tambahan Mail - SpO2: 100%
22.00 Tiwi
10.00 - Memonitor sputum Tia A: Masalah belum teratasi
16.00 Aula
23.00 Tiwi P: Intervensi dilanjutkan
- Melakukan tindakan - Monitor sputum
10.00 Tia - Monitor pola napas
nebulizer
10.40 - Melakukan fisioterapi Tia - Monitor bunyi napas tambahan
19.30 dada Mail - Lakukan suction, jika perlu
- Melakukan - Berikan oksigen
14.30 Aula
penghisapan lendir
23.00 Tiwi
(suction)
17/10/2021 Pola napas - Memposisikan pasien S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Tia
tidak efektif semi fowler mengalami penurunan kesadaran

46
- Memberikan oksigen
08.30 dengan nasal canul 4 Tia O:
l/m - Tidak terdengar bunyi napas tambahan
- Monitor pola napas Tia - Pasien terpasang nasal canul 4 l/m karena telah
08.00-14.00
(mis: bradipnea, Aula & mengalami perbaikan
15.00-21.00
takipnea, kusmaul, Mail - Jala napas bersih setelah dilakukan suction
22.00-08.00
dll) Tiwi - Pernapasan mulai membaik RR: 23 x/menit
09.30 - Auskultasi bunyi Tia - SpO2: 100%
19.00 napas Mail - Hasil AGD pada tanggal 16 Oktober 2021
22.00 Tiwi - Ph: 7.44 (Normal)
08.00-14.00 - Monitor saturasi Tia - pCo2: 36 mmHg (Normal)
15.00-21.00 oksigen Aula - pO2: 232 mmHg (tinggi)
22.00-08.00 Tiwi - HCO3: 25 mmol/L (Normal)
21.30 - Monitor nilai AGD Tiwi - Hasil AGD terbaru belum keluar.
21.30 - Monitor hasil x-ray Tiwi - Tidak dilakukan pemeriksaan X-ray Thorax
torax
A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan oksigen
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Lakukan suction, jika perlu
- Berikan oksigen
17/10/21 Perfusi serebral 08.00-14.00 - Memonitor peningkatan Tia S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
tidak efektif 15.00-21.00 tekanan darah Aula mengalami penurunan kesadaran
22.00-08.00 Mail

47
Tiwi O:
- Memonitor peningkatan Tia - Tekanan darah mengalami peningkatan tiap jam.
08.00-14.00
tekanan intrakranial Aula - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran
15.00-21.00
Mail (somnolen)
22.00-08.00
Tiwi - Status pernapasan mengalami fluktuasi
- Memonitor MAP Tia - TTV:
08.00-14.00
Aula - TD: 119/55 mmHg
15.00-21.00
Mail - N: 120 x/menit
22.00-08.00
Tiwi - RR: 23 x/menit
- Meminimalkan - MAP: 76 mmHg
Tia
08.00-14.00 stimulus dengan - CRT < 2 detik
Aula
15.00-21.00 menyediakan - SpO2: 100%
Mail
22.00-08.00 lingkungan yang tenang
Tiwi
A: Masalah belum teratasi
- Memposisikan pasien
08.00 Tia P: Intervensi dilanjutkan
semi fowler
- Memonitor status - Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
Tia
08.00-14.00 pernapasan - Memonitor MAP
Aula
15.00-21.00 - Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
Mail
22.00-08.00 lingkungan yang tenang
Tiwi
- Memposisikan pasien semi fowler
17/10/2021 Ketidak - Memonitor kadar S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Tia
seimbangan elektrolit serum mengalami penurunan kesadaran
cairan dan - Mencatat intake-output Tia
08.00-14.00
elektrolit dan menghitung Aula O:
15.00-21.00
balance cairan Mail - Masih tampak edema dikedua tangan pasien
22.00-08.00
Tiwi - Cm: 3603 cc
08.00-14.00 - Memonitor status Tia - Ck: 3900 cc
15.00-21.00 hemodinamik Aula - IWL: 625 cc
22.00-08.00 Mail - Balance: - 897 cc

48
Tiwi - Urine berwarna kuning pucat, urin output 2400 cc.
- Memberikan cairan - Hasil pemeriksaan elektrolit tanggal 16 Oktober 2021
intravena didapatkan:
- Hasil pemeriksaan elektrolit terbaru belum keluar.
- Natrium: 124 mmol/l
- Kalium: 3,9 mmol/l
- Calsium: 1.00 mmol/l
08.00-14.00 Tia
- Lactat: 1.00 mmol/l
15.00-21.00 Aula
A: masalah belum teratasi
22.00-08.00 Tiwi
P: intervensi dilanjutkan
- Memonitor kadar elektrolit serum
- Mencatat intake-output dan menghitung balance cairan
- Memonitor status hemodinamik
Memberikan cairan intravena
17/10/21 Risiko Infeksi - Memonitor tanda dan Tia S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00-14.00
b.d tindakan gejala infeksi Aula mengalami penurunan kesadaran
15.00-21.00
pembedahan sistemik dan local Mail
22.00-08.00
(pemasangan Tiwi O:
- Membatasi jumlah Tia
Vp shunt) 08.00-14.00 - Luka tampak bersih
pengunjung Aula
15.00-21.00 - Tidak tampak kemerahan
Mail
22.00-08.00 - Tampak terdapat edema pada bekas luka operasi
Tiwi
5 Moment - Mencuci tangan
menjaga A: Masalah belum teratasi
sebelum dan sesudah
Tia
kebersihan kontak dengan pasien Aula P: Intervensi dilanjutkan
tangan dan lingkungan pasien Mail - Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
Tiwi
local
- Batasi jumlah pengunjung

49
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
18/10/21 Bersihan jalan - Memposisikan pasien S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Tia
napas tidak semi fowler mengalami penurunan kesadaran
efektif b.d 08.00-14.00 - Memonitor pola napas, Tia
penumpukan 15.00-21.00 saturasi oksigen, Mail O:
secret 22.00-08.00 frekuensi pernapasan. Aula - Tidak terdengar bunyi napas tambahan
- Memberikan oksigen - Auskultasi suara napas vesikuler
08.30 Tia
simple mask 8 l/m - Jalan napas bersih setelah dilakukan suction
09.00 - Mengauskultasi bunyi Tia - Terpasang O2 nasal canul 4 l/m
17.00 napas tambahan Mail - Pernapasan mulai membaik RR: 18 x/menit
22.00 Aula - SpO2: 100%
10.00 - Memonitor sputum Tia
16.00 Mail A: Masalah belum teratasi
23.00 Aula
- Melakukan tindakan P: Intervensi dilanjutkan
10.00 Tia - Monitor sputum
nebulizer
- Melakukan fisioterapi - Monitor pola napas
10.40 Tia - Monitor bunyi napas tambahan
dada
- Melakukan - Lakukan suction, jika perlu
10.45 Tia - Berikan oksigen
penghisapan lendir
07.00 Aula
(suction)
18/10/2021 Pola napas - Memposisikan pasien S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
08.00 Tia
tidak efektif semi fowler mengalami penurunan kesadaran
- Memberikan oksigen
08.30 dengan nasal canul 4 Tia O:
l/m - Tidak terdengar bunyi napas tambahan
08.00-14.00 - Monitor pola napas Tia - Auskultasi suara napas vesikuler
15.00-21.00 (mis: bradipnea, Mail - Jalan napas bersih setelah dilakukan suction
22.00-08.00 Aula - Terpasang O2 nasal canul 4 l/m

50
takipnea, kusmaul, - Pernapasan mulai membaik RR: 18 x/menit
dll) - SpO2: 100%
09.00 - Auskultasi bunyi Tia - Hasil AGD pada tanggal 18 Oktober 2021
17.00 napas Mail - Ph: 7.44 (Normal)
22.00 Aula - pCo2: 32 mmHg (rendah)
08.00-14.00 - Monitor saturasi Tia - pO2: 162 mmHg (tinggi)
15.00-21.00 oksigen Mail - HCO3: 22 mmol/L (Normal)
22.00-08.00 Aula - Tidak dilakukan pemeriksaan X-ray Thorax
22.00 - Monitor nilai AGD Aula
A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan oksigen
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Lakukan suction, jika perlu
Berikan oksigen
18/10/2021 Perfusi serebral 08.00-14.00 - Memonitor peningkatan Tia S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena
tidak efektif 15.00-21.00 tekanan darah Mail mengalami penurunan kesadaran
22.00-08.00 Aula
08.00-14.00 - Memonitor peningkatan Tia O:
15.00-21.00 tekanan intrakranial Mail - Tekanan darah mengalami fluktuasi tiap jam.
22.00-08.00 Aula - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran
08.00-14.00 - Memonitor MAP Tia (somnolen)
15.00-21.00 Mail - Status pernapasan mulai membaik
22.00-08.00 Aula - TTV:

51
- Meminimalkan - TD: 118/57 mmHg
08.00-14.00 stimulus dengan Tia - N: 110 x/menit
15.00-21.00 menyediakan Mail - RR: 18 x/menit
22.00-08.00 lingkungan yang tenang Aula - MAP: 94 mmHg
- CRT < 2 detik
- Memposisikan pasien - SpO2: 100%
08.00 Tia
semi fowler
08.00-14.00 - Memonitor status Tia A: Masalah belum teratasi
15.00-21.00 pernapasan Mail
22.00-08.00 Aula P: Intervensi dilanjutkan
- Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
- Memonitor MAP
- Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Memposisikan pasien semi fowler

18/10/2021 Ketidak - Memonitor kadar S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal Pasien tidak dapat
08.00 Tia
seimbangan elektrolit serum dikaji secara verbal karena mengalami penurunan
cairan dan - Mencatat intake-output kesadaran
08.00-14.00 Tia
elektrolit dan menghitung
15.00-21.00 Mail
balance cairan O:
22.00-08.00 Aula
- Tampak edema dikedua tangan pasien
08.00-14.00 - Memonitor status Tia - Cm: 4140 cc
15.00-21.00 hemodinamik Mail - Ck: 3720 cc
22.00-08.00 Aula - IWL: 625 cc
- Memberikan cairan - Balance: - 264 cc
08.00-14.00 intravena Tia - Urine berwarna kuning pucat, urin output 2100 cc.
15.00-21.00 Mail - Hasil pemeriksaan elektrolit pada tanggal 18 Oktober
22.00-08.00 Aula 2021 didapatkan:
- Natrium: 117 mmol/l

52
- Kalium: 4.0 mmol/l
- Calsium: 1.07 mmol/l
- Lactat: 1.50 mmol/l
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
- Memonitor kadar elektrolit serum
- Mencatat intake-output dan menghitung balance cairan
- Memonitor status hemodinamik
Memberikan cairan intravena
18/10/21 Risiko Infeksi 08.00-14.00 - Memonitor tanda dan Tia S: Pasien tidak dapat dikaji secara verbal
b.d tindakan 15.00-21.00 gejala infeksi Mail
pembedahan 22.00-08.00 sistemik dan local Aula O:
(pemasangan 08.00-14.00 - Membatasi jumlah Tia - Luka tampak bersih
Vp shunt) 15.00-21.00 pengunjung Mail - Tidak tampak kemerahan
22.00-08.00 Aula - Tampak terdapat edema pada bekas luka operasi
5 Moment - Mencuci tangan - Leukosit: 8,9 10^3/𝜇L
menjaga sebelum dan sesudah - Neutrophil: 77 %
kebersihan kontak dengan pasien - Limfosit: 13,7 %
tangan dan lingkungan pasien
A: Masalah belum teratasi
Tia
Mail
Aula P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien

53
19/10/21 Bersihan jalan - Memposisikan pasien S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal
08.00 Tiwi
napas tidak semi fowler
efektif b.d 08.00-14.00 - Memonitor pola napas, Mail & O:
penumpukan saturasi oksigen, Tiwi - Tidak terdengar bunyi napas tambahan
secret 15.00-21.00 frekuensi pernapasan. Tia - Pasien terpasang nasal canul 4 l/m
- Jalan napas bersih setelah dilakukan suction
- Memberikan oksigen - Auskultasi suara napas vesikuler
08.30 Tiwi
simple mask 8 l/m - Pernapasan mulai membaik RR: 24 x/menit
10.00 - Mengauskultasi bunyi Mail - SpO2: 100%
15.00 napas tambahan Tia
A: Masalah belum teratasi
10.00 - Memonitor sputum Tiwi
16.00 Tia P: Intervensi dilanjutkan
- Melakukan tindakan - Monitor sputum
10.00 Tiwi - Monitor pola napas
nebulizer
- Melakukan - Monitor bunyi napas tambahan
10.30 penghisapan lendir Mail - Lakukan suction, jika perlu
(suction) - Berikan oksigen
19/10/21 Pola napas - Memposisikan pasien S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal
08.00 Tiwi
tidak efektif semi fowler
- Memberikan oksigen O:
08.30 dengan nasal canul 4 Mail - Tidak terdengar bunyi napas tambahan
l/m - Pasien terpasang nasal canul 4 l/m
08.00-14.00 - Monitor pola napas - Jalan napas bersih setelah dilakukan suction
Tiwi
(mis: bradipnea, - Auskultasi suara napas vesikuler
Mail
15.00-21.00 takipnea, kusmaul, - Pernapasan mulai membaik RR: 24 x/menit
Tia
dll) - SpO2: 100%
10.00 - Auskultasi bunyi - Hasil AGD pada tanggal 18 Oktober 2021
Mail
15.00 napas - Ph: 7.47 (tinggi)
Tia

54
08.00-14.00 - Monitor saturasi Tiwi - pCo2: 27 mmHg (rendah)
oksigen Mail - pO2: 199 mmHg (tinggi)
15.00-21.00 Tia - HCO3: 20 mmol/L (rendah)
09.00 - Monitor nilai AGD Tiwi
A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan oksigen
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Lakukan suction, jika perlu
- Berikan oksigen
19/10/21 Perfusi serebral - Memonitor peningkatan Tiwi S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal Pasien tidak dapat
08.00-14.00
tidak efektif tekanan darah Mail dikaji secara verbal karena mengalami penurunan
15.00-21.00
Tia kesadaran
- Memonitor peningkatan Tiwi
08.00-14.00
tekanan intrakranial Mail O:
15.00-21.00
Tia - Tekanan darah mengalami peningkatan tiap jam.
- Memonitor MAP Tiwi - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran
08.00-14.00
Mail (somnolen)
15.00-21.00
Tia - Status pernapasan mengalami fluktuasi
- Meminimalkan - TTV:
08.00-14.00 stimulus dengan Tiwi - TD: 143/101 mmHg
15.00-21.00 menyediakan Mail - N: 93 x/menit
lingkungan yang tenang Tia - RR: 31 x/menit
- MAP: 115 mmHg

55
- Memposisikan pasien - CRT < 2 detik
08.00 Tiwi
semi fowler
08.00-14.00 - Memonitor status Tiwi A: Masalah belum teratasi
15.00-21.00 pernapasan Mail
Tia P: Intervensi dilanjutkan
- Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
- Memonitor MAP
- Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Memposisikan pasien semi fowler
19/10/2021 Ketidak - Memonitor kadar Tiwi S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal Pasien tidak dapat
08.00
seimbangan elektrolit serum dikaji secara verbal karena mengalami penurunan
cairan dan - Mencatat intake-output Mail kesadaran
08.00-14.00
elektrolit dan menghitung Tia
15.00-21.00
balance cairan O:
- Tampak edema dikedua tangan pasien
08.00-14.00 - Memonitor status Tiwi - Cm: 4140 cc
15.00-21.00 hemodinamik Mail - Ck: 3720 cc
Tia - IWL: 625 cc
08.00-14.00 - Memberikan cairan Tiwi - Balance: - 264 cc
15.00-21.00 intravena Tia - Urine berwarna kuning pucat, urin output 2100 cc.
- Hasil pemeriksaan elektrolit pada tanggal 19 Oktober
2021 didapatkan:
- Natrium: 123 mmol/l
- Kalium: 43.5 mmol/l
- Calsium: 0.71 mmol/l
- Lactat: 1.90 mmol/l

A: masalah belum teratasi

56
P: intervensi dilanjutkan
- Memonitor kadar elektrolit serum
- Mencatat intake-output dan menghitung balance cairan
- Memonitor status hemodinamik
- Memberikan cairan intravena
19/10/21 Risiko Infeksi 08.00-14.00 - Memonitor tanda dan Tiwi S: pasien tidak dapat dikaji secara verbal Pasien tidak
b.d tindakan 15.00-21.00 gejala infeksi Mail dapat dikaji secara verbal karena mengalami
pembedahan sistemik dan local Tia penurunan kesadaran
(pemasangan 08.00-14.00 - Membatasi jumlah Tiwi
Vp shunt) 15.00-21.00 pengunjung Mail O:
Tia - Luka tampak bersih
5 Moment - Mencuci tangan Tiwi - Tidak tampak kemerahan
menjaga sebelum dan sesudah Mail - Tampak terdapat edema pada bekas luka operasi
kebersihan kontak dengan pasien Tia
- Hasil pemeriksaan darah lengkap pasa tanggal 19
tangan dan lingkungan pasien Oktober 2021 didapatkan:
- Hb: 11 g/dl
- Leukosit: 8.95 10^3/𝜇L
- Trombosit: 224 10^3/𝜇L
- Eritrosit: 3.89 10^6/𝜇L
- Neutrophil: 77 %
- Limfosit: 13,7 %

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
- Batasi jumlah pengunjung

57
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien

58
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan kasus ini penulis akan membahas kesinambungan antara teori dengan
laporan kasus asuhan keperawatan dengan hidrosefalus yang telah dilakukan sejak tanggal 15
oktober 2021 – 20 Oktober 2021 di ruang HCU RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dimana
pembahasan ini sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan yaitu dimulai dari tahap
pengkajian, merumuskan diagnose keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
mendeskripsikan implementasi dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Menurut (Carpet & Moyet 2007) Pengkajian adalah merupakan tahap yang
sistematis dalam pengumpulan data tentang individu keluarga dan kelompok. Dalam
melakukan pengkajian pada klien data didapatkan dari klien beserta keluarga, catatan medis
serta tenaga kesehatan lainnya.
1. Keluhan Utama
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada Ny. M didapatkan keluhan pasien
mengalami penurunan kesadaran, dan pasien mengalami kejang pada tgl 16 Oktober
2021, dan terdapat penumpukan secret berwarna putih kental pada saluran napas pasien
dan keluar dari mulut pasien.
Penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan hasil temuan.
Sesuai dengan penelitian Khailullah (2011) yang mengatakan bahwa pasien dengan
hidrosefalus akan menunjukkan tanda gejala berupa gangguan kesadaran, kejang, dan
kadang-kadang gangguan pusat vital. Wang dan Avellino (2005) membagi gejala klinis
pasien dengan hidrosefalus adalah nyeri kepala, muntah dan penurunan kesadaran.
Terjadinya penumpukan secret pada pasien dengan hidrosefaus disebabkan
karena pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga terjadi ketidakmampuan
dalam mengeluarkan secret secara mandiri, dan juga pasien dengan penurunan
kesadaran reflek batuk serta menelan akan mengalami penurunan, sehingga terjadi
penumpukan secret dan memerlukan tindakan suctioning untuk mengeluarkan secret.
Pasien dengan hidrosefalus yang mengalami kejang ini biasanya disebabkan
karena infeksi. Menurut Dwi (2017) adanya hubungan antara hidrosefalus dengan
meningitis, infeksi bakteri dari meningitis dapat menyebabkan bakteri menyumbat
aliran cairan serebrospinal, sehingga aliran tersebut menjadi tersumbat dan
menyebabkan hidrosefalus. Akibat dari infeksi tersebut juga dapat menyebabkan pasien

59
mengalami demam dan selanjutnya dapat menyebabkan kejang. Menurut Apriyanti
(2013) hidrosefalus tidak hanya penyakit kelainan congenital, tetapi dapat juga didapat
setelah kelahiran biasanya penyebabnya merupakan infeksi salah satunya bakteri dari
penyakit meningitis.
Hidrosefalus dapat terjadi akibat proses infeksi atau inflamasi. Efek inflamasi
kronis menyebabkan organisasi eksudat inflamasi untuk membentuk jaringan fibrotik
dan gliosis. Fibrosis dan gliosis ini menyebabkan obstruksi dari perjalanan cairan
serebrospinal di dalam sistem ventrikel dan di ruang subarachnoid (misalnya di sisterna
basal) dan ruang subarachnoid di permukaan korteks. Infeksi bakteri, parasit, dan
infeksi granulomatosa lebih sering menyebabkan hidrosefalus dibandingkan infeksi
virus (Satyanegara, 2010).

2. Riwayat kesehatan dahulu


Terdapat kesenjangan dalam tinjauan teoritis dan kasus, secara teoritis adanya
riwayat hidrosefalus sebelumnya, adanya riwayat neoplasma otak, dan kelainan
bawaan otak. Setelah dilakukan pengakajian pasien tidak pernah menagalami hal yang
demikian.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus dimana berdasarkan hasil
pengkajian pasien tidak ada riwaayat keturunan penyakit hidrosefalus.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (2006) diagnosa keperawataa adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akontibilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi,
mencegah, dan merubah. Pada tinjauan teoritis, ditemukan 9 diagnosa keperawatan yaitu:
1. Perfusi serebral tidak efektif b.d hipoksia serebral
2. Bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret pada saluran nafas (penurunan refleks
batuk).
3. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan kerja otot pernafasan
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
5. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
6. Resiko infeksi b.d imunosupresi atau tindakan pembedahan pemasangan VP Shunt
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal

60
8. Resiko defisit nutrsi b.d ketidakmampuan menelan makanan
9. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi)

Sedangkan pada tinjauan kasus, saat dikaji ditemukan 4 diagnosa keperawatan yang
muncul pada tinjauan kasus karena saat pengkajian lebih diutamakan diagnose prioritas,
actual, dan potensial. Penulis mengangkat diagnose tersebut berdasarkan data-data
pendukung dari hasil pengkajian, faktor pendukung diagnosa yang muncul adalah:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret pada saluran napas
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari jum’at, 15 Oktober 2021 Pada pukul 09.00
WIB didapatkan data pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena mengalami
penurunan kesadaran (Somnolen, E2M3V2), terdapat penumpukan secret berwarna
putih kental dan saliva pada jalan napas pasien dan keluar secre dari mulut, Pasien
tampak gelisah, pasien tampak sesak dan ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan,
terdengar suara napas tambahan stridor, reflek batuk (-), dan pasien terpasang oksigen
dengan simple mask 8 l/m. Data pemeriksaan tanda tanda vital yaitu TD: 153/110
mmHg, nadi: 115 x/menit, RR: 40 x/menit, suhu: 36℃, SpO2: 98%.
2. Perfusi cerebral tidak efektif b.d hipoksia serebral
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari jum’at, 15 Oktober 2021 Pada pukul 09.00
WIB didapatkan data pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena mengalami
penurunan kesadaran (Somnolen, E2M3V2), pasien tidak dapat dikaji secara verbal,
reflek cahaya (+), pupil isokor diameter 2 cm, pasien post pemasangan Vp shunt pada
tanggal 29 september 2021, terdapat kaku kuduk, dan pasien terpasang oksigen dengan
simple mask 8 l/m. Data pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan yaitu TD: 153/110
mmHg, nadi: 115 x/menit, RR: 40 x/menit, Suhu: 36℃, SpO2: 98%. Data pendukung
berupa hasil pemeriksaan penunjang CT Scan kepala didapatkan yaitu, post
pemasangan VP shunt pada ventrikel lateral dextra, sistem ventrikel melebar dan masih
tampak hidrosefalus.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari jum’at, 15 Oktober 2021 Pada pukul 09.00
WIB didapatkan data pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena mengalami
penurunan kesadaran (Somnolen, E2M3V2), pasien tidak dapat dikaji secara verbal,
tampak edema dikedua tangan pasien, cairan masuk: 3085 cc, cairan keluar: 3800 cc,
IWL = 625 cc, balance cairan: (-)1340 cc, turgor kulit < 3 detik. Data pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan yaitu TD: 153/110 mmHg, nadi: 115 x/menit, RR: 40

61
x/menit, Suhu: 36℃, SpO2: 98%, BB: 60 Kg, TB: 153 cm, IMT: 26. Hasil pemeriksaan
laboratorium: natrium: 123 mmol/L, kalium: 43.5 mmol/L, dan kalsium: 0.71 mmol/L.
4. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasive (pemasangan VP Shunt)
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari jum’at, 15 Oktober 2021 Pada pukul 09.00
WIB didapatkan data pasien tidak dapat dikaji secara verbal karena mengalami
penurunan kesadaran (Somnolen, E2M3V2), pasien tidak dapat dikaji secara verbal, post
pemasangan Vp shunt, tampak luka dengan jahitan pada kepala dengan panjang 8 cm,
kondisi luka tampak bengkak. Data pemeriksaan tanda tanda vital yaitu TD: 153/110
mmHg, nadi: 115 x/menit, RR: 40 x/menit, suhu: 36℃, SpO2: 98%. Data pendukung
berupa hasil pemeriksaan penunjang CT Scan kepala didapatkan yaitu, post
pemasangan VP shunt pada ventrikel lateral dextra, sistem ventrikel melebar dan masih
tampak hidrosefalus.

C. Intervensi Keperawatan
Menurut (Potter Perry, 2005) perencanaan adalah kegiatan dalam keperawatan yang
meliputi: meletakan pusat tujuan pada klien, menetapakan hasil yang ingin dicapai dan
memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan. Dalam menyusun rencana
tindakan keparawatan pada klien berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan tidak
semua rencana tindakan pada teori dapat ditegakan pada tinjauan kasus karena rencana
tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan klien saat
dilakukan pengakajian. Penulis menetapkan intervensi keperawatan berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018).
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret pada saluran napas
Intervensi yang dapat diberikan dengan diagnosa bersihan jalan napas tidak
efektif adalah manajemen jalan napas berupa monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi), monitor sputum (jumlah, warna, aroma), pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift, posisikan pasien semi fowler, berikan minum
hangat, lakukan fisioterapi dada, jika perlu, lakukan penghisapan lender (suction)
selama kurang dari 15 detik, lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal, berikan oksigen, dan tindakan kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika diperlukan.

62
2. Perfusi cerebral tidak efektif b.d hipoksia serebral
Intervensi yang dapat diberikan dengan diagnosa perfusi cerebral tidak efektif
adalah manajemen peningkatan TIK berupa identifikasi penyebab peningkatan TIK,
monitor tanda/gejala peningkatan TIK, monitor MAP, monitor CVP, monitor status
pernapasan, monitor intake dan outpun cairan, monitor cairan serebrospinal,
minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang, berikan posisi
semi fowler, hindari manuver valsava, cegah terjadinya kejang, hindari pemberian
cairan hipotonik, pertahankan suhu tubuh normal, dan tindakan kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan, kolaborasi pemberian dieuretik osmosis, dan kolaborasi
pelunak tinja, jika perlu.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal
Intervensi yang dapat diberikan dengan diagnose Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit adalah manajemen cairan dan pemantauan elektrolit. Adapun intervensi
manajemen cairan adalah monitor status hidrasi, monitor status hemodinamik, catat
intake-output dan hitung balance cairan 24 jam, berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan, berikan cairan intravena, jika perlu, dan kolaborasi pemberian diuretic, jika
perlu. Selanjutnya intervensi pemantauan elektrolit yaitu identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan elektrolit, monitor kadar elektrolit serum, monitor
kehilangan cairan, monitor tanda dan gejala hipokalemia, monitor tanda dan gejala
hiperkalemia, monitor tanda dan gejala hyponatremia, monitor tanda gejala
hypernatremia, monitor tanda dan gejala hipokalsemia, monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia, atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien, dan
dokumentasi hasil pemantauan.
4. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasive (pemasangan VP Shunt)
Intervensi yang dapat diberikan dengan diagnose resiko infeksi b.d efek
prosedur invasive adalah pencegahan Infeksi berupa monitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, berikan perawatan kulit pada area edema,
cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien,
pertahankan teknik aseptik pada pasien dengan berisiko tinggi, dan kolaborasi
pemberian imunisasi, jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan
Rohmah & Walid (2012) Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi

63
penguimpulan data berkelanjutan, mengobservasirespon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret pada saluran napas
Tindakan keperawatan untuk mengatasi bersihan jalan napas yang tidak efektif
kepada pasien dengan tindakan yaitu, memonitor pola napas (pola nafas Ny.M dari
tanggal 15-19 oktober 2021 mengalami perbaikan, frekuensi nafas fluktuasi),
mengauskultasi bunyi napas tambahan (suara nafas tambahan Ny.M dari tanggal 15
Oktober 2021 Stridor, sedangkan pada tanggal 16-19 Oktober mengalami perbaikan
vesikuler), memonitor sputum (sputum berwarna putih kental), memposisikan pasien
semi fowler, melakukan fisioterapi dada, memberikan oksigen simple mask 8 l/m dan
melakukan penghisapan lendir (suction). Masalah keperawatan bersihan jalan nafas
tidak efektif Ny.M dari tanggal 15 Oktober hingga 19 Oktober 2021 belum teratasi
sehingga intervensi tetap dilanjutkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulasmi & Yuniar (2019),
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa tindakan suction sesuai SOP dengan
tekanan 100 mmHg dalam 10 detik dapat meningkatkan saturasi oksigen. Selanjutnya
tindakan keperawatan melakukan nebulizer. Nebulizer merupakan salah satu terapi
inhalasi dimana pemberian terapi inhalasi dapat memberikan efek bronkodilatasi atau
melebarkan lumen bronkus, dahak menjadi lebih encer sehingga mudah dikeluarkan,
menurunkan hiperaktivitas bronkus dan dapat mengatasi infeksi (Wahyuni, 2014).
Salah satu obat yang digunakan dalam terapi inhalasi adalah obat Combivent. Penelitian
oleh Lestari (2018) menyebutkan bahwa adanya pengaruh terapi nebulizer yang
menggunakan obat combivent dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.
Tindakan perubahan posisi pasien menjadi posisi semifowler dilakukan dengan tujuan
untuk memperbaiki saturasi oksigen pada pasien dan memperbaiki respiration rate pada
pasien. Penelitian oleh Firdaus, Ehwan, Rachmadi (2019) menyebutkan setelah
pemberian terapi oksigen dengan posisi semi fowler didapatkan adanya peningkatan
nilai saturasi oksigen pada setiap responden pada saat sebelum dan sesudah diberikan
terapi oksigen dengan pengaturan posisi semi fowler.
2. Perfusi cerebral tidak efektif b.d hipoksia serebral
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi perfusi cerebral tidak
efektif yaitu dengan memonitor peningkatan tekanan darah (tanggal 15 Oktober hingga
19 Oktober tekanan darah pasien mengalami fluktuasi), memonitor peningkatan
tekanan intracranial (Ny.M mengalami penurunan kesadaran samnolen-sopor tanggal
64
15 Oktober-19 Oktober), memonitor MAP (tanggal 15-19 Oktober 2021 rata-rata
tekanan arteri mengalami fluktuasi), meminimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang, memposisikan pasien semi fowler, dan memonitor status
pernapasan (pernafasan Ny.M tanggal 15-19 Oktober 2021 mengalami perbaikan dan
fluktuasi dalam rentang normal).
Menurut penelitian Fitriyah (2013) perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya herniasi batang otak yang memerlukan tindakan untk
memeriksa apakah ada tanda peningkatan TIK, seperti kaku kuduk, penurunan
kesadaran dan lainnya. Menurut analisa penulis tindakan keperawatan seperti diatas
sangat penting dilakukan untuk melihat adakah gangguan perfusi didalam otak.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan
cairan elektrolit Ny. M dengan memonitor kadar elektrolit serum (kadar natrium
rendah, kadar kalsium sangat rendah, kadar lactat tinggi dan kadar kalium normal),
mencatat intake output serta menghitung balance cairan (selama melakukan
implementasi memantau cairan Ny.M kurang dari kebutuhan tubuh), memonitor status
hemodinamik, dan memberikan cairan intravena. Berdasarkan implementasi yang telah
dilakukan didapatkan catatan perkembangan pada tanggal 15 Oktober-19 Oktober 2021
menunjukkan cairan dan elektrolit Ny. M kurang dari kebutuhan tubuh. Masalah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Ny.M belum teratasi sehingga intervensi tetap
dilanjutkan.
4. Resiko Infeksi b.d efek procedure invasive (pemasangan Vp shunt)
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan tentang
resiko infeksi pada Ny. M yaitu memonitor tanda gejala infeksi sistemik dan lokal (luka
bersih, tidak ada tanda gejala infeksi, leukosit 8,9 10 (N), neutrofil 77% (H), limfosit
13,7% (L) selama dilakukan implementasi dari tanggal 15-19 Oktober 2021),
membatasi jumlah pengunjung, mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
Dalam pencegahan dan pengendalian infeksi selama melakukan tindakan
keperawatan ada 10 standar yang perlu dilakukan menurut PERDALIN tahun 2011,
yaitu kebersihan tangan, alat pelindung diri (APD), perawatan peralatan dan linen
pasien, pengelolaan limbah, pengendalian lingkungan rumah sakit, kesehatan
karyawan/perlindungan petugas kesehatan, penempatan pasien, hygine respirasi/etika
batuk, praktik menyuntik aman, dan praktik untuk lumbal punksi.
65
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid,
2012). Dari 4 diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang penulis
temukan dalam melakukan studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan, kurang lebih
sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu dalam
melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal memerlukan adanya
kerja sama antara penulis dengan klien, perawat, dokter, dan tim kesehatan lainnya.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret pada saluran napas belum
teratasi karena klien mengalami penurunan kesadaran akibat proses penyakitnya
sehingga menyebabkan refleks batuk (-), reflek menelan (-), dan intervensi dilanjutkan
dengan posisikan pasien semi fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dada,
jika perlu, lakukan penghisapan lender (suction) selama kurang dari 15 detik, lakukan
hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal, berikan oksigen, dan tindakan
kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik.

2. Perfusi cerebral tidak efektif b.d hipoksia serebral belum teratasi karena klien
mengalami penurunan kesadaran dan peningkatan TIK, melanjutkan intervensi dengan
monitor status pernapasan, monitor intake dan outpun cairan, monitor cairan
serebrospinal, minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang,
berikan posisi semi fowler, hindari manuver valsava, cegah terjadinya kejang, hindari
pemberian cairan hipotonik, pertahankan suhu tubuh normal, dan tindakan kolaborasi
pemberian sedasi dan antikonvulsan, kolaborasi pemberian dieuretik osmosis, dan
kolaborasi pelunak tinja.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d disfungsi intestinal belum teratasi karena
klien mengalami hiponatremia dan hipokalemia, melanjutkan intervensi dengan
pemantauan elektrolit yaitu identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
elektrolit, monitor kadar elektrolit serum, monitor kehilangan cairan, monitor tanda dan
gejala hipokalemia, monitor tanda dan gejala hiperkalemia, monitor tanda dan gejala
hyponatremia, monitor tanda gejala hypernatremia, monitor tanda dan gejala
hipokalsemia, monitor tanda dan gejala hiperkalsemia, atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien, dan dokumentasi hasil pemantauan.
4. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasive belum teratasi karena kondisi luka pasien
masih dalam tahap penyembuhan, melanjutkan intervensi dengan monitor tanda dan

66
gejala infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, berikan perawatan kulit
pada area edema, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien, pertahankan teknik aseptik pada pasien dengan berisiko tinggi.

67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. M dengan
diagnosa Hidrosefalus post-op pemasangan VP Shunt di ruang HCU RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru pada tanggal 15 Oktober hingga 19 Oktober 2021 dapat disimpulkan :

1. Pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus di ruang HCU RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2021 dapat dilakukan dengan baik dan tidak
mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data.
2. Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus di Ruang HCU
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2021 dapat dirumuskan 4 diagnosa pada
tinjauan kasus.
3. Pada perencanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus di ruang HCU
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2021 semua perencanaan dapat diterapkan
pada tinjauan kasus.
4. Pada implementasi asuhan keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus di ruang HCU
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2021 tidak semua dapat dilakukan oleh
kelompok.
5. Evaluasi pada klien dengan Hidrosefalus di ruang HCU RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru tahun 2021 dapat dilakukan dan dari 4 diagnosa dan semua masalah belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas
wawasan mengenai pasien dengan Hidrosefalus karena dengan adanya pengetahuan
dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam
masyarakat dan memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat mengenai
Hidrosefalus, dan fakor –faktor pencetusnya serta bagaimana pencegahan untuk kasus
tersebut.
2. Bagi Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan
mempertahankan hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan pasien yang
ditujukan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang optimal. Adapun untuk

68
pasien yang telah mengalami kasus Hidrosefalus maka harus segera dilakukan
perawatan, agar tidak terjadi komplikasi dari penyakit Hidrosefalus.

69
DAFTAR PUSTAKA
Afdhalurrahman. (2013). Gambaran neuroimaging hidrosefalus pada anak. Jurnal kedokteran
syiah kuala, 13(2), 117-122. doi:10.1016/0039-6028(76)90107-2
Ageng, S. (2017). Proses penerimaan dan pengasuhan orang tua untuk mempertahankan afeksi
sayang pada anak hydrochepalus. Skripsi program studi ilmu komunikasi fakultas ilmu
sosial dan ilmu politik universitas diponegoro. https://ejournal3.undip.ac.id/
Andriati, Riris. (2014). Studi literature mengenai hidrosefalus kongenital. 1(1).
Apriyanto, R., Fadillah, S. (2013). Hydrochepalus pada anak. http://stikes.wdh.ac.id
Cahaya, Indra., 2003. Epidemiologi Toxoplasma Gondii. USU Digital Library Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. http://library usu
.ac.id/_download/pdf.
Canady A., Phillip HC., Michael E., Roger HH., David G., J Gordon., Donald HR., Harold
LR., R Michael., Maarion LW., (2002). Prenatal Hydrocephalus. Hydrocephalus
Association Ebook. San Fransiscon California.
Carpenito. (2007). Rencana Asuhan dan pendokumentasian keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Dermawaty, D. E., dan Dwita, O. (2017). Hematom Intraventrikular disertai hidrosefaflus
obstruktif. Jurnal fakults kedokteran universitas, 7(1).
Hhtp://juke.kedokteran//unila.ac.id//.
Fitriyah, H. (2013). Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada
pasien hidrosefalus did lantai III Uatara RSUP Fatmawati Jakarta. Karya ilmiah akhir
Ners. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id
Kalyvas, A.V., Theodosis, K., Mantha, O., Georgios D., George, S., Goge, A. (2016). Maternal
environmental risk factors for congenital hydrochepalus: a systemic review.
Departement of Neurosurgery Evangelismos Hospital, University of Athens. Jurnal of
Neurosurgery. 41(5).
Khalilulah, S. (2011). Review article hidrosefalus. RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas
Kedokteran Syiah Kuala Banda Aceh.
https://alfinzone.files.wordpress.com/2011/05/revie-hidrosefalus.pdf//.
Kurnia, D. Ayah, D., dan Melfi, R. (2017). Holoprosensefali. Kepaniteraan Klinik Bagian
kesehatan ilmu dan anak fakultas kedokteran universitas Riau.
https://kupdf.com/donwloadFile/59faa526e2b6f51977289770
Listiorini, Raflesia Veronica. (2009). Kecemasan Terhadap Kehamilan Pada Ibu Hamil Yang
Pernah Mengalami Keguguran Karena TORCH. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. https://repository.usd.ac.id.
Novariani., M., Elisabeth SH., dan Suryono YP. (2008). Faktor Risiko Sekuele Meningitis
Bakterial pada Anak. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK- UGM/RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta. Sari Pediatri, Vol.9, No.5.
https://www.researchgate_Faktor_Risiko_Sekuele_Meningitis//.

70
Nurhayati, Siti. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pada Pasien Anak Usia Sekolah Yang Mengalami Hidrosefalus Di Ruang Irna Teratai
Lantai III Utara RSUP Fatmawati. Karya Ilmiah NERs Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas_Indonesia. http://lib.ui.ac.id/file=digital/20351610-PR-pdf//.
PERDALIN. (2011). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
Potter dan Perry. (2010). Fundamental keperawatan buku 3, edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator diagnostic,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar dintervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Rahmayani, DD., Prastiya IG., dan Budi U. (2017). Profil Klinis dan Faktor Risiko
Hidrosefalus komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD dr. Soetomo.
Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Volume 19, Nomor 1, Juni
2017.https://saripediatri.org/index.php/sari- pediatri/article/download/1085/pdf.
Razonable, RR., Randall TH. (2013). Clinical Utility VL in Management of Cytomegalovirus
Infection After SOT. Department of Pathology, St. Jude Children's Research Hospital,
USA. CMR JournalASM.org. October. 2013 Volume 26 nomor 4 halaman:703-727.
Rosalina, D., Lina PH., Uyi U., dan Diany Y. (2007). Dandy Walker Syndrome In 7 Month-
Old Boy. Department of Ophthalmology. Medical Faculty Airlangga University, Dr.
Soetomo Hospital. Surabaya. Jurnal Oftalmologi Indonesia. 5(3), Hal: 227-230.
http://journal.unair.ac.id/.
Ross, SA., Z Novak., S Pati dan SB Boppana., 2011. Diagnosis of Cytomegalovirus Infections.
Department of Pediatricts and Microbiology University of Alabama at Birmingham
USA. National Institutes of Health October;11(5):466-474
http://www.ncbi.nlm__/PMC_3730495.
Saputra, I., RrSuzy, I dan Gofar, S. (2014). Pengaruh Kaadar protein dan jumlah sel CSF
terhadap angka kejadian malfungsi VP shunt di Rs.H. Adam Malik Medan. The Joural
of Medical School, University of Sumatera Utara. 7(2). http://jurnal.Usu.ac.id
Satyanegara. (2010). Buku ajar bedah saraf edisi IV. Jakarta: Gramedia pustaka utama
Sulasmi, S & Yuniar, Isma. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi
Craniotomi dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Intensif Care Unit
(ICU). STIKes Muhammadiyah Gombong
Titlic, M., Stanko A., Kresimir K., Anamarija S., dan Ana BT. (2015). Morphological
Manifestations of Dandy Walker Syndrome in Female Members of a Family.
University of Split, Hospital Center Split, Department of Neurology and Department of
Radiology, Croatia. http://ncbi.nlm.nih.gov.
Vivian, N. L. D. (2010). Asuhan keperawatan neonatus, bayi dan balita. Yogyakarta:
Fitramaya

71
Wong. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC
Yudrawati. (2010). TORCH dalam Kehamilan. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
https://fkunand2010.files.wordpress.com.

72

Anda mungkin juga menyukai