Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEFALUS

KELOMPOK 6
NAMA ANGGOTA : ARIF ZUL RAHMAN (2102141)
BELLA KARDINA (2102143)
CHIRA OKSIDOVA (2102166)
PUTRI DUWI OKTAVIA (2102155)
RESTIA NOVIANDARI (2102157)
RIZA HAYATI (2102158)

KELAS : NR 17 B
DOSEN PENGAMPU : Ns. SITI AISYAH NUR, M. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA PADANG


TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat limpahan rahmat dan
karunia – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Siti Aisyah Nur,
M. Kep sebagai dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan
materi yang bermanfaat kepada kami semua. Kami menyadari dalam pembuatan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Sungai Penuh, 24 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii

BAB I.................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN................................................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG........................................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................................2

C. TUJUAN.......................................................................................................................................2

BAB II................................................................................................................................................3

KAJIAN TEORI....................................................................................................................................3

A. KONSEP PENYAKIT HIDROSEFALUS..............................................................................................3

1. Pengertian.............................................................................................................................3

2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal..........................................................................3

3. Etiologi...................................................................................................................................5

4. Klasifikasi...............................................................................................................................5

5. Patofisiologi...........................................................................................................................8

6. Manifestasi Klinis...................................................................................................................9

7. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................11

8. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis....................................................................11

9. Penatalaksanaan..................................................................................................................12

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus...............................................................................14

BAB III.............................................................................................................................................22

PENUTUP........................................................................................................................................22

A. KESIMPULAN.............................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan
dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini
disebut dengan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan
gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak. Jika sistem produksi cairan serebrospinal lebih besar dari pada absorpsi,
cairan serebrospinal akan terakumulasi dalam system ventrikel, dan biasanya
peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong, 2008).
Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir (congenital hydrocephalus) dan dapat juga terjadi
karena didapat di kemudian hari (acquired hydrocephalus) ( Espay, 2010 ).
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe obstruksi dan usia.
Berdasarkan tipe obstruksi dibagi menjadi hidrosefalus non komunikans, yaitu adanya
obstruksi aliran CSS dan hidrosefalus komunikans yaitu gangguan penyerapan CSS.
Berdasarkan usia dibagi menjadi hidrosefalus infantil (kongenital) pada bayi dan
hidrosefalus juventil pada orang dewasa (Ayu, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan
bahwa setiap hari lebih dari 7200 bayi lahir mati, sebagian besar diantaranya (98%)
terjadi di negara berpendapatan rendah hingga sedang. WHO juga mencatat (40%)
kasus angka lahir mati disebabkan karena kelainan kongenital (labioskizis dan
palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, atresia ani, atresia doudenum, hirschprung,
omfakokel, hidrosefalus).
Banyak nya angka kejadian hidrosefalus pada anak akan berdampak pada
keberlangsungan hidup mereka. Penelitian Riris (2014) anak yang mengalami
hidrosefalus umumnya tampak pembesaran di kepala (makrosefali). Perkusi pada kepala
anak memberi sensasi yang khas. Hal ini menggambarkan adanya pelebaran sutura.
Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila anak menangis. Mata
penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu sunset phenomena
(skelera yang tampak diatas iris ). Pada masa neonatus gejala klinis belum tampak jelas,
gejala yang paling umum dijumpai adalah iritabilitas dan anoreksia. Kadang-kadang
dijumpai penurunan kesadaran kearah letargi. Balita umumnya mengeluh nyeri kepala
(peningkatan TIK) dengan lokasi nyeri yang tidak khas dan muntah.

1
Hidrosefalus banyak terjadi pada bayi tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi pada orang dewasa. Pada bayi gejala klinis hidrosefalus lebih terlihat
dikarenakan ubun-ubun bayi yang masih terbuka sehingga terlihat pembesaran pada
lingkar kepala bayi yang masih dalam masa pertumbuhan. Penumpukan CSS pada
rongga kepala dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam
tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus
yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Penatalaksanaan bagi anak yang mengalami hidrosefalus dapat dilakukan dengan
terapi sementara yaitu berguna untuk mengurangi cairan pleksus khoroid dan
hanya bisa diberikan sementara saja karena menyebabkan gangguan metabolik. Operasi
shunting, tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. Komplikasi operasi ini dapat berupa, infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan funsional. Endoscopic third ventriculostomy (ETV) merupakan terapi pilihan
bagi hidrosefalus obstruktif (Apriyanto, 2013).
Belleza (2017) mengatakan peran perawat dalam kasus ini, memberikan asuhan
keperawatan dengan penanganan yang cepat pada anak yang mengalami hidrosefalus,
dan berkolaborasi dengan semua tim layanan kesehatan, memberikan informasi yang
akurat dalam melakukan penilaian terhadap penyakit anak, melakukan pemeriksaan
fisik seperti lingkar kepala, neurologi, tanda vital yang akurat, dan memantau
peningkatan tekanan intrakranial. Selanjutnya memberikan informasi yang jelas dan
sesuai dengan yang ditemukan, menjelaskan jenis, etiologi penyakit, dan penanganan
yang akan dilakukan kepada anak, sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan
asuhan yang diberikan seperti pemasangan shunt . Peran perawat setelah dilakukan
prosedur pemasangan shunt adalah untuk menjaga kepala bayi agar tidak mudah
bertukar posisi, memeriksa pembalut atau perban yang membalut kepala bayi,
mencegah infeksi dengan perawatan luka secara menyeluruh. Perawat juga berperan
memberikan pelayanan dalam meningkatkan dan merangsang stimulasi anak dengan
melakukan permainan, menyediakan permainan yang sesuai dengan anak.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
bagaimana Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hidrosefalus?

C. TUJUAN
Mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan Hidrosefalus

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT HIDROSEFALUS


1. Pengertian
Hidrosefalus berasal dari bahasa latin “ hydro” berarti air dan “cepalus” berarti
kepala, secara singkat artinya “ air didalam kepala”. Hidrosefalus pertama kali
dijelaskan oleh ilmuan dari yunani bernama hippocrates. Penderita hidrosefalus
memiliki kelainan cairan serebrospinal (CSS) didalam ventrikel atau selaput otak. Hal
ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak serta
menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang berat
dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang
ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan karena tidak seimbangnya
produksi dan absorpsi cairan serebrospinalis (Afdhalurrahman, 2013).Hidrosefalus
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang disebakan
karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam ventrikel otak (Ayu, 2016).
Hidrosefalus menyumbat aliran cairan serebrospinal didalam ventrikel atau di
subarachnoid. Secara normal cairan tersebut seharusnya mengalir melalui ventrikel
dan keluar dari sisterna (penampungan kecil) yang terletak di dasar otak. Cairan
tersebut berfungsi mengeluarkan makanan dan membuang sisa hasil metabolisme dari
otak melalui pembuluh darah. selain hidrosefalus disebabkan oleh masalah tersebut,
penyakit ini juga di sebabkan oleh adanya produksi berlebihan CSS (cairan otak)
karena kelainan sejak lahir atau juga karena adanya benturan dan infeksi pada kepala
(Marmi, 2015).

2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal


Afdhalurrahman (2013) menyebutkan anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal,
yaitu :Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima
masa embrio. Ruangan ini terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar
otak dan ruangan subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang
dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis, berjalan kembali ke
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh
sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subarakhnoid
adalah melalui foramen Magendie di sebelah medial dan foramen Luschka di sebelah
3
lateral ventrikel IV Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan
mengalir ke foramen monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius
ke ventrikel IV. Setelah itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen
luschka menuju sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial maupun
spinal. Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular
karena sistem saraf pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar
cairan serebrospinal di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
dinamakan vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang
subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak
Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 mlRata-
rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi.
Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka
cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
CSS mempunyai fungsi:
a. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada
CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi
mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf
b. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam
tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari
keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak
c. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat,
dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem
limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen
dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
d. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus
posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS
dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral
e. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat
pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau
masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan
mengembang sekitar 30%.

4
3. Etiologi
Marmi (2015) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus adalah:
a. faktor keturunan
b. Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau enchefalokel
(hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala).
c. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intaventrikular, meningitis, tumor,
cidera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid)
d. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi cairan
serebrospinalis.
Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
a. Kelainan bawaan atau kongenital
Stenosis aquaduktus sylvii, Spina bifida dan kraniom bifida , Sindrom dandy-
walker, Kista arachnoid dan anomali pembuluh darah
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan diameter dan arachnoid sekitar siterna basalis dan daerah
lain.Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel
IV/aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kranio faringioma.
d. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.

4. Klasifikasi
Menurut Ayu (2016) hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara
lain:
a. Berdasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS

5
1) Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel
yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak),
yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis akuaduktus sylvius
(menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel
III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Jatang
ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker,
atresia foramen, Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang
(eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan / trauma (hematoma subdural). Tumor
dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa
posterior).
2) Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan
(gangguan di luar sistem ventrikel).
3) Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu menimbulkan
blokade villi arachnoid.
4) Radang meningeal
5) Kongenital:
Perlekatan arachnoid / sisterna karena gangguan pembentukan, Gangguan
pembentukan vili arachnoid, dan Papilloma plexus choroideus.
b. Berdasarkan etiologi Tipe obstruksi
1) Kongenital
a) Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab, kebanyakan disebakan oleh infeksi atau
perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati adalah sangat
jarang, (Toxoplasma/T.gondii, rubella, X-linked hidrosefalus)
b) Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.
Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel
IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan
oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang
tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya
biasanya tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi
bersamaan dengan anomali lainnya seperti agenesi korpus kolosum,

6
labiopatalatoskhisis, anomali okulet, anomali jantung, dan sebagainya.
c) Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang otak dan
cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol
keluar menuju canalis spinalis.
d) Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal
tidak dapat dideteksi sampai anak berusisa beberapa bulan. Hal ini terjadi
karena vena galen mengalir di atas akuaduktus sylvii, menggembung dan
membentuk kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.
e) Hidrancephaly
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan kantong
CSS.
2) Didapat (acquired)
a) Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan) infeksi oleh
bakteri meningitis, menyebabkan radang pada selaput (meningen) di
sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut
dari infeksi meningen menghambat aliran css dalam ruang subarachnoid,
yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi
penyerapan CSS dalam vili arachnoid.
b) Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
c) Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah
mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan
neurologis. Kemungkian hidrosefalus berkembang disebabkan oleh
penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS.
d) Tumor (Ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70%
tumor ini terjadi dibagian belaknag otak yang dapat menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi
adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor
ini yang berada di bagian belkang otak sebagian besar akan menyumbat
aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV.
e) Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang

7
berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyabab
sumbatan.
f) Abses/granuloma
g) Neoplasma
h) Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika
terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan
jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak
dan berada di ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista
subarachnoid dapat menyebakan hidrosefalus non komunikans dengan cara
menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III. Berdasarkan
lokasi kista, dengan mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada
tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter memsangkan
shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan
pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.
3) Berdasarkan usia
a) Hidrosefalus tipe kongenital / infantil (bayi)
b) Hidrosefalus tipe juventile / adult (anak-anak/ dewasa)
Selaian pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat juga
hidrosefalus tekanan normal, sasuai konversi, sindroma hidrosefalik
termasuk tanda dan gejala peningkatan TI, seperti kepala yang besar dengan
penonjalan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus
yang tidak bersamaan dengan peningkatan TIK. Seseorang bisa didiagnosa
mengalami hidrosefalus tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami
pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam
ventrikel. Biasanya dialami oleh pasien lanjut usia, dan sebagain besar
disebabkan aliran CSS yang terganggu dan compliance otak yang tidak
normal.

5. Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan
tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah
peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan

8
sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum dipahami
dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi
akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs. Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda beda tiap saat tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompensasi sistem serebrovascular
2. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau kedunya dalam
susunan sistem saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura cranial.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan
antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar.
Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya
tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan
perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis
(Khalilullah, 2011).
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh
gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang menyebabkan
hipotrofi otak. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1
tahun) didapatkan gambaran :
a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella anterior makin menonjol, sehingga fontanela menjadi tegang, keras,

9
sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak
g. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
h. Terdapat cracked pot sign
i. Mudah terstimulasi
j. Rewel
k. Lemah
l. Kemampuan makan kurang
m. Perubahan kesadaran
n. Opisthonus
o. Spastik pada ekstremitas bawah
p. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami kesulitan
menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan tidak ada
reflek muntah.
Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti :
a. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara tinggi,
peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan
dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor
b. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar, CSS
denganatau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS normal atau
menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun atau tetap
c. Peningkatan tonus otot ekstremitas.
Tanda – tanda fisik lainnya:
a. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat
jelas
b. Alis mata dan bulu mata keatas, sehingga sklera terlihat seolah – olah di atas iris
c. Anak/bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. Penyakit ini biasanya
dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi generalpada umumnya seperti
demam, mungkin juga didapatinya tanda kernig dan tanda brudzinski.
Gejala pada anak-anak:
a. Sakit kepala
b. Kesadaran menurun

10
c. Gelisah
d. Mual, muntah
e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
f. Gangguan perkembangan fisik dan mental
g. Papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papila
Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah menutup,
nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental
secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering dijumpai
seperti: respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu
merencanakan aktivitasnya (Ayu, 2016).
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecilly (2009) pemriksaan penunjang antara lain:
a. CT-scan
b. Tap ventrikuler
c. Magnetic resonance imaging (MRI)

8. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


Menurut Marni (2015) respon tubuh terhadap perubahan fisiologis adalah :
a. Peningkatan Tekanan intrakranial
Respon tubuh anak karena adanya pengumpulan cairan serebrospinal dikepala akan
terjadi peningkatan TIK. Dengan gejala anak akan muntah, TTV menjadi kacau,
nyeri hebat, suhu tubuh meningkat dan kepala akan bertambah besar serta akan
mengalami penurunan kesadaran.
b. Gangguan cairan dan elektrolit
Penyumbatan cairan serebrospinal menyebabkan tekanan pada
intrakranial.akibatnya akan terjadi mual muntah, yang dapat mengganggu cairan
dan elektrolit sehingga menyebabkan suhu tubuh akan meningkat.
c. Sistem integument
Cairan serebrospinal yang tersumbat akan berdampak pada ukuran kepala yang
abnormal, kulit kepala akan merenggang dan tipis sehingga akan berisiko
terjadinya kerusakan pada integritas kulit.
d. Mobilitas fisik
Anak yang menderita penyakit hidrosefalus mengalami kelemahan dan

11
ketidakseimbangan akibat pembesaran pada daerah kepala. Hal tersebut
mengakibatkan anak tidak bisa beraktifitas dan tejadi kelemahan pada fisik.
e. Tumbuh dan kembang
Anak dengan Hidrosefalus mengalami gangguan tumbuh kembang akibat desakan
pada medula oblongata sehingga mengalami anoreksia dan menyebabkan anak
kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
f. Sistem persyarafan
Respon sistem saraf akibat penekanan pada jaringan dan syaraf otak adalah
terjadinya sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi
seperti kenaikan tonus anggota gerak, ketajaman penglihatan akan menurun dan
lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi pada papila N.II.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyumbatan cairan serebropsinal (CSS) diotak menyebabkan terjadinya
pembesaran ukuran kepala anak, sehingga tulang tengkorak anak akan terlihat
membesar.
h. Sistem imunitas
Salah satu tindakan pengobatan hidrosefalus yaitudilakukan pembedahan shunt,
pembedahan ini akan menyebabkan risiko infeksi pada anak yang berisiko dapat
mengganggu pada sistem imun tubuh anak.
i. Sistem endokrin
Cairan serebrospinal (CSS) yang tersumbat akan menekan jaringan dan syaraf
otak, yang menyebabkan kerusakan pada bagian otak anak, salah satunya terjadi
kerusakan Hipotalamus yang dapat mengganggu proses metabolisme tertentu dan
kegiatan lain dari sistem saraf otonom, kerusakan ini menyebabkan suhu tubuh
yang tidak terkontrol, respon emosional yang tidak baik, serta tidak
dapatmengontrol asupan makanan dan air seperti merasakan lapar dan haus.
9. Penatalaksanaan
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus menurut Nurarif (2015):
a. Dengan mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis,
dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid. Misalnya,
ventrikulor-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak hasilnya
kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absrobsi.

12
c. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstrakranial
Menurut Ayu ( 2016) penatalaksanaan untuk anak penderita hidrosefalus adalah:
a. Terapi
1) Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.
Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat
kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang sering digunakan
adalah :
a) Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; per oral 2-3x125mg/hari, dosis ini dapat
ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari.
b) Furosemid
Cara pemberian dan dosis; per oral 1,2mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6
mg/kgBB/hari. Bila tidak adamperubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.
b. Lumbal pungsi (LP) berulang
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan
terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi
CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus
komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi
herniasi.
c. Terapi operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada penderita
gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: mannito per infus
0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
1) Third ventrikulostomi / ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan
bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga Cdari ventrikel III dapat
mengalami keluar.

13
2) Operasi pintas / Shunting Ada 2 macam :
a) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
b) Internal
Lumbo peritoneal shunt CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke
rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum touhy secara
perkutan
Komplikasi shunting;
a. Infeksi
b. Hematoma subdural
c. Obstruksi
d. Keadaan CSS yang rendah
e. Asites
f. Kraniosinostosi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus


1. Pengkajian
a. Biodata
Dapat terjadi pada semua tingkat usia, namun sering pada bayi ( kongenital)
diketahui setelah usia 4-6 bulan. Sering dijumpai pada bayi dengan usia ibu sangat
muda, ekonomi rendah, dan status gizi.
b. Keluhan utama
1) Pada bayi kepala lebih besar dari pada bayi seusia.
2) Anak mual dan muntah
3) Nyeri
4) Kesadaran menurun
5) Menangis
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat infeksi meningen, riwayat terjadi trauma saat hamil,
penggunaan obat, radiasi, penyakit infeksi, kurang gizi, kelainan bawaan,
neoplasma, dan trauma.

14
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pembesaran tengkorak, adanya keluhan neurologi seperti mata yang mengarah
ke bawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan penglihatan, kejang,
mual dan muntah, menangis, serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ibu infeksi intrauterus: virus atau bakteri, seperti TORCH. Keluarga
yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu hidrosefalus.
d. Data psikologi
1) Ibu
Orang tua bayi biasanya mengalami:
a) Depresi
b) Merasa bersalah
c) Menarik diri
d) Perselisihan keluarga
e. Tumbuh kembang
1) Tumbuh kembang lebih rendah dari bayi atau anak yang seusianya
2) Tidak dapat berbicara
3) Tidak mampu berjalan, IQ di bawah normal: khususnya bagi bayi yang
terlambat memperoleh pertolongan
f. Pemeriksaan fisik
1) Kedaan umum
a) Terjadinya penurunan kesadaran
b) Perubahan tanda-tanda vital (TTV)
2) Kepala
a) Adanya pembesaran tengkorak
Tabel 2.1 Ukuran rata-rata lingkar kepala
Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm

15
b) Sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala yang fronto oksipital yang
makin membesar
c) Sutura yang makin merenggang dengan fontanel cembung dan tegang
d) Vena kulit kepala sering terlihat menonjol
e) Sunset Phenomena
f) Pada perkusi kepala, bunyi seperti pot kembang yang retak (cracked pot
sign).
3) Mata
a) Terdapat papila edema
b) Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan penipisan tulang supraorbital
c) Skelera tampak diatas iris
d) Pergerakan bola mata tidak teratur
4) Sistem gastrointestinal
5) Mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
6) Ekstremitas
Gangguan perkembangan motorik, seperti kelumpuhan.
2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), Nanda (2015)
diagnosa yang mungkin muncul:
a. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme
(SDKI, 2017)
b. Risiko cedera berhubungan dengan kejang (Nanda, 2015)
c. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (SDKI, 2017)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan TIK)
(Nanda, 2015)
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi (SDKI, 2017)
f. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan (SDKI,
2017)
g. Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi) (SDKI, 2017)
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia (Nanda,
2015)
Gangguan tumbuh dan kembang b.d kelainan genetik atau kongenital
(hidrosefalus) (SDKI, 2017).

16
3. Perencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN NOC NIC
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda vital
jaringan serebral tidak keperawatan diharapkan risiko 1. Monitor tekanan darah,
efektif b.d embolisme perfusi jaringan serebral tidak nadi, suhu, dan
efektif teratasi dengan kriteria hasil: pernapasan
Definisi: Berisiko a. Status sirkulasi 2. Monitor kualitas dari
mengalami penurunan kriteria hasil : nadi
sirkulasi darah ke otak. 1) Tekanan sistole dan diastole 3. Monitor frekuensi dan
dalam rentang yang diharapkan irama pernapasan
Faktor risiko: 2) Tidak ada orthostatik hipertensi 4. Monitor pola
1. Embolisme 3) Tidak ada tanda-tanda pernapasan abnormal
peningkatan TIK 5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
b. Perfusi jaringan otak
6. Monitor sianosis perifer
Kriteria hasil:
7. Identifikasi penyebab
1) Berkomunikasi dengan jelas
sesuai dengan kemampuan
2) Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi.
3) Memproses informasi
4) Menunjukkan fungsi motorik
dan sensorik kranial yang utuh
(tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan involunter).
2. Risiko cedera b.d kejang
Setelah dilakukan asuhan
Definisi: Berisiko keperawatan diharapkan risiko
mengalami bahaya atau cedera pada pasien teratasi dengan
kerusakan fisik yang kriteria hasil :
menyebabkan seseorang a. Kontrol risiko Kriteria hasil:
tidak lagi sepenuhnya sehat
1) Klien terbebas dari cedera
dalam kondisi baik
2) keluarga mampu menjelaskan
Faktor risiko: cara/metode untuk mencegah
1. Hipoksia jaringan injury cedera
2. Kegagalan 3) keluarga mampu menjelaskan
mekanisme faktor risiko dari lingkungan /
pertahanan tubuh prilaku personal
3. Perubahan fungsi b. Kontrol kejang Kriteria Hasil :
kognitif. 1) keluarga mampu
menggambarkan faktor-faktor
yang memicu kejang
2) keluarga menggunakan obat-
obat yang sesuai dengan resep
dokter
3) keluarga mampu mencegah
faktor risiko / pemicu kejang.

17
fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
3. Hindari lingkungan yang
berbahaya
4. Pasang side rail tempat
tidur
5. Sediakan tempat tidur
yang nyamam dan bersih
6. Batasi pengunjung
7. Anjurkan keluarga untuk
menemani pasien
8. Kontrol lingkungan dari
kebisingan
memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
9. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
3. Risiko infeksi b.d efek Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi
prosedur invasif keperawatan diharapkan risiko 1. Bersihkan lingkungan
infeksi pada pasien teratasi dengan setelah dipakai pasien
Definisi: kriteria hasil : yang lain
Berisiko mengalami 2. Pertahankan teknik
peningkatan terserang a. Status imun isolasi
organisme patogenik. Kriteria hasil: 3. Cuci tangan sebelum
1) Menunjukkan perilaku dan sesudah
Faktor risiko: hidup sehat melakukan tindakan
1. Efek prosedur 2) Suhu tubuh dalam batas normal keperawatan
invasif 3) Jumlah sel darah putih normal. 4. Pertahankan
2. Peningkatan paparan lingkungan aseptik
organisme patogen b. Pengetahuan kontrol infeksi selama pemasangan
luar Kriteria hasil: alat
3. Ketidakadekuatan 1) Klien bebas dari tanda dan 5. Tingkatkan intake
pertahan tubuh gejala infeksi nutrisi
primer: kerusakan 2) Menunjukkan kemampuan 6. Berikan terapi
integritas kulit untuk mencegah timbul nya antibiotik bila perlu
4. Ketidakadekuatan infeksi 7. Monitor, hitung
pertahanan tubuh 3) Pasien mampu granulosit, WBC
sekunder. 4) mengidentifikasi tanda dan 8. Monitor kerentanan
gejala infeksi terhadap infeksi
5) Melakukan imunisasi 9. Inspeksi kulit dan
yang direkomendasikan membran mukosa
6) Pasien mengetahui terhadap kemerahan
konsekuensi terkait infeksi. dan drainase

18
10. Dorong masukan
cairan
11. Ajarkan keluarga tanda
dan gejala infeksi
12. Laporkan jika ada
kecurigaan infeksi.

4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeri akut 1. Lakukan pengkajian
agen pencedara pada pasien teratasi dengan kriteria nyeri secara
fisiologi (peningkatan hasil : komprehensif yang
TIK) meliputi lokasi,
Definisi: a.Tingkat nyeri karakteristik, frekuensi
Pengalaman sensorik Kriteria hasil : durasi, kualitas,
atau emosional yang 1) Mengerang dan menangis tidak intensitas atau beratnya
berkaitan dengan ada nyeri
kerusakan jaringan 2) Tidak ada ekspresi nyeri pada 2. Observasi adanya
aktual atau wajah petunjuk nonverbal
fungsional, dengan onset mengenai
mendadak atau lambat ketidaknyamanan
dan terutama pada mereka
berintesitas ringan yang tidak dapat
hingga berat yang berkomunikasi secara
berlangsung kurang dari efektif
3 bulan. 3. Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
Gejala dan tanda untuk mengetahui
mayor pengalaman nyeri dan
Subjektif sampaikan penerimaan
a. Mengeluh nyeri pasien terhadap nyeri
b. Merasa depresi 4. Berikan individu
Objetif : penurunan nyeri yang
a. Tampak meringis optimal dengan
b. Gelisah persepsi analgesik
c. Tidak mampu 5. Dukung pasien untuk
menuntaskan istirahat adekuat untuk
aktivitas. menurunkan rasa nyeri
6. Monitor kepuasan
Gejala dan tanda terhadap manajemen
minor: nyeri dalam interval
Subjektif spesifik
a. takut mengalami
cidera berulang Pemberian analgesik
Objetif : 1. Tentukan lokasi,
a. Bersikap protektif karakteristik, kualitas
b. Waspada dan keparahan nyeri
c. Sikap tubuh sebelum mengobati

19
berubah pasien
d. Anoreksia 2. Cek perintah
e. Fokus menyempit pengobatan meliputi
Berfokus pada diri obat, dosis, dan
sendiri frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat
alergi obat
4. Tentukan pilihan obat
analgesik berdasarkan
tipe dan keparahan
nyeri
5. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah memberikan
analgesik
6. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktifitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
nyeri
7. Berikan analgesik
sesuai waktunya,
terutama pada nyeri
yang berat
Dokumentasikan respon
terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
5. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi
berhubungan dengan keperawatan diharapkan gangguan 1. Monitor adanya tanda
imobilisasi integritas kulit pada pasien teratasi dan gejala infeksi
Definisi: Kerusakan dengan kriteria hasil : sistemik dan lokal
kulit (dermis dan/atau 2. Monitor kerentanan
epidermis) atau a. Integritas jaringan: kulit terhadap infeksi
jaringan (membran Kriteria hasil: 3. Batasi jumlah
mukosa, kornea, 1) Lesi pada kulit tidak ada pengunjung
fasia, otot, tendon, 2) Suhu kulit tidak terganggu 4. Pertahankan asepsi
tulang, kartilago, kapsul 3) Integritas kulit tidak terganggu untuk pasien berisiko
sendi dan/atau ligamen). 4) Perfusi jaringan tidak terganggu 5. Berikan perawatan
Batasan karakteristik: 5) Pengelupasan tidak ada. kulit yang tepat
Kerusakan integritas 6. Tingkatkan asupan
Kulit b. Keparahan infesi nutrisi yang cukup
Kriteria hasil: 7. Ajarkan anggota
1) Kemerahan tidak keluarga bagaimana
2) Demam tidak ada

20
Faktor berhubungan: c. Nyeri tidak ada cara menghindari
a. Faktor mekanik d. Hilang nafsu makan tidak infeksi
(tekanan, mobilitas terganggu Perawatan luka
fisik) e. Hipotermia tidak ada. 1. Bersihkan dengan
b. Gangguan turgor pembersih yang tepat
kulit 2. Oleskan salep yang
c. Gangguan sensasi sesuai dengan kulit/lesi
3. Periksa luka sesaui
balutan luka
4. Dorong cairan yang
sesuai
5. Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran dan
6. Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan keperawatan tampilan
sensori berhubungan diharapak gangguan persepsi sensori 6. Berikan balutan sesuai
dengan gangguan pada pasien teratasi dengan kriteria dengan luka
penglihatan hasil: 7. Tempatkan area yang
Definisi: Perubahan terkena pada air yang
persepsi terhadap a. Status neurologi: sensori kranial / mengalir
stimulus baik internal fungsi motorik
maupun eksternal yang Monitor neurologi
disertai dengan respon a. Pasien mampu mempertahankan 1. Pantau ukuran pupil,
yang fungsi optimal indera bentuk, kesimetrisan,
berkurang, berlebihan b. Menunjukkan tanda dan gejala dan reaktivitas
atau terdistorsi. persepsi sensori, penglihatan, 2. Monitor refleks
Gejala dan pendengaran, makan dan minun kornea
dengan baik
tanda 3. Monitor tingkat
c. Mampu mengungkapkan fungsi
mayor kesadaran
persepsi dan sensori dengan
1. Respons tidak 4. Monitor kekuatan
tepat.
sesuai pegangan
2. Distorsi sensori b. Fungsi sensori: penglihatan 5. Hindari kegiatan yang
Gejala dan a. Ketajaman pandangan di garis bisa meningkatkan TIK
tanda tengah (kiri) tidak terganggu 6. Monitor tanda-tanda
minor b. Ketajaman pandangan di garis vital: suhu, tekanan
1. Curiga tengah (kanan) tidak terganggu darah, denyut nadi dan
2. Konsentrasi c. Ketajaman pandangan perifer respirasi.
waktu (kiri) tidak terganggu
d. Ketajaman pandangan perifer
(kanan) tidak terganggu
e. Lapangan pandang pusat tidak

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hidrosefalus berasal dari bahasa latin “ hydro” berarti air dan “cepalus” berarti kepala,
secara singkat artinya “ air didalam kepala”. Hidrosefalus pertama kali dijelaskan oleh ilmuan
dari yunani bernama hippocrates. Penderita hidrosefalus memiliki kelainan cairan
serebrospinal (CSS) didalam ventrikel atau selaput otak. Hal ini menyebabkan meningkatnya
tekanan pada intrakranial dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar
dan cacat mental, dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun) didapatkan
gambaran : Kepala membesar, Sutura melebar, Fontanella anterior makin menonjol,
sehingga fontanela menjadi tegang, keras, gelisah, demam, dan lain-lain. Berdasarkan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), Nanda (2015) diagnosa yang
mungkin muncul:
1. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme
(SDKI, 2017)
2. Risiko cedera berhubungan dengan kejang (Nanda, 2015)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (SDKI, 2017)
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan TIK)
(Nanda, 2015)
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi (SDKI, 2017)
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan (SDKI,
2017)
7. Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi) (SDKI, 2017)
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia (Nanda,
2015)

22
DAFTAR PUSTAKA
Afdhalurrahman. (2013). Gambaran Neuroimaging Hidrosefalus pada Anak.
Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 13(2), 117–122. doi:10.1016/0039-6028(76)90107-2
Andriati,Riris. 2014. Studi literatur mengenai hidrosefalus kongenital. Vol:1 nomor1,
Februari 2014. Jurnal ISSN 2461081003 Diambil
dari:http://stikes.wdh.ac.id/media/pdf
Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1, 61,67.
Asmadi. (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Arma, M. Z. A. F. A. M. H. H. M. F. (2011). Study of Maternal Mortality and Infant
Mortality in West Sumatera Province: Problem and Determinant Factor. Kesmas, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 6(5), 2–6.
Ayu, N. T. A. ke. (2016). patologi dan fisiologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Bulecheck, dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby Elseiver: USA
Bott, R. (2014). Universitas sumatera utara. Igarss 2014, (X), 1–5. doi:10.1007/s13398-014-
0173-7.2
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. 2015 . Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra
Barat Tahun 2015. Padang
Espay, A.J., 2010. Hydrocephalus. Available at www.emedicine.com. Diakses pada:
Desember 2018.
Fitriyah, H., & Kep, S. (2013). Universitas indonesia.
Hidayat, A, Alimul, 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Khalilullah, S. A., Ass, C.-, Syiah, U., & Banda, K. (2011). Review Article Hidrosefalus, c,
1–9.
Marmi dan Raharjo,kukuh. 2015. Asuhan nonatus, bayi, balita dan anak prasekolah.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Maxwell, J. & Sinclair, D. (2012). Treatment of moisture related lesions in children.
Presented at EWMA 2012. Vienna. Austria.
Rahmadani, Putri . (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hidrosefalus Di
Ruangan Akut Anak Irna Kebidanan Dan Anak Rsup Dr. M. Djamil Padang.
PoltekesKemenkes Padang diakses tanggal 18 Juni 2022 Pukul 14.39 WIB

Anda mungkin juga menyukai