Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hidrosefalus, menurut Whaley & Wong (1991) adalah kondisi
dikarenakan adanya ketidakseimbangan dalam produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal (CSS) di sistem ventrikuler. Ketika produksi lebih besar dari
absorbsi, terjadi akumulasi CSS didalam sistem ventrikuler., biasanya
dibawah tekanan yang meningkat, menghasilkan dilatasi ventrikel pasif.
Menurut Anik (2009), hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani, Hidro
artinya air, Sefalus artinya kepala. Maka Hidrosefalus adalah penimbunan
cairan di ruang yang secara normal terdapat dalam otak. Hidrosefalus
merupakan suatu keadaan dimana terdapat timbunan cairan serebrospinal
yang terdapat timbunan cairan serebrospinalis yang berlebihan dalam
ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan kenaikan tekanan intrakranial.
Hidrosefalus bukan merupakan penyakit yang spesifik, tetapi terjadi
akibat gangguan otak yang mendasari. Terjadi akibat ketidakseimbangan
produksi dan absorpsi cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal
terakumulasi di dalam sistem ventrikular dan menyebabkan ventrikel
membesar dan menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial. Gangguan
atau kesakitan yang umum berkaitan dengan hidrosefalus meliputi defek
tuba neural, seperti mielomeningokel; hemoragi intraventrikular pada bayi
prematur; meningitis; infeksi virus intrauterus; lesi atau malformasi otak,
seperti tumor otak fosa posterior; malformasi Chiari; dan cedera bukan
kecelakaan. (Terri dan Susan, 2015)
Hidrosefalus , menurut Amin dan Hardhi (2015), merupakan
penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi
sistem ventrikel otak; walaupun pada kasus hidrosefalus eksternal pada nak-
anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga araknoid. Ada beberapa
istilah dalam klasifikasi hidrosefalus :
1. Hidrosefalus interna : menunjukkan adanya dilatasi ventrikel

1
2. Hidrosefalus eksternal : cenderung menunjukkan adanya pelebaran
rongga subarachnoid diatas permukaan korteks
3. Hidrosefalus komunikans : keadaan hidrosefalus dimana ada hubungan
antara sistem ventrikel dengan rongga subarachnoid otak dan spinal
4. Hidrosefalus nonkomunikas : bila ada blok didalam sistem
ventrikel atau salurannya kerongga subarachnoid

Berdasarkan waktu onzetnya :

1. Akut : dalam beberapa hari


2. Subakut : dalam beberapa minggu
3. Kronis : bulanan

Berdasarkan gejala yang ada :

1. Hidrosefalus arrested : menunjukkan keadaan dimana faktor-fator


yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak
aktif lagi
2. Hidrosefalus ex-vacuo : sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada
orangtua

Secara teoritis terjadi sebagai akibat

1. Produksi likuar yang berlebihan


2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Menurut Suriadi dan Rita (2010), hidrosefalus adalah akumulasi


cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau
ruang subdural.

Menurut Kathleen (2008), hidrosefalus - ditandai dengan pembesaran


kepala, tonjolan pada bagian dahi, atrofi otak, dan deteriorasi mental – yang
disebabkan oleh kegagalan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) dari

2
ventrikel serebrum. Obstruksi atau gangguan absorpsi mengakibatkan
peningkatan bendungan cairan otak, terjadi peningkatan tekanan intrakranial
(TIK), jika tidak mengalami perbaikan, dapat mengakibatkan kerusakan
otak dan meninggal. Hidrosefalus dapat bersifat konginetal atau akibat
tumor, infeksi, atau perdarahan.

B. Etiologi
Menurut Anik (2009), hidrosefalus terjadi apabila terdapat penyumbatan
aliran cairan serebrospinal pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarachnoid. Pada bayi, penyebab penyumbatan
aliran cairan serebrospinal yang sering terjadi adalah karena :
a. Kelainan kongenital : adanya stenosis akuaduktus Sylvii
(merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi), spina bifida
dan kranium bifida, Sindrom Dandy Walker, kista araknoid dan anomali
pembuluh darah.
b. Infeksi : timbul pada pasca meningitis, TORCH
c. Neoplasma : hidrosefalus terjadi karena obstruksi mekanis yang dapat
terjadi pada setiap aliran cairan serebrospinal, antara lain tumor
ventrikel III, tumor fossa posterior, limfoma dan lain-lain
d. Perdarahan : perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis yang akan menimbulkan penyumbatan
Menurut Suriadi dan Rita (2010), penyebab hidrosefalus terbagi menjadi
dua, yaitu :
1. Konginetal : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam
rahim (misalnya Malformasi Arnold Chiari) atau infeksi
intrauterine
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau
perdarahan
Menurut Amin dan Hardhi (2015), hidrosefalus dapat terjadi karena
gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem ventrikel atau oleh produksi

3
berlebihan likuor. Hidrosefalus obstruktif atau nonkomunikans terjadi bila
sirkulasi likuor otak terganggu, yang kebanyakan disebabkan oleh stenosis
akuaduktus Sylvius, Atresia foramen magendi dan luscha, malformasi
vaskuler, atau tumor bawaan. Hidrosefalus komunikans yang terjadi karena
produksi berlebihan atau gangguan penyerapan juga jarang ditemukan.
C. Patofisiologi
Menurut Terri dan Susan (2015), cairan serebrospinal dibentuk,
terutama di sistem ventrikular oleh pleksus koroid. Cairan serebrospinal
mengalir akibat gradien tekanan yang ada diantara sistem ventrikular dan
saluran vena. Cairan serebrospinal diabsorpsi, terutama di vili araknoid.
Hidrosefalus terjadi ketika terdapat obstruksi dalam sitem ventrikular atau
kerusakan atau malfungsi vili araknoid. Kondisi ini menyebabkan gangguan
absorpsi atau sirkulasi cairan serebrospinal. Pada kasus yang jarang terjadi,
hidrosefalus dapat disebabkan oleh produksi cairan serebrospinal yang
berlebihan oleh pleksus koroid.
Menurut Cecil dan Linda (2009) Hidrosefalus terjadi karena :
1. Obstruksi aliran cairan serebrospinal (CSS)
2. Gangguan absorpsi CSS
3. Produksi CSS yang berlebihan

Bila pergerakan atau aliran CSS terhambat, tekanan intrakranial (TIK)


meningkat, sistem ventrikular berdilatasi proksimal terhadap obstruksi
aliran, dan terjadi hidrosefalus. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya
hidrosefalus. Penyebab tersering adalah mielomeningolel; penyebab lain
termasuk infeksi ibtrauterus, tumor, malformasi vaskuler, abses, kista
intraventrikular, perdarahan intraventrikular, meningitis, stenosis
aqueduktus, dan trauma serebri. Ada dua jenis hidrosefalus: kongenital dan
didapat.

Menururt Suriadi dan Rita (2010), hidrosefalus terjadi karena ada


gangguan absorbsi CSF dalam subarachnoid (communicating hidrosefalus)
dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah CSP masuk ke

4
rongga subarachnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan, atau kelainan
bentuk perkembangan otak janin (noncommunicating hidrosefalus).

D. Manifestasi Klinis
1. Pembesaran tengkorak, hipotrofi otak
2. Kelainan neurologi (mata selalu mengarah ke bawah, gangguan
perkembangan motorik, gangguan penglihatan)
3. Terjadi penipisan korteks cerebrum yang permanen bila penimbunan
cairan dibiarkan
4. Vena kulit kepala sering terlihat menonjol
5. Pada bayi yang suturanya masih terbuka akan terlihat lingkar kepala
frontoosipital yang makin membesar, sutura yang meregang dengan
fontanel cembung dan tegang

Menurut Amin dan Hardhi (2015), pertumbuhan kepala normal terjadi


pada 3 bulan pertama. Lingkar kepala akan bertambah kira-kira 2 cm setiap
bulan. Pada 3 bulan berikutnya, penambahan akan berlangsung lebih
lambat.

Ukuran Rata-rata Lingkar Kepala


Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm

Tanda dan gejalanya merupakan akibat dari peningkatan TIK dan


berbeda-beda sesuai usia anak dan kemampuan tengkorak untuk
mengembang, menurut Amin dan Hardhi (2015).

Bayi

5
1. Perubahan tanda-tanda vital (penurunan denyut jenatung,
penurunan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah;
peningkatan suhu)
2. Pembesaran kepala secara progresif (diatas persentil ke-95);
fontanel membesar, menonjol, tegang (khususnya yang tidak
berdenyut); sutura melebar,; distensi vena kulit kepala superfisial;
penonjolan tengkorak bagian frontal
3. Iritabilitas atau letargi
4. Menyusu sedikit, muntah
5. Aktivitas kejang
6. Tahapan perkembangan terlambat atau mengalami regresi
7. Transiluminasi melalui tengkorak meningkat secara simestris
8. Mata turun ke bawah (“sunset eyes”)

Anak yang lebih besar

1. Perubahan tanda-tanda vital (penurunan denyut jantung, penurunan


frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan darah, peningkatan
suhu)
2. Sakit kepala di dahi, mual dan muntah
3. Anoreksia dan/atau nyeri abdomen
4. Ataksia
5. Kekakuan ekstremitas bawah
6. Perubahan penglihatan (misal., diplopia, sunset eyes, edema papil)
7. Perubahanstatus mental; perubahan perilaku
8. Kemerosotan prestasi sekolah atau kemampuan kognitif anak
9. Kejang

Menururt Suriadi dan Rita (2010), manifestasi klinis dibedakan


menjadi dua, yaitu pada bayi dan masa kanak-kanak.

Masa bayi

6
- Kepala membesar, fontanel anterior menonjol, vena pada kulit kepala
dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi
creckedpot (tanda Macewen), mata melihat ke bawah (tanda setting
sun), mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan
kesadaran, opisthotomus, dan spatik pada ekstremitas bawah
- Pada bayi dengna malformasi Arnold Chiari, bayi mengalami kesulitan
menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan
tidak ada refleks muntah

Masa kanak-kanak

- Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxia, mudah


terstimulasi, letargi, apatis, bingung, bicara inkoheren

7
E. Pathways

- Produksi liquor berlebihan Penumpukan cairan serebrospinal (CSS) dalam


- Peningkatan resistensi aliran liquor ventrikel otak secara aktif
- Penekanan tekanan sinus venosa

Sakit dan nyeri kepala Desakan pada jaringan otak Peningkatan TIK

Nyeri Akut HIDROSEFALUS

Desakan pada medulla Hambatan Mobilitas Fisik Desakan pada otak &
oblongata selaput meningen

Kulit meregang hingga tipis


pasien tidak dapat bergerak atau Vasokontriksi pembuluh
Gangguan mekanisme
menggerakkan kepala darah otak (arteri otak)
persarafan di medula
oblongata

Nauesa, vomitus Kepala membesar Gangguan aliran darah ke


otak

Anoreksia

Penurunan fungsi neurologis Hipoksia cerebral


Ketidak-seimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh Resiko Ketidakefektifan
Tumbuh kembang anak Perfusi Jaringan Otak
terganggu

Pemasangan VP Shunt
Keterlambatan Pertumbuhan Krisis pada keluarga
dan Perkembangan

Tindakan Pembedahan Kurang informasi


terhadap penyakit

Defisiensi Pengetahuan
Resiko Infeksi
Ansietas

8
F. Terapi
Menurut Amin dan Hardhi (2015), pada sebagian penderita,
pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested hydrocephalus) mungkin oleh
rekanalisasi ruang subarachnoid atau kompensasi pembentukan CSS yang
berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali bila
penyebabnya adalah tumor yang masih bisa diangkat.
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
koroidalis, dengan tindakan resekdi atau koagulasi, akan tetapi
hasilnya tidak memuaskan
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorpsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid.
Misalnya, ventrikulo-sisternostomi Torkildsen pada stenosis
akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada
insufisiensi fungsi absorpsi
3. Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial

Penanganan sementara

Penanganan ini dilakukan untuk mengatasi pembesaran ventrikel dan


dapat diterapkan pada beberapa situasi tertentu seperti pada kasus stadium
akut hidrosefalus paska perdarahan. Penanganan sementara yang dapat
dilakukan antara lain :

1. Terapi konservatif medikamentosa; ditujukan untuk membatasi


evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan
pleksus choroid (Asetazolamid 100 mg/kgBB/hari; Furosemid 1,2
mg/kgBB/hari) atau upaya meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi
tersebut hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi defenitif
diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan
hemodinamik tersebut, sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk

9
pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya
gangguan metabolik
2. Drainase liquor eksternal; dilakukan dengna memasang kateter
ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain
eksternal. Keadaan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi
menjadi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau yang sedang
mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah adanya ancaman
kontaminasi liquor dan penderita harus selalu dipantau secara ketat.
Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah puksi ventrikel yang
dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang
terjadi.

Operasi Pemasangan “Pintas” (Shunting)

Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan


membuat aliran liquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase
(seperti; peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-anak, lokasi kavitas
yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat mampu menampung
kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan
anak serta resiko terjadi infeksi relatif lebih kecil dibanding rongga jantung.
Biasanya cairan LCS didrainase dari ventrikel, namun terkadang pada
hidrosefalus komunikan ada yang didrain ke rongga subarachnoid lumbar.

Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan


seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, dan
hipotensi ortostatik.

Penanganan Alternatif

Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diterapkan


khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem
ventrikel termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal; stenosis
akuaduktus, tumor fossa posterior, kista arakhnoid). Dalam hal ini maka
tindakan terapeutik semacam ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu,

10
walaupun kadang lebih rumit daripada memasang shunt, mengingat restorasi
aliran liquor menuju keadaan atau mendeteksi normal selalu lebih baik
daripada suatu drainase yang artifisial. Penanganan yang dapat dilakukan
antara lain :

1. Terapi etiologik : penanganan terhadap etiologi hidrosefalus


merupakan strategi terbaik; seperti antara lain; pengontrolan kasus
yang mengalami intoksisasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
menggagu aliran liquor, pembersihan sisa darah dalam liquor atau
perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan untuk
melakukan terpi sementara terlebuh dahulu sebelum diketahui secara
pasti lesi penyebab; atau masih memerlukan tindakan operasi shunting
karena kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami
gangguan aliran liquor sekunder
2. Penetrasi membrane; Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu
tindakan membuat jalan alternatif melalui rongga subarachnoid bagi
kasus-kasus stenosis akuaduktus atau gangguan aliran pada fossa
posterior (termasuk tumor fossa posterior). Selain memulihkan fungsi
sirkulasi liquor secara pseudofisiologi, ventrukulostomi III dapat
menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem
saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada
struktur-struktur garis tengah

Menurut Suriadi dan Rita (2010), tujuan pengobatan adalah untuk


mengurangi hidrosefalus, menangani komplikasi, mengatasi efek
hidrosefalus atau gangguan perkembangan. Penatalaksanaannya terdiri dari :

- Non pembedahan : pemberian acetazolamide dan isosorbide atau


furosemid mengurangi produksi cairan serebrospinal.
- Pembedahan : pengangkatan penyebab obstruksi misalnya
neoplasma, kista, atau haematom; pemasangan shunt yang bertujuan
untuk mengalirkan cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel

11
ke runag ekstra kranial misalnya ke rongga peritoneum, atrium kanan,
dan rongga pleural.

G. Komplikasi
Menururt Suriadi dan Rita (2010), komplikasi dari hidrosefalus yaitu :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Kerusakan otak
3. Infeksi : septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
5. Hematomi subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam
rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus
6. Malfungsi pirau
7. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
8. IQ menurun
9. Kematian

H. Prognosis
Menurut Anik (2009), prognosis hidrosefalus tergantung banyak
faktor diantaranya adalah : tindakan upaya pencegahan, faktor resiko,
komplikasi, progresifitas penyakit dan tindakan pembedahan yang
dikerjakan.
Menurut Terri dan Susan (2015), prognosis bagi anak yang mengalami
hidrosefalus bergantung, terutama pada penyebabnya dan apakah kerusakan
otak telah terjadi atau belum sebelum identifikasi dan penanganan. Anak
tersebut beresiko tinggi mengalami ketunadayaan perkembangan, masalah
penglihatan, abnormalitas dalam memori, dan penurunan kecerdasan.
Tindak lanjut jangka panjang dan perawatan multidisiplin diperlukan.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HIDROSEFALUS

A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Donna L. Wong (2004) pengkajian yang dilakukan pada
penderita hidrosefalus yakni :
1. Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai cedera kepala atau
infeksi serebral.
2. Lakukan pengkajian fisik, khususnya untuk bukti-bukti perbaikan
mielomeningokel, pengukuran lingkar oksipitofrontal
3. Observasi adanya manifestasi hidrosefalus

Pemeriksaan Fisik :

Bayi muda

- Pertumbuhan kepala dengan kecepatan yang tidak normal


- Penonjolan fonanel (khususnya anterior) kadang tanpa pembesaran
kepala : tegang, tidak berdenyut
- Dilatasi vena kulit kepala
- Peregangan sutura
- Tanda Macewen (bunyi “cracked-pot”) pada perkusi
- Penipisan tulang tengkorak

Bayi lanjut

- Pembesaran frontal atau “bossing”


- Depresi mata
- Tanda setting sun (sklera terlihat di atas iris)
- Pupil lambat dalam berespons, dan dengan respons yang tidak sama
terhadap cahaya

Bayi, umum

- Peka rangsang

13
- Letargi
- Bayi menangis bila diangkat atau diayunkan dan diam bila
dibiarkan berbaring
- Kerja refleks dini bayi menetap
- Respos normal tidak terlihat
- Dapat menunjukkan hal-hal berikut : perubahan tingkat kesadaran,
opistotonos (seringkali bersifat ekstrem)
- Spastisitas ekstremitas bawah
- Kasus-kasus parah : sulit menghisap dan makan, mengangis
melengking, singkat dan bernada tinggi, kesulitan kardiopulmonal

Masa kanak-kanak

- Sakit kepala pada saat bangun, membaik setelah muntah atau


postur tegak
- Papiledema
- Stabismus
- Tanda-tanda saluran ekstrapiramidal (misal ataksia)
- Peka rangsang
- Letargi
- Apatis
- Konfusi
- Sering bicara tidak logis

Menurut Terri dan Susan (2015), data yang perlu dikaji yakni :

Riwayat Kehamilan dan Riwayat Medis Masa Lalu

- Infeksi intrauterus
- Prematuritas dengan hemoragi intrakranial
- Meningitis
- Ensefalitis gondong

Riwayat Kesehatan Anak yang Belum Terdiagnosis

14
- Iritabilitas
- Letargi
- Pemberian makan yang buruk
- Muntah
- Keluhan sakit kepala pada anak yang lebih besar
- Modifikasi, kehilangan, atau perubahan tingkat kesadaran

Riwayat kesehatan anak yang terdiagnosis

- Anak yang diketahui mengalami hidrosefalus sering kali


dimasukkan ke rumah sakit akibat malfungsi pirau atau komplikasi
lain dari penyakit tersebut.
- Riwayat kesehatan seharusnya meliputi pertanyaan yang berkaitan
dengan hal berikut
o Status kesadaran neurologi - apakah terjadi perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran, perubahan kepribadian,
kemunduran dalam performa sekolah ?
o Keluhan sakit kepala
o Muntah
o Gangguan penglihatan
o Setiap perubahan lainnya dalam keadaan fisik atau kognitif

Uji Laboratorium dan Diagnostik

1. CT scan : cara paling baik untuk mendiganosis hidrosefalus


2. Tap ventrikuler : pungsi langsung ke dalam ventrikel melalui fontanel
anterior untuk memantau tekanan CSS atau untuk sewaktu-waktu
mengeluarkan CSS dalam rangka menurunkan TIK
3. Magnetic resonance imaging (MRI) : dapat digunakan untuk lesi
kompleks

15
B. Diganosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan proses pembedahan untuk
pemasangan pirau
3. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan
status nutrisi saat prabedah dan pascabedah
4. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan penyakit dan perawatan
di rumah

C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
Hasil yang diharapkan
Anak akan mempertahankan fungsi otak dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda lebih lanjut peningkatan tekanan intrakranial
INTERVENSI Rasional
1. Lakukan pengkajian neurologis 1. Pengkajian yang dilakukan
setiap 2-4 jam meliputi respons sesering mungkin, memberi data
pupil, cengkraman, untuk menentukan perubahan
menggenggam, respons nyeri, data dasar tentang keadaan
respons interaktif (senyum, neurologis anak, yang
bicara, mengoceh) pada anak, mengindikasikan TIK. Bila
dan disposisi (tidak keadaan ini terjadi, anak sudah
menyenangkan dan iritabilitas) memiliki tekanan intrakranial
yang bermakna.
2. Kaji tanda vital setiap 2-4 jam, 2. Pengkajian tanda vital yang
catat ketidakateraturan frekuensi sesering mungkin, akan
pernafasan, frekuensi dan irama membantu mendeteksi tanda

16
jantung, serta pelebaran tekanan dini peningkatan TIK (seperti
nadi. takikardi, fluktusa tekanan
darah, dan pernafasan Cheyne-
stokes) atau tanda TIK yang
lebih lanjut (Trias Cushing:
pelebaran tekanan nadi,
bradikardia, dan apnea)
3. Lakukan pengkajian saraf kranial 3. Perubahan fungsi saraf kranial
setiap 2-4 jam. menunjukkan refleksi langsung
dari TIK. Kebanyakan, saraf C3
dan C6 dipengaruhi oleh
perubahan pupil dan gerakan
ekstraokular. Terjadi pula
perubahan pada C7, C9 dan
C10, yang dimanifestasikan
dengan, gerakan wajah yang
tidak simetris, ketidakmampuan
berbicara dan menelan, dan
stridor atau bunyi berkokok saat
inspirasi.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 4. Peninggian kepala tempat tidur
30° memungkinkan terjadinya
gravitasi untuk meningkatkan
drainase aliran vena serebrum
sehingga membantu penurunan
TIK.
5. Jika bayi, kaji ubun-ubun 5. Penonjolan ubun-ubun yang
terhadap kemungkinan terjadi tampak penuh, secara langsung
penonjolan setiap 4 jam. merefleksikan peningkatan TIK.
Yakinkan untuk melakukan
pengkajian selama periode yang

17
tenang, sebab ubun-ubun
biasanya menonjol selama anak
mengangis.
6. Jika usia anak di bawah 2 tahun, 6. Pembesaran kepala yang tidak
ukur lingkar kepala setiap hari. normal pada anak di bawah usia
2 tahun terutama bayi,
berindikasi peningkatan TIK.
Normalnya, pertumbuhan
kepala bayi rata-rata 2 cm per
bulan hingga usia 3 bulan,
selanjutnya 0,3 cm per bulan
hingga usia 1 tahun.
7. Kaji dan laporkan adanya 7. Pembengkakan sepanjang
pembengkakan sepanjang saluran saluran pirau, atau sekitar
pirau setiap 8 jam. pompa pirau dapat berindikasi
bahwa pirau tersumbat.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Risiko infeksi yang berhubungan dengan proses pembedahan untuk
pemasangan pirau
Hasil yang diharapkan
Anak akan menunjukkan tidak ada infeksi karena penempatan pirau, yang
ditandai oleh suhu tubuh kurang dari 37,8° C, dan tidak ada tanda
pembengkakan pada luka insisi, atau tidak ada drainase, iritabilitas, letargi,
arau kehilangan nafsu makan.
INTERVENSI Rasional
1. Kaji suhu tubuh anak yang tidak 1. Tanda ini memberikan informasi
stabil, penurunan tingkat terjadinya infeksi, biasanya
kesadaran, kehilangan nafsu terjadi dalam bulan pertama
makan, muntah, peningkatan setelah insersi pirau.

18
hitung sel darah putih, dan
pembengkakan atau kemerahan
sepanjang saluran pirau.
2. Pantau suhu tubuh anak setiap 4 2. Penurunan suhu tubuh
jam. merupakan tanda awal infeksi
pada neonatus, dan peningkatan
suhu tubuh merupakan tanda
awal infeksi pada anak.
3. Posisikan kepala anak sehingga 3. Memosisikan kepala dengan cara
berat tidak dikonsentrasikan ke ini mencegah kerusakan kulit di
sisi katup saat 24-48 jam pertama atau pada sekitar pompa pirau
setelah pembedahan. sehingga menghilangkanrisiko
infeksi. Pada neonatus, yang
merupakan kelompok khusus
yang rentan terhadap infeksi
karena pemasangan pirau,
mungkin memerlukan posisi
khusus untuk waktu yang lama.
4. Kaji area insisi setiap 4 jam, 4. Pembengkakan di sekitar pompa,
pantau drainase cairan atau saluran pirau, atau insisi
pembengkakan. Cata jumlah dan pembedahan - dengan atau tanpa
jenis drainase dari luka insisi. drainase - mungkin merupakan
tanda awal infeksi karena pirau.
5. Beri obat antibiotik sesuai saran. 5. Antibiotik yang bersifat
profilaksis biasanya diberikan
saat pembedahan, dan
dilanjutkan selama 48-72 jam
setelah pembedahan.

19
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan
status nutrisi saat prabedah dan pascabedah.
Hasil yang diharapkan
Anak akan mendemonstrasikan tidak ada tanda dehidrasi yang ditandai
dengan berat badan stabil, turgor kulit baik, kadar elektrolit stabil, air mata
dalam jumlah cukup, membran mukosa lembap, haluaran urine 1 sampai 2
ml/kg/jam.
INTERVENSI Rasional
1. Pantau asupan dan haluaran cairan 1. Pemantauan kehilangan cairan
secara teliti. secara teliti mendeteksi
kehilangan cairan.
2. Timbang berat badan pada waktu 2. Peningkatan atau berkurangnya
yang sama setiap hari. berat badan merefleksikan
status hidrasi.
3. Catat frekuensi dan jumlah 3. Muntah merupakan tanda
muntah. umum peningkatan tekanan
intrakranial (TIK), dapat
berpengaruh terhadap status
hidrasi anak. Nutrisi parenteral
mungkin diperlukan untuk
membantu memperbaiki
kehilangan cairan, terutama
bayi yang tidak dapat menerima
makan per oral.
4. Pantau kadar elektrolit serum pada 4. Kehilangan natrium, kalium,
anak, setiap hari jika muntah dan elektrolit lainnya dalam
terjadi. Berikan perhatian saksama jumlah besar dapat terjadi
pada kadar natrium dan kalium. sebagai akibat muntah.
5. Berikan nutrisi parenteral sesuai 5. Pemberian cairan parenteral
saran, dan pantau pemberiannya akan membantu

20
setiap jam. mengembalikan jumlah cairan
secara normal serta
keseimbangan elektrolit.
6. Jika anak mengalami pembedahan 6. Menunggu paling sedikit 24
yaitu dengan menempatkan pirau jam setelah kembalinya bisisng
ventrikuloperitoneal, tunggu lebih usus, pastikan bahwa anak tidak
dari 24 jam setelah bunyi usus mengalami paralitik ileus akibat
aktif barulah mulai memberikan pembedahan.
makanan cair.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan tindakan pirau
ventrikuloatrium
Hasil yang diharapkan
Anak akan memperlihatkan tanda dan gejala beban jantung berlebihan yang
ditandai dengan tidak adanya dispnea, ronki kasar, takipnea, takikardia, dan
sianosis.
INTERVENSI Rasional
1. Kaji pernafasan bayi atau anak, 1. Selama pemasangan pirau
dan status kardiovaskular setiap ventrikuloatrium, bagian ujung
2-4 jam, kemungkinan terhadap distal pirau ditempatkan dalam
tanda penurunan curah jantung atrium kanan, tempat cairan otak
dan gagal nafas, termasuk akan terdrainase. Karena
takipnea, takikardia, dispnea, dan peningkatan volume cairan dalam
aritmia (pengkajian ini penting atrium kanan, akan menyebabkan
pada bayi) beban berlebihan pada jantung,
dan gagal pernapasan.
2. Timbang berat badan anak setiap 2. Peningkatan berat badan dapat
hari. mengindikasikan retensi cairan,
yang berhubungan dengan beban

21
berlebihan pada jantung.
3. Pantau asupan dan haluaran 3. Tindakan pemantauan semacam
cairan anak. ini akan mengevaluasi status
cairan anak.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Defist pengetahuan yang berhubungan dengan penyakit dan perawatan di
rumah.
Hasil yang diharapkan
Orangtua akan mengekspresikan pemahaman tentang penyakit dan instruksi
perawatan di rumah, dan mendemosntrasikan prosedur perawatan di rumah.
INTERVENSI Rasional
1. Kaji pemahaman orangtua 1. Pengkajian semacam ini sebagai
terhadap penyakit, dan bagaimana dasar untuk memulai pendidikan
fungsi pirau. kesehatan.
2. Instruksikan orangtua bagaimana 2. Orangtua perlu mengetahui
merawat pirau, termasuk hal yang bagaimana merawat anak yang
terperinci tentang tanda dan dipasang pirau serta tanda dan
gejala malfungsi pirau, dan gejala apa yang harus dilaporkan.
terjadinya infeksi serta perawatan
khusus dari pirau.
3. Jelaskan pentingnya melakukan 3. Anak akan mendapatkan kajian
pemeriksaan neurologis secara dan pengawasan sepanjang
kontinu sebagai tindak lanjut. hidupnya untuk mengkaji fungsi
pirau dan slang serta kondisi
kesejahteraan anak.
4. Beri waktu pada orangtua untuk 4. Mengajukan pertanyaan dan
mengajukan pertanyaan dan mengekspresikan kekhawatiran
mengekspresikan kekhawatiran. akan membantu orangtua

22
memahami instruksi lebih lanjut.
5. Jelaskan bahwa pirau dapat 5. Panjangnya pirau harus diperluas
dimodifikasi sesuai dengan bersamaan dengan pertumbuhan
perkembangan anak. anak.
6. Jelaskan berbagai pengobatan 6. Cedera otak dapat membuat anak
kejang, seperti karbamazepin mudah mengalami kejang; dengan
(Tegretol) atau fenitoin pengobatan dapat membantu
(Dilantin). Kaji kemungkinan mengontrol kejang.
efek sampingnya.

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan sesuai perencanaan yang
sudah diterapkan. Pelaksanaan tersebut bersifat mandiri dan kolaboratif
dengan tenaga medis lain serta tiap pelaksanaan harus di awasi dan
dimonitor perkembangan kesehatan klien.

Perawatan Prabedah

1. Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK


a. Letakkan anak dalam posisi nyaman; naikkan kepala tempat tidur
setinggi 30 derajat (untuk mengurangi kongesti dan meningkatkan
drainase)
b. Pantau adanya tanda-tanda peningkatan TIK
i. Peningkatan frekuensi pernafasan, penurunan denyut apeks,
peningkatan tekanan darah, dan peningkatan suhu badan
ii. Penurunan tingkat kesadaran
iii. Aktivitas kejang
iv. Muntah
v. Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil
vi. Fontanel “penuh”- cenderung menonjol
c. Turunkan stimulus luar

23
d. Siapkan oksigen dan alat pengisap di sisi tempat tidur
2. Siapkan anak dan orangtua untuk menghadapi prosedur pembedahan
a. Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia
b. Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua
tentang kondisi dan pengobatan anak

Perawatan Pascabedah

1. Pantau tanda-tanda vital dan status neurologik anak; laporkan adanya


tanda peningkatan TIK (ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel
anterior), penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah, konvulsi,
kejang, atau kelembaman
2. Pantau dan laporkan adanya gejala-gejala infeksi (demam, nyeri tekan,
inflamasi, mual dan muntah)
3. Pantau dan pertahankan fungsi pirau
a. Laporkan gejala malformasi pirau (iritabilitas, penurunan tingkat
kesadaran, muntah)
b. Periksa pirau untuk kepenuhan
c. Naikkan bagian kepala tenpat tidur setinggi 30 °(untuk
meningkatkan drainase dan menurunkan kongesti vena)
d. Posisikan anak miring ke kiri (sisi non-bedah)
e. Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam
f. Pantau adanya aktivitas serangan
4. Bantu anak dan orangtua dalam mengatasi stres emosional karena
hospitalisasi dan pembedahan
a. Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur
dilakukan
b. Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan
c. Masukkan rutinitas anak di rumah ke dalam aktivitas sehari-hari

24
Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah

1. Ajarkan pada orangtua untuk memantau dan melaporkan adanya


gejala komplikasi pirau
a. Malfungsi pirau
b. Infeksi pirau
2. Bantu orangtua untuk menghubungi sumber-sumber kemasyarakatan
a. Pemeriksaan tindak lanjut oleh perawat kesehatan di rumah
b. Kelompok pendukung untuk orangtua yang memilki anak
hidrosefalus
c. Rujukan pada program intervensi dini
d. Pemilihan program prasekolah dan program rekreasi
3. Kaji perilaku kognitif, linguistik, adaptif, dan sosial untuk
menentukan tingkat perkembangan; gunakan riwayat perkembangan
untuk mengkaji awal kejadian yang penting, dan rujuk ke spesialis
bila perlu

E. Evaluasi
1. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala peningkatan TIK
2. Anak dan orangtua memahami prosedur pembedahan
3. Anak dan orangtua memahami cara memantau dan melaporkan
adanya komplikasi pirau
4. Anak mencapai fungsi perkembangan yang optimal

25
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn dan Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta : EGC

Kyle, Terri dan Susan Carman. 2015. Buku Praktik Keperawatan Pediatri. Jakarta
: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction

Speer, Kathleen Morgan. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan


Clinical Pathways. Jakarta : EGC

Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV.
SAGUNG SETO

Whaley, Lucille F. & Donna L. Wong. 1991. Nursing Care of Infants And
Children. USA: Year Book, Inc

26

Anda mungkin juga menyukai