HIDROSEFALUS
DI POLIKLINIK RSUD KOTA SALATIGA
DISUSUN OLEH :
GLORIA SABATHINI
P27220019111
Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke foramen
monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke ventrikel IV. Setelah
itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen luschka menuju sisterna
magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial maupun spinal. Setelah mencapai
ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular karena sistem saraf
pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan serebrospinal
di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan vili
araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang
subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak.
Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 ml.
Rata- rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500
ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam
sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi
dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
CSS mempunyai fungsi:
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok
pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler,
jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel
dalam sistem saraf
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak
dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak
dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya
mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk
seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon
dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat
dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan
mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai
sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang
mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
C. Etiologi
D. Klasifikasi
d. Radang menigeal
e. Kongenital
2. Berdasarkan etiologi
Tipe obstruksi
a. Kongenital
Sindrom Dandy-Walker
Malformasi Arnold-Chiari
Hidrancephaly
b. Didapat (acquired)
Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel,
mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak
sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis.
Kemungkian hidrosefalus berkembang disebabkan oleh
penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk
menyerap CSS.
3. Berdasarkan usia
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul
oleh gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang
menyebabkan hipotrofi otak. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada
umur kurang dari 1 tahun) didaptkan gambaran :
1. Kepala membesar
2. Sutura melebar
3. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
4. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
5. Nistagmus horizontal
6. Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak
7. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
8. Terdapat cracked pot sign
9. Mudah terstimulasi
10. Rewel
11. Lemah
12. Kemampuan makan kurang
13. Perubahan kesadaran
14. Opisthonus
15. Spastik pada ekstremitas bawah
16. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami
kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea,
aspirasi, dan tidak ada reflek muntah.
Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti :
1. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara
tinggi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi –
stupor
2. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar,
CSS denganatau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS
normal atau menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun
atau tetap
3. Peningkatan tonus otot ekstremitas.
Gejala pada anak-anak:
1. Sakit kepala
2. Kesadaran menurun
3. Gelisah
4. Mual, muntah
5. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
6. Gangguan perkembangan fisik dan mental
7. Papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papila
8. Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital.
Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan
gangguan mental yang sering dijumpai seperti: respon terhadap
lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan
aktivitasnya (Ayu, 2016).
F. Patofisiologis
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor,
peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme
diatas adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana
sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbs. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung
berbeda beda tiap saat tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini
terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompensasi sistem serebrovascular
2. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan
ekstraseluler atau kedunya dalam susunan sistem
saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan
elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak,
kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita
muda) akibat adanya regangan abnormal pada
sutura cranial.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan
membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan
tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat
hipervitaminosis.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan
perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis
(Khalilullah, 2011).
G. Pathway
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Keluhan yang paling dasar atau utama yang pasien katakan
2. Riwayat penyakit sekarang
Berisikan penyakit yang dialami saat ini.
3. Riwayat penyakit dahulu
Berisikan riwayat kesehatan pasien, apakah sebelumnya pasien pernah
dirawat di rs atau tidak, dan riwayat alergi terhada
p makanan atau obat-obatan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Berisikan riwayat penyakit menurun atau menular dalam keluarga.
5. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien
mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
adanya riwayat alergi pada pernapasan atas. Perawat haru
memperhatikan dan mencatatnya baik – baik.
6. Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan klien
sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya
dimana adanya keluahan batuk, sesak napas, dan demam merupakan
stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu
memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi
dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis
penyakit dari klien. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang
pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping,
dan tanda – tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non
farmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak
dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem
pendukung, kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. TTV
a. Berat badan
b. Tinggi badan
c. Suhu
d. Respirasi
4. Haed to toe
a. Kepala
Inspeksi : lihat kesimetrisan
Palpasi : periksa adanya benjolan, lesi, atau nyeri
b. Leher
Inspeksi : ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak
c. Rambut
Inspeksi : lihat warna rambut, kebersihan, bercabang/tidak, halus
atau kasar
Palpasi : mudah rontok atau tidak
d. Abdomen
Inspeksi : lihat kesimetrisan, adanya pembesaran abdomen, lihat
kondisi umbilicus (nampak segar atau layu)
Palpasi : adanya nyeri tekan dan abdomen
e. Ekstremitas
Inspeksi : adanya oedema, tanda sianosis dan sulit bergerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa reflek patelki dengan reflek hummer
f. Kulit
Inspeksi : tampak pucat dan sianosis
Palpasi : turgor kulit jelek ada tidak (lihat CRT < 2 detik atau
tidak)
g. Kuku
Inspeksi : lihat kondisi kuku pucat atau tidak, ada sianosis atau
tidak
h. Mata
Inspeksi : kunjungtiva anemis atau tidak, lihat reflek kedip normal
atau tidak, terdapat radang atau tidak, dan pupil isokor atau tidak.
i. Hidung
Inspeksi : terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat sekret
yang berlebih atau tidak
Palpasi: adanya nyeri tekan dan benjolan
j. Thorak
Inspeksi : dada simetris atau tidak
Auskultasi: adanya stridor, wheezing, ronchi atau suara napas
tambahan
k. Genetalia
Inspeksi : adanya kelainan genetalia, kebersihan, atau adanya lesi
Pada genetalia laki-laki (lihat testis sudah turun dalam skrotum,
penis berlubang) dan untuk perempuan (lihat apakah vagina dan
uretra berlubang dan adanya labia minora dan mayora
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
l. Ekstremitas
Inspeksi : adanya oedema, tanda sianosis dan sulit bergerak atau
tidak
Palpasi : adanya nyeri tekan atau benjolan
Perkusi : periksa reflek patelki dengan reflek hummer
E. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
embolisme
2. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan
TIK)
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis
(penekanan total)
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
7. Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi)
8. Risiko deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
9. Gangguan tumbuh dan kembang b.d kelainan genetic atau kongenital
(hidrosefalus)
F. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan Observasi tanda vital
keperawatan, diharapkan Pantau TIK
risiko perfusi jaringan Pantau neurologis
serebral efektif dengan Manajemen peningkatan TIK
kriteria hasil :
Edukasi program pengobatan
Tekanan sistol
diastole membaik Kolaborasi dengan dokter
Tanda peningkatan mengenai pemberian obat
TIK menurun
Sensori dan
motoric membaik
2 Setelah dilakukan tindakan Observasi risiko
keperawatan, diharapkan Manajemen keselamatan
risiko cedera menurun lingkungan
dengan kriteria hasil : Manajemen kejang
Fungsi sensori Pencegahan cedera
membaik Edukasi keselamatan lingkungan
Kejang menurun Kolaborasi dengan keluarga
Mobilitas membaik
Tingkat jatuh
menurun
3 Setelah dilakukan tindakan Pantau tanda vital
keperawatan, diharapkan Pantau gejala infeksi
risiko infeksi menurun Manajemen lingkungan
dengan kriteria hasil : Pencegahan infeksi
Tingkat infeksi Perawatan area insisi
menurun
Edukasi risiko infeksi
Integritas kulit dan
Kolaborasi dengan perawatan diri :
jaringan membaik
mandi
Status imun
membaik
4 Setelah dilakukan tindakan Kaji penyebab nyeri
keperawatan, diharapkan Manajemen nyeri
nyeri akut menurun Dukungan istirahat dan tidur
dengan kriteria hasil : Dukungan pengungkapan
Tingkat nyeri kebutuhan
menurun Edukasi proses penyakit
Control nyeri Edukasi teknik nafas dalam
membaik Kolaborasi dengan dokter
Status kenyamanan mengenai pemberian obat
membaik analgesik
Pola tidur membaik
5 Setelah dilakukan tindakan Kaji kerentanan terhadap infeksi
keperawatan, diharapkan dan tanda gejala infeksi
gangguan integritas kulit Perawatan integritas kulit
menurun dengan kriteria Edukasi perawatan diri
hasil : Kolaborasi dengan latihan rentang
Integritas kult/ gerak
jaringan membaik
Perfusi perifer
membaik
Status sirkulasi
membaik
6 Setelah dilakukan tindakan Observasi sensori motoric
keperawatan, diharapkan Observais tingkat kesadaran
gangguan persepsi sensori Dukungan pengungkapan
menurun dengan kriteria kebutuhan
hasil : Edukasi perawatan diri
Persepsi sensori Kolaborasi dengan keluarga
membaik
Fungsi sensori
membaik
Status neurologis
membaik
G. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan
tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2007). Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian
perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
H. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap
diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon
(jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian
terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang
diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu
evaluasi terhadap respon 21 yang segera timbul setelah intervensi keperawatan
di lakukan. Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP.
S: Subjective yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien.
O: Objective yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
A: Analisys yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif.
P: Planning yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.
DAFTAR PUSTAKA