Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HIDROSEFALUS
DI POLIKLINIK RSUD KOTA SALATIGA

DISUSUN OLEH :
GLORIA SABATHINI
P27220019111

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2021
I. Konsep Teori
A. Pengertian
Hidrosefalus berasal dari bahasa latin “hydro” berarti air dan “cepalus” berarti
kepala, secara singkat artinya “air didalam kepala”. Hidrosefalus pertama kali
dijelaskan oleh ilmuwan dari Yunani bernama Hippocrates. Penderita
hidrosefalus memiliki kelainan cairan serebrospinal (CSS) didalam ventrikel
atau selaput otak. Halini menyebabkan meningkatnya tekanan pada intracranial
dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat
mental, dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinal (CSS) didalam
ventrikel dan ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan karena tidak
seimbangnya produksi dan absorpsi cairan serebrospinal (Afdhalurrahman,
2013). Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
intracranial yang disebabkan karena adanya penumpukan serebrospinal fluid
didalam ventrikel otak (Ayu, 2016).
Hidrosefalus menyumbat aliran cairan serebrospinal didalam ventrikel atau di
subarachnoid. Secara normal cairan tersebut seharusnya mengalir melalui
ventrikel dan keluar dari sisterna (penampungan kecil) yang terletak di dasar
otak. Cairan tersebut berfungsi mengeluarkan makanan dan membuang sisa
hasil metabolisme dari otak melalui pembuluh darah. selain hidrosefalus
disebabkan oleh masalah tersebut, penyakit ini juga di sebabkan oleh adanya
produksi berlebihan CSS (cairan otak) karena kelainan sejak lahir atau juga
karena adanya benturan dan infeksi pada kepala (Marmi, 2015).

B. Anatomi dan Fisiologi

Afdhalurrahman (2013) menyebutkan anatomi dan fisiologi cairan


serebrospinal, yaitu :
Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima masa
embrio. Ruangan ini terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak
dan ruangan subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang
dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis, berjalan kembali ke
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang
subarakhnoid adalah melalui foramen Magendie di sebelah medial dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV.

Sumber : Afdhalurrahman (2013)

Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke foramen
monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke ventrikel IV. Setelah
itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen luschka menuju sisterna
magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial maupun spinal. Setelah mencapai
ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular karena sistem saraf
pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan serebrospinal
di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan vili
araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang
subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak.
Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 ml.
Rata- rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500
ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam
sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi
dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
CSS mempunyai fungsi:
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok
pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler,
jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel
dalam sistem saraf
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak
dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak
dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya
mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk
seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon
dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat
dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan
mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai
sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang
mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

C. Etiologi

Marmi (2015) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus adalah:


1. Faktor keturunan
2. Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau
enchefalokel (hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala).
3. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan
intaventrikular, meningitis, tumor, cidera kepala
traumatis, atau perdarahan sub arachnoid)
4. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi cairan
serebrospinalis.
Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan
anak ialah:
1. Kelainan bawaan atau kongenital
a. Stenosis aquaduktus sylvii
b. Spina bifida dan kraniom bifida
c. Sindrom dandy- walker
d. Kista arachnoid dan anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan diameter dan arachnoid sekitar siterna basalis
dan daerah lain.Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV/ aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kranio faringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

D. Klasifikasi

Menurut Ayu (2016) hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal,


antara lain:

1. Berdasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS

a. Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans

Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada


sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS
dalam sistem ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh
kongenital: stenosis akuaduktus sylvius (menyebabkan dilatasi
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel IV biasanya normal
dalam ukuran dan lokasinya). Jatang ditemukan sebagai
penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, atresia
foramen, Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan.
Radang (eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan / trauma
(hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor
intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).

b. Hidrosefalus tipe komunikans

Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau


gangguan penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel).

c. Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu


menimbulkan blokade villi arachnoid.

d. Radang menigeal

e. Kongenital

 Perlekatan arachnoid / sisterna karena gangguan


pembentukan

 Gangguan pembentukan vili arachnoid

 Papilloma plexus choroideus.

2. Berdasarkan etiologi

Tipe obstruksi

a. Kongenital

 Stenosis akuaduktus serebri

Mempunyai berbagai penyebab, kebanyakan disebakan


oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal;
stenosis kongenital sejati adalah sangat jarang,
(Toxoplasma/T.gondii, rubella, X-linked hidrosefalus)

 Sindrom Dandy-Walker

Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan


hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini
berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis
serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh
hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga
subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil
pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak
dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi
bersamaan dengan anomali lainnya seperti agenesi korpus
kolosum, labiopatalatoskhisis, anomali okulet, anomali
jantung, dan sebagainya.

 Malformasi Arnold-Chiari

Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak


yaitu batang otak dan cerebelum mengalami
perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol keluar
menuju canalis spinalis.

 Aneurisma vena Galeni

Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran,


tetapi secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak
berusisa beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena galen
mengalir di atas akuaduktus sylvii, menggembung dan
membentuk kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan
hidrosefalus.

 Hidrancephaly

Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti


dengan kantong CSS.

b. Didapat (acquired)

 Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau


perdarahan) infeksi oleh bakteri meningitis, menyebabkan
radang pada selaput (meningen) di sekitar otak dan
spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan
parut dari infeksi meningen menghambat aliran css dalam
ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada
sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS
dalam vili arachnoid.

 Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial

 Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel,
mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak
sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis.
Kemungkian hidrosefalus berkembang disebabkan oleh
penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk
menyerap CSS.

 Tumor (Ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)

Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada


usia 5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belaknag
otak yang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor
intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi adalah
tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan
carsinoma). Tumor ini yang berada di bagian belkang
otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang
keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik
untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan dengan
tumor adalah menghilangkan tumor penyabab sumbatan.
 Abses/granuloma
 Neoplasma
 Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang
berisi cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung
berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan pada membran
arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan
berada di ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid.
Kista subarachnoid dapat menyebakan hidrosefalus non
komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam
ventrikel khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi
kista, dengan mengeringkan cairan kista. Jika kista
terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat
batang otak), dokter memsangkan shunt untuk
mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan
menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang
otak.

3. Berdasarkan usia

 Hidrosefalus tipe kongenital / infantil (bayi)

 Hidrosefalus tipe juventile / adult (anak-anak/ dewasa)

Selain pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia,


terdapat juga hidrosefalus tekanan normal, sasuai konversi,
sindroma hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peningkatan TI,
seperti kepala yang besar dengan penonjalan fontanel. Akhir-
akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak
bersamaan dengan peningkatan TIK. Seseorang bisa didiagnosa
mengalami hidrosefalus tekanan normal jika ventrikel otaknya
mengalami pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak ada
peningkatan tekanan dalam ventrikel. Biasanya dialami oleh
pasien lanjut usia, dan sebagain besar disebabkan aliran CSS
yang terganggu dan compliance otak yang tidak normal.

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul
oleh gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang
menyebabkan hipotrofi otak. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada
umur kurang dari 1 tahun) didaptkan gambaran :
1. Kepala membesar
2. Sutura melebar
3. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
4. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
5. Nistagmus horizontal
6. Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak
7. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
8. Terdapat cracked pot sign
9. Mudah terstimulasi
10. Rewel
11. Lemah
12. Kemampuan makan kurang
13. Perubahan kesadaran
14. Opisthonus
15. Spastik pada ekstremitas bawah
16. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami
kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea,
aspirasi, dan tidak ada reflek muntah.
Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti :
1. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara
tinggi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi –
stupor
2. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar,
CSS denganatau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS
normal atau menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun
atau tetap
3. Peningkatan tonus otot ekstremitas.
Gejala pada anak-anak:
1. Sakit kepala
2. Kesadaran menurun
3. Gelisah
4. Mual, muntah
5. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
6. Gangguan perkembangan fisik dan mental
7. Papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papila
8. Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital.
Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan
gangguan mental yang sering dijumpai seperti: respon terhadap
lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan
aktivitasnya (Ayu, 2016).

F. Patofisiologis
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor,
peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme
diatas adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana
sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbs. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung
berbeda beda tiap saat tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini
terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompensasi sistem serebrovascular
2. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan
ekstraseluler atau kedunya dalam susunan sistem
saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan
elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak,
kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita
muda) akibat adanya regangan abnormal pada
sutura cranial.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan
membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan
tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat
hipervitaminosis.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan
perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis
(Khalilullah, 2011).
G. Pathway

Sumber : Nuzul, 2012, https://id.scribd.coom/doc/106905461/pathway-hydrocephalus


H. Pemeriksaan Diagnostic
Menurut Cecilly (2009) pemriksaan penunjang antara lain:
1. CT-scan
2. Tap ventrikuler
3. Magnetic resonance imaging (MRI)
I. Penatalaksanaan
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus menurut Nurarif (2015):
a. Dengan mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya
tidak memuaskan.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid.
Misalnya, ventrikulor-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus.
Pada anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi
fungsi absrobsi.
c. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstrakranial
Menurut Ayu ( 2016) penatalaksanaan untuk anak penderita hidrosefalus adalah:
1. Terapi
a. Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak
gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah
saraf tidak ada.
Obat yang sering digunakan adalah :
 Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; per oral 2-3x125mg/hari, dosis
ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari.
 Furosemid
Cara pemberian dan dosis; per oral 1,2mg/kgBB 1x/hari atau
injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak adamperubahan setelah
satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.
2. Lumbal pungsi (LP) berulang
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan
progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi
lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten
yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih
mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama
pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid,
periventrikular- intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga
pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau
kemungkinan akan terjadi herniasi.
3. Terapi operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: mannito per infus
0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
a. Third ventrikulostomi / ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga Cdari
ventrikel III dapat mengalami keluar.
b. Operasi pintas / Shunting Ada 2 macam :
 Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya
sementara
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
 Internal
c. Lumbo peritoneal shunt
CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum touhy secara perkutan
Komplikasi shunting;
 Infeksi
 Hematoma subdural
 Obstruksi
 Keadaan CSS yang rendah
 Asites
 Kraniosinostosi.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Identitas
Identitas pasien meliputi nama,umur,tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat,
pendidikan nomor rekam medik, dan diagnosa medis.

Identitas penanggungjawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, alamat,agama,


hubungan dengan pasien.

B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Keluhan yang paling dasar atau utama yang pasien katakan
2. Riwayat penyakit sekarang
Berisikan penyakit yang dialami saat ini.
3. Riwayat penyakit dahulu
Berisikan riwayat kesehatan pasien, apakah sebelumnya pasien pernah
dirawat di rs atau tidak, dan riwayat alergi terhada
p makanan atau obat-obatan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Berisikan riwayat penyakit menurun atau menular dalam keluarga.
5. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien
mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
adanya riwayat alergi pada pernapasan atas. Perawat haru
memperhatikan dan mencatatnya baik – baik.
6. Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan klien
sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya
dimana adanya keluahan batuk, sesak napas, dan demam merupakan
stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu
memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi
dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis
penyakit dari klien. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang
pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping,
dan tanda – tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non
farmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak
dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem
pendukung, kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.

C. Pengkajian Fungsional Gordon


1. Pola persepsi dan managemen kesehatan
Jika pasien sakit apakah langsung periksa ke tempat pelayanan kesehatan
atau tidak, apakah pasien menganggap kesehatan itu penting.
2. Pola nutrisi-metabolik
Apakah pasien nafsu untuk makan, porsi makan rumah sakitnya apakah
habis, kalau dimakan berapa ukurannya, bagaimana pola minumnya,
habis berapa gelas setiap hari.
3. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pasien, bagaimana teksturnya,
bentuknya dan warnanya.
4. Pola aktivitas dan latihan
Saat beraktivitas (saat sakit) seperti makan minum,berpakaian, mandi
dan berpindah apakah membutuhkan bantuan atau mandiri.
5. Pola tidur dan istirahat ( sebelum sakit dan saat sakit )
Bagaimana pola tidur pasien, berapa lama pasien tidur, jika tidak bisa
tidur karena faktor apa.
6. Pola peran-hubungan ( sebelum sakit dan saat sakit )
Bagaimana hubungan pasien dengan keluarganya dan apakah pasien tahu
peranannya dalam keluarganya.
7. Pola persepsi
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan
8. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, aktivitas
9. Pola toleransi dan koping stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres
10. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kesehatan seksual (jika anak tidak dikaji)
11. Pola kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan keyakinan dan sporitual

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. TTV
a. Berat badan
b. Tinggi badan
c. Suhu
d. Respirasi
4. Haed to toe
a. Kepala
Inspeksi : lihat kesimetrisan
Palpasi : periksa adanya benjolan, lesi, atau nyeri
b. Leher
Inspeksi : ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak
c. Rambut
Inspeksi : lihat warna rambut, kebersihan, bercabang/tidak, halus
atau kasar
Palpasi : mudah rontok atau tidak
d. Abdomen
Inspeksi : lihat kesimetrisan, adanya pembesaran abdomen, lihat
kondisi umbilicus (nampak segar atau layu)
Palpasi : adanya nyeri tekan dan abdomen
e. Ekstremitas
Inspeksi : adanya oedema, tanda sianosis dan sulit bergerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa reflek patelki dengan reflek hummer
f. Kulit
Inspeksi : tampak pucat dan sianosis
Palpasi : turgor kulit jelek ada tidak (lihat CRT < 2 detik atau
tidak)
g. Kuku
Inspeksi : lihat kondisi kuku pucat atau tidak, ada sianosis atau
tidak
h. Mata
Inspeksi : kunjungtiva anemis atau tidak, lihat reflek kedip normal
atau tidak, terdapat radang atau tidak, dan pupil isokor atau tidak.
i. Hidung
Inspeksi : terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat sekret
yang berlebih atau tidak
Palpasi: adanya nyeri tekan dan benjolan
j. Thorak
Inspeksi : dada simetris atau tidak
Auskultasi: adanya stridor, wheezing, ronchi atau suara napas
tambahan
k. Genetalia
Inspeksi : adanya kelainan genetalia, kebersihan, atau adanya lesi
Pada genetalia laki-laki (lihat testis sudah turun dalam skrotum,
penis berlubang) dan untuk perempuan (lihat apakah vagina dan
uretra berlubang dan adanya labia minora dan mayora
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
l. Ekstremitas
Inspeksi : adanya oedema, tanda sianosis dan sulit bergerak atau
tidak
Palpasi : adanya nyeri tekan atau benjolan
Perkusi : periksa reflek patelki dengan reflek hummer

E. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
embolisme
2. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan
TIK)
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis
(penekanan total)
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
7. Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi)
8. Risiko deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
9. Gangguan tumbuh dan kembang b.d kelainan genetic atau kongenital
(hidrosefalus)

F. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan  Observasi tanda vital
keperawatan, diharapkan  Pantau TIK
risiko perfusi jaringan  Pantau neurologis
serebral efektif dengan  Manajemen peningkatan TIK
kriteria hasil :
 Edukasi program pengobatan
 Tekanan sistol
diastole membaik  Kolaborasi dengan dokter
 Tanda peningkatan mengenai pemberian obat
TIK menurun
 Sensori dan
motoric membaik
2 Setelah dilakukan tindakan  Observasi risiko
keperawatan, diharapkan  Manajemen keselamatan
risiko cedera menurun lingkungan
dengan kriteria hasil :  Manajemen kejang
 Fungsi sensori  Pencegahan cedera
membaik  Edukasi keselamatan lingkungan
 Kejang menurun  Kolaborasi dengan keluarga
 Mobilitas membaik
 Tingkat jatuh
menurun
3 Setelah dilakukan tindakan  Pantau tanda vital
keperawatan, diharapkan  Pantau gejala infeksi
risiko infeksi menurun  Manajemen lingkungan
dengan kriteria hasil :  Pencegahan infeksi
 Tingkat infeksi  Perawatan area insisi
menurun
 Edukasi risiko infeksi
 Integritas kulit dan
 Kolaborasi dengan perawatan diri :
jaringan membaik
mandi
 Status imun
membaik
4 Setelah dilakukan tindakan  Kaji penyebab nyeri
keperawatan, diharapkan  Manajemen nyeri
nyeri akut menurun  Dukungan istirahat dan tidur
dengan kriteria hasil :  Dukungan pengungkapan
 Tingkat nyeri kebutuhan
menurun  Edukasi proses penyakit
 Control nyeri  Edukasi teknik nafas dalam
membaik  Kolaborasi dengan dokter
 Status kenyamanan mengenai pemberian obat
membaik analgesik
 Pola tidur membaik
5 Setelah dilakukan tindakan  Kaji kerentanan terhadap infeksi
keperawatan, diharapkan dan tanda gejala infeksi
gangguan integritas kulit  Perawatan integritas kulit
menurun dengan kriteria  Edukasi perawatan diri
hasil :  Kolaborasi dengan latihan rentang
 Integritas kult/ gerak
jaringan membaik
 Perfusi perifer
membaik
 Status sirkulasi
membaik
6 Setelah dilakukan tindakan  Observasi sensori motoric
keperawatan, diharapkan  Observais tingkat kesadaran
gangguan persepsi sensori  Dukungan pengungkapan
menurun dengan kriteria kebutuhan
hasil :  Edukasi perawatan diri
 Persepsi sensori  Kolaborasi dengan keluarga
membaik
 Fungsi sensori
membaik
 Status neurologis
membaik

7 Setelah dilakukan tindakan  Observasi tanda vital


keperawatan, diharapkan
hipertermi menurun  Manajemen hipertermi
dengan kriteria hasil :  Manajemen cairan
 Termoregulasi  Kompres hangat
membaik  Edukasi pengukuran suhu
 Status cairan  Kolaborasi pemberian obat
membaik antipiretik
 Status kenyamanan
membaik
8 Setelah dilakukan tindakan  Observasi intake output
keperawatan, diharapkan  Manajemen nutrisi
risiko deficit nutrisi  Pemberian makanan
menurun dengan kriteria  Edukasi pentingnya nutrisi dan
hasil : cairan
 Status nutrisi  Kolaborasi ahli gizi
membaik
 Berat badan
membaik
 Nafsu makan
membaik
 Status menelan
membaik
 Status mencerna
membaik

9 Setelah dilakukan tindakan  Observasi tumbuh kembang anak


keperawatan, diharapkan  Perawatan perkembangan
gangguan tumbuh dan  Terapi keluarga
kembang menurun dengan  Promosi perkembangan anak
kriteria hasil :
 Konseling
 Status
perkembangan
membaik
 Status
pertumbuhan
membaik

G. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan
tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2007). Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian
perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

H. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap
diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon
(jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian
terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang
diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu
evaluasi terhadap respon 21 yang segera timbul setelah intervensi keperawatan
di lakukan. Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP.
S: Subjective yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien.
O: Objective yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
A: Analisys yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif.
P: Planning yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Afdhalurrahman. (2013). Gambaran Neuroimaging Hidrosefalus pada


Anak.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 13(2), 117–122. doi:10.1016/0039-
6028(76)90107-2
Andriati,Riris. 2014. Studi literatur mengenai hidrosefalus kongenital.
Vol:1 nomor 1, Februari 2014. Jurnal ISSN 2461081003
Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1,
61,67.
Ayu, N. T. A. ke. (2016). patologi dan fisiologi kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Nuraini, Belleza. (2017). Peran Perawat Terhadap Anak Sakit. Jakarta
SDKI DPP PPNI.2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018 . Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai