Kehadiran sang Bima pada abad 11 M, ikut membantu para ncuhi dalam
memajukan Dana Mbojo. Sejak itu, ncuhi Dara dan ncuhi-ncuhi lain mulai
mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Walau sang Bima sudah kembali ke
kerajaan Medang di Jawa Timur, namun tetap mengadakan hubungan dengan
ncuhi Dara. Karena istrinya berasal dari Dana Mbojo Bima.
Sebelum mendirikan kerajaan, semua ncuhi sepakat membentuk
kesatuan wilayah di bawah pimpinan ncuhi Dara. Setelah puluhan
tahun berada di Jawa Timur, sang Bima mengirim dua orang putranya,
yang bernama Indra Zamrud dan Indra Kumala ke Dana Mbojo. Indra
Zamrud dijadikan anak angkat oleh ncuhi Dara. Sedangkan Indra
Kumala menjadi anak angkat ncuhi Doro Woni. Seluruh ncuhi sepakat
untuk mencalonkan Indra Zamrud menjadi Sangaji atau Raja Dana
Mbojo. Sedangkan Indra Kumala dicalonkan untuk menjadi Sangaji di
Dana Dompu.
Pada masa kesultanan, suku Mbojo membaur atau melakukan
pernikahan dengan suku Makasar dan Bugis. Sehingga adat istiadat
serta bahasanya, banyak persamaan dengan adat istiadat serta bahasa
suku Makasar dan Bugis. Dou Mbojo yang enggan membaur dengan
suku Makasar dan Bugis, terdesak ke daerah Donggo atau pegunungan.
Oleh sebab itu, mereka disebut Dou Donggo atau orang pegunungan.
Dou Donggo mempunyai adat istiadat serta bahasa yang berbeda
dengan dou Mbojo.
Dou Donggo bermukim di dua tempat, yaitu disekitar kaki Gunung Ro’o
Salunga di wilayah Kecamatan Donggo sekarang dan di kaki Gunung
Lambitu di wilayah Kecamatan Wawo sekarang. Yang bertempat tinggal
di sekitar Gunung Ro’o Salunga, disebut Dou Donggo Ipa (orang Donggo
seberang), sedangkan yang berada di kaki Gunung Lambitu, disebut
Dou Donggo Ele (orang Donggo Timur).
2. Proses Masuk dan Berkembangnya islam di Kerajaan Bima