Anda di halaman 1dari 5

Kerajaan-Kerajaan Islam

di Pulau Sulawesi
Nama: Shofia Nabila Nurintan
NPM: 1906390254
Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia

1. Kerajaan Goa (Makassar)


Pada awalnya Gowa merupakan kerajaan non-islam. Raja pertama yang memeluk
Islam adalah Karaeng Tanigallo yang kemudian bergelar Sultan Alauddin Awwalul
Islam. Kerajaan Goa (makassar) pun dinyatakan sebagai Kerajaan Islam Makassar pada
tahun 1603 M. Sultan Aladdin memerintah selama 48 tahun sejak 1591 M. Wilayah
kekuasaannya meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau sekitar
Sumbawa​1​.

2. Kerajaan Bone
Proses Islamisasi Kerajaan Bone tidak menyebar secara langsung, terdapat
sejumlah konflik dan pertentangan yang harus dihadapi kerajaan ini hingga ajaran Islam
dapat diterima oleh keluarga kerajaan dan masyarakatnya. Masuknya ajaran Islam ke
kerajaan Bone tidak lepas dari peran Sultan Alauddin, raja dari Kerajaan Gowa yang juga
merupakan raja pertama yang memeluk agama Islam di Sulawesi Selatan.
Di masa sebelumnya, kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan kerap terlibat
peperangan dengan satu sama lain. Akhirnya sebagai bentuk konsolidasi, dibuatlah salah
satu perjanjian di antara sekutu kerajaan yang berbunyi “...bahwa barang siapa
menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada
raja-raja sekutunya” perjanjian tersebut pun dijadikan acuan bagi Sultan Aluddin untuk
mengajak kerajaan-kerajaan tetangga untuk ikut menerima ajaran Islam​2​. Namun,
Kerajaan Bone dan sekutunya menentang keras ajakan tersebut dengan berasumsi bahwa

1
Mujilan. 2019. ​Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam​. Depok: Midada Rahma
Press.
2
Nur, A. 2009. ​Triliance Telumpocco’e. ​Yogyakarta:Cakrawala.
ajakan Raja Gowa bermotivasi politik. Akhirnya terjadilah pertempuran di Bone yang
disebut dengan “​musu sel leng’nge” a​ tau peran pengislaman.
BOSOWA (Bone, Soppeng, Wajo) pun berhasil dikuasai oleh Gowa, dengan
Bone sebagai kerajaan terakhir yang berhasil dikuasai pada tahun 1611 M. Raja Bone XI,
yaitu Latenri Ruwa yang berkuasa pada masa itu memeluk ajaran Islam namun setelah 3
bulan ia diturunkan, sebab dewan adat Bone, Ade Pitu’e, dan rakyatnya menentangnya.
Latenri Pali, sebagai raja yang menggantikan Latenri Ruwa sangat menentang kegiatan
islamisasi yang dilakukan oleh Gowa, akan tetapi kekuatan pasukan Gowa akhirnya
membuat wilayah Bone berhasil ditaklukkan. Pada masa ini, Bone dinyatakan telah
masuk Islam secara politik, tetapi belum secara kultural​3​.
Berbeda halnya dengan Lamaddaremmeng (1625-1640), keponakan Lanteri Pali
yang menggantikannya sebagai Raja Bone XIII. Ia dikenal sebagai pemimpin yang sangat
keras dalam mengamalkan ajaran Islam. Masa pemerintahan Lamaderemmeng
merupakan sejarah awal penerapan syariat Islam secara legal formal di Sulawesi Selatan
dimulai dari Kerajaan Bone​4​, ia menegakkan hukuman bagi pelaku zina, pencurian,
minuman keras, pneyembah berhala, dan berbagai macam kegiatan yang tidak sesuai
dengan syariat Islam. Tidak hanya itu, ia memunculkan gagasan untuk menghapuskan
sistem perbudakan di Bone (ata’) dan dikarenakan hal ini ia mendapatkan tekanan dari
pihak pembesar Kerajaan Bone maupun Kerajaan Gowa. Kerajaan Bone pun kembali
terjerumus dalam konflik dengan Kerajaan Gowa, adik dari Lamaddaremmeng ikut
melanjutkan perlawanan terhadap Gowa setelah ia diangkat sebagai raja
menggantikannya.
Memasuki zaman kolonialisme Belanda, Arung Palakka adalah Raja Bone XV
yang termahsyur dalam sejarah Sulawesi Selatan. Setelah menghabiskan waktu yang
lama menjadi pekerja paksa di bawah Kerajaan Gowa, ia bersekutu dengan Kompeni
Belanda bersama Buton dan berhasil menaklukkan Gowa yang dipimpin oleh Sultan
Hasanuddin. Runtunya Gowa pasca Perjanjian Bongaya membuat Bone bangkit menjadi
satu-satunya kekuatan besar kerajaan di kawasan Sulawesi Selatan, hal ini membuatnya

3
Abdullah, A. 2017. Kerajaaan Bone dalam Lintasan Sejarah Sulawesi Selatan (Sebuah Pergolakan
Politik dan Kekuasan dalam Mencari, Menemukan, Menegakkan dan Mempertahankan Nilai-nilai Entitas
​ al 23
Budaya Bugis): ​Lensa Budaya. Vol 12, No 2 H
4
Amansyah. 1969. Pengaruh Islam dalam Adat Istiadat Bugis-Makassar. ​Bingkisan​ Vol. 2, No. 5. Ujung
Pandang: YKSST.
sering bertikai dengan Belanda dalam persoalan perebutan kekuasaan wilayah. Pada masa
pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri, tepatnya pada tahun 1905 M, Belanda
menyerang benteng pertahanan Bone dan berhasil menaklukan daerah tersebut.

3. Kerajaan Banggai
Kerajaan Banggai adalah kerajaan Islam yang terletak di semenanjung timur
Pulau Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Kerajaan Banggai berdiri pada tahun 1600 M
ketika dinobatkannya Frins Mandapat putra Adi Cokro asal Kediri, oleh Sultan Ternate.
Ajaran Islam sudah muncul sejak masa kekuasaannya Kerajaan Fuaddino, sebelum
Majapahit datang, hal ini dapat dibuktikan dari adanya perkampungan Arab, Cina, India,
dan Turki di Palabatu. Selain itu, ditemukan bahwa aksara yang digunakan berbentuk
aksara Arab yang dapat dijumpai dalam beberapa prasasti serta dinding kotak (Benteng)
yang menjelaskan tentang adanya seorang penyiar Islam bernama Imam Syaoli Abu
Da’i.​5 Dengan dijadikannya Islam sebagai agama resmi Kerajaan, keluarga kerajaan serta
perangkat di bawahnya diwajibkan untuk sanggup membaca Al-Qur’an. Kepemimpinan
Kerajaan Banggai berakhir pada tahun 1957 dengan Syukuran Aminuddin Amir sebagai
raja ke-20.

4. Kerajaan Buton
Kerajaan yang terletak di Sulawesi Tenggara ini didirikan pada tahun 1332 M
dengan Ratu Wa Kaa Kaa sebagai pemimpin pertamanya. Penguasa selanjutnya juga
dipimpin oleh seorang ratu bernama Ratu Bulawambona dilanjutkan dengan tiga raja
lainnya sebagai pemimpin Buton hingga pada masa pemerintahan raja ke-6, yaitu Raja
Murhum, Kerajaan Buton dinyatakan telah resmi menjadi sebuah Kesultanan. Masuknya
ajaran Islam ke Kerajaan Buton dibawa oleh seorang ulama asal Johor bernama Syeikh
Abdul Wahid yang pertama kali mengunjungi Buton pada tahun 1526 M. Akan tetapi,
pengislaman dalam lingkungan kerajaan baru terjadi pada kunjungannya yang kedua
yaitu pada tahun 1541 M dengan bantuan Imam Fathani. Kesultanan Buton terus berdiri

5
Madina, S. dkk.
sampai runtuhnya Kesultanan pada tahun 1960 M, di bawah pemerintahan Muhammad
Falihi Kaimuddin.

5. Kerajaan Gorontalo
Kerajaan Gorontalo merupakan salah stau pusat penyebaran Islam di wilayah
Indonesia Timur, selain Ternate, Gowa, dan Bone. Diperkirakan masuknya ajaran ini
bermula sejak pada abad ke-14 dengan munculnya satu tokoh penyebar agama Islam
yakni Sutan Amai, kemudian dilanjutkan oleh raja-raja Gorontalo pada abad ke-15.
Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa masuknya Islam ke daerah Gorontalo hanya
melalui satu jalur saja yaitu perkawinan antara raja Gorontalo, Amai dengan puteri
Kerajaan Ogomanjolo yang bernama Owutango, perkawinan ini terjadi pada tahun 1525
M​6​. Pada masa itu, Sultan Amai (1503-1585) jatuh cinta kepada Owutango dan
memintanya untuk menikahi, Owutango kemudian memberikan syarat kepada Sultan
Amai bahwa ia akan menikahinya jika anak keturunnannya beserta seluruh rakyat
Gorontalo harus memeluk Islam. Sultan Amai pun menyanggupi permintaan ini, ia
mensosialisasikan Islam melalui institusi pendidikan, keluarga, dan seni budaya. Akan
tetapi, Islam baru dijadikan agama resmi kerajaan pada masa pemerintahan Raja
Matolodukakiki, yang mengedepankan prinsip “​adat bersendir syara’, syara’ bersendi
kitabullah”. ​Dari falsafah tersebut pula, Islam dapat berkibar di Gorontalo seperti di masa
kini dengan sekitar 90 persen dari penduduknya merupakan penganut agama Islam. Pada
tahun 1878 Kerajaan Gorontalo runtuh dengan raja terakhirnya Sultan Zainal Abidin
Monoarfa, sebab terkena pengaruh dari Perjanjian Bongaya.

6
Polontalo, I. 1968. ​Peranan Tidi Lopolopalo Gorontalo dalam Pembinaan Kepribadian Gorontalo​.
Manado: FKPS-IKIP
Daftar Pustaka

Abdullah, A. 2017. Kerajaaan Bone dalam Lintasan Sejarah Sulawesi Selatan (Sebuah
Pergolakan Politik dan Kekuasan dalam Mencari, Menemukan, Menegakkan dan
Mempertahankan Nilai-nilai Entitas Budaya Bugis): ​Lensa Budaya​. Vol 12, No 2 Hal 23
Amansyah. 1969. Pengaruh Islam dalam Adat Istiadat Bugis-Makassar. ​Bingkisan Vol. 2,
No. 5. Ujung Pandang: YKSST.
Madina, S. dkk. 2012. ​Sejarah Kesultanan Banggai. ​Puslitbang Lektur dan Khazanah
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI.
Mujabuddawat, M. 2015. ​Kejayaan Kesultanan Buton Abad ke-17 & 18 Dalam Tinjauan
Arkeologi Ekologi​. Ambon: Balai Arkeologi Ambon-Indonesia.
Mujilan. 2019. ​Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam.​ Depok:
Midada Rahma Press.
Nur, A. 2009. ​Triliance Telumpocco’e​. Yogyakarta:Cakrawala.
Polontalo, I. 1968. ​Peranan Tidi Lopolopalo Gorontalo dalam Pembinaan Kepribadian
Gorontalo. Manado​: FKPS-IKIP

Anda mungkin juga menyukai