Anda di halaman 1dari 5

KERAJAAN ISLAM di SULAWESI

Jika membuka kembali lembaran buku sejarah, para ahli sepakat bahwa
Islam berkembang di tanah Sulawesi pada abad ke-15 melalui perantara
pedagang-pedagang Muslim yang berasal dari Melaka, Jawa, dan
Sumatera. Perkembangan Islam di Sulawesi memang belakangan setelah
Melaka, Jawa, dan Sumatera lebih dulu mengenal ajaran yang
berkembang di Jazirah Arab tersebut, seabad lebih dulu.

Berikut ini sejarah singkat perihal tiga kerajaan kuno di Sulawesi yang
menerima Islam sebagai agama resmi.

1. Kerajaan Gowa-Tallo

Collectie Tropenmuseum

Menurut catatan sejarah, kerajaan Gowa-Tallo menjadi kerajaan pertama


di Pulau Sulawesi yang menerima Islam. Tarikh 22 September 1605 jadi
tahun di mana raja Gowa saat itu, I Mangari Daeng Manrabbia I
Tumingana ri Gaukanna, mengucap dua kalimat syahadat, kemudian
mengubah namanya menjadi Sultan Alauddin. 
Perubahan ini turut berdampak pada perluasan wilayah agar sejumlah
kerajaan tetangga mau menerima Islam. Kendati demikian, mereka masih
melakukan hubungan dengan Kerajaan Portugis sebagai kekuatan dagang
dan maritim Eropa waktu itu. Kebijakan ini dilanjutkan oleh sang anak,
yakni Sultan Muhammad Said (1639-1653).

Sayang, masuknya serikat dagang VOC membawa serta taktik monopoli


pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1639-1669) berimbas pada
Perang Makassar.

Namun jika dirunut lebih jauh, pemukiman Muslim yang ditinggali oleh para
saudagar dari tanah Campa, Pattani hingga Minangkabau sudah berdiri di
wilayah Gowa sejak masa pemerintahan raja ke-10, yakni I Manriwagau
Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tonipalangga Ulaweng (1546-1565).

2. Kerajaan Bone

Wikimedia.org/Collectie Tropenmuseum
Masuknya Islam ke Kerajaan Bone tak lepas dari peran Sultan Alauddin,
raja ke-14 Gowa, selaku raja pertama di Sulsel yang memeluk Islam.
Sosok yang dilantik menjadi kepala pemeintahan di usia tujuh tahun
tersebut melakukan dakwah ke beberapa kerajaan-kerajaan tetangga
seperti Soppeng, Wajo, Bone dan Luwu.

Raja Bone pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Adam Matindore ri
Bantaeng atau La Tenri Ruwa (memerintah dari tahun 1611 hingga 1616).
Namun, ia terpaksa turun tahta dan pindah ke Bantaeng lantaran dewan
adat Ade' Pitue beserta rakyat Bone sempat menolak ajaran tersebut.
Padahal raja sebelumnya, Matinroe ri Sidenreng dengan gelar We
Tenrituppu (1602-1611), lebih dulu memeluk agama Islam.

Islam baru benar-benar diterima secara luas saat La Tenripale atau


Matinroe ri Tallo (1616-1631) menjabat sebagai raja. Bertolak dari titik
tersebut, susunan pemangku adat turut berubah. Selain Ade' Pitue,
ditambahkan pula Parewa Sara (Pejabat Syariat) yang berjuluk Petta KaliE
(setingkat hakim).

3. Kerajaan Buton
Wikimedia.org/Collectie Tropenmuseum

Kerajaan yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara ini resmi


menjadikan Islam sebagai agama resmi pada masa pemerintahan raja
Lakilaponto atau Halu Oleo, yang sebelumnya memerintah di Muna.

Sebagai bentuk balas budi atas keberhasilan mengalahkan serangan dari


kerajaan tetangga, Raja Buton V yakni Mulae kemudian mengangkat Halu
Oleo sebagai menantu dan penerus tahta.

Ciri pemerintahan kemudian berubah menjadi kesultanan setelah Syeikh


Abdul Wahid, salah satu ulama Arab yang lama berdiam di Johor, tinggal di
Buton. Halu Oleo, yang sempat menyerahkan posisi kepala pemerintahan
ke adiknya yakni La Posasu, kembali ke Keraton Buton untuk dilantik
sebagai sultan pertama. Gelar Sultan Murhum pun disandangnya dari
tahun 1491-1537.

Nah, dengan kata lain, jika kembali menengok angka-angka yang


disebutkan tadi, Kerajaan Buton jadi monarki pertama di Pulau Sulawesi
yang menerapkan ciri pemerintahan Islam. Belakangan, muncul klaim
penelitian jika Islam masuk beberapa tahun sebelum Sultan Murhum
menjabat sebagai kepala negeri.

Anda mungkin juga menyukai