Anda di halaman 1dari 7

7 KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI DAN

MALUKU BESERTA PENJELASANNYA

Agama Islam menyebar ke seluruh Nusantar di mulai dari Sumatera, Jawa,


Kalimantan, Sulawesi dan Kemudian Maluku. Masuknya agama Islam di Sulawesi tidak
lepas dari kerajaan-kerajaan yang berada di Sulawesi. Bisa dikatakan bahwa kerajaan adalah
kunci utamanya rakyat.

Apabila raja sudah menentukan maka, biasanya rakyatnya akan mengikuti. Kerajaan-
kerajaan Islam di Sulawesi antara lain Bone, Luwu, Soppeng, Gowa, Tallo, dan Wojo.
Sebenarnya kerajaan-kerajan tersebut pada awalnya bercorak Hindu.

Namun, setelah Kerajaan Gowa dan Tallo memeluk agama Islam. Kerajaan-kerajaan
lain yang ada di Sulawesi juga ikut memeluk agama Islam. Kerajaan Gowa-Tallo memiliki
peran sejarah yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Sulawesi.

Selain itu, kerajaan Gowa-Tallo juga berperan dalam perdagangan regional dan
Internasional. Proses Islamisasi di Sulawesi terjadi karena adanya jalinan hubungan baik
ekonomi dan politik. Dan kepentingan kerajaan dengan pihak di luar Pulau Sulawesi.

Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari perdagangan yang


berlangsung waktu itu. Penyebaran Islam di Nusantara selalu dikaitkan dengan jalur
perdagangan. Seperti juga penyebaran agama Islam waktu di Sumatera, juga melalui
pedagang-pedagang dari Timur Tengah.

Kali ini saya akan membahas tentang kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi, yang
sebelumnya juga saya memaparkan kerajaan islam di Sumatera danJawa. Berikut ini
kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi :

Kerajaan Gowa-Tallo
Pada abad ke-15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya adalah dari suku bangsa
Makassar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu,Bone, Soppeng dan Wojo). Gowa dan Tallo
merupakan kerajaan yang memiliki hubungan baik.

Kerajaan ini juga dikenal dengan sebutan kerajaan Makassar. Kerajaan Gowa dan
Tallo terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah Sulawesi Selatan ini
memilik posisi yang sanagat bagus. Karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangna
Nusantara.

Selain itu, Makassar juga menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang dari
jalur Barat maupun Timur. Hal ini mengakibatkan kerajaan Makassar berkembang menjadi
besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Kerajaan Gowa Tallo memiliki
pengaruh dalam kerajaan Islam di Indonesia.
Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang dengan kerajaan lain
yang ada di Sulawesi Selatan. Seperti dengan kerajaan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo.
Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Wajo dikalahkan oleh Kerajaan Gowa-Tallo.

Ketiga Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng melaksanakan persatuan. Untuk


mempertahankan kemerdekaannya yang disebut perjanjian Tellum Pocco, sekitar tahun 1582.
Sejak Kerajaan Gowa resmi sebagai kerajaan bercorak Islam pada tahun 1605, Gowa
meluaskan pengaruh politiknya.

Kerajaan-kerajaan yang patuh kepada Kerajaan Gowa-Tallo, antara lain Wajo pada 10
Mei 1610, dan Bone pada 23 Nopember 1611. Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan
dilakukan oleh para mubaligh yang disebut dengan Dato’ Tallu.

Antara lain Dato’ Ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal) Dato’ Ri Pattimang
(Dato’ Sulaemana atau Khatib Sulung), dan Dato’ Ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib
Bungsu). Itulah para Dato’ yang mengislamkan raja-raja kerajaan Islam di Sulawesi pada
waktu itu.

Yaitu raja Luwu Dato’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan
Muhammad. Beliau masuk islam pada tanggal 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari 1605
M). Raja Gowa dan Tallo yaitu Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Mallingkang
Daeng Manyonri (Karaeng Tallo).

Beliau masuk islam pada Jumat sore, tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22
September 1605 M dengan gelar Sultan Abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa I Manga’
Rangi Daeng Manrabbia. Beliau masuk Islam pada Jumat, tanggal 19 Rajab 1016 H atau 9
November 1607 M.
Dalam sejarah kerajaan Gowa, Perjuangan sultan Hasanuddin dalam mempertahankan
kedaulatannya melawan penjajah VOC sangat gencar. Peristiwa peperangan melawan VOC
terus berjalan dan baru berhenti sekitar tahun 1637-1678 M. Perang ini berhenti setelah
terjadi perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Dan perjanjian ini sangat merugikan bagi pihak
Gowa dan Tallo.

Kerajaan Wajo

Menurut sumber sejarah kerajaan Wajo yang terdapat di hikayat Lontara Sukkuna Wajo.
Menceritakan bahwa Kerajaan Wajo ini didirikan oleh tiga orang anak raja dari Kampung
tetangga Cinnotta’bi. Yang berasaal dari keturunan dewa yang mendirikan
Kampung Cinnotta’bi. Dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian bangsa Wajo. Antra lain,
Batempola, Talonlereng dan tua.
Kepala keluarga mereka menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Sejak saat
itu, raja-raja di Wajo tidak lagi turun temurun. Namun, melalui pemilihan dari seorang
keluarga raja menjadi arung matoa (raja utama ).
Selama keempat arung-matoa dewan pangreh-praja diperluas dengan
tigapa’betelompo (pendukung panji). 30 arung-ma’bicara (raja hakim), dan tiga duta.
Sehingga jumlah anggota dewan berjumlah 40 orang, mereka itulah yang memutuskan segala
perkara. Kerajaan Wajo memperluas daerah kekuasaannya sehingga menjadi Kerajaan Bugis
yang sangat besar.
Kerajaan Wajo pernah ditaklukan oleh kerajaan Gowa dalam upaya memperluas agama
Islam, dan tunduk pada tahun 1610. Diceritakan juga pada hikayat tersebut bahwa bagaiman
Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman mengajarkan agama Islam, terhadap raja-raja Wajo
dan rakyatnya. Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman memberikan pelajaran tentang masalah
kalam dan fikih.
Pada tahun 1643, 1660 dan 1667, kerajaan Wajo sering membantu kerajaan Gowa pada
peperangan baru dengan kerajaan Bone. Kerajaan Wajo juga pernah di taklukan oleh kerajaan
Bone. Tetapi karena didesak, maka kerajaan Bone takluk kepada kerajaan Gowa dan Tallo.

Kerajan Ternate dan Tidore


Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore memiliki tata letak yang sanagt strategis dalam
dunia perdagangan pada waktu itu. Kedua kerajaan ini terletak di pulau Maluku.

Pada zaman dahulu, kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di


dunia. Sehingga di juluki sebagai “The Spice Island”. Rempah-rempah menjadi barang
dagangan utama dalam dunia pelayaran perdagangan pada waktu itu.
Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke 13 di Maluku. Ibu kota kerajaan Ternate terletak di
Sampalu (Pulau Ternate). Selain kerajaan Ternate, di Maluku juga ada kerajaan lain, seperti
Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi.

Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang paling maju diantara yang lainnya. Sehingga
kerajaan Ternate banyak di kunjungi oleh para pedagang. Baik itu dari Nusantara maupun
dari pedagang asing.

Kemunduran Kerajaan Ternate


Kemunduran kerajaan Ternate ini disebabkan karena diadu domba dengan kerajaan Tidore.
Pelaku adu dombanya adalah bangsa-bangsa asing (Portugis dan spanyol). Yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol. Kemudian mereka bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol
keluar pulau Maluku.

Tapi kemenangan tersebut tidak beratahan lama, sebab VOC menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku. VOC juga menaklukan kerajaan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol.

Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore terletak disebelah Selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan
Tidore, raja pertama Ternate adalah Muhammad Naqal yang naik kedudukan pada tahun
1081 M. Agama Islam masuk di kerajaan Ternate pada tahun 1471 M, yang dibawa oleh
Ciriliyah (raja Tidore ke-9). Proses Islamisasi kerajaan Tidore dilakukan oleh Syekh Mansur
dari Arab.

Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku pada tahun
1780-1805 M. Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama
melawan Belanda dengan bantuan Inggris.

Dalam peperangan melawan Belanda, akhirnya Ternate dan Tidore berhasil mengusir
Belanda dari Maluku. Semantar itu, Inggris tidak mendapat apa-apa, hanya saja hubungan
dagang biasa. Sultan Nuku ini memeng cerdik, berani, ulet dan selalu waspada.

Setelah berhasil mengusir belanda dan bangsa asing lainnya, kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Dan bisa merebut kembali daerah-daerah yang dulunya dikuasai oleh bangsa
asing. Meliputi pulau seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai dan Papua.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore ini juga seperti kemunduran kerajaan Ternate. Sama-sam di
adu domba oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol). Dan Tujuannya pun sama dengan
kemunduran kerajaan Ternate.

Kerajaan Bone

Proses Islamisasi Kerajaan Bone tidak terlepas dari Islamisasi Kerajaan Gowa. Sultan
Alauddin (raja ke-14 Gowa) melakukan penyebaran islam secara damai. Pertama-tama yang
beliau lakukan adalah dakwah islam terhadap kerajaan-kerajaan tetangga.

Islam Masuk di Bone pada masa raja La Tenri Ruwa pada tahun 1611 M, dan dia hanya
berkuasa selama tiga bulan. Karena, Beliau telah menerima islam sebagai agamanya. Padahal
dewan adat Ade Pitue bersama rakyatnya menolak ajaran agama Islam.

Perlu diketahu, bahwa sebelum Sultan Adam Matindore Ri Bantaeng dan La Tenri Ruwa
masuk Islam. Ternyata sudah ada rakyat Bone yang telah berislam lebih duluan. Bahkan,
Raja sebelumnya yaitu We Tenri Tuppu karena mendengar sidendreng masuk agama islam.

Beliau pun tertarik belajar agama Islam dan akhirnya wafat disana. Sehingga, beliau diberi
gelar Mattinroe Ri Sidendren.

Kerajaan Konawe
Islam Masuk di Kerajaan Konawe pada akhir abad ke 16. Dan kurang lebih 16 tahun setelah
kesultanan Buton menerima Islam. Islam masuk di kerajaan Konawe secara tidak resmi pada
masa pemerintahan Tebowo.
Islam masuk didaerah-daerah pesisir Pantai, yang langsung berhubungan dengan pedagang-
pedagang dari luar. Tapi, agama Islam yang dibawa oleh para pedagang belum dapat diterima
secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Karena masyrakat pada umumnya masih
menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Pada masa pemerintahan Mokole Lakidende (raja Lakidende II) sekitar abad ke -18 M.
Agama Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Mokole
Lakidende ini mendapat gelar Sangia Ngginoburu, karena beliau sebagai raja Konawe yang
memeluk Islam pertama kali.

Pada saat pemerintahan ayahnya, Maago Lakidende sudah belajar agama Islam dipulau
Wawonii. bahkan ketika beliau diangkat menjadi raja di konawe beliau tidak berada di tempat
kerajaan, tetap sementara di pulau Wawonii.

Setelah selesai belajar di Wawonii, beliau melanjutkan memperdalam seni baca Al-Qur’an di
Tinanggea. Selama memperdalam pengetahuan agama Islam. Pelaksana sementara raja
Konawe dialihkan ke Pakandeate dan Alima Kapita Anamolepo.

Mereka menjadi pejabat sementara pada abad yang sama (Ke-18). Kemudian dilanjutkan oleh
Latalambe, Sulemandara merangkap pelaksana sementara raja Konawe. Dan We Onupe
menjadi pejabat sementara, masing-masing pada abad ke-19.

Nah, itulah kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi dan Maluku. Semoga artikel saya kali ini
bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa menambah ilmu-ilmu sejarah serta pengetahuan.
Sekian dan Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai