Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH KERAJAAN BANTEN SINGKAT DAN LENGKAP

Pada awal di abad ke-16, ulama bernama Fatahillah dari Pasai datang ke Banten
karena perintah dari Sultan Trenggana dengan tujuan untuk mempeluas wilayah Kerajaan
Demak. Pada tahun 1527, Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan diganti namanya menjadi
Jayakarta. Perebutan yang dilakukan ini juga semakin mempermudah penyebaran agama
Islam dan ia juga dibantu sang anak yang bernama Sultan Hasanuddin. Pada saat tersebut,
Banten masih merupakan kadipaten atau daerah bawahan dari Kerajaan Demak dan saat
Trenggana gugur saat perang merebut Blambangan di Pasuruan Jatim, akhirnya kemelut
perebutan kekuasaan kekuasaan Demak dipindahkan ke Pajang oleh Joko Tingkir sehingga
Hasanuddin memproklamirkan Banten menjadi Kesultanan yang merdeka dan independen
selepas dari kekuasaan Demak.

Sejarah Kerajaan Banten

Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang ada di Provinsi Banten dan
pada awal mulanya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Namun kemudian, Banten
melepaskan diri saat Kerajaan Demak mundur dan pemimpin pertama Kerajaan Banten
adalah Sultan Hasanuddin yang memiliki periode pemerintahan dari tahun 1522 sampai
dengan 1570. Sultan Hasanuddin lalu membuat Banten menjadi pusat perdagangan dan
memperluas wilayahnya hingga Lampung sebagai penghasil lada di wilayah Sumatera
Selatan. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara Lengkap, Sejarah
Kerajaan Majapahit dan Sejarah Kerajaan Islam di indonesia.

Jika dilihat dari letak geografisnya, Kerajaan Banten ada di bagian utara yang
sekarang merupakan provinsi Banten. Kerajaan Banten ada di wilayah Banten pada bagian
paling ujung Pulau Jawa dan pada awalnya wilayah dari Kesultanan Banten masuk ke dalam
wilayah Kerajaan Sunda.
Raja-Raja Kerajaan Banten

Kerajaan Banten memiliki beberapa pemimpin di masanya dan dari beberapa


pemimpin itu menghasilkan kehidupan rakyat Banten yang baik dan juga kehidupan sosial
yang semakin merosot dan akhirnya menyebabkan hancurnya Kerajaan Banten Tersebut.

1. Sultan Hasanuddin

Waktu terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, Banten dan juga Cirebon ingin
melepaskan diri dari Demak sehingga akhirnya kedua wilayah tersebut menjadi wilayah yang
berdaulat. Selepas dari Demak, Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja Banten pertama dan
memerintah selama 18 tahun dari tahun 1552 sampai dengan 1570 M. Dibawah pemerintahan
Sultan Hasanuddin, Lampung berhasil dikuasai yang merupakan wilayah penghasil rempah
lada dan Selat Sunda sebagai jalur lalu lintas perdagangan. Dalam pemerintahannya, Sultan
Hasanuddin membangun pelabuhan Banten sehingga banyak dikunjungi pedagang banyak
bangsa seperti pedagang dari Gujarat, Persia dan juga Venesia yang ingin menghindari Selat
Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis. Banten semakin berkembang dan menjadi
bandar perdagangan serta pusat penyebaran dari agama Islam. Sultan Hasanuddin kemudian
wafat tahun 1570 dan diganti oleh putranya yakni Maulana Yusuf.

2. Maulana Yusuf

Maulana Yusuf memerintah Banten dari tahun 1570 sampai dengan 1580 M. Pada tahun
1579, Maulana Yusuf berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran di Pakuan, Bogor dan juga
menyingkirkan Raja Pajajaran yakni Prabu Sedah sehingga membuat banyak rakyat Pajajaran
yang mengungsi ke pegunungan dan sampai sekarang dikenal dengan Suku Badui di
Rangkasbitung, Banten.

3. Maulana Muhammad

Maulana Yusuf yang wafat lalu digantikan oleh putranya yakni Maulana Muhammad yang
naik tahta saat usianya masih 9 tahun sehingga pemerintahan dijalankan oleh Mangkubimu
Jayanegara sampai Maulana Muhammad beranjak dewasa dan memerintah tahun 1580
sampai dengan 1596. Sesudah 16 tahun kemudian, Sultan Maulana Muhammad menyerang
Kesultanan Palembang yang didirikan Ki Gendeng Sure, bangsawan Demak. Kerajaan
Banten yang juga merupakan keturunan dari Demak juga merasa memiliki hak atas
Palembang, namun Banten kalah dan Sultan Maulana Muhammad tewas di dalam
pertempuran tersebut.
4. Pangeran Ratu [Abdul Mufakhir]

Pangeran Ratu yang saat itu masih berumur 5 bulan akhirnya menjadi Sultan Banten ke-4
tahun 1596 sampai dengan 1651. Sementara menunggu Pangeran dewasa, pemerintahan
dijalankan oleh Mangkubumi Ranamanggala. Pada waktu tersebut, Belanda yang dipimpin
oleh Cornelis de Houtman mendarat di Banten tanggal 22 Juni 1596. Pangeran Ratu lalu
mendapat gelar Kanjeng Ratu Banten dan saat wafat ia digantikan oleh anaknya yakni Sultan
Ageng Tirtayasa.

5. Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa lalu memerintah Banten tahun 1651 sampai dengan 1682 M. Pada
masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah akhirnya Banten mencapai puncak kejayaan dan Sultan
Ageng Tirtayasa juga berusaha untuk memperluas wilayah kerajaannya. Tahun 1671 M,
Sultan Ageng Tirtayasa lalu mengangkat putranya untuk dijadikan raja pembantu dengan
gelar Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji. Sultan Haji ini memiliki jalinan baik dengan
Belanda sehingga membuat Sultan Ageng Tirtayasa yang kecewa melihatnya lalu menarik
jabatan raja pembantu Sultan Haji. Sultan Haji kemudian ingin mempertahankan jabatan
tersebut dengan cara meminta bantuan pada Belanda sehingga terpecahlah perang saudara
dan Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap kemudian di penjara di Batavia sampai ia wafat pada
tahun 1691 M.
6. Sultan Haji

Sultan Haji diberikan wewenang untuk mengatur urusan dalam negeri di Surosowan
sedangkan untuk wilayah luar Surosowan masih di pegang oleh Sultan Ageng dan anaknya
yakni Pangeran Purbaya. Pindahnya Sultan Ageng Tirtayasa lalu dimanfaatkan oleh Belanda
dengan mendekati Sultan Haji agar bisa dihasut dan Belanda berhasil sampai selalu di undang
dalam setiap upacara. Hubungan Belanda dan Sultan Haji yang semakin erat membuat
Belanda berhasil merubah tingkah laku dari Sultan Haji seperti cara makan, cara berpakaian
dan berbagai hal lainnya sehingga gaya hidup Sultan Haji lebih kebarat-baratan dibandingkan
memakai budaya bangsanya sendiri. Sultan Ageng yang prihatin lalu meminta guru spiritual
bernama Syekh Yusuf agar bisa memerintahkan Sulan Haji untuk pergi ke Mekkah dan
Sultan Ageng berharap supaya anaknya bisa berubah dan dewasa dalam memerintah
Kerajaan Banten.

Pada tahun 1674, Sultan menunaikan ibadah haji dengan rombongan dan selama Sultan pergi,
kekuasaan dipegang sementara oleh adiknya yakni Pangeran Purbaya dan Sultan pergi ke
Mekkah selama 2 tahun sehingga ia dikenal dengan nama Sultan Haji tersebut. Namun
ternyata sifatnya tidak berubah justru lebih mudah dipengaruhi Belanda sehingga akhirnya
timbul konflik antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji. Dalam perpecahan ini, VOC
mendukung Sultan Haji dengan memberikan beberapa persyaratan yakni Banten harus
menyerahkan Cirebon untuk VOC, monopoli lada di Banten dikuasai VOC dan Persia, India
serta Cian harus disingkirkan sebab merupakan saingan dari VOC, Banten juga diharuskan
membayar 600.000 ringgit jika ingkar dengan janji dan pasukan Banten yang menguasai
pantai serta pedalaman Priyangan juga harus ditarik.

Perjanjian ini disetujui Sultan Haji dan dengan bantuan VOC, Sultan Haji menyerang
Keraton Tirtayasa dan sebagai rasa terima kasih, Sultan Haji memberikan ucapan selamat
pada pergantian Gubernur Jenderal Belanda yang membuat hati Sultan Ageng Tirtayasa
sangat sakit. Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng lalu memberikan perintah untuk
menyerang Surosowan yakni dengan membakar kampung-kampung dekat Keraton
Surosowan sehingga membuat belanda yang tinggal disitu menjadi gentar.

Pembakaran kampung ini terjadi selama 1 malam dan Sultan Haji melarikan diri dengan
meminta perlindungan orang Belanda yakni Jacob de Roy dan saat siang akhirnya
pertempuran berhenti. Belanda kemudian menambah pasukan sehingga perang yang sudah
dikuasai Sultan Ageng berbalik di pegang oleh Belanda kemudian Keraton Tirtayasa di
kepung belanda sampai beberapa bulan sehingga timbul kelaparan dan pengikut Sultan
Ageng bersama Sultan Ageng melarikan diri. Pada tanggal 14 Maret, Sultan Ageng tiba di
Keraton Surosowan dan kemudian di penjara di Batavia sampai ia menutup usia. Baca Artikel
terkait lainnya Asal Usul Nusantara, Sejarah Minangkabau, dan Sejarah Candi Kalasan.

Peninggalan Kerajaan Banten

Selama 3 abad masa Banten berkuasa, Kerajaan ini meninggalkan beberapa peninggalan
kerajaan di Pulau Jawa yang sebagian masih berdiri kokoh hingga sekarang dan sebagian lagi
tinggal berupa reruntuhannya saja.

1. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten merupakan peninggalan


Kerajaan Banten sebagai kerajaan Islam Indonesia yang berada di Desa Banten Lama,
Kecamatan Kasemen dan masih berdiri sampai sekarang. Masjid ini di bangun tahun 1652
pada masa pemerintahan putra pertama Sunan Gunung Jati yakni Sultan Maulana Hasanuddin
dan menjadi salah satu 10 masjid tertua di Indonesia yang masih berdiri sampai sekarang.
Masjid ini mempunyai menara yang terlihat seperti mercusuar dan bagian atapnya seperti
pagoda China, sedangkan pada bagian kiri dan kanan masjid ada serambi serta kompleks
pemakaman Sultan Banten dan juga keluarganya.

Seni budaya bisa dilihat dari bangunan masjid Agung Banten [Tumpang Lima] dan juga
beberapa bangunan gapura yang ada di Kaibon Banteng. Selain itu, istana yang di bangun Jan
Lukas Cardeel seseorang berkebangsaan Belanda yang merupakan pelarian dari Batavia dan
memeluk agam Islam. Istana ini terlihat seperti istana Eropa dan situs peninggalan lainnya
juga tersebar di beberapa kota lain seperti Serang, Tangerang, Pandeglang dan juga Cilegon.

2. Istana Keraton Kaibon

Istana Keraton Kaibon juga merupakan peninggalan dari Kerajaan Banten yang dulu dipakai
sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah, ibu Sultan Syaifudin. Bangunan ini sekarang
sudah runtuh hancur dan hanya meninggalkan reruntuhan karena bentrokan yang sempat
terjadi dari Kerajaan Banten dengan Belanda tahun 1832.

3. Istana Keraton Surosowan

Istana Keraton Kaibon ju merupakan peninggalan dari Kerjaan Banten yang merupakan
tempat tinggal dari Sultan Banten dan juga pusat pemerintahan. Istana yang dibangun pada
tahun 1552 ini juga sudah hancur dan tertinggal reruntuhannya saja serta sebuah kolam
pemandian untuk putri kerajaan.
4. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk merupakan poros pertahanan maritim pada jama kerajaan yang memiliki
tinggi 3 meter dan di bangun pada tahun 1585. Benteng ini berguna untuk pertahanan dari
serangan laut dan juga sebagai tempat mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda.
Pada benteng ini terdapat mercusuar dan beberapa meriam di bagian dalam serta terowongan
yang menghubungkan benteng dengan Istana Keraton Surosowan.

5. Danau Tasikardi

Danau yang merupakan danau buatan ini terletak di sekitar Istana Keraton Kaibon yang
dibuat pada tahun 1570 sampai dengan 1580 masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.
Danau ini memiliki lapisan ubin serta batu bata dengan luas 5 hektar namun sekarang ini
semakin menyusut sebab tertimbun tanah sedimen di sekitar pinggir danau yang terbawa dari
air hujan serta sungai di sekitar danau. Danau ini berguna sebagai sumber air utama keluarga
kerajaan di Istana Keraton Kaibon dan juga sebagai saluran air irigasi sawah di sekitar
Banten.

6. Vihara Avalokitesvara

Kerajaan Banten memang merupakan kerajaan Islam, akan tetapi toleransi beragamnya
sangat tinggi sehingga Vihara tempat beribadah umat Budha ini juga bisa didirikan. Vihara
ini masih berdiri sampai sekarang dengan utuh yang pada dinding vihara terdapat relief
tentang legenda siluman ular putih.

7. Meriam Ki Amuk

Dalam Benteng Speelwijk ada beberapa bua meriam dan meriam yang memiliki ukuran
terbesar dinamakan dengan meriam ki amuk sebab meriam ini bisa menembak dengan jauh
dan daya ledaknya juga besar. Meriam ini merupakan rampasan dari pemerintah Belanda saat
perang. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Cetho, Candi Peninggalan Budha,
dan Candi Peninggalan Agama Hindu.

Politik Kerajaan Banten

Sultan Hasanuddin yang merupakan Sultan pertama di Banten dan memerintah dari tahun
1522 sampai dengan 1570 merupakan putra dari Fatahillah, panglima tentara Demak dan
pernah diutus Sultan Trenggana untuk menguasai bandar-bandar di wilayah Jawa Barat. Saat
kerajaan Demak masih berkuasa, Banten adalah bagian dari kerajaan Demak dan kemudian
Kerajaan Demak mengalami kemunduran sehingga Banten bisa melepaskan diri dari
kekuasaan Demak tersebut.

Pada tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis dan membuat pedagang muslim pindah
jalur pelayaran ke Selat Sunda. Pada pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten
berkembang menjadi pusat perdagangan dan ia juga memperluas kekuasaan Banten ke
wilayah Lampung yang merupakan penghasil lada.

Maulana Yusuf lalu menggantikan Sultan Hasanuddin pada tahun 1570 sampai dengan 1580
dan pada tahun 1579, ia berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran sehingga rakyat Kerajaan
Pajajaran Mengungsi ke pedalaman Banten Selatan dan dikenal dengan Suku Badui. Sesudah
Kerajaan Pajajaran berhasil ditaklukan, para elit Sunda kemudian memeluk agama Islam.

Maulana Yusuf diganti oleh Maulana Muhammad pada tahun 1580 sampai dengan 1596 yang
berhasil menyerang Kesultanan Palembang dan dalam perang ini, Maulana Muhammad tewas
dan dilanjutkan oleh putra mahkota yakni Pangeran Ratu. Ia kemudian diberikan gelar Sultan
Abu Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten memperoleh kejayaan di masa
Pangeran Ratu yakni Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1651 sampai dengan 1682 dan ia
menentang kekuasaan Belanda dalam membentuk VOC serta menguasai pelabuhan
Jayakarta yang dilaksanakan Sultan Ageng Tirtayasa gagal dan kemudian digantikan oleh
Sultan Haji. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Islam di Indonesia, Sejarah Kota
Surabaya, Sejarah Situs Ratu Boko.

Ekonomi Kerajaan Banten

Saat berada dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mengalami


perkembangan pesat dan menjadi bandar perdagangan serta pusat penyebaran agama Islam
sebab letak lalu lintas perdagangan sangat strategis dan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
membuat para pedagang Islam tidak lagi pergi ke Selat Malaka akan tetapi berpindah ke
Banten dan Banten juga menjadi pengekspor lada yang sangat penting.

Banten lalu semakin maju sebab dikunjungi oleh banyak pedagang Arab, Persia, Gujarat,
Cina, Turki dan beberapa pedagang lainnya. Sehingga di Banten akhirnya juga dibangun
perkampungan seperti asal bangsa pedagang tersebut seperti Arab yang mendirikan Kampung
Pakojan, Cina yang mendirikan Kampung Pecinan dan Indonesia yang mendirikan kampung
Banda, Kampung Jawa dan beberapa kampung lainnya.

Sosial Budaya Kerajaan Banten

Banten yang sudah di-Islamkan oleh Fatahillah di tahun 1527 lalu mulai melandaskan hidup
dengan dasar Islam dan sesudah berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran, Islam semakin
menguat sampai ke pedalaman yang dikenal dengan Suku Badui, sementara mereka yang
ingin mempertahankan tradisi lama serta menolak pengaruh Islam disebut dengan Pasundan
Kawitan. Kehidupan sosial Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa sangat baik sebab
Sultan sangat perhatian dengan kesejahteraan rakyatnya. Akan tetapi saat Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal dunia dan Belanda mulai campur tangan, kehidupan sosial masyarakat
mulai merosot tajam.

Masa Kejayaan Kerajaan Banten

Kerajaan Banten mulai mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa di tahun 1651 sampai 1682 dan kemudian Banten membangun armada. Namun,
Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda dalam pembentukan VOC dan berusaha untuk
keluar dari tekanan VOC yang sudah memblokade kapal dagang saat menuju ke wilayah
Banten. Banten juga melakukan monopoli lada di wilayah Lampung yang merupakan
perantara dari beberapa negara lain sehingga membuat Banten menjadi wilayah multi etnis
serta sektor perdagangan yang sangat berkembang dengan cepat. Baca Artikel terkait
lainnya Sejarah Candi Gedong Songo, Penyebab Terjadinya Pertempuran
Ambarawa, Perkembangan Nasionalisme Indonesia.
Kemunduran Kerajaan Banten

Kerajaan Banten kemudian mulai mengalami kemunduran yang bermula dari perselisihan
Sultan Ageng dengan putra beliau yakni Sultan Haji karena perebutan kekuasaan. VOC lalu
memakai keadaan tersebut dengan cara memihak Sultan Haji dan membuat Sultan Ageng
bersama dengan 2 orang puteranya yang lain yakni Pangeran Purbaya serta Syekh Yusuf
harus mundur menuju pedalaman Sunda. Akan tetapi di tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng
kemudian di tangkap dan di tahan di Batavia dan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga
di tangkap VOC serta Pangeran Purbaya yang kemudian juga menyerahkan dirinya.

Dengan kemenangan tersebut, Sultan haji menyerahkan Lampung di tahun 1682 pada VOC
sebagai balasannya. Pada 22 Agustus 1682 akhirnya hadir surat perjanjian hak monopoli
perdagangan lada di daerah Lampung ke tangan VOC. Sultan Haji kemudian meninggal pada
tahun 1687 dan VOC menguasai Banten yang membuat pengangkatan Sultan Banten harus
disetujui oleh Gubernur Jenderal Hindian Belanda di Batavia.

Setelah itu terpilih Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya untuk menggantikan Sultan Haji dan
kemudian digantikan kembali oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin. Pada
tahun 1808 sampai dengan 1810, Gubernur Hindia Belanda melakukan penyerangan ke
Banten di masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan ini terjadi karena Sultan tidak mau menuruti permintaan Hindia Belanda karena
ingin memindahkan ibukota Banten ke Anyer. Tahun 1813, akhirnya Banten runtuh oleh
Inggris.

Akhir Kerajaan Banten

Sesudah Sultan Haji berhasil mengalahkan pasukan Sultan Ageng, Belanda lalu memberikan
surat perjanjian dan Sultan Haji mulai merasakan tekanan dari Belanda tersebut, sebab di
dalam surat perjanjian berisi Banten tidak memiliki kekuatan dalam hal politik, ekonomi dan
juga militer. Sultan Haji lalu sangat menyesal dengan apa yang ia lakukan terhadap ayahnya
sendiri. Dengan perjanjian tersebut, pihak Belanda menjadi pemenang dan pada masa
pemerintahan Sultan Haji terjadi banyak sekali pemberontakan dan juga kerusuhan.

Pembunuhan kemudian dilakukan rakyat Banten pada Belanda sebab Sultan Haji lebih
memihak pada Belanda dan sebagian rakyat juga tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan
Banten. Sultan Haji menjadi gelisah dan menyesal dengan apa yang sudah dilakukan pada
ayah dan asik kandungnya sendiri. Belanda yang sudah dijadikan sahabat oleh Sultan Haji
justru berbalik menyerangnya dan karena merasa tertekan, Sultan Haji akhirnya meninggal
sehingga perebutan kekuasaan oleh anak-anaknya pun terjadi.

Perebutan kekuasaan tersebut membuat Belanda turun tangan dan mengangkat anak Sultan
Haji bernama Abdul Fadl Muhammad Yahya sebagai Sultan Banten da pada masa
pemerintahan tersebut, kekuasaan Banten berada di tangan Belanda sehingga kebijakan yang
dilakukan Sultan haruslah mendapat persetujuan dari Belanda. Baca Artikel terkait
lainnya Pertempuran Medan Area, Sejarah Candi Kalasan, Asal Usul Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai