Kerajaan Gowa (bergabung bersama Tallo pada abad ke-17), merupakan salah satu dari
banyak kerajaan lokal di Sulawesi. Dicatat dalam berita Tome Pires bahwa banyak sekali
kerajaan penyembah berhala di wilayah Sulawesi Selatan. Raja Gowa sendiri baru mengadopsi
Islam sebagai agama kerajaaan pada abad ke-17 ketika Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I
memeluk agama Islam.
Kerajaan Gowa-Tallo tumbuh menjadi penguasa terbesar di Sulawesi, mencapai pesisir
Kalimantan, Maluku, dan Nusa Tenggara. Kerajaan ini adalah gerbang perdagangan dengan
Nusantara bagian timur. Pengaruhnya menurun ketika kalah dalam Perang Makassar
melawan VOC dan kerajaan lokal lainnya.
Letak dan Pendiri Kerajaan
Kerajaan Gowa-Tallo terletak di Sulawesi Selatan, bagian pesisir barat. Tepatnya di wilayah
Kabupaten Gowa dan sekitarnya saat ini. Penduduknya mayoritas Suku Makassar, sehingga
awalnya ia tumbuh sebagai chiefdom. Pemimpin pertamanya dalam beberapa catatan adalah
Tumanurung Bainea, yang merupakan penguasa lokal Gowa pada abad ke-14. Selama ratusan
tahun, Gowa dan wilayah lainnya memperebutkan hegemoni di wilayah tersebut.
Kehidupan Ekonomi
Gowa-Tallo disebut-sebut kaya akan beras putih dan bahan makanan lainnya
yang diperdagangkan. Mereka juga menjual kapur barus hitam, yang ditukar dengan
berbagai komoditas wilayah lain. Gowa mampu menjalin perdagangan dengan Jawa,
Maluku, Malaka, dan bahkan sampai ke India dan Cina. Impor tekstil dari India, dan
keramik dari Cina banyak ditemukan sebagai bukti perdagangan yang berlangsung
dalam kurun waktu lama. Pelabuhan Somba Opu menjadi bandar utama mengalirnya
rempah-rempah dari Maluku ke wilayah barat.Gowa-Tallo tentunya mendapat
keuntungan yang amat besar dari wilayah ini.
Kehidupan Sosial
Gowa-Tallo menempatkan agama Islam sebagai instrument penting dalam roda
kehidupan masyarakat. Dikenal beberapa mubalig utama atau Daltu Tallu, beberapa
diantaranya berasal dari Jawa. Mereka inilah yang berjasa mengislamkan raja-raja
Sulawesi Selatan, dan menyebarkan secara luas kepada masyarakat. Ajaran sufisme
bahkan sempat berkembang melalui Syekh Yusuf al-Makasari, meskipun pada akhirnya
ia berpindah ke Banten karena tidak disukai elit kerajaan.
2. Batu Tumanurung/Pallantikan
Situs ini adalah makam bagi beberapa raja-raja Gowa-Tallo, salah satunya Sultan
Hasanudin. Menurut beberapa cerita, tempat ini juga disinyalir sebagai tempat
pelantikan raja. Tempatnya berdekatan dengan lokasi Masjid Tua Katangka dan dugaan
Istana Tamalate.
Sumber : https://www.studiobelajar.com/kerajaan-gowa-tallo/