Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Faisal Ariyan Chandra

Kelas : X MIPA 4

Absen : 24

Kerajaan Gowa-Tallo

Kerajaan Gowa dan Tallo merupakan kerajaan kecil yang berdiri di Sulawesi Selatan. Pada
perkembangannya kerajaan ini bergabung seiring dengan semakin ramainya aktivitas perdagangan di
Sulawesi Selatan. Selanjutnya, kedua kerajaan tersebut bergabung menjadi satu di bawah pimpinan
Raja Gowa dan dikenal dengan sebutan Kerajaan Gowa-Tallo.

1) Kondisi Geografis
Kerajaan Gowa-Tallo terletak di wilayah strategis, yaitu di pantai barat Sulawesi Selatan.
Kerajaan Gowa-Tallo beribu kota di Makassar serta dibatasi oleh Selat Makassar di sebelah barat,
Laut Flores di sebelah selatan, dan Teluk Bone di sebelah timur. Keadaan alam inilah yang
menjadikan masyarakat Makassar sebagai pelaut ulung. Makassar juga memiliki kondisi tanah
yang relatif datar. Dengan keberadaan dua sungai, yaitu Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang tanah
di sekitar Kota Makassar dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif. Kedua sungai
tersebut mengendapkan sedimen lumpur yang membentuk tanah aluvial. Tanah ini bersifat subur
dan cocok untuk kegiatan pertanian. Oleh karena itu, Kerajaan Gowa-Tallo dapat berkembang
sebagai kerajaan besar di Indonesia bagian timur.

2) Kehidupan Politik
Kerajaan Gowa-Tallo berkembang menjadi kerajaan Islam yang kuat di bawah pimpinan
Sultan Alaudin (1593-1639). Pada masa pemerintahannya, Sultan Alaudin berusaha mengislamkan
berbagai kerajaan kecil di Sulawesi Selatan. Akan tetapi, upaya Sultan Alaudin mendapat
perlawanan dari Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang membentuk persekutuan Tellum Pocco
(tiga kekuasaan). Meskipun demikian, satu persatu kerajaan tersebut dapat ditaklukkan oleh Sultan
Alaudin. Sultan Alaudin juga berusaha memperluas pengaruh Gowa-Tallo hingga ke bagian timur
Kepulauan Nusa Tenggara. Berbagai upaya perluasan wilayah yang dilakukan oleh Sultan Alaudin
mendorong perkembangan pelayaran dan perdagangan Gowa-Tallo. Perkembangan aktivitas
pelayaran dan perdagangan tersebut turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat Gowa-Tallo.
Kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo dicapai pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-
1669). Sultan Hasanuddin berhasil mengembangkan Makassar sebagai penguasa jalur perdagangan
di wilayah Indonesia bagian timur. Selain itu, Sultan Hasanuddin merupakan penguasa Gowa-
Tallo yang berani melawan dominasi VOC. Perlawanan tersebut dilakukan karena VOC
menghalang-halangi pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku. VOC juga berusaha
memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada 1666 VOC mengirimkan armada perangnya untuk menyerang Makassar. Pemimpin
armada tersebut adalah Cornelis Speelman. Pasukan VOC juga mendapat bantuan dari Aru Palaka
yang merupakan Raja Bone. Aru Palaka bersedia menjalin kerja sama dengan VOC karena tidak
setuju dengan perluasan wilayah yang dilakukan kerajaan Gowa-Tallo.
Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan atas serangan VOC tersebut. Perlawanan tersebut
berlangsung sengit. Atas kegigihannya, Sultan Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari
Timur. Dalam pertempuran di dekat Butung, Speelman berhasil menghancurkan armada laut
Gowa-Tallo. Sementara itu, Aru Palaka memimpin serangan melalui daratan. Kerja sama antara
VOC dan Aru Palaka pada akhirnya berhasil mengalahkan Gowa-Tallo yang dipimpin oleh Sultan
Hasanuddin.
Pada 1667 Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya. Perjanjian tersebut
berisi kesepakatan berikut.
a) VOC memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar
b) VOC mendirikan benteng pertahanan di Makassar.
c) Gowa-Tallo harus melepaskan daerah-daerah kekuasaannya.
d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

3) Kehidupan Ekonomi
Kehidupan perekonomian Kerajaan Gowa-Tallo menitikberatkan pada sektor perdagangan
dan pelayaran. Letak geografis yang berdekatan dengan Maluku menyebabkan Kerajaan Gowa-
Tallo menjadi pintu gerbang perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan Somba Opu berkembang
menjadi bandar transito yang menghubungkan jalur perdagangan antara Malaka, Jawa, dan
Maluku. Komoditas perdagangan Kerajaan Gowa-Tallo antara lain rempah-rempah dari Maluku,
kapur barus dari Sumatra, keramik dari Cina, dan kayu cendana dari Jawa.
4) Kehidupan Agama
Perkembangan agama Islam di Gowa–Tallo tidak dapat dilepaskan dari ulama. Raja Gowa–
Tallo mengundang ulama dari Koto Tengah, Minangkabau yang berada di Aceh untuk
mengajarkan Islam di Sulawesi Selatan. Ulama tersebut bernama Datuk ri Bandang, Datuk ri
Patimang, dan Datuk ri Tiro. Ketiga ulama tersebut memiliki peran penting dalam islamisasi di
Sulawesi Selatan.
Berkat usaha para ulama tersebut, pada 1605 penguasa Gowa–Tallo, Karaeng Matoaya
memeluk agama Islam dan bergelar Sultan Alaudin. Setelah Sultan Alaudin memeluk Islam,
islamisasi di Sulawesi Selatan semakin berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Sultan
Alaudin Kerajaan Gowa–Tallo menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Sulawesi dan
Indonesia bagian timur. Pada pertengahan abad XVII Masehi Syekh Yusuf al-Makasari
mengembangkan sufisme dari tarekat khalwatiyah.
Perkembangan Islam yang begitu pesat tidak menghalangi Raja Gowa–Tallo untuk
menjunjung sikap toleransi dengan bangsa lain. Toleransi terlihat saat Sultan Hasanuddin
menerima Francisco Viera, utusan Portugis yang membawa misi penyebaran agama Nasrani.
Bahkan, sultan memberi saham perdagangan kepada orang-orang Portugis untuk membendung
aksi monopoli perdagangan yang dilakukan VOC.
5) Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat Kerajaan Gowa-Tallo masih menganut sistem feodal dalam kehidupan sehari-
hari. Sistem sosial masyarakat Gowa-Tallo dibedakan atas tiga kelas, yaitu karaeng (golongan
bangsawan), tumasaraq (rakyat biasa), dan ata (budak). Rakyat Gowa-Tallo memiliki kesetiaan
yang tinggi kepada rajanya. Kesetiaan ini terlihat saat Sultan Alaudin memeluk Islam, rakyat
Gowa-Tallo dengan sukarela mengikuti agama yang dianut oleh rajanya.
Kebudayaan masyarakat Gowa-Tallo berkaitan erat dengan aktivitas perdagangan dan
pelayaran. Sebagai kerajaan maritim, Gowa-Tallo memiliki industri pembuatan kapal yang maju.
Kapal layar pinisi buatan masyarakat Gowa-Tallo mampu mengarungi samudra hingga Australia,
India, Timur Tengah, dan pantai timur Afrika Masyarakat Gowa-Tallo juga memiliki keterampilan
dalam membangun rumah adat yang disebut Balla Lompoa. Rumah adat ini berbentuk rumah
panggung dan memiliki banyak jumlah tiang kayu. Tiang-tiang tersebut menjadi lambang status
sosial dalam masyarakat. Rumah seorang karaeng memiliki tiang dengan jumlah paling banyak,
sedangkan rumah seorang ata (budak) memiliki tiang dengan jumlah sedikit.

Anda mungkin juga menyukai