Anda di halaman 1dari 2

Kerajaan Gowa-Tallo (Kerajaan Makassar)

Sebelum menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Gowa-Tallo sering berperang dengan


Kerajaan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo. Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Kerajaan
Wajo dapat ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa-Tallo. Menurut Hikayat Wajo, Kerajaan Wajo
menjadi daerah taklukan Kerajaan Gowa-Tallo.

Sekitar tahun 1582 Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng mengadakan persatuan untuk
mempertahankan kemerdekaannya yang disebut Perjanjian Tellumpocco. Proses islamisasi di
Sulawesi Selatan semakin mantap dengan adanya para mubalig yang disebut datto tallu (tiga
datuk). Tiga datuk tersebut yaitu Datuk ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal), Datuk
ri Pattimang (Datuk Sulaeman atau Khatib Sulung), dan Datuk ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib
Bungsu). Ketiga datuk tersebut bersaudara dan berasal dari Kolo Tengah, Minangkabau.

Dalam sejarah Kerajaan Gowa dicatat tentang sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin
dalam mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajahan politik dan ekonomi kompeni
Belanda (VOC). Semula VOC tidak menaruh perhatian terhadap Kerajaan GowaTallo. Namun,
setelah mendapat berita tentang pentingnya Pelabuhan Sombaopu sebagai pelabuhan transit
terutama untuk mendatangkan rempah-rempah dari Maluku, VOC berusaha memblokade
Kerajaan Gowa pada tahun 1634. Usaha tersebut tidak berhasil.

Antara tahun 1637-1638 terjadi perlawanan dengan VOC. Perang di Sulawesi Selatan
berhenti setelah terjadi Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Perjanjian tersebut sangat
merugikan Kerajaan Gowa. Berikut isi Perjanjian Bongaya

1. VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.


2. Belanda dapat mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar yang diberi nama Benteng
Rotterdam.
3. Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya, seperti Bone dan pulau-pulau di luas
wilayah Makassar.
4. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone, Oleh Belanda Sultan Hasanuddin diberi julukan
sebagal Ayam Jantan dari Timur. Hal tersebut karena keberanian Sultan Hasanuddin
memporakporandakan pasukan Belanda di Maluku,.

Sepeninggal Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar dipimpin oleh Mapasomba (putra Sultan
Hasanuddin). Mapasomba menentang kehadiran Belanda di Makassar. Sikap Mapasomba yang
keras dan tidak mau bekerja sama dengan Belanda menjadikan Belanda mengerahkan pasukan
secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan oleh Belanda. Dalam bidang
ekonomi, Kerajaan Makassar memperoleh kemajuan yang pesat. Kemajuan tersebut terutama
dalam bidang perdagangan disebabkan oleh beberapa hal berikut.

1. Banyak pedagang hijrah ke Makassar setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun
1511.
2. Orang-orang Makassar dan Bugis terkenal sebagai pelaut ulung yang dapat mengamankan
wilayah lautnya.
3. Tersedia banyak rempah-rempah (dari Maluku).
Kerajaan Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional. Banyak pedagang dari
Portugis, Inggris, dan Denmark datang berdagang di Makassar. Untuk menjamin serta mengatur
perdagangan dan pelayaran di wilayahnya, Kerajaan Makassar mehgeluarkan undang-undang dan
hukum perdagangan yang disebut Ade Allopiloping Bacanna Pabalue yang dimuat dalam buku
Lontana Amanna Coppa.

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Makassar terikat dengan norma adat yang mereka
anggap sakral. Norma kehidupan sosial Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Isiam yang
disebut Pangadakkang. Selain norma, masyarakat Makassar juga mengenal pelapisan sosial
sebagai berikut.

1. Lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
Anakarung/Karaeng.
2. Rakyat kebanyakan disebut dengan to Maradeka.
3. Masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba sahaya yang disebut dengan golongan Ata.

Anda mungkin juga menyukai