Anda di halaman 1dari 6

Lahir 

                :  12 Januari 1631, Makassar

Meninggal         :  12 Juni 1670, Makassar, umur 39 tahun

Julukan             :  Ayam Jantan dari Timur

Nama lengkap  :  Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana

Dimakamkan    :  Kompleks Pemakaman Raja-raja Gowa

Pasangan        : I Bate Daeng Tommi (m. 1654), I Mami Daeng Sangnging  (m.1645), I Daeng Talele
Kesultanan Gowa-Tallo merupakan salah satu kesultanan terbesar di kawasan Indonesia Timur pada
sekitar abad 16 - 17 Masehi.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, disebutkan bahwa
Kesultanan Gowa-Tallo memiliki kekuatan militer yang harus diperhatikan lebih daripada musuh-
musuh VOC lain di Maluku Selatan.

Selain itu, Gowa-Tallo memiliki kekuatan ekonomi perdagangan yang sangat kuat. Kesultanan ini
memiliki pelabuhan perdagangan internasional yang berada di Somba Opu (pesisir Sulawesi Selatan).

Kawasan Somba Opu dijadikan pula sebagai pusat pemerintahan Gowa-Tallo serta kawasan yang
menampung pedagang internasional.

Sultan Hasanuddin merupakan Raja yang memerintah Kerajaan Makassar pada tahun 1645-1670.
Beliau juga merupakan pemimpin dalam pertempuran besar antara rakyat Makassar dengan VOC.

●Latar belakang perlawanan Gowa-Tallo

Kejayaan Gowa-Tallo ketika berada dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)


membuat posisi VOC di kawasan Indonesia Timur menjadi terancam.

Rivalitas antara Gowa-Tallo dan VOC semakin meruncing dan perang tak lagi bisa terelakkan. Dalam
buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, latar
belakang perlawanan Gowa-Tallo terhadap VOC, yaitu:

•VOC menginginkan Hak Monopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur.

•VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di Somba Opu.

Untuk menghadapi tindakan VOC yang semena-mena, Sultan Hasanudin memperkuat pasukan
dengan memerintahkan kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya.

Sedangkan di lain sisi, VOC menggunakan politik Devide et Impera dengan meminta bantuan Arung
Palaka dari Kesultanan Bone.Arung Palaka menerima permintaan dari VOC dengan alasan ingin
membalas kekalahannya atas Gowa-Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone.

●Akhir perlawanan

Sultan Hasanudin pada awal 1668 membatalkan perjanjian Bongaya yang sangat merugikan Gowa-
Tallo. Pada 1669, Arung Palaka menyerang benteng Somba Opu dengan kekuatan sekitar 7.000-
8.000 pasukan.Arung Palaka dapat menaklukan benteng Somba Opu dan Sultan Hasanudin beserta
pasukannya melarikan diri hingga meninggal pada tahun 1670.
●Jalannya Pertempuran Makassar

Perang Makasar (1666-1668) sebenarnya dipicu oleh perang dagang antara Kerajaan Makasar yang
menjadikan pelabuhannya bebas dikunjungi oleh kapal-kapal dari Eropa ataupun dari Asia dan
Nusantara, dengan pihak VOC yang ingin memaksakan monopoli. Pelabuhan Makasar dianggap
menyaingi perniagaan VOC. Keinginan VOC  untuk mengontrol jalur perniagaan laut, ditolak oleh
Sultan Hasanuddin.

Dalam kebudayaan bahari yang dimiliki oleh orang Makasar, mereka memiliki filosofi bahwa secara
umum laut adalah milik bersama, siapapun boleh melayarinya.  Permintaan VOC agar Sultan
menerima monopoli perdagangan di Makasar  ditolak oleh Sultan Hasanuddin. Bahkan Sultan
mengatakan:

“Tuhan telah menciptakan bumi dan lautan, telah membagi-bagi daratan di antara  umat manusia.
Tetapi mengaruniakan laut untuk semuanya. Tak pernah  kedengaran larangan buat siapapun untuk
mengarungi lautan.”

Jawaban ini meneguhkan  semangat orang-orang Makasar untuk melawan tindakan yang
memaksakan kehendak, padahal sudah sejak lama, perniagaan laut di Asia Tenggara ini berjalan
dengan sistem pasar bebas. Pihak penguasa hanya mengontrol  keamanan laut dan pelabuhan
dengan menarik cukai atas bermacam mata dagangan. Bahkan para penguasa juga menjadi kaya
karena menjadi juragan atau pemilik kapal-kapal dagang. Namun sejak kekalahan dalam Perang
Makasar banyak bangsawan, saudagar, dan pelaut Makasar yang meninggalkan kampung
halamannya pergi merantau  ke seluruh kepulauan Nusantara.Sementara itu sebagaian besar
bangsawan Bugis di Wajo yang menjadi sekutu Kerajaan Gowa-Tallo juga melakukan pengungsian
setelah ibukota kerajaan di Tosora dihancurkan oleh VOC. Peperangan yang terjadi kemudian pada
pertengahan abad ke 18 antara Kerajaan Bone melawan Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Wajo
juga makin  menambah besar jumlah penduduk yang mengungsi.

Namun para pengungsi Makassar dan Bugis generasi awal telah beradaptasi dengan baik di 
lingkungan barunya. Kebanyakan  orang Bugis kemudian menetap di wilayah kepulauan Riau dan
Semenanjung Malaya,  sementara orang Makasar di Jawa dan Madura. Sedangkan dalam jumlah
kecil mereka  menyebar hampir di seluruh wilayah kepulauan Indonesia.Dalam proses awal adaptasi,
Andaya melihat bahwa para pengungsi Makasar  awalnya mengalami  kegagalan karena sifat mereka
terus memusuhi VOC, sehingga di Jawa Timur, Karaeng Galengsung dan pengikutnya, mendukung
pemberontakan Trunojoyo melawan Mataram dan VOC, yang pada akhirnya mengalami kekalahan
pada tahun 1679. Hal yang sama juga terjadi di Banten  ketika Karaeng Bontomarannu tiba di Banten
dengan 800 orang pengikutnya dan mendapatkan tempat tinggal dari SultanB anten, sampai
kemudiaan ditinggalkan akibat perang antara VOC dan Banten tahun  1680.

Sebaliknya menurut Andaya, para pengungsi dari Bugis tidak memposisikan sebagai musuh VOC
dengan tidak mendukung  perlawanan penguasa setempat terhadap VOC. Sehingga orang-orang
Bugis ini relatif tidak dicurigai oleh VOC. Para bangsawan Bugis dan pengikutnya yang berada di
tanah Semenanjung Malaya justru diminta bantuan  oleh Sultan Johor, Abd al-Jalil untuk melawan
saingannya, Raja Kecik, yang ingin merebut tahta dengan bantuan Orang Laut.Setelah musuhnya
berhasil dikalahkan, Sultan memberikan daerah kepulauan Riau sebagai tempat tinggal orang-orang
Bugis. Pada abad ke-18, para bangsawan Bugis ini kemudian membentuk kerajaan yang otonom di 
kepulauan Riau.

Pertempuran antara rakyat Makassar dengan VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada tahun
1633. Pada tahun 1654 diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang
yang akan masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar mengalami kegagalan. Pertempuran ketiga
terjadi tahun 1666-1667, pasukan kompeni dibantu olehpasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan
pasukan Kapten Yonker dari Ambon.

Angakatan laut VOC, yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan Arung Palakka mendarat din Bonthain
dan berhasil mendorog suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin.
Penyerbuan ke Makassar dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan
dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.

Faktor penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda
terhadap Sultan Hasanudin dengan Arung Palakka. Membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap
melakukan perlawanan terhadap VOC.

Dengan disahkannya perjanjian Bongaya, maka Rakyat Gowa merasa sangat dirugikan oleh karena
itu perang pun kembali berkecamuk. Pertempuran hebat itu membuat Belanda cemas, sehingga
menambah bala bantuan dari batavia. Dalam pertempuran dahsyat pada bulan Juni 1669 yang cukup
banyak menelan korban di kedua belah pihak, akhirnya Belanda berhasil merebut benteng
pertahanan yang paling kuat di Somba Opu. Benteng Somba Opu diduduki Belanda sejak 12 Juni
1669 dan kemudian dihancurkan, setelah pasukan Gowa mempertahankannya dengan gagah berani.

Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri (Bone) yang dialami Gowa,
membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit banyaknya membawa pengaruh terhadap
perekonomian Gowa. Sejak kekalahan Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng
Somba Opu, maka sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya
akhirnya mengalami kemunduran.

Akibat perjanjian Bongaya, pada tahun 1667 sultan Hasanuddin Tunduk. Dalam perjanjian itu,
nyatalah kekalahan Makassar. Pardagangannya telah habis dan negeri-negeri yang ditaklukkannya
harus dilepaskan. Apalagi sejak Arung Palakka menaklukkan hampir seluruh daratan Sulawesi Selatan
dan berkedudukan di Makassar, maka banyak orang Bugis yang pindah di Makassar. Sejak itu pula
penjajahan Belanda mulai tertanam secara penuh di Indonesia.

Makassar, sebagai ibukota kerajaan Gowa mengalami pengalihan-pengalihan baik dari segi
penguasaan maupun perkembangan-perkembangannya. Pengaruh kekuasaan gowa makin lama
makin tidak terasa di kalangan penduduk Makassar yang kebanyakan pengikut Aru Palaka dan
Belanda . benteng Somba Opu yang selama ini menjadi pusat politik menjadi kosong dan sepi.

Pemerintahan kerajaan Gowa yang telah mengundurkan diri dari Makassar (Yang berada dalam
masa peralihan) ke Kalegowa dan Maccini Sombala tidak dapat dalam waktu yang cepat memulihkan
diri untuk menciptakan stabilitas dalam negeri. Namun demikian Sultan Hasanuddin telah
menunjukkan perjuangannya yang begitu gigih untuk membela tanah air dari cengkraman penjajah.

Akibat lain dari perjanjian ini adalah semua hubungan dengan orang-orang Makassar di daerah ini
harus diputuskan. Bagi VOC, orang-orang Makassar merupakan para pengacau dan penyulut
kekacauan karena hubungan Sumbawa dan Makassar yang telah berjalan lama. Pada 1695, orang-
orang Makassar melakukan pelarian dalam jumlah besar ke daerah Manggarai. perpindahan orang-
orang Makassar itu telah berlangsung sejak 1669, setelah Kerajaan Gowa ditaklukkan VOC dan
ditandatanganinya Perjanjian Bongaya pada 1667.

●Dampak Perlawanan Rakyat Makassar

Perlawanan rakyat Makassar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan
rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan
Aru Palaka yang merupakan Raja Kerajaan Bone.Pada akhir peperangan, Sultan Hasanuddin dipaksa
menandatangani perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang isinya sangat merugikan pihak Makassar.

Isi Perjanjian Bongaya

Berikut dibawah ini isi dari perjanjian bongaya, yaitu sebagai berikut:

•VOC menguasai monopoli perdagangan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara

•Makasar harus   melepas   seluruh daerah bawahannya, seperti Sopeng, Luwu, Wajo, dan Bone

•Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone

•Makassar harus menyerahkan seluruh benteng-bentengnya

•Kerajaan Makasar diperkecil, hanya meliputi Gowa

•Semua Bangsa Asing di usir dari Makasar, kecuali VOC

•Makasar harus membayar biaya perang

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan rakyat Makassar terhadap Belanda tetap
diteruskan oleh putra Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba.Untuk menghadapi perlawanan rakyat
Makassar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran dan pada akhirnya Belanda
berhasil menghancurkan Makassar dan menguasai wilayah kerajaan tersebut sepenuhnya.

Anda mungkin juga menyukai