Pada tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut benteng Portugis di
Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran hongi menimbulkan kesengsaran rakyat. Pada tahun
1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Karena
kedudukan VOC terancam, maka Gubernur Jederal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke Maluku
(1637 dan 1638) untuk menegakkan kekuasaan Kompeni. Untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku,
Kompeni menjanjikan akan memberikan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat membunuh Kakiali.
Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali.
Dengan gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan perlawanan rakyat Maluku,
sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari orang-orang Hitu di bawah pimpinan Telukabesi.
Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon
yang dipimpin oleh Saidi. Perlawanan meluas ke daerah lain, seperti Seram, Maluku, dan Saparua. Pihak
Belanda agak terdesak, kemudian minta bantuan ke Batavia. Pada bulan Juli 1655 bala bantuan datang di
bawah pimpinan Vlaming van Oasthoom dan terjadilah pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat
terdesak, Saidi tertangkap dan dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.
Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan menentang VOC. Pada akhir abad ke-18, muncul lagi
perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Jamaluddin, namun segera dapat ditangkap dan
diasingkan ke Sailan (Sri Langka). Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat
Maluku di bawah pimpinan Sultan Nuku dari Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore dari
tangan VOC. Akan tetapi setelah Sultan Nuku meninggal (1805), VOC dapat menguasai kembali wilayah
Tidore.
Serangan kedua dilancarkan pada bulan September 1629 di bawah pimpinan Dipati Purbaya dan Tumenggung
Singaranu. Akan tetapi serangan yang kedua ini pun juga mengalami kegagalan.
Kegagalan serangan-serangan tersebut disebabkan:
1.Kalah persenjataan.
2.Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di
Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni.
3.Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh.
4.Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal.
5.Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram.