Lahirnya VOC
1. Latar Belakang VOC Masuk ke Indonesia
Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh
Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar
dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good
Hope) di ujung selatan Afrika. Pada awalnya, tujuan utama
bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan
bangsa Belanda. Dilanjutkan dengan politik pemukiman
(kolonisasi) dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di
Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan
Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi
(pemukiman). Inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia
Belanda) berawal.
Selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah
didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai
pelabuhan utama. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan
Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan
yang terus meninggi, terutama lada.
Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de
Houtman menemukan "jalur rahasia“ pelayaran Portugis yaitu ke
Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597. Tahun
1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman
menuju Indonesia merupakan kontak pertama Indonesia dengan
Belanda menyebabkan perseteruan antara penduduk lokal dan
orang Portugis namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan
Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang
India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara
negara-negara Eropa untuk memperebutkan hegemoni
perdagangan di Asia Timur. Staaten Generaal di Belanda,
memberi hak dan wewenang kepada VOC.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk
mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both
diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614),
namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC.
Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di
Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk
Maluku (1621 - 1623).
2. Hak dan Wewenang VOC
a. Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara
Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens,
termasuk Kepulauan Nusantara,
b. Membentuk angkatan perang sendiri,
c. Melakukan peperangan,
d. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat,
e. Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
f. Mengangkat pegawai sendiri, dan
g. Memerintah di negeri jajahan.
Dengan memiliki hak untuk membentuk
angkatan perang sendiri dan boleh melakukan
peperangan, maka VOC cenderung ekspansif.
Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat
diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian
oleh VOC diberi nama Benteng Victoria.
B. Jendral-Jendral Yang
Memimpin Serta Kebijakannya
• Pieter Both (19 Desember
1610 – 6 November 1614).
Kebijakan Both yaitu:
1. Membuat monopoli dagang
di internal Belanda saja, tidak
ke negara lain.
2. Mendirikan pos
perdagangan di Banten dan
Batavia.
3. Mengadakan perjanjian
perdagangan dengan Maluku.
4. Menaklukkan P. Timor dan
mengusir Spanyol dari P.
Tidore.
• Jan Pieterszoon Coen [25
Oktober 1617 (diangkat)
30 April 1618
(dikonfirmasikan) 21 Mei
1619 (resmi) – 31 Januari
1623].
Kebijakannya yaitu
memindahkan kantor VOC
ke Jakarta(jayakarta) pada
30 mei 1619 dan diubah
menjadi Batavia
(batavieren).
• Pieter de Carpentier [(16
Agustus 1796 (diangkat),
17 Februari 1797 (ambil
alih), 22 Januari 1798
(resmi) - 31 Desember
1799]
Pada masa
pemerintahannya terjadi
peralihan kekuasaan
dari VOC ke
pemerintahan Kerajaan
Belanda di bawah
kekuasaan Napoleon
Bonaparte.
C. Pengaruh Kebijakan VOC
Terhadap Rakyat Indonesia
Kekuasaan raja menjadi berkurang atau bahkan didominasi
secara keseluruhan oleh VOC.
Wilayah kerajaan terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan
dan penguasa baru dibawah kendali VOC
Hak octori (istimewa) VOC, membuat masyarakat Indonesia
menjadi miskin, menderita, mengenal ekonomi uang,
mengenal sistem pertahanan benteng, etika perjanjian dan
prajurit bersenjata modern (senjata api, meriam).
Hak Ekstirpasi bagi rakyat merupakan ancaman matinya suatu
harapan atau sumber penghasilan yang bisa berlebih
Pelayaran Hongi, bagi penduduk Maluku khususnya, dapat
dikatakan sebagai suatu perampasan, perampokan,
pemerkosaan, perbudakan dan pembunuhan.
D. Pemberontakan Atau
Pertentangan Dari Rakyat
1. Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC
Pada tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah
Maluku dan berhasil merebut benteng Portugis di Ambon. Pada
tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di
bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Oleh karena kedudukan
VOC terancam, maka Gubernur Jederal Van Diemen dari Batavia
dua kali datang ke Maluku (1637 dan 1638) untuk menegakkan
kekuasaan Kompeni. Kompeni menjanjikan akan memberikan
hadiah besar kepada siapa saja yang dapat membunuh Kakiali.
Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali.
Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah
perlawanan besar rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Nuku
dari Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore dari
tangan VOC. Akan tetapi setelah Sultan Nuku meninggal (1805),
VOC dapat menguasai kembali wilayah Tidore.
Sejak Belanda berkuasa di Maluku rakyat menjadi
sengsara, sehingga rakyat semakin benci, dendam kepada
Belanda. Di bawah pimpinan Pattimura (Thomas Matualessi)
rakyat Maluku bangkit melawan Belanda tahun 1817 dan
berhasil menduduki Benteng Duursted dan membunuh Residen
Van Den Berg. Belanda kemudian meminta bantuan ke Batavia,
sehingga perlawanan Pattimura dapat dipatahkan, Pattimura
kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung pada bulan
Desember 1817. Dalam perjuangan rakyat Maluku ini juga
terdapat seorang pejuang wanita yang bernama Christina
Martha Tiahahu.
2. Mataram Menghadapi VOC