Anda di halaman 1dari 25

PERANG MELAWAN KOLONIALISME

BELANDA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
1 . AMALIA HIJRIANTI
2. AKRAM KURNIAWAN
3. KIREY SAlSABILA BM

XI IPS 1
SMA NEGERI 15 MAKASSAR
2022/2023
A.MENGEVALUASI PERANG MELAWAN KESERAKAHAN KONGSI DAGANG

(ABAD KE 16 - ABAD KE 18)

1.Aceh versus Portugis dan Voc

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi

Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Pada

tahun 1523 Portugis melancarkan  serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan

menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan Portugis ini

mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai

pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di

manapun berada. Tindakan kapal-kapal Portugis telah mendorong munculnya perlawanan

rakyat Aceh. Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain :

1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, Meriam dan prajurit.

2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki

1
pada tahun 1567.

Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569 portugis balik arah menyerang Aceh, tetapi

serangan Portugis di Aceh ini juga digagalkan oleh pasukan Aceh.

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang

mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat Iskandar muda

adalah raja yang gagah, berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing,

termasuk mengusir Portugis dari Malaka. Pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan

serangan ke Malaka. Mengahdapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan. Yang berhasil

mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

2.Maluku Angkat Senjata

Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan

aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang-orang Spanyol juga memasuki

Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan

diantara kedua belah pihak.

2
Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini karena

kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Belanda yang akan membeli cengkih ke

tidore.

Untuk menyelesaikan persaiangan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian

damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya perjanjian Saragosa

kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan

kehendaknya melakukan Monopoli perdaganagan rempah-rempah di Maluku. Pada tahun

1565 muncul perlawanan rakyat ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Portugis

mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan

pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis Perundingan

dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Palo.

Perjanjian saragosa ditandatangani 22 April 1529, adalah perjanjian

antara Spanyol dan Portugis yang menentukan bahwa belahan bumi bagian timur dibagi di

antara kedua kerajaan tersebut dengan batas garis bujur yang melalui 297,5 marine

leagues atau 17° sebelah timurKepulauan Maluku. Perjanjian ini adalah kelanjutan

dari Perjanjian Tordesillas yang membagi belahan bumi barat di antara Spanyol dan Portugal

dan diprakarsai oleh Paus, yang melihat persaingan perebutan koloni yang dilakukan oleh

Portugis dan Spanyol.

Isi perjanjian Saragosa :

1. Bumi dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.

3
2. Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah barat sampai

kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazillia ke

arah timur sampai kepulauan Maluku.daerah disebelah utara garis saragosa adalah

penguasaan portugis.

Setelah Sultan Khaerun di bunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan

Baabullah (putera Sultan Khaerun). Akhirnya portugis dapat didesak dan pada tahun 1575

berhasil diusir dari ternate. Orang-orang portugis kemudian melarikan diri dan menetap di

ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Poertugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan

kemudian menetap di Timor-Timur.

Serangkaian rakyat terus terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan

tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635

sampai dengan 1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat itu yang dipimpin oleh kia Ali dan

teluka besi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat

juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh kecili said. Sementara perlawanan secara gerilya

terjadi seperti di jailolo. Namun berbagi serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan

VOC yang memiliki peralatan senjata yang lebih lengkap. Rakyat terus mengalami

penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah yang disertai dengan pelayaran hongi.

Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore.

Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turunan statusnya

4
Makam Sultan Nuku

menjadi pasal VOC dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah putra alam sebagai Sultan

Tidore dalam kurung (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai Sultan semestinya

adalah pangeran Nuku). Sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan

protes keras dari pangeran Nuku. akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah

perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan pangeran Nuku melawan kekuatan

kompeni Belanda (tentara VOC). Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah

pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera.Oleh para

pengikutnya, pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir

Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan

Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Sultan Nuku berhasil

mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di

Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).

5
3.Sultan Agung Versus J.P. Coen

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari kerajaan Mataram. Pada masa

pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung

antara lain : (1) mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan (2) mengusir kekuasaan asing dari

bumi Nusantara. Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang

keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan

kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang pribumi

mengalami kemunduran. Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat.

Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia dengan alasan :

1. Tindakan monopoli yang dilakukan VOC

2. VOC sering manghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang

ke Malaka

3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram dan

4. Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan

pulau Jawa.

6
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenpa persenjataan dan perbekalan.

Pada waktu itu yang menjadi gubernur Jenderal VOC adalah JP.Coen . sebagai pimpinan

pasukan mataram adalah Tumenggung Bureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628,

pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan

mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha

menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua belah pihak tidak dapat

dihindarkan. Pasukan mtaram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah

pertempuran sengit antara pasukan mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi

kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehoingga dapat memukul

mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam

pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara sultan Agung pada tahun 1628 itu belum

berhasil.

Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan kekalahan yang baru saja dialami pasukannya. Ia

segera mempersiapkan serngan yang kedua. Tahun 1629 pasukan Matram diberangkatkan

menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung

Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya.  Di tegal, tentara VOC berhasil berhasil

menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras.

Pasukan mataram pantang mundur, dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha

mengepung Batavia. Pasukan mataram berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng

Hollandia. Berikutnya pasukan mataram mengepung Benteng Bommel, tetapi gagal

menghancurkan benteng tersebut. Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetikberita

 bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629.

7
Kegagalan pasukan metaram menyerang Batavia, membuat VOC semakin berambisi untuk

terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya di daerah-daerah lain. Namun di

balik itu VOC selalu khawatir dengan kekuatan tentara Mataram. Tentara VOC selalu

khawatir dengan kekuatan tentara mataram. Tentara VOC selalu berjaha-jaga untuk

mengawasi gerak-gerik pasukan Mataram.

Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. ia memerintah pada tahun

1646-1677. Ternyata Raja Amangkurat  I merupakan raja yang lemah dan bahkan bersahabat

dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat

dan kejam terhadap para ulama

4.perlawanan Banten

Banten memiliki posisi yang strategis sebagai Bandar perdagangan Internasional. Oleh

karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil.

Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara

Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai Bandar perdagangan Internasional. Oleh

karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap VOC.

8
Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul

Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang wafat pada

1650. Pangeran surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abdulfatah. Sultan Abu al-Fath

Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia berusaha memulihkan

posisi Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus menandingi

perkembangan di Batavia. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para pedagang

Eropa lain seperti Inggris, Prancis, Denmark dan Portugis. Sultan Ageng juga

mengembangkan hubungan dagang dengan Negara-negara Asia seperti Persia, Benggala,

Siam, Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi oleh VOC.

Oleh Karena itu, untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar perdagangan, VOC sering

melakukan blokade. Jung-jung Cina dan kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang

meneruskan perjalanan menuju Banten.

Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan

mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti benteng noordwijk. Dengan tersedianya

beberapa benteng di Batavia diharapkan VOC mampu bertahan dari berbagai serangan

dari luar dan mengusir para penyerang tersebut. Sementara itu untuk kepentingan pertahanan,

Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari

Sungai Untung Jawa sampai Pontang.

Serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah mengobarkan

semangat anti VOC itu, pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota

Abdulnazar Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji.

9
Sebagai Raja Pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan

Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu putranya yang lain, yakni

Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh

perwakilan VOC di BAnten W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji

agar urusan pemerintahan di banten tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh

ke tangan Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat persekongkolan

dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. Timbullah pertentangan yang begitu

tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam persekongkolan itu VOC

sanggup membantu sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat:

● Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC

● Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para

pedagang Persia, india, dan cina.

● Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan

● Pasukan banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik

kembali. isi perjanjian ini disetujui oleh sultan Haji.

Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten.

10
Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di

istana Surosowan. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru berpusat di

Tirtayasa. Sultan Ageng berusaha merebut kembali kesultanan Banten dari Sultan Haji yang

didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana

Surosowan.  Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah

bantuan tentara VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa

dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa

akhirnya meloloskan diri bersama putranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Sultan Ageng

Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor. Baru setelah melalui

tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di

Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.

Namun harus diingat bahwa semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya

tidak pernah padam. Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan Negara dan

mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng

Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung.

11
5.Perlawanan Goa

Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat

pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa.

Somba Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di

kota itu. Misalnya orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan

membangun loji di kota itu. Masyarakat Goa senantiasa berpegang pada prinsip hidup sesuai

dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut;

tanah dibagikannya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip

keterbukaan itu maka Goa cepat berkembang.

12
Pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional.

Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai Bandar perdagangan tempat personggahan

kapal-kapal dagang dari Timur ke barat atau sebaliknya.

Dengan melihat peran dan posisinya yang strategis, VOC berusaha keras untuk dapat

mengendalikan Goa dan menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli

perdagangan. Untuk itu VOC harus dapat menundukkan Kerajaan Goa. Berbagai upaya unuk

melemahkan posisi Goa terus dilakukan.

Raja Goa, Sultan Hasanuddin ingin menghentikan tindakan VOC yang anarkis dan provokatif

itu. Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC yang memaksakan monopoli di Goa. Seluruh

kekuatan dipersiapkan untuk menghadapi VOC. Beberapa benteng pertahanan mulai

dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa sekutu Goa mulai dikoordinasikan. Semua

dipersiapkan untuk melawan kesewenang-wenangan VOC. Sementara itu VOC juga

mempersiapkan diri untuk menundukkan Goa. Politik devide et impera mulai dilancarkan.

Politik devide et impera (Politik pecah belah) yaitu kombinasi strategi politik, militer, dan

ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah

kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam

konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk

bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

13
Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Goa. Dikirimlah pasukan

ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri

atas tentara VOC, orang-orang Ambon dan juga orang-orang Bugis di bawah Aru Palaka.

Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Goa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon

Spelman, diperkuat oleh pengikut aru Palaka dan ditambah orang-orang Ambon di bawah

pimpinan Jonker van Manipa. Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Goa dari berbagai

penjuru. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Teteapi dengan

pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC berhasil mendesak

pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara di Barombang dapat diduduki oleh pasukan

Aru Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Goa. Hasanuddin

kemudian dipaksa untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November

1667, yang isinya antara lain :

1. Goa harus mengakui hak monopoli

2. Semua orang barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa

3. Goa harus membayar biaya perang

Sultan hasnuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian itu, karena isi perjanjian itu

bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat Goa atau Makassar. Pada tahun

1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan

kesewenang-wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC.

Dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin harus melaksanakan isi Perjanjian Bongaya.

Bahkan benteng pertahanan rakyat Goa jatuh dan diserahkan kepada VOC. Benteng itu

kemudian oleh spelman diberi nama Benteng Rotterdam.

14
6.Rakyat Riau Angkat Senjata

Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai daerah di

Nusantara terus dilakukan oleh VOC. Di samping menguasai berbagai daerah di Nusantara

terus dilakukan oleh VOC. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan

pengaruhnya di Riau. Kerajaan-kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar

semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC. Oleh

karena itu, beberapa kerajaan mulai melancarkan perlawanan.

15
Raja Siak sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1744) memimpin rakyatnya untuk melawan

VOC. Setelah berhasil merebut Jolor kemudian ia membuat benteng pertahanan di pulau

Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di

bawah Komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka.

Istana peninggalan kerajaan Siak

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syeh wafat. Sebagai

gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah

(1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi

VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan.

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai

gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah

(1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi

VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751

berkobar perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC

16
berusaha memutus jalur perdagangan menuju siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di

sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Idragiri, Kampar, sampai pulau Guntung yang

berada di Muara Sungai Siak.

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai

gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah

(1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi

VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751

berkobar perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC

berusaha memutus jalur perdagangan menuju siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di

sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Idragiri, Kampar, sampai pulau Guntung yang

berada di Muara Sungai Siak.

Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Disepakati bahwa

VOC harus dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara

memberikan hadiah kepada Belanda. Oleh Karena itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah

sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau

Guntung.

7.Orang-orang Cina Berontak

17
Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan

jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha

dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir, bahkan tidak sedikit yang

menikah dengan penduduk Jawa. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia,

banyak orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja mendatangkan orang-orang

Cina dari Tiongkok. Dalam rangka mendukung kemajuan perekonomian di Jawa.

Orang-orang Cina yang datang ke Jawa tidak semua yang memiliki modal. Banyak diantara

mereka termasuk golongan miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang

menjadi pencuri.

Untuk membatasi kedatangan orang-orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan

bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin bermukim yang

disebut permissiebriefjes atau masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak

memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (sri lanka) untuk

dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina.

Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa ini

sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh karena itu,

para serdadu VOC mulai bereaksi dengan melakukan sweeping memasuki rumah-rumah

orang cina dan kemudian melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Cina yang

ditemukan di setiap rumah. Sementara yang berhasil meloloskan diri dan melakukan

perlawanan di berbagai daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal

adalah Oey Panko atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe Panjang, kemudian di Jawa

18
menjadi Ki sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam memimpin perlawanan di

sepanjang pesisir Jawa.

Perlawanan dan kekacauan yang dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas di

berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina ini

mendapatkan bantuan dan dukungan dari para buapati di pesisir. Bahka yang menarik atas

desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan

orang-orang Cina tersebut. Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang

sehingga pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada kondisi

yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya melakukan perundingan

damai dengan VOC.

8.Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said

Perlawanan terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan

kerajaan yakni pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar

20 tahun.

Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya

Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia 14 tahun Raden

Mas said sudah diangkat sebagai gandek kraton (pegawai rendahan di Istana) dan diberi gelar

R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa sudah berpengalaman, Raden Mas said kemudian

mengajukan permohonan untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas

Said justru mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-kaitkan

19
dengan tuduhan ikut membantu pemberontakan orang-orang Cina yang sedang berlangsung.

Mas said pergi menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh karena pengikutnya mas

said diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara

Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang dikenal masyarakat yakni

Pangeran Sambernyawa. Pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang

dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di

wilayah sragen sekarang). Mas Said tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II

di istana, ia terus melancarkan perlawanan kepada kerajaan maupun VOC.

Mendengar adanya sayembara berhadiah itu, Pangeran Mangkubumi ingin mencoba

sekaligus menkar seberapa jauh komitmen dan kejujuran Pakubuwana II. Pangeran

Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya

berhasil memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji.

Pakubuwana II kehilangan nilai dan komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi,

sabda pandhita ratu datan kena wola-wali (perkataan raja tidak boleh ingkar). Karena bujukan

Patih Pringgalaya, Pakubuwana II tidak meberikan tanah Sukowati kepada Pangeran

Mangkubumi. Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung Patih

Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain. Dalam suasana

konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana itu Gubernur Jenderal Van Imhoff

mengeluarkan kata-kata yang menghina dan menuduh Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi

mencari kekuasaan. Hal inilah yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi, pejabat

VOC secara lansung telah mencampuri urusan pemerintahan kerajaan. Pangeran

Mangkubumi segera meninggalkan istana. Tidak ada pilihan lain kecuali angkat senjata untuk

melawan VOC yang telah semena-mena ikut campur tangan pemerintahan kerajaan. Hal ini

20
sekaligus untuk memperingatkan saudara tuanya Pakubuwana II agar tidak mau didikte oleh

VOC.

Perjanjian itu berisi pasal-pasal antara lain : (1). Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan

Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun de jure kepada VOC. (2). Hanya keturunan

Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram

dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC. (3). Putera mahkota akan segera

dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat.

Tanggal 15 Desember 1749 Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera

mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.

Perjanjian tersebut merupakan sebuah trgaedi karena Kerajaan Mataram yang pernah Berjaya

di masa Sultan Agung harus menyerahkan kedaulatan atas seluruh wilayah kerajaan kepada

pihak asing. Hal ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said,

sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman VOC.

21
Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal

15 Februari 1755. Isi pokok perjanjian Giyanti : bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian

barat (daerah Istimewa Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mnagkubumi dna berkuasa

sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah

Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas Said berakhir

setelah tercapai Perjanjian salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas said

diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati

Arya Mangkunegara I

22
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Hijrianti, Akram Kurniawan, Kirey Salsabila Balqis Mutmainah

Sudirman am, Amurwani Dewi Lestari Ningsih Dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta:

kementerian pendidikan dan kebudayaan

23
24

Anda mungkin juga menyukai