Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PERANG MELAWAN KOLONIALISME


DAN IMPERIALISME
Untuk mencapai Kemerdekaan,kita harus bersatu,untuk mencapai
kemerdekaan kita,kita harus membinasakan imperialisme dan kapitalisme

H.A. Notosoertardjo – Bung Karno dihadapan Pengadilan Kolonial (1963

Arti Penting:

Belajar sejarah perang melawan penjajahan dan kezaliman kolonoialisme


dan imperialisme ini sangat penting. Dengan menghayati semangat juang
rakyat dan para tokoh pendahulu kita dapat mengambil nilai-nilai
kejuangan mereka untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

•Perjuangan Melawan Kolonialisme


Imperialisme

Berawal dari Kekejaman penjajah:


Praktik diskriminasi dan Ketidakadilan, Terjadilah penderitaan rakyat

•Perang Melawan Hegemoni


Dan Keserakahan Kongsi
Dagang

•Perang Melawan Penjajahan


Belanda

1
1. Aceh Versus Portugis dan VOC
Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern (2005) MC Ricklefs, pada masa tahun
1500-1600 terjadi persaingan bandar perdagangan antara Aceh, Johor dan
Malaka yang dikuasai oleh Portugis.

Aceh dipimpin oleh seorang pemimpin yang tangguh bernama Sultan Iskandar
Muda. Di masa pemerintahannya ia berhasil menakhlukan berbagai wilayah
seperti di Aru dan di Johon hingga menyebabkan Aceh menjadi negara yang
terkuat di Nusantara bagian barat.Penyerangan di Malaka

Dalam Sejarah Indonesia: Masuknya Islam Hingga Kolonialisme (2020) oleh


Ahmad Fakhri Hutauruk, dikatakan Aceh ingin menyerang Malaka.
Penyerangan Aceh di Malaka mengalami kekalahan yang besar hingga
kehilangan seluruh kapalnya dengan 19.000 prajuritnya. Dari peristiwa
tersebut, Aceh tidak ingin menyerang Malaka.

Dengan banyaknya pedagang islam yang menyingkir dari malaka menuju aceh
membuat perdagangan di aceh semakin ramai. Hal ini dipandan oleh Portugis
sebagai ancaman, oleh sebab itu portugis berkehendak menghancurkan aceh.

2
Perang ini berlangsung mulai pada tahun 1523 pada saat portugis menyerang
aceh dibawah pimpinan Henrigues.

Kedua, setelah berbagai bantua datang, Aceh segera melancarkan serangan


terhadap Portugis di Malaka. Portugis berusaha mati-matian dan
mengerahkan semua kekuatannya untuk menggagalkan serangan Aceh.
Sebagai tindakan balasan Portugis menyerang balik Ace pada tahun 1569,
tetapi serangan Portugis ini dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang


mempertahankan tanah air dan mengusir penjajah asing semakin meningkat.
Iskandar Muda juga melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan
lautnya diperkuat kapal-kapal besar yang mengangkut 600-800 prajurit.
Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari persia, bahkan Aceh
menyiapkan pasukan gajah dan milisi

Infanteri

Pada tahun 1629, Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka.


Mengahadapi situasi ini Portugis sempat kewalahan. Portugis harus
mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk menghadapi
pasukan Iskandar Muda.

Serangan Aceh pada tahun 1629 dibawah pimpinan Iskandar Muda juga tidak
berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis
semakin memburuk, bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi,
tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh
tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka.

VOC mengusir Portugis dari Malaka pada tahun 1641, karena Portugis mulai
serakah menguasai rempah-rempah yang ada di Malaka, hal itu pun tak lama
diketahui VOC. Dan akhirnya Portugis pun berhasil diusir dari Malaka oleh
VOC.

Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh dimanapun


berada. Misalnya, pada saat sedang berlayar di Laut Merah pada tahun
1524/1525 diburu oleh kapal Portugis untuk ditangkap. Oleh karena itu,
tindakan Portugis tersebut mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh.

3
Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:

1) Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan,meriam dan


Prajurit.
2) Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli
dari Turki pada tahun 1567
3) Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

2. Maluku Angkat Senjata


Maluku angkat senjata melawan VOC yang paling fenomenal adalah di Tidore
pada tahun 1779. Perlawanan ini dipimpin oleh Sultan Nuku setelah
tertangkapnya Sultan Jamalludin.Sultan Nuku melakukan strategi Politik
Devide et Impera, sama dengan taktik yang dilakukan bangsa barat untuk
melawan Belanda. Cara yang dilakukan adalah dengan cara menghasut orang
Inggris untuk mengusir VOC. Setelah berhasil, Sultan Nuku menyerang bangsa
Inggris untuk keluar dari Maluku. Upaya ini berhasil mempertahankan
Maluku dari bangsa barat hingga akhir hayatnya. Perang Pattimura Setelah
kepergian Inggris karena perjanjian Traktar London, Belanda kembali
menguasai Indonesia pada awal abad ke 19. Adanya Belanda di Maluku justru
menambah kesengsaraan bagi rakyat Maluku. Rakyat Maluku tidak mau terus
menderita dibawah keserahahan bangsa belanda, oleh karena itu, perlu
mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan belanda di bawah

4
pimpinan komando Thomas Matulessy atau biasa disebut Kapitan
Pattimura.Kapitan Pattimura mengawali peperangan dengan menyerang pos-
pos dan benteng Belanda di Saparua pada 16 Mei 1817. Penyerangan tersebut
membuahkan hasil, Kapitan Pattimura berhasil kmerebut Benteng Duurstede.
Belanda dengan kekuatan lebih 200 prajurit di bawah pimpinan Mayor
Beetjes menyerang Pattimura dan pasukannya di Saparua. Upaya perebutan
kembali benteng Duurstede dan Saparua dapat digagalkan oleh Pattimura dan
pasukannya. Kemenangan dalam pertempuran lain juga didapatkan oleh
Pattimura di sekitar pulau Seram, Hatawano, Hitu, Haruku, Waisisil dan
Larike.Dalam buku Kapitan Pattimura (1985) karya I.O Nanulaitta,
Pengkhianatan Raja Booi dari Saparua mengakibatkan Pattimura tertangkap
dan dihukum gantung. Raja Booi membocorkan informasi tentang strategi
perang Pattimura dan rakyat Maluku, sehingga Belanda mampu merebut
kembali Saparua.

Tahun 1521  Portugis berhasil masuk ke Maluku Pusat ( pusat aktivitas )


melalui Ternate,Lalu tidak lama , orang Spanyol datang dan memusatkan di
Tidore

Tahun 1529  Perang antara Tidore melawan Portugis


Penyebab perang ini : Kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari
Belanda yang akan membeli ngkeh ke Tidore , lalu terjadi peperangan 
Portugis menang dibantu degan Ternate dan Bacan

Tahun 1534  Perjanjian Saragosa ( Antara Portugis dan Spanyol )

Tahun 1565  Perlawanan rakyat Ternate di pimpin oleh Sultan Khaerun /


Hairun

Tahun 1570  Di Benteng Sao Paolo Portugismengajak Sultan Khaerun


berunding karena sudah kewalahan namun malah Sultan Khaerun dibunuh

Tahun 1575  Portugis dapat di desak , di usir dari Ternate di bawah


pimpinan Sultan Baabulah
Hingga..

Tahun 1605  Portugis mengungsi ke Ambon dan di usir oleh VOC kemudian
menetap di timor-timor

Tahun 1635 – 1646  Serangan Sporadis dari rakyat Hitu ( dipimpin oleh
Kakiali dan Telukabesi )

5
Tahun 1680  VOC memaksa ke penguasa Tidore sebuah perjanjian

Tahun 1805  Akhirnya Sultan Nuku berhasil mengembangkan


pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di
Tidore sampai akhir hayatnya.

3. Sultan Agung Versus J.P Coen


Perlawanan bangsa lokal melawan VOC sangat gempar terjadi di masa
lampau. Salah satu yang paling terkenal adalah Sultan Agung melawan Jan
Pieteszoon Coen. Tujuan Sultan Agung menyerang Batavia yang dikuasai VOC
adalah agar dapat menakhlukan dan mengancurkan kota tersebut.Menurut
Siti Ma’rifah dalam Perlawanan Sultan Agung Terhadap VOC 1628-1629
(2014).

Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Sultan Agung berani melawan
VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen beberapa di antaranya adalah:

 Kehadiran kompeni di Batavia membahayakan Kerajaan Mataram.


 Ditolaknya permintaan Sultan Agung untuk meminjam bantuan.
Angkatan Laut VOC untuk menyerang Surabaya, Banten dan
Banjarmasin.
 Batavia dianggap sebagai kota yang merugikan kerajaannya.

6
 Hubungan Kerajaan Mataram dengan Malaka dipersulit oleh Batavia.
Salah satu cara yang dilakukan adalah menghancurkan kota tersebut.

Penyerangan

Penyerangan Sultan Agung atas VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen
terbagi menjadi 2 penyerangan yakni pada tahun 1628 dan 1629.
Penyerangan pada tahun 1628 dianggap gagal karena awalnya pasukan
Mataram berhasil menyerang benteng namun tidak mau mendekati Batavia
karena banyaknya korban yang tewas.Di samping itu, fokus tentara Mataram
hanya pada benteng Hollandia dan untuk menuntaskan pengepungan,
Belanda mengerahkan 300 serdadu dan 100 orang sipil untuk membakar dan
merusak seluruh pos terdepan Mataram.

Latar Belakang

1.Monopoli yang dilakukan VOC

2.VOC menghalang-halangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke


Malaka.
3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram.

4.Keberadaan VOC di Batavia telah menmberi ancaman serius pada masa


depan pulau Jawa.

Jalannya Peristiwa

a. Serangan pertama

Pada 22/8/1628, Pasukan Mataram, dibawah pimpinan Tumenggung


Bahureksa yang diutus oleh Sultan Agung, menyerang Batavia. Pasukan
Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC
menghalangi, sehingga terjadi pertempuran. Bahkan pasukan lain membantu,
seperti pasukan Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja
dan Upa Santa, serta laskar orang-orang Sunda pimpinan Dipati Ukur. Dalam
serangan pertama ini, Tumenggung Bahureksa gugur.

b. Serangan kedua

Belajar dari kekalahan pada 1628, Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal
dan senjata, membangun lumbung beras untuk persediaan bahan makanan.

7
Pada serangan kedua 1629, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung
Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. Tetapi informasi ini
diketahui VOC, sehingga VOC berhasil menghancurkan kapal-kapal, rumah
penduduk dan lumbung pasukan Mataram. Pasukan Mataram pantang
menyerah, terus berusaha mengepung Batavia, dan akhirnya berhasil
menghancurkan Benteng Hollandia, dan mengepung Benteng Bommel. Pada
saat itu pula, tepatnya 21 September 1629, J.P. Coen meninggal karena
penyakit kolera. Tetapi hal ini malah semakin membakar semangat Belanda,
sehingga serangan pasukan Mataram kedua juga gagal.

Akhir Perang

Kegagalan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin berambisi


mengepung Mataram. Semakin buruk ketika Sultan Agung wafat pada tahun
1646, dan diganti dengan Sunan Amangkurat I yang bahkan bersahabat
dengan VOC dan kejam terhadap rakyat dan ulama, sehingga menimbulkan
perlawanan rakyat, salah satunya dipimpin oleh Trunajaya.

4. Perlawanan Banten

Banten adalah daerah pesisir Jawa yang memiliki letak yang sangat strategis
dalam bidang perdagangan internasional. Dilansir dari buku Banten : Sejarah
dan Peradaban Abad X – XVII (2011) karya Claude Guilot, sejak didirikan oleh
Sunan Gunung Jati, Banten sebagai sebuah kesultanan sudah sangat menarik
bagi para pedagang.Banyak sekali pedagang yang ingin merapatkan kapalnya

8
di pelabuhan Banten, baik yang berasal dari Eropa maupun Asia termasuk
Nusantara.Kemudian pada perkembangannya, Banten menjadi pelabuhan
yang sangat populer pada masa Sultan Ageng Tirtayasa sekitar tahun 1650 M.

Latar belakang perlawanan banten

Kepopuleran Banten sebagai pelabuhan dagang internasional menarik VOC


yang saat itu telah menduduki Sunda Kelapa (Jakarta) untuk menguasai
Banten.Dalam buku Arkeologi Islam Nusantara (2009) karya Uka
Tjandrasasmita, latar belakang perlawanan Banten didasarkan pada 2 hal,
yaitu:

 Adanya Blokade dan gangguan yang dilakukan VOC terhadap kapal


dagang dari Cina dan Maluku yang akan menuju Banten.
 Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di kawasan
pesisir Jawa.

Strategi

Strategi yang dilakukan VOC untuk menaklukan Banten adalah Devide et


Impera (politik adu domba). VOC mendapatkan celah kelemahan dari Sultan
Ageng Tirtayasa melalui putra mahkotanya yang bernama Sultan Haji.VOC
menghasut Sultan Haji agar merebut kekuasaan dari ayahnya (Sultan Ageng
Tirtayasa). Sultan Haji yang sangat berambisi untuk berkuasa di Banten
akhirnya membuat perjanjian dengan VOC untuk menyingkirkan ayahnya dari
tahta Kesultanan Banten. Perjanjian tersebut dilakukan karena Sultan Haji
khawatir akan tahta kekuasaan Banten nantinya tidak dilimpahkan kepada
dirinya tapi kepada Pangeran Purbaya selaku saudara laki-lakinya.

Perlawanan Banten

VOC dan Sultan Haji berhasil merebut Istana Surosowan dan menjadi Sultan
Banten pada tahun 1681. Pasca direbutnya Istana Surosowan, Sultan Ageng
Tirtayasa berpindah ke daerah Tirtayasa (Serang) untuk mendirikan keraton
baru dan mengumpulkan bekal untuk merebut kembali keraton Surosowan.
Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (1981) karya M.C Ricklefs,
disebutkan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa melakukan upaya perebutan
kembali Istana Surosowan pada 1682.

9
Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji dalam
penyerangan tersebut, sehingga Sultan Haji meminta bantuan VOC. Sultan Haji
dan VOC mampu meredam perlawanan dan berhasil memukul mundur
pasukan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya hingga ke Bogor.

Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya berhasil ditangkap oleh VOC pada 1983 dan
ia dibawa ke Batavia sebagai tahanan. VOC juga berhasil menjadikan Sultan
Haji sebagai ‘’raja boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara tidak
langsung VOC dapat menaklukan Banten serta memonopoli perdagangan di
kawasan pesisir Jawa.

Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat raja pembantu yang bertanggung jawab


terhadap urusan dalam negeri pada tahun 1671 yaitu Sultan Haji. Sedangkan
Sultan Ageng Tirtayasa dibantu pangeran Arya Purbaya bertanggung jawab
dalam urusan luar negeri. Pemisahan urusan pemerintahan kerajaan Banten
di ketahui oleh W. Caeff, sehingga menghasut Sultan Haji supaya urusan
pemerintahan tidak di pisah-pisahkan dan jangan sampai kekuasaan kerajaan
Banten jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan dari VOC, Sultan Haji
mencurigai ayah dan juga saudaranya. Tanpa berfikir panjang Sultan Haji
membentuk persekutuan dengan VOC untuk merubah tahta dalam kerajaan
Banten.

Perjanjian antara VOC dengan Sultan Haji antara lain :

 Banten harus menyerahkan wilayah Cirebon kepada VOC.


 VOC memegang monopoli lada di Banten dan harus menyingkirkan
pedagang dari Persia, India, dan China.
 Jika Banten ingkar janji wajib membayar 600.000 ringgit.
 Pasukan Banten yang menguasai daerah pedalaman dan pantai di
Priangan segera di tarik kembali.

VOC atas nama Sultan Haji dapat menguasai kesultanan Banten pada tahun
1681. Kemudian Sultan Haji menjadi Raja Banten dan berkedudukan di Istana
Surosowan. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali kesultanan
Banten. Pada tahun 1682, Istana Surowangsan dikepung oleh pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa. Sultan Haji terdesak dan meminta bantuan tentara VOC.

10
Kemudian pasukan Sultan Haji bersama VOC menyerang pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa lalu terdesak mundur. Sultan Ageng Tirtayasa bersama Arya
Purbaya dapat meloloskan diri ke hutan Lebak. Tentara VOC terus memburu
keduanya. Pada tahun 1683, VOC menangkap Sultan Ageng Tirtayasa,
kemudian di tahan di Batavia hingga akhir masa hidupnya pada tahun 1692.

5. Perlawanan Gowa
Kesultanan Gowa-Tallo merupakan salah satu kesultanan terbesar di kawasan
Indonesia Timur pada sekitar abad 16 – 17 Masehi. Dalam buku Sejarah
Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, disebutkan bahwa
Kesultanan Gowa-Tallo memiliki kekuatan militer yang harus diperhatikan
lebih daripada musuh-musuh VOC lain di Maluku Selatan.Selain itu, Gowa-
Tallo memiliki kekuatan ekonomi perdagangan yang sangat kuat. Kesultanan
ini memiliki pelabuhan perdagangan internasional yang berada di Somba Opu
(pesisir Sulawesi Selatan). Kawasan Somba Opu dijadikan pula sebagai pusat
pemerintahan Gowa-Tallo serta kawasan yang menampung pedagang
internasional.

11
Latar belakang perlawanan Gowa-Tallo

Kejayaan Gowa-Tallo ketika berada dibawah pemerintahan Sultan


Hasanuddin (1653-1669 M) membuat posisi VOC di kawasan Indonesia Timur
menjadi terancam. Rivalitas antara Gowa-Tallo dan VOC semakin meruncing
dan perang tak lagi bisa terelakkan. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan
Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, latar belakang
perlawanan Gowa-Tallo terhadap VOC, yaitu:

 VOC menginginkan Hak Monopoli perdagangan di kawasan Indonesia


Timur.
 VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di
Somba Opu.
 Untuk menghadapi tindakan VOC yang semena-mena, Sultan Hasanudin
memperkuat pasukan dengan memerintahkan kerajaan bawahan di
Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya.

Akhir perlawanan

Sultan Hasanudin pada awal 1668 membatalkan perjanjian Bongaya yang


sangat merugikan Gowa-Tallo. Pada 1669, Arung Palaka menyerang benteng
Somba Opu dengan kekuatan sekitar 7.000-8.000 pasukan. Arung Palaka
dapat menaklukan benteng Somba Opu dan Sultan Hasanudin beserta
pasukannya melarikan diri hingga meninggal pada tahun 1670.Sedangkan di
lain sisi, VOC menggunakan politik Devide et Impera dengan meminta
bantuan Arung Palaka dari Kesultanan Bone.Arung Palaka menerima
permintaan dari VOC dengan alasan ingin membalas kekalahannya atas Gowa-
Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone.

Perlawanan Gowa-Tallo terhadap VOC

VOC dibawah JC Speelman membawa sekitar 1900 prajurit dan 21 armada


kapal perang. Ditambah lagi pasukan dari Bone dibawah pimpinan Arung
Palaka.

Pertempuran berlangsung sengit selama 4 bulan dan Sultan Hasanuddin


dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya yang intinya berisi :

12
 VOC diperbolehkan memonopoli perdagangan di kawasan Indonesia
Timur
 Semua orang asing diusir dari Gowa-Tallo, kecuali VOC
 Gowa-Tallo mengganti biaya kerugian perang
 Beberapa wilayah kekuasaan Gowa-Tallo diserahkan kepada VOC

Akhir perlawanan

Sultan Hasanudin pada awal 1668 membatalkan perjanjian Bongaya yang


sangat merugikan Gowa-Tallo. Pada 1669, Arung Palaka menyerang benteng
Somba Opu dengan kekuatan sekitar 7.000-8.000 pasukan. Arung Palaka
dapat menaklukan benteng Somba Opu dan Sultan Hasanudin beserta
pasukannya melarikan diri hingga meninggal pada tahun 1670.

Kerajaan Makassar, dengan didukung oleh pelaut-pelaut ulung, mencapai


puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun
1654 – 1669. Pada pertengahan abad ke-17, Kerajaan Makasar menjadi
pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah
Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk VOC
sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling
menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik
oleh Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah
mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar,
VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan
tuntutan kepada Sultan Hasanuddin.

Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam


bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan
oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk
menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran
antara rakyat Makassar melawan VOC.Pertempuran pertama terjadi pada
tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua
pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha
menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan
Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut
Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran
ketiga terjadi tahun 1666 – 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC

13
menyerbu Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru
Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC,
yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut,
sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil
mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan
Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar. Peperangan berlangsung
seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat
dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan
Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian
perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667. Perlawanan rakyat Makasar
akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat
Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan
Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya
dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten
setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.

14
M
A
K
A
L
A
H

Penyusun: Dian Heydilia Adha


Kelas: XI IPS 2
Sekolah: SMA NEGERI 1 UNAAHA
NIS: 12619

15

Anda mungkin juga menyukai