dan Banten
Selasa, 4
Organisasi ini memperoleh hak-hak istimewa dari parlemen Belanda, seperti hak
monopoli dan hak kedaulatan sebagai suatu negara merdeka.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC dipimpin oleh Kakiali dan Talukabesi pada
1635-1646.
Meski perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh VOC dengan cepat, hal itu tetap
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak tinggal diam dijajah.
Perlawanan terhadap VOC juga terjadi di Tidore, dengan dipimpin oleh Sultan Nuku.
Perlawanan rakyat Makasar terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dari
Kerajaan Gowa.
Saat terjadi perselisihan antara Arung Palaka dari Kerajaan Bone dengan raja Gowa,
VOC langsung memanfaatkan kesempatan itu.
VOC berhasil memanfaatkan Arung Palaka untuk menyerang Gowa pada 1666.
Alat tukar/mata uang yang digunakan di Makassar adalah mata uang Belanda
Kendati demikian, Perjanjian Bongaya baru terlaksana pada 1669 karena Sultan
Hasanuddin masih melakukan perlawanan kembali.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam, Belanda telah
mendirikan kantor dagang di Batavia.
Pada 22 Agustus 1628, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso tiba
di Batavia.
Serangan pertama ini gagal dan tidak kurang dari seribu prajurit Mataram gugur
dalam pertempuran.
Meski persiapannya telah matang, perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC yang
kedua ini kembali menemui kegagalan.
Kegagalan ini disebabkan oleh VOC yang membakar persediaan makanan para
tentara Mataram.
Perlawanan Banten terhadap VOC terjadi sejak awal Belanda menginjakkan kaki di
Banten.
Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa pada
1656.
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa terhadap VOC dilakukan dengan cara merusak
kebun tebu, membantu perlawanan Trunojoyo, dan melindungi pelarian dari
Makassar.
Kerajaan Banten juga berhasil menguasai sejumlah kapal VOC dan beberapa pos
penting.
Belanda mendukung Sultan Haji yang lebih mudah dipengaruhi untuk membantu
kepentingan VOC.
Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan dan diasingkan, sementara Sultan Haji
menjadi Raja Banten.
Pada 1682, Sultan Haji terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda yang
isinya sebagai berikut.
Pada 1695, kemerdekaan Kerajaan Banten telah diambil oleh VOC dan kedudukan
Belanda di Jawa semakin kuat.
Referensi:
Pembahasan Soal:
Latar belakang perlawanan rakyat Maluku mengusir bangsa Belanda karena
adanya praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat
sengsara. Perlawanan rakyat Maluku muncul pada tahun 1635 di bawah pimpinan
Kakiali, Kapitan Hitu. Saat Kakiali tewas terbunuh, perjuangannya dilanjutkan
Kapitan Tulukabessy. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646.
Pada 1817 muncul tokoh dari di Pulau Saparua bernama Pattimura. Dalam aksi
Pattimura itu, Benteng Duurstede berhasil dihancurkan oleh rakyat Maluku.
Bahkan, Residen Belanda Van den Bergh terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Belanda membawa pasukan dari Ambon hingga Jawa demi mengalahkan rakyat
Maluku. Rakyat Maluku pun mundur karena kekurangan pasokan makanan. Demi
menyelamatkan rakyat dari kelaparan, Thomas Mattulessia atau Patimurra
menyerahkan diri dan dihukum mati.
Dengan demikian, perlawanan rakyat Maluku disebabkan karena adanya praktik
monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat sengsara. Tokoh-
tokoh perlawanan rakyat Maluku adalah Kapitan Hitu.
Perlawanan Mataram terhadap VOC
Pemerintahan Sultan Agung di Kerajaan Mataram dianggap sebagai masa kejayaan dari Kerajaan
Mataram. Sultan Agung memiliki cita – cita diantaranya :
Informasi mengenai persiapan penyerangan Mataram ternyata diketahui oleh VOC. Praktis,
VOC mengirim kapal – kapal perang guna menghancurkan lumbung – lumbung beras milik
Mataram. Di Tegal VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk
dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram kemudian mundur, dengan kekuatan yang ada
pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia. Pasukan Mataram mampu menghancurkan
Benteng Hollandia.
Perlawanan Sultan Agung memang mengalami kegagalan, namun semangat dan cita –
citanya untuk melawan dominasi asing di wilayah Nusantara menyulut semangat para
pengikutnya. Sayangnya semangat Sultan Agung dalam melawan VOC tidak diwarisi oleh
raja – raja penggantinya. Setelah Sultan Agung yang meninggal pada tahun 1645, Mataram
menjadi semakin lemah dan akhirnya mampu dikendalikan oleh VOC. Bahkan, pengganti
Sultan Agung yaitu Amangkurat I yang memerintah pada tahun 1646 – 1677 melakukan
persahabatan dengan VOC. Sultan Amangkurat I bahkan menjadi raja yang reaksioner
dengan bersikap sewenang – wenang terhadap rakyat dan kejam teradap ulama. Prilaku ini
kemudian menimbulkan perlawanan para rakyat mataram. Salah satunya yaitu pada
pemberontakan Trunajaya.