Anda di halaman 1dari 6

Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram,

dan Banten
Selasa, 4

Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - VOC  (Verenigde Oost-Indesche Compagnie) atau Persekutuan


Perusahaan Hindia Timur adalah kongsi dagang bentukan Belanda yang didirikan
pada 20 Maret 1602.

Organisasi ini memperoleh hak-hak istimewa dari parlemen Belanda, seperti hak
monopoli dan hak kedaulatan sebagai suatu negara merdeka.

Setelah mendapatkan hak tersebut, VOC berhasil melakukan intervensi dalam


pemerintahan dan sedikit demi sedikit menguasai Indonesia.

Tindakan VOC yang sewenang-wenang kemudian menimbulkan perlawanan dari


rakyat indonesia di berbagai daerah.

Berikut ini beberapa perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam


mengusir VOC.

Perlawanan rakyat Maluku

Perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC dipimpin oleh Kakiali dan Talukabesi pada
1635-1646.

Meski perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh VOC dengan cepat, hal itu tetap
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak tinggal diam dijajah.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.


Daftarkan  email

Kemudian pada 1650, Saidi mempimpin perlawanan rakyat Maluku.

Perlawanan terhadap VOC juga terjadi di Tidore, dengan dipimpin oleh Sultan Nuku.

Baca juga: Kebijakan-Kebijakan VOC di Bidang Politik


Perlawanan rakyat Makassar

Perlawanan rakyat Makasar terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dari
Kerajaan Gowa.

Saat terjadi perselisihan antara Arung Palaka dari Kerajaan Bone dengan raja Gowa,
VOC langsung memanfaatkan kesempatan itu.

VOC berhasil memanfaatkan Arung Palaka untuk menyerang Gowa pada 1666.

Pada akhirnya, Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa dipaksa untuk


menandatangani perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Berikut isi Perjanjian Bongaya antara Sultan Hasanuddin dengan VOC.

 VOC mendapatkan wilayah yang direbut selama perang

 Bima diserahkan kepada VOC

 Kegiatan pelayaran para pedagang Makassar dibatasi di bawah pengawasan VOC

 Penutupan Makassar sebagai bandar perdagangan dengan bangsa Eropa, selain


VOC, dan monopoli oleh VOC

 Alat tukar/mata uang yang digunakan di Makassar adalah mata uang Belanda

 Pembebasan cukai dan penyerahan 1.500 budak kepada VOC

Kendati demikian, Perjanjian Bongaya baru terlaksana pada 1669 karena Sultan
Hasanuddin masih melakukan perlawanan kembali.

Perjanjian Bongaya telah memangkas kekuasaan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan


terkuat di Sulawesi.

Rakyat Makassar, terutama Bugis, yang tidak menerima Perjanjian Bongaya


kemudian mengembara menuju daerah lain di Indonesia, seperti Jawa dan
Sumatera.

Baca juga: Keserakahan dan Kekejaman VOC


Perlawanan rakyat Mataram

Pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam, Belanda telah
mendirikan kantor dagang di Batavia.

Perselisihan keduanya tidak dapat dihindari hingga VOC melancarkan serangan ke


Jepara yang menimbulkan kerugian sangat besar bagi Mataram.

Sultan Agung kemudian menyiapkan penyerangan terhadap VOC di Batavia


sebanyak dua kali.

Pada 22 Agustus 1628, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso tiba
di Batavia.

Serangan pertama ini gagal dan tidak kurang dari seribu prajurit Mataram gugur
dalam pertempuran.

Mataram kemudian menyiapkan serangan kedua dengan dipimpin Kiai Adipati


Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purabaya.

Meski persiapannya telah matang, perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC yang
kedua ini kembali menemui kegagalan.

Kegagalan ini disebabkan oleh VOC yang membakar persediaan makanan para
tentara Mataram.

Baca juga: Sejarah Berdirinya VOC

Perlawanan rakyat Banten

Perlawanan Banten terhadap VOC terjadi sejak awal Belanda menginjakkan kaki di
Banten.

Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa pada
1656.

Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa terhadap VOC dilakukan dengan cara merusak
kebun tebu, membantu perlawanan Trunojoyo, dan melindungi pelarian dari
Makassar.
Kerajaan Banten juga berhasil menguasai sejumlah kapal VOC dan beberapa pos
penting.

Pada 1680, Sultan Ageng kembali mengumumkan perang setelah terjadi


penganiayaan terhadap para pedagang Banten oleh VOC.

Sayangnya, di Banten sedang terjadi perselisihan antara Sultan Ageng dengan


putranya, Sultan Haji, sehingga Belanda langsung memanfaatkan momen tersebut.

Belanda mendukung Sultan Haji yang lebih mudah dipengaruhi untuk membantu
kepentingan VOC.

Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan dan diasingkan, sementara Sultan Haji
menjadi Raja Banten.

Pada 1682, Sultan Haji terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda yang
isinya sebagai berikut.

 VOC berhak atas monopoli perdagangan

 Banten menanggung semua ganti rugi perang

 Banten merelakan Cirebon kepada VOC

 VOC berhak ikut campur dalam setiap urusan Kerajaan Banten

Pada 1695, kemerdekaan Kerajaan Banten telah diambil oleh VOC dan kedudukan
Belanda di Jawa semakin kuat.

Referensi:

Pembahasan Soal:
Latar belakang perlawanan rakyat Maluku mengusir bangsa Belanda karena
adanya praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat
sengsara. Perlawanan rakyat Maluku muncul pada tahun 1635 di bawah pimpinan
Kakiali, Kapitan Hitu. Saat Kakiali tewas terbunuh, perjuangannya dilanjutkan
Kapitan Tulukabessy. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646.
Pada 1817 muncul tokoh dari di Pulau Saparua bernama Pattimura. Dalam aksi
Pattimura itu, Benteng Duurstede berhasil dihancurkan oleh rakyat Maluku.
Bahkan, Residen Belanda Van den Bergh terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Belanda membawa pasukan dari Ambon hingga Jawa demi mengalahkan rakyat
Maluku. Rakyat Maluku pun mundur karena kekurangan pasokan makanan. Demi
menyelamatkan rakyat dari kelaparan, Thomas Mattulessia atau Patimurra
menyerahkan diri dan dihukum mati.
Dengan demikian, perlawanan rakyat Maluku disebabkan karena adanya praktik
monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat sengsara. Tokoh-
tokoh perlawanan rakyat Maluku adalah Kapitan Hitu.
Perlawanan Mataram terhadap VOC
Pemerintahan Sultan Agung di Kerajaan Mataram dianggap sebagai masa kejayaan dari Kerajaan
Mataram. Sultan Agung memiliki cita – cita diantaranya :

1. Mempersatukan seluruh tanah Jawa


2. Mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara
Datangnya VOC ke pulau Jawa sangat mengancam keberadaan Mataram. Apalagi tindakan –
tindakan VOC yang memaksa kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan yang
membuat kemarahan Sultan Agung semakin memuncak. Kebijakan monopoli perdagangan
VOC sangat meresahkan pribumi. Oleh karena itulah, Sultan Agung merencanakan
penyerangan ke Batavia sebagai basis dari VOC.

Ada beberapa alasan penyerangan Mataram ke Batavia, diantaranya :

1. Tindakan monopoli VOC


2. VOC sering menghalangi kapal – kapal Mataram yang akan berdagang ke Malaka
3. VOC menolak mengakui kedaulatan Kerajaan Mataram
4. Keberadaan VOC dianggap mengancam masa depan Pulau Jawa
Pada tahun 1628 telah disiapkan pasukan untuk menggempur Batavia. Gubernur yang
menjabat di VOC pada saat itu adalah J.P. Coen sedangkan pasukan Mataram dipimpin oleh
Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram  dibawah
kepemimpinan Tumenggung Baureksa melakukan penyerangan ke Batavia. Pasukan
Mataram berusaha membangun pos pertahanan, namun VOC menghalang – halangi usaha
tersebut seingga terjadiah pertempuran.

Di tengah berkecamuknya perang Mataram dan VOC,


datanglah bantuan untuk Mataram yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa.
Kedatangan pula pasukan dari Sunda yang dipimpin oleh Dipati Ukur. Pasukan Mataram
berusaha mengepung VOC dari berbagai tempat. Namun kekuatan tentara VOC dengan
senjatanya kemudian memaksa prajurit Mataram mundur. Tumenggung Baureksa gugur
dalam pertempuran ini. Dengan demikian serangan Sultan Agung pada tahun 1628 pun gagal.
Kekalahan pada tahun 1628 tidak lantas memadamkan semangatnya dalam melawan VOC. Ia
segera mempersiapkan serangan kedua. Belajar dari kegagalan serangan pertama, Sultan
Agung membuat siasat yaitu dengan membuat lumbung – lumbung beras yang difungsikan
sebagai persediaan makanan di daerah Tegal dan Cirebon. Pada tahun 1629, pasukan
Mataram diberangkatkan untuk menyerang VOC di Batavia yang dipimpin oleh Tumenggung
Singaranu, Kiai Dipati Juminah dan Dipati Purbaya.

Informasi mengenai persiapan penyerangan Mataram ternyata diketahui oleh VOC. Praktis,
VOC mengirim kapal – kapal perang guna menghancurkan lumbung – lumbung beras milik
Mataram. Di Tegal VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk
dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram kemudian mundur, dengan kekuatan yang ada
pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia. Pasukan Mataram mampu menghancurkan
Benteng Hollandia.

Selanjutnya pasukan Mataram mengepung benteng Bommel, namun gagal menghancurkan


benteng tersebut. Ketika mengepung Benteng Bommel, pasukan Mataram mendengar bahwa
J.P. Coen meninggal, peristiwa ini kemudian menyulut semangat pejuang Mataram. Peristiwa
ini terjadi pada 21 September 1629. Keadaan tersebut semakin mendesak VOC untuk
meningkatkan kekuatannya. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih lengkap,
akhirnya VOC mampu membalikkan keadaan. Dengan demikian serangan Sultan Agung
yang kedua gagal.

Perlawanan Sultan Agung memang mengalami kegagalan, namun semangat dan cita –
citanya untuk melawan dominasi asing di wilayah Nusantara menyulut semangat para
pengikutnya. Sayangnya semangat Sultan Agung dalam melawan VOC tidak diwarisi oleh
raja – raja penggantinya. Setelah Sultan Agung yang meninggal pada tahun 1645, Mataram
menjadi semakin lemah dan akhirnya mampu dikendalikan oleh VOC. Bahkan, pengganti
Sultan Agung yaitu Amangkurat I yang memerintah pada tahun 1646 – 1677 melakukan
persahabatan dengan VOC. Sultan Amangkurat I bahkan menjadi raja yang reaksioner
dengan bersikap sewenang – wenang terhadap rakyat dan kejam teradap ulama. Prilaku ini
kemudian menimbulkan perlawanan para rakyat mataram. Salah satunya yaitu pada
pemberontakan Trunajaya.

Anda mungkin juga menyukai